Pengaruh Suhu Reaksi Dan Jumlah Katalis Pada Pembuatan Biodiesel Dari Limbah Lemak Sapi Dengan Menggunakan Katalis Heterogen CaO Dari Limbah Kulit Telur Ayam

(1)

LAMPIRAN 1

DATA BAHAN BAKU

L1.1 KOMPOSISI ASAM LEMAK BAHAN BAKU LEMAK SAPI Tabel L1.1 Komposisi Asam Lemak Bahan Baku Lemak Sapi

Asam Lemak Komposisi (%)

Berat Molekul (gr/mol)

% x BM (gr/mol)

Asam Laurat (C12:0) 0,24 200 0,4800

Asam Miristat (C14:0) 5,07 228 11,5596

Asam Palmitat (C16:0) 24,03 256 61,5168

Asam Palmitoleinat (C16:1) 0,88 254 2,2352 Asam Heptadekanoat (C17:0) 3,81 270 10,2870

Asam Stearat (C18:0) 27,26 284 77,4184

Asam Oleat (C18:1) 34,55 282 97,4310

Asam Linoleat (C18:2) 2,57 280 7,1960

Asam Linolenat (C18:3) 0,68 278 1,8904

Asam Arakidat (C20:0) 0,34 312 1,0608

Asam Eikosenoat (C20:1) 0,57 310 1,7670

Jumlah 100 272,8422

Dari perhitungan maka diperoleh berat molekul rata-rata FFA lemak sapi sebesar 272,8422 gr/mol.

L1.2 KOMPOSISI TRIGLISERIDA BAHAN BAKU LEMAK SAPI Tabel L1.2 Komposisi Trigliserida Bahan Baku Lemak Sapi

Asam Lemak Komposisi (%)

Berat Molekul (gr/mol)

% x BM (gr/mol)

Asam Laurat (C12:0) 0,24 638 1,5312

Asam Miristat (C14:0) 5,07 722 36,6054

Asam Palmitat (C16:0) 24,03 806 193,6818

Asam Palmitoleinat (C16:1) 0,88 800 7,0400 Asam Heptadekanoat (C17:0) 3,81 848 32,3088

Asam Stearat (C18:0) 27,26 890 242,6140

Asam Oleat (C18:1) 34,55 884 305,4220

Asam Linoleat (C18:2) 2,57 878 22,5646

Asam Linolenat (C18:3) 0,68 872 5,9296

Asam Arakidat (C20:0) 0,34 974 3,3116

Asam Eikosenoat (C20:1) 0,57 968 5,5176


(2)

Dari perhitungan maka diperoleh berat molekul rata-rata trigliserida lemak sapi sebesar 856,5266 gr/mol.

L1.3 KADAR FREE FATTY ACID (FFA) LEMAK SAPI Tabel L1.3 Kadar Free Fatty Acid (FFA) Lemak Sapi

Kadar FFA (%)

Sebelum Esterifikasi Setelah Esterifikasi

1,86 0,35

% Penurunan FFA = x 100%

si Esterifika Sebelum

si Esterifika Setelah

-si Esterifika Sebelum

= x 100%

1,86 0,35 -1,86 = 81,18%


(3)

LAMPIRAN 2

DATA PENELITIAN

L2.1 DATA DENSITAS BIODIESEL

Tabel L2.1 Hasil Analisis Densitas Biodiesel Rasio Mol

Alkohol / Minyak

Waktu (menit)

Suhu (oC)

Jumlah Katalis (%)

Densitas (kg/m3)

9:1 90 50 2 860,80

9:1 90 50 3 871,32

9:1 90 50 4 873,07

9:1 90 55 2 857,29

9:1 90 55 3 864,31

9:1 90 55 4 866,06

9:1 90 60 2 855,54

9:1 90 60 3 860,80

9:1 90 60 4 862,55

L2.2 DATA VISKOSITAS KINEMATIK BIODIESEL

Tabel L2.2 Hasil Analisis Viskositas Kinematik Biodiesel Rasio Mol

Alkohol / Minyak

Waktu (menit)

Suhu (oC)

Jumlah Katalis (%) trata-rata (detik) Viskositas Kinematik (cSt)

9:1 90 50 2 169 4,86

9:1 90 50 3 173 4,97

9:1 90 50 4 174 5,00

9:1 90 55 2 167 4,80

9:1 90 55 3 171 4,92

9:1 90 55 4 172 4,94

9:1 90 60 2 166 4,77

9:1 90 60 3 168 4,83


(4)

L2.3 DATA YIELD METIL ESTER

Tabel L2.3 Hasil Analisis Yield Metil Ester Rasio Mol

Alkohol / Minyak

Waktu (menit)

Suhu (oC)

Jumlah Katalis (%)

Kemurnian (%)

Yield

(%)

9:1 90 50 2 98,0486 73,26

9:1 90 50 3 89,8737 75,81

9:1 90 50 4 92,6173 71,62

9:1 90 55 2 97,5446 79,78

9:1 90 55 3 97,3061 82,43

9:1 90 55 4 97,7096 77,71

9:1 90 60 2 88,8812 69,58

9:1 90 60 3 96,0363 79,39


(5)

LAMPIRAN 3

CONTOH PERHITUNGAN

L3.1 PERHITUNGAN KADAR FFA LEMAK SAPI

Kadar FFA = x 100%

000 1 Sampel Massa M V N × × ×

Keterangan : N = Normalitas larutan NaOH (mol/l) V = Volume larutan NaOH terpakai (ml)

M = Berat molekul FFA lemak sapi (BM = 272,8422 gr/mol)

L3.1.1 Perhitungan Kadar FFA Lemak Sapi Sebelum Esterifikasi Normalitas larutan NaOH = 0,1 N

Volume larutan NaOH terpakai = 13,6 ml BM FFA = 272,8422 gr/mol

Berat lemak sapi = 20 gram

Kadar FFA = x 100%

000 1 Sampel Massa M V N × × ×

= x 100%

000 1 20 272,8422 13,6 0,1 ×× × = 1,86%

L3.1.2 Perhitungan Kadar FFA Lemak Sapi Setelah Esterifikasi Normalitas larutan NaOH = 0,1 N

Volume larutan NaOH terpakai = 2,6 ml BM FFA = 272,8422 gr/mol

Berat lemak sapi = 20 gram

Kadar FFA = x 100%

000 1 Sampel Massa M V N × × ×

= x 100%

000 1 20 272,8422 2,6 0,1 ×× × = 0,35%


(6)

L3.2 PERHITUNGAN KEBUTUHAN METANOL

O O

H2C-O-C-R1 R1-C-OCH3 H2C-OH

O O

HC-O-C-R2 + 3CH3OH CaO R2-C-OCH3 + HC-OH

O O

H2C-O-C-R3 R3-C-OCH3 H2C-OH Trigliserida Metanol Biodiesel Gliserol Massa lemak sapi = 100 gr

Metanol : Lemak Sapi = 9 : 1 (mol/mol) BM Trigliserida = 856,5266 gr/mol Mol lemak sapi =

da Trigliseri BM Massa = gr/mol 856,5266 gr 100 = 0,1168 mol Mol metanol =

1 9

x 0,1168 = 1,0508 mol

Maka massa metanol = mol metanol x BM metanol = 1,0508 mol x 32 gr/mol = 33,6242 gram

Volume metanol = ρ m = gr/ml 0,7918 gr 33,6242 = 42,4655 ml


(7)

L3.3 PERHITUNGAN YIELD BIODIESEL

Yield = x Kemurnian

Baku Bahan Massa Praktik Biodiesel Massa

= x 97,3061% gr

100 gr 84,71 = 82,43%

Untuk data yang lainnya sama dengan perhitungan di atas. L3.4 PERHITUNGAN DENSITAS BIODIESEL

Volume piknometer =

air Densitas

air Massa

= 5,704 ml Densitas sampel =

piknometer Volume

sampel Massa

Massa piknometer kosong = 15,35 gr = 0,01535 kg Massa piknometer + biodiesel = 20,30 gr = 0,02030 kg Massa biodiesel = 4,95 gr = 0,00495 kg

Densitas biodiesel = -6 3 m 10 x 5,704 kg 0,00495

= 867,81 kg/m3 Untuk data yang lainnya sama dengan perhitungan di atas. L3.5 PERHITUNGAN VISKOSITAS KINEMATIK BIODIESEL

sg =

air Densitas

sampel Densitas

Viskositas sampel = k x sg x t

Keterangan : k = konstanta viskosimeter (kg/m.s2) t = waktu alir (s)

Kalibrasi air :

ρair (40 oC) = 992,25 kg/m3

Viskositas air (40 oC) = 0,6560 x 10-3 kg/m.s tair = 23 detik

sgair = 1

Viskositas air = k x sg x t 0,6560 x 10-3 kg/m.s = k x 1 x 23 s


(8)

k = 2,85 x 10-5 kg/m.s2 Viskositas kinematik biodiesel :

trata-rata biodiesel = 171 detik sgbiodiesel = 3

3

kg/m 992,25

kg/m 867,81

= 0,87 Viskositas biodiesel = k x sg x t

= 2,85 x 10-5 x 0,87 x 171 = 4,2656 x 10-3 kg/m.s Viskositas kinematik = 3

-3

kg/m 867,81

kg/m.s 10

x 4,2656

= 4,92 x 10-6 m2/s = 4,92 mm2/s = 4,92 cSt Untuk data yang lainnya sama dengan perhitungan di atas.


(9)

LAMPIRAN 4

HASIL ANALISIS

L4.1 HASIL ANALISIS KOMPOSISI BAHAN BAKU LEMAK SAPI


(10)

L4.2 HASIL ANALISIS KOMPOSISI KATALIS ABU KULIT TELUR AYAM

Gambar L4.2 Hasil Analisis AAS Komposisi Katalis Abu Kulit Telur Ayam L4.3 HASIL ANALISIS KOMPOSISI BIODIESEL

Gambar L4.3 Hasil Analisis GC Komposisi Biodiesel pada Kondisi Suhu Reaksi 50oC, Jumlah Katalis CaO, 2% Waktu Reaksi 90 Menit, dan Perbandingan


(11)

Gambar L4.4 Hasil Analisis GC Komposisi Biodiesel pada Kondisi Suhu Reaksi 50oC, Jumlah Katalis CaO 3%, Waktu Reaksi 90 Menit, dan Perbandingan

Mol Alkohol terhadap Minyak 9:1

Gambar L4.5 Hasil Analisis GC Komposisi Biodiesel pada Kondisi Suhu Reaksi 50oC, Jumlah Katalis CaO 4%, Waktu Reaksi 90 Menit, dan Perbandingan


(12)

Gambar L4.6 Hasil Analisis GC Komposisi Biodiesel pada Kondisi Suhu Reaksi 55oC, Jumlah Katalis CaO 2%, Waktu Reaksi 90 Menit, dan Perbandingan

Mol Alkohol terhadap Minyak 9:1

Gambar L4.7 Hasil Analisis GC Komposisi Biodiesel pada Kondisi Suhu Reaksi 55oC, Jumlah Katalis CaO 3%, Waktu Reaksi 90 Menit, dan Perbandingan


(13)

Gambar L4.8 Hasil Analisis GC Komposisi Biodiesel pada Kondisi Suhu Reaksi 55oC, Jumlah Katalis CaO 4%, Waktu Reaksi 90 Menit, dan Perbandingan

Mol Alkohol terhadap Minyak 9:1

Gambar L4.9 Hasil Analisis GC Komposisi Biodiesel pada Kondisi Suhu Reaksi 60oC, Jumlah Katalis CaO 2%, Waktu Reaksi 90 Menit, dan Perbandingan


(14)

Gambar L4.10 Hasil Analisis GC Komposisi Biodiesel pada Kondisi Suhu Reaksi 60oC, Jumlah Katalis CaO 3%, Waktu Reaksi 90 Menit, dan Perbandingan


(15)

Gambar L4.11 Hasil Analisis GC Komposisi Biodiesel pada Kondisi Suhu Reaksi 60oC, Jumlah Katalis CaO 4%, Waktu Reaksi 90 Menit, dan Perbandingan


(16)

LAMPIRAN 5

DOKUMENTASI PENELITIAN

L5.1 FOTO PREPARASI ABU KULIT TELUR AYAM

Gambar L5.1 Foto Kulit Telur Ayam


(17)

Gambar L5.4 Foto Pengayakan Serbuk Kulit Telur Ayam

Gambar L5.5 Foto Pemanasan dengan Furnace


(18)

L5.2 FOTO PENGUJIAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS

Gambar L5.7 Foto Pengujian Kadar Asam Lemak Bebas L5.3 FOTO PROSES ESTERIFIKASI

Gambar L5.8 Foto Rangkaian Alat Esterifikasi


(19)

Gambar L5.10 Foto Proses Esterifikasi

Gambar L5.11 Foto Pemisahan Hasil Esterifikasi dengan Corong Pemisah


(20)

L5.4 FOTO PROSES TRANSESTERIFIKASI

Gambar L5.13 Foto Rangkaian Alat Transesterifikasi

Gambar L5.14 Foto Proses Transesterifikasi


(21)

Gambar L5.16 Foto Metil Ester Hasil Pemisahan L5.5 FOTO ANALISIS BIODIESEL

Gambar L5.17 Foto Analisis Densitas


(22)

(23)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Prateepchaikul, Gumpon., Allen, Michael L., Leevijit, Theerayut., Thaveesinshopha, Kittisak., “Methyl Ester Production from High Free Fatty Acid Mixed Crude Palm Oil,” Songklanakarin J. Sci. Technol, Vol. 29 No. 6, pp. 1551-1561, 2007.

[2] Ramaraju, A. dan Ashok, Kumar T. V., “Biodiesel Development from High Free Fatty Acid Punnakka Oil,” ARPN Journal of Engineering and Applied Sciences, Vol. 6 No. 4, pp. 1-6, 2011.

[3] Suirta, I. W., “Preparasi Biodiesel dari Minyak Jelantah Kelapa Sawit,” Jurnal Kimia, Vol. 3 No. 1, hal. 1-6, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, 2009.

[4] Kouzu, Masato., Kasuno, Takekazu., Tajika, Masahiko., Yamanaka, Shinya., Hidaka, Jusuke., “Active Phase of Calcium Oxide Used As Solid Base Catalyst for Transesterification of Soybean Oil with Refluxing Methanol,” Applied Catalysis, 334, pp. 357-365, 2008.

[5] Kim, Hak-Joo., Kang, Bo-Seung., Kim, Min-Ju., Park, Young Moo., Kim, Deog-Keun., Lee, Jin-Suk., Lee, Kwan-Young., “Transesterification of Vegetable Oil to Biodiesel Using Heterogeneous Base Catalyst,” Catalysis Today, 93-95, pp. 315-320, 2004.

[6] Da Cunha, M.E., Krause, L.C., Moraes, M.S.A., Faccini, C.S., Jacques, R.A., Almeida, S.R., Rodrigues, M.R.A., Caramao, E.B., “Beef Tallow Biodiesel Produced in A Pilot Scale,” Fuel Processing Technology, 90, pp. 570-575, 2009. [7] Darling International Inc., Beef Tallow 28 Juli 2013.

[8] Ghaly, A. E., Dave, D., Brooks, M. S., Budge, S., “Production of Biodiesel by Enzimatic Transesterification : Review,” American Journal of Biochemistry and Biotechnology, Vol. 6 No. 2, pp. 54-76, 2010.

[9] Marchetti, J. M., Miguel, V. U. dan Errazu, A. F., “Heterogeneous Esterification of Oil With High Amount of Free Fatty Acids,” Fuel, 86, pp. 906-910, 2006.

[10] Jazie, Ali A., Pramanik, H. dan Sinha, A. S. K., “Egg Shell As Eco-Friendly Catalyst for Transesterification of Rapeseed Oil : Optimization for Biodiesel Production,” Special Issue of International Journal of Suistanable Development and Green Economics (IJSDGE), Vol. 2 No.1, pp. 27-32, 2013.

[11] Mutreja, Vishal., Singh, Satnam dan Ali, Amjad., “Biodiesel from Mutton Fat Using KOH Impregnated MgO As Heterogeneous Catalysts,” Renewable Energy, 36, pp. 2253-2258, 2011.


(24)

[12] Dias, Joana M., Alvim-Ferraz, Maria C. M., Almeida, Manuel F., Diaz, Jose D. Mendez., Polo, Manuel Sanchez., Utrilla, Jose Rivera., “Selection of Heterogeneous Catalysts for Biodiesel Production from Animal Fat,” Fuel, 94, pp. 418-425, 2012.

[13] Viriya-Empikul, N., Krasae, P., Nualpaeng, W., Yoosuk, B., Faungnawakij, K., “Biodiesel Production Over Ca Based Solid Catalysts Derived from Industrial Wastes,” Fuel, 92, pp. 239-244, 2011.

[14] Padil., Wahyuningsih, Slamet dan Awaluddin, Amir., “Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa melalui Reaksi Metanolisis Menggunakan Katalis CaCO3 yang Dipijarkan,” Jurnal Natur Indonesia, Vol. 13 No. 1, hal. 27-32, Universitas Riau, Pekanbaru, 2010.

[15] Watcharathamrongkul, Kornkanok., Jongsomjit, Bunjerd dan Phisalaphong, Muenduen, “Calcium Oxide Based Catalysts for Ethanolysis of Soybean Oil,” Songklanakarin J. Sci. Technology, Vol. 32 No. 6, pp. 627-634, 2010.

[16] Laksono, Tejo., “Pengaruh Jenis Katalis NaOH dan KOH serta Rasio Lemak dengan Metanol terhadap Katalis Biodiesel Berbahan Baku Lemak Sapi,” Universitas Hasanuddin, Makassar, 2013.

[17] Rengga, Wara Dyah Pita dan Ernawati, Rosidah Erlis., “Biodiesel dari Campuran Lemak Sapi (Beef Tallow) dan Minyak Sawit,” Jurnal Bahan Alam Terbarukan, Vol. 1 No. 1, Universitas Negeri Semarang, Semarang, 2012.

[18] Viriya-Empikul, N., Krasae, P., Puttasawat, B., Yoosuk, B., Chollacoop, N., Faungnawakij, K., “Waste Shells of Mollusk and Egg As Biodiesel Production Catalysts,” Bioresource Technology, 101, pp. 3765-3767, 2009.

[19] Santoso, Nidya., Pradana, Ferdy dan Rachimoellah, “Pembuatan Biodiesel dari Minyak Biji Kapuk Randu (Ceiba pentandra) melalui Proses Transesterifikasi dengan Menggunakan CaO Sebagai Katalis,” Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2012.

[20] Encinar, J.M., Sanchez, N., Martinez, G. dan Garcia L., “Study of Biodiesel Production from Animal Fats with High Free fatty Acid Content,” Bioresource Technology, Vol. 102 No. 23, pp. 10907-10914, 2011.

[21] Lengyel, Jozef., Cvengrosova, Zuzana dan Cvengros, Jan., “Transesterification of Triacylglycerols Over Calcium Oxide As Heterogeneous Catalyst,” Petroleum & Coal, Vol. 51 No. 3, pp. 216-224, 2009.

[22] Canakci, M. dan Gerpen, J. Van., “Biodiesel Production from Oils and Fats with High Free Fatty Acids,” Transactions of the ASAE, Vol. 44 No. 6, pp. 1429-1436, 2001.


(25)

[23] Kouzu, Masato., Kasuno, Takekazu., Tajika, Masahiko., Sugimoto, Yoshikazu., Yamanaka, Shinya., Hidaka, Jusuke., “Calcium Oxide As A Solid Base Catalyst for Transesterification of Soybean Oil and Its Application to Biodiesel Production,” Fuel, 87, pp. 2798-2806, 2007.

[24] Omar, Wan Nor Nadyaini Wan dan Amin, Nor Aishah Saidina., “Optimization of Heterogeneous Biodiesel Production from Waste Cooking Palm Oil Via Response Surface Methodology,” Biomass and Bioenergy, 35, pp. 1329-1338, 2011.

[25] El-Mashad, Hamed M., Zhang, Ruihong dan Avena-Bustillos, Roberto J., “A Two-Step Process for Biodiesel Production from Salmon Oil,” Biosystems Engineering, 99, pp. 220-227, 2007.

[26] Moser, Bryan R., “Biodiesel Production, Properties and Feedstocks,” In Vitro Cell. Dev. Bio1, 45, pp. 229-266, 2009.

[27] Badan Standarisasi Nasional, Standar Nasional Indonesia, SNI : 7182:2012, 2012, diakses pada 28 Juli 2013.

[28] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012, diakses pada 30 Juli 2013.

[29] Agrina, Lemak Sapi, www.agrina-online.com, 2009, diakses pada 29 September 2014.

[30] Knothe, Gerhard., Van Gerpen, Jon dan Krahl, Jurgen., The Biodiesel Handbook. USA : AOCS Press, 2005.

[31] Hikmah, Maharani Nurul dan Zuliyana, “Pembuatan Metil Ester dari Minyak Dedak dan Metanol dengan Proses Esterifikasi dan Transesterifikasi,” Universitas Diponegoro, Semarang, 2010.

[32] Rachmaniah, Orchidea., “Studi Transesterifikasi Berkatalis Asam Triglyceryde dan Fatty Acid dari Minyak Mentah Dedak Padi Menjadi Biodiesel,” Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2005.

[33] Science Lab, Methyl Alcohol MSDS, www.sciencelab.com, 2013, diakses pada 25 Agustus 2013.

[34] Hameed, B. H., Lai, L. F. dan Chin, L. H., “Production of Biodiesel from Palm Oil (Elaeis guineensis) Using Heterogeneous Catalyst : An Optimized Process,” Fuel Processing Technology, 90, pp. 606-610, 2009.

[35] Vicente, Gemma., Martinez, Mercedes dan Aracil, Jose., “Integrated Biodiesel Production : A Comparison of Different Homogeneous Catalysts Systems,” Bioresource Technology, 92, pp. 297-305, 2004.


(26)

[36] Ranjan, Mishra Sruti., Kumar, Mohanty Mahendra dan Kumar, Pattanaik Ajay., “Preparation of Biodiesel from Crude Oil of Simarouba glauca Using CaO As A Solid Base Catalyst,” Research Journal of Recent Sciences, Vol. 1 No. 9, pp. 49-53, 2012.

[37] Arunlertaree, C., Kaewsomboon W., Kumsopa A., Pokethitiyook, P. dan Panyawathanakit, P., “Removal of Lead from Battery Manufacturing Wastewater by Egg Shell,” Songklanakarin J. Sci. Technol, Vol. 29 No. 3, pp. 857-868, 2007. [38] Thiruvengadaravi, K.V., Nandagopal, J., Baskaralingam, P., Bala, V. Sathya Selva., Sivanesan, S., “Acid Catalyzed Esterification of Karanja (Pongamia pinnata) Oil with High Free Fatty Acids for Biodiesel Production,” Fuel, 98, pp. 1-4, 2012.

[39] Raspe, Djessica Tatiana dan Da Silva, Camila., “Determination of Free Fatty Acid by FT-NIR Spectroscopy in Esterification Reaction for Biodiesel Production,” Journal of Energy, Article ID 301647, 2013.

[40] Aziz, Isalmi., Nurbayti, Siti dan Ulum, Badrul., “Esterifikasi Asam Lemak Bebas dari Minyak Goreng Bekas,” Valensi, Vol. 2 No. 2, hal. 384-388, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2011.

[41] Mamilla, Venkata Ramesh., Mallikarjun, M. V. dan Rao, Dr. G. Lakshmi Narayana., “Preparation of Biodiesel from Karanja Oil,” International Journal of Energy Engineering, Vol. 1 No. 2, pp. 94-100, 2011.

[42] Thiruvengadaravi, K.V., Nandagopal, J., Bala, V. Sathya Selva., Kirupha, S. Dinesh., Vijayalakshmi, P., Sivanesan, S, “Kinetic Study of The Esterification of Free Fatty Acids in Non-Edible Pongamia pinnata Oil Using Acid Catalyst,” Indian Journal of Science and Technology, Vol. 2 No. 12, 2009.

[43] Lam, Man Kee., Lee, Keat Teong dan Mohamed, Abdul Rahman., Homogeneous, “Heterogeneous and Enzymatic Catalysis for Transesterification of High Free Fatty Acid Oil (Waste Cooking Oil) to Biodiesel : A Review,” Biotechnology Advances, 28, pp. 500-518, 2010.

[44] Endalew, Abebe K., Kiros, Yohannes dan Zanzi, Rolando., “Heterogeneous Catalyst for Biodiesel Production from Jatropha curcas Oil (JCO),” Energy, pp. 1-8, 2011.

[45] Berrios, M., Siles, J., Martin, M. A., Martin, A., “A Kinetic Study of the Esterification of Free Fatty Acids (FFA) in Sunflower Oil,” Fuel, 86, pp. 2383-2388, 2007.

[46] Lee, Dae-Won., Park, Young-Moo dan Lee, Kwan-Young., “Heterogeneous Base Catalysts for Transesterification in Biodiesel Synthesis,” Catal Surv Asia, 13, pp. 63-77, 2009.


(27)

[47] Menteri ESDM, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Tentang Tarif Tenaga Listrik, www.esdm.go.id, 2014, diakses pada 14 Agustus 2014.

[48] CV. Rudang Jaya, Laboratory Chemicals, www.yellowpages.co.id, 2014, diakses pada 21 Agustus 2014.

[49] Menteri ESDM, Program Percepatan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (BBN), www.esdm.go.id, 2013, diakses pada 14 Agustus 2014.

[50] Menteri Perdagangan, Tinjauan Pasar Minyak Goreng, www.kemendag.go.id, 2014, diakses pada 21 Agustus 2014.

[51] Kombe, Godlisten G., Temu, Abraham K., Rajabu, Hassan M., Mrema, Godwill D., “High Free Fatty Acid (FFA) Feedstock Pre-Treatment Method for Biodiesel Production,” Second International Conference on Advance in Engineering and Technology, pp. 176-182, 2011.

[52] Sharma, Y.C., Singh, B. dan Upadhyay, S.N., “Advancements in Development and Characterization of Biodiesel,” Fuel, 87, pp. 2355-2373, 2008. [53] Mathiyazhagan, M. dan Ganapathi, A., “Factors Affecting Biodiesel Production,” Research in Plant Biology, Vol. 1 No. 2, pp. 01-05, 2011.

[54] Saputra, Leo., Rakhmah, Noor., Pradita, Hapsari Tyas dan Sunardi., “Produksi Biodiesel dari Minyak Jelantah dengan Cangkang Bekicot (Achatina fulica) Sebagai Katalis Heterogen,” Prestasi, Vol. 1 No. 2, hal. 118-125, 2012.


(28)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Fisika, Laboratorium Operasi Teknik Kimia, dan Laboratorium Penelitian, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan.

3.2 BAHAN DAN PERALATAN 3.2.1 Bahan

Pada penelitian ini bahan yang digunakan antara lain : 1. Limbah lemak sapi

2. Limbah kulit telur ayam 3. Aquadest

4. Asam sulfat (H2SO4) 5. Indikator Phenolphthalein 6. Metanol (CH3OH)

7. Natrium hidroksida (NaOH) 3.2.2 Peralatan

Pada penelitian ini peralatan yang digunakan antara lain : 1. Ayakan 140 mesh

2. Ball mill 3. Bunsen

4. Batang pengaduk 5. Beaker glass 6. Cawan porselen 7. Corong gelas 8. Corong pemisah 9. Erlenmeyer 10. Furnace


(29)

11. Gelas ukur 12. Hot plate 13. Labu leher tiga 14. Lumpang dan alu 15. Magnetic stirrer 16. Oven

17. Penjepit tabung 18. Piknometer 19. Pipet tetes

20. Refluks kondensor 21. Satu set alat titrasi 22. Stopwatch

23. Termometer 24. Timbangan digital 25. Viskosimeter Ostwald

3.3 PROSEDUR PENELITIAN

3.3.1 Preparasi Abu Kulit Telur Ayam [13]

1. Kulit telur ayam dicuci dengan air keran beberapa kali hingga bersih. 2. Kulit telur ayam dianginkan hingga kering.

3. Kulit telur ayam dihancurkan menjadi lebih kecil dengan lumpang dan alu serta digiling menjadi serbuk dengan ball mill.

4. Serbuk kulit telur ayam diayak dengan ayakan yang berukuran 140 mesh. 5. Hasil ayakan yang lolos dipanaskan dalam furnace selama 2 jam dengan


(30)

3.3.2 Pengujian Kadar Asam Lemak Bebas [27]

1. Sebanyak 20 gram sampel limbah lemak sapi dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer kenudian ditambahkan 100 ml etanol 96%.

2. Campuran dikocok kuat hingga sampel larut dan diambil sebanyak 10 ml. 3. 3 tetes indikator phenolphthalein ditambahkan lalu dititrasi dengan NaOH

0,1 N hingga berubah dari bening menjadi merah rosa. 4. Volume NaOH 0,1 N yang terpakai dicatat.

Kadar asam lemak bebas sampel dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut :

Kadar asam lemak bebas = N x V x M

1000 x gr sampel

x 100%

Ket : N = normalitas larutan NaOH (mol/l)

V = volume larutan NaOH terpakai (ml) M = berat molekul FFA (gr/mol)

3.3.3 Proses Esterifikasi [1, 22, 51]

1. Limbah lemak sapi sebanyak 100 gram dan katalis H2SO4 0,5 ml (0,5% berat FFA yang terkandung dalam limbah lemak sapi) dimasukkan ke dalam labu leher tiga yang dilengkapi dengan termometer, magnetic stirrer, dan refluks kondensor.

2. Campuran diaduk dan dipanaskan sampai suhu reaksi 60oC.

3. Metanol ditambahkan dari rasio mol metanol/FFA 6:1 ke dalam labu leher tiga.

4. Suhu reaksi dipertahankan konstan 60oC selama 240 menit dengan kecepatan konstan 250 rpm.

5. Hasil reaksi dimasukkan ke dalam corong pemisah dan didiamkan sampai mencapai suhu kamar (dibiarkan selama satu malam).

6. Lapisan tengah (minyak dan metil ester) dipisahkan dari lapisan atas (metanol yang tidak bereaksi) dan lapisan bawah (air).

7. Minyak dan metil ester kemudian dicuci dengan 150 ml aquadest dalam beaker glass selama 15 menit (dilakukan dua kali pencucian).


(31)

8. Setelah dicuci, minyak dan metil ester dimasukkan ke dalam beaker glass dan dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC sampai berat konstan.

9. Jika setelah dianalisis kadar asam lemak bebas lemak sapi < 0,5% maka reaksi telah memenuhi syarat untuk ditransesterifikasi.

3.3.4 Proses Transesterifikasi [13]

1. CaO ditimbang sebanyak 2% dari 100 gram limbah lemak sapi lalu dimasukkan ke dalam beaker glass.

2. Metanol ditambahkan dari rasio mol metanol/lemak sapi 9:1 ke dalam beaker glass lalu diaduk.

3. Limbah lemak sapi dipanaskan di atas hot plate sampai mencair kira-kira 15 menit.

4. Campuran CaO dan metanol dimasukkan ke dalam labu leher tiga yang dilengkapi dengan termometer, magnetic stirrer, dan refluks kondensor lalu dimasukkan sampel limbah lemak sapi yang telah dipanaskan tersebut. 5. Campuran dipanaskan sampai suhu 50oC di atas hot plate dan dibiarkan bereaksi selama 90 menit pada suhu konstan dengan kecepatan konstan 600 rpm.

6. Campuran yang terbentuk dituang ke dalam corong pemisah dan dibiarkan terjadi pemisahan selama 2 jam pada suhu kamar.

7. Lapisan bawah (gliserol) dibuang sehingga yang tertinggal hanya lapisan atas yaitu metil ester. Metil ester dicuci dengan air hangat dalam corong pemisah untuk membuang residu katalis dan sabun. Pencucian ini dilakukan berulang kali dan dilakukan secara perlahan-lahan hingga lapisan air pencuci telah jernih.

8. Setelah dicuci, metil ester yang dihasilkan dimasukkan ke dalam beaker glass dan dipanaskan pada suhu 105oC kemudian diukur volumenya dan dianalisis.

9. Prosedur di atas diulangi dengan variasi jumlah katalis CaO 3% dan 4% dari berat limbah lemak sapi, dan suhu reaksi 55oC dan 60oC.


(32)

3.4 ANALISIS BIODIESEL 3.4.1 Analisis Kemurnian [13]

Analisis kemurnian dilakukan dengan Kromatografi Gas. 3.4.2 Analisis Densitas [3]

1. Piknometer kosong yang bersih dan kering ditimbang dan massanya dicatat.

2. Piknometer diisi dengan air hingga penuh lalu ditimbang dan massanya dicatat. Massa air dalam piknometer adalah selisih dari massa piknometer berisi air dengan piknometer kosong.

3. Volume piknometer dihitung dengan membagi massa air dengan densitas air pada suhu pengukuran. Selanjutnya piknometer diisi dengan metil ester dan massanya ditimbang.

4. Massa metil ester diperoleh dari selisih massa piknometer berisi metil ester dengan massa piknometer kosong.

5. Densitas metil ester diperoleh dengan pembagian massa metil ester dengan volume piknometer.

3.4.3 Analisis Viskositas [3]

1. Aquadest dituang sebanyak 5 ml ke dalam viskosimeter dan suhunya dicatat.

2. Kemudian viskosimeter dihisap dengan karet penghisap sampai cairan berada di atas tanda garis “a” pada bulatan pipa kecil.

3. Cairan dibiarkan turun, waktu selama cairan turun dari tanda “a” ke tanda “b” dihitung dengan stopwatch dan waktunya dicatat.

4. Prosedur 2 dan 3 diulangi sampai tiga kali.

5. Konstanta viskosimeter dihitung dan sebanyak 5 ml metil ester diisi ke dalam viskosimeter.

6. Pengukuran waktu dilakukan sebanyak tiga kali dan viskositas sampel dihitung dari waktu alir yang diperoleh.


(33)

3.4.4 Analisis Titik Nyala [27]

1. Metil ester dimasukkan ke dalam cawan dan termometer dipasang.

2. Metil ester dipanaskan dengan bunsen dan nyala api diletakkan 10 cm di atas permukaan metil ester.

3. Proses pemanasan terus dilakukan sampai nyala api terbakar. 4. Suhu metil ester pada saat mulai terbakar disebut titik nyala.


(34)

3.5 FLOWCHART PERCOBAAN

3.5.1 Flowchart Preparasi Abu Kulit Telur Ayam

Gambar 3.1 Flowchart Preparasi Abu Kulit Telur Ayam Mulai

Kulit telur ayam dicuci dengan air keran beberapa kali

Kulit telur ayam yang telah bersih dianginkan hingga kering

Setelah kering, kulit telur ayam dihancurkan dengan lumpang dan alu serta digiling dengan ball mill

Hasil gilingan diayak dengan ayakan 140 mesh

Selesai

Hasil ayakan dipanaskan dalam furnace selama 2 jam dengan suhu 900oC


(35)

3.5.2 Flowchart Pengujian Kadar Asam Lemak Bebas

Gambar 3.2 Flowchart Pengujian Kadar Asam Lemak Bebas Sebanyak 20 gram sampel limbah lemak sapi dimasukkan ke dalam

labu erlenmeyer kemudian ditambahkan 100 ml etanol 96%

Volume NaOH 0,1 N yang terpakai dicatat

Selesai Mulai

Apakah ada sampel limbah lemak sapi yang lain ?

Tidak

Ya Campuran dikocok kuat hingga sampel

larut dan diambil sebanyak 10 ml

3 tetes indikator phenolphthalein ditambahkan dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N hingga berubah dari


(36)

3.5.3 Flowchart Proses Esterifikasi

Gambar 3.3 Flowchart Proses Esterifikasi

100 gram limbah lemak sapi dan katalis H2SO4 0,5 ml (0,5% berat FFA yang terkandung dalam limbah lemak sapi) dimasukkan ke dalam labu leher tiga

Campuran diaduk dan dipanaskan pada suhu 60oC

Selesai Mulai

Apakah FFA lemak sapi < 0,5% ?

Hasil reaksi dimasukkan ke dalam corong pemisah dan dibiarkan terjadi pemisahan selama satu malam pada suhu kamar

Minyak dan metil ester dicuci dengan 150 ml aquadest selama 15 menit lalu dipanaskan dalam oven pada suhu 105 oC sampai berat konstan

Tidak

Ya

Lapisan tengah (minyak dan metil ester) dipisahkan dari lapisan atas (metanol yang tidak bereaksi) dan lapisan bawah (air)

Metanol ditambahkan dari rasio mol metanol/FFA 6:1 ke dalam labu leher tiga

Campuran dipanaskan dan dipertahankan 60oC selama 240 menit dengan kecepatan konstan


(37)

3.5.4 Flowchart Proses Transesterifikasi

Mulai

CaO ditimbang sebanyak 2% dari 100 gram limbah lemak sapi lalu dimasukkan ke dalam beaker glass

Limbah lemak sapi dipanaskan di atas hot plate selama 15 menit

Campuran yang terbentuk dituang ke dalam corong pemisah dan dibiarkan terjadi pemisahan selama 2 jam pada suhu kamar

Apakah lapisan pencuci sudah jernih ?

Metil ester dicuci dengan air hangat untuk membuang residu katalis dan sabun dan dilakukan berulang kali

A

B

Lapisan bawah (gliserol) dibuang sehingga yang tertinggal hanya lapisan atas yaitu metil ester Metanol ditambahkan dari rasio mol metanol/lemak

sapi 9:1 ke dalam beaker glass

Campuran CaO, metanol dan limbah lemak sapi yang telah dipanaskan dimasukkan ke dalam labu leher tiga

Campuran dipanaskan sampai suhu 50oC di atas hot plate selama 90 menit


(38)

Gambar 3.4 Flowchart Proses Transesterifikasi 3.5.5 Flowchart Analisis Densitas

Gambar 3.5 Flowchart Analisis Densitas Selesai

Metil ester dimasukkan ke dalam beaker glass dan dipanaskan hingga suhu metil ester mencapai 105oC lalu diukur volume dan dianalisis

Apakah ada variabel lain yang

divariasikan ?

A B

Piknometer dikalibrasi dengan air untuk mencari volume piknometer (mair/ρair)

Metil ester dimasukkan ke dalam piknometer dan massanya ditimbang

Densitas metil ester (msampel/volum piknometer) dihitung Mulai

Selesai

Ya


(39)

3.5.6 Flowchart Analisis Viskositas

Gambar 3.6 Flowchart Analisis Viskositas Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali Viskosimeter dihisap dengan karet penghisap

sampai melewati batas atas tanda garis “a”

Selesai

Cairan dibiarkan turun dan waktu saat turun dari batas atas (tanda “a”) ke batas bawah (tanda “b”) diukur

Mulai

Aquadest sebanyak 5 ml diisi ke dalam viskosimeter

Konstanta viskosimeter dihitung

Metil ester sebanyak 5 ml diisi ke dalam viskosimeter Pengukuran waktu dilakukan sebanyak 3 kali

seperti pada pengukuran waktu alir aquadest


(40)

3.5.7 Flowchart Analisis Titik Nyala

Gambar 3.7 Flowchart Analisis Titik Nyala

Metil ester dimasukkan ke dalam cawan dan termometer dipasang Metil ester dipanaskan dengan bunsen dan nyala api

diletakkan 10 cm di atas permukaan metil ester Proses pemanasan terus dilakukan sampai nyala api terbakar

Mulai

Selesai


(41)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL ANALISIS BAHAN BAKU

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bahan baku berupa limbah lemak sapi yang diambil dari tempat pemotongan sapi dimana mengandung asam stearat yang tinggi yaitu 27,26%, oleh karena itu lemak sapi pada suhu kamar bersifat padat.

Berikut adalah gambar hasil analisis dengan GC (Gas Chromatography) untuk mengetahui komposisi asam-asam lemak yang terkandung di dalamnya.


(42)

Dari kromatogram pada gambar 4.1, komposisi asam lemak dari lemak sapi tersebut disajikan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Komposisi Asam Lemak dari Lemak Sapi No. Puncak Retention

Time (menit) Komponen Penyusun

Komposisi % (b/b)

1 8,659 Asam Laurat (C12:0) 0,24

2 10,095 Asam Miristat (C14:0) 5,07

3 11,263 Asam Palmitat (C16:0) 24,03

4 11,414 Asam Palmitoleiat (C16:1) 0,88

5 11,768 Asam Heptadekanoat (C17:0) 3,81

6 12,272 Asam Stearat (C18:0) 27,26

7 12,394 Asam Oleat (C18:1) 34,55

8 12,641 Asam Linoleat (C18:2) 2,57

9 12,990 Asam Linolenat (C18:3) 0,68

10 13,340 Asam Arakidat (C20:0) 0,34

11 13,439 Asam Eikosenoat (C20:1) 0,57

Berdasarkan data komposisi asam lemak dari lemak sapi maka dapat ditentukan bahwa berat molekul lemak sapi (dalam bentuk trigliserida) adalah 856,5266 gr/mol sedangkan berat molekul FFA lemak sapi adalah 272,8422 gr/mol. Berdasarkan hasil analisis GC, komponen asam lemak yang dominan pada sampel lemak sapi adalah pada puncak 7 yaitu asam lemak tidak jenuh berupa asam oleat sebesar 34,55% (b/b), puncak 6 yaitu asam lemak jenuh berupa asam stearat sebesar 27,26% (b/b) dan puncak 3 yaitu asam lemak jenuh berupa asam palmitat sebesar 24,03% (b/b).

Selain mengidentifikasi komponen asal lemak dalam lemak sapi, dilakukan juga identifikasi sifat fisika dari lemak sapi seperti densitas, viskositas dan kadar FFA. Data-data yang telah diperoleh disajikan dalam tabel 4.2.

Tabel 4.2 Sifat Fisika dari Lemak Sapi Sifat Fisika Jumlah

Densitas, kg/m3 926,70

Viskositas kinematik, mm2/s 14,15


(43)

4.2 PREPARASI ABU KULIT TELUR AYAM

Pada percobaan ini limbah kulit telur ayam diaktivasi terlebih dahulu dengan kalsinasi pada suhu tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jazie, et al., (2013) kondisi optimum proses kalsinasi CaO dari limbah kulit telur ayam diperoleh pada suhu 900oC dan waktu 2 jam [10].

Kalsinasi pada suhu yang lebih tinggi menyebabkan desorpsi karbon dioksida dari kulit telur. Suhu kalsinasi yang tinggi dan waktu treatment yang lebih lama akan mengurangi luas permukaan dan meningkatkan diameter pori preparasi katalis CaO. Suhu kalsinasi yang tinggi dan waktu treatment yang lama mengurangi luas permukaan menjadi 2 m2/gr [44]. Waktu optimum kalsinasi antara 2-4 jam [18].

Hasil analisis dengan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry) untuk mengetahui komposisi yang terkandung di dalam abu kulit telur ayam disajikan dalam tabel 4.3.

Tabel 4.3 Komposisi dari Abu Kulit Telur Ayam

Parameter Satuan Hasil Uji Metode Uji

CaO % 66,16 IK.01.P.05 (AAS)

Kadar Air % 0,12 Oven

Dari tabel 4.3, dapat dilihat kandungan CaO yang dihasilkan dari abu kulit telur ayam pada suhu kalsinasi 900oC dan waktu 2 jam sebesar 66,16%. Dengan demikian, abu kulit telur ayam dapat dijadikan sebagai katalis heterogen dalam pembuatan biodiesel.

4.3 PROSES ESTERIFIKASI

Pada percobaan ini dilakukan perlakuan awal yaitu esterifikasi pada limbah lemak sapi dengan kondisi optimum perbandingan rasio mol alkohol/FFA 6:1, suhu reaksi 60oC, jumlah katalis H2SO4 98% sebesar 0,5%, waktu reaksi 240 menit dan kecepatan pengadukan 250 rpm [20]. Adapun tujuan dilakukan esterifikasi adalah untuk menurunkan angka asam lemak bebas pada lemak sapi.

Bahan baku untuk proses transesterifikasi harus memiliki angka asam lemak bebas < 0,5% [9]. Jika kadar asam lemak bebas tinggi akan mengakibatkan


(44)

reaksi transesterifikasi terganggu akibat terjadinya reaksi penyabunan antara katalis dengan asam lemak bebas sehingga menurunkan yield biodiesel [24].

Kadar asam lemak bebas lemak sapi dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini [27].

Kadar asam lemak bebas = N x V x M

1000 x gr sampel x 100% Ket : N = normalitas larutan NaOH (mol/l)

V = volume larutan NaOH terpakai (ml) M = berat molekul FFA (gr/mol)

Berdasarkan hasil perhitungan, didapat angka asam lemak bebas lemak sapi sebelum dilakukan esterfikasi yaitu 1,86%. Kemudian setelah dilakukan esterifikasi, angka asam lemak bebas berkurang menjadi 0,35%. Dengan demikian, hasil esterifikasi dapat dilanjutkan ke dalam proses transesterifikasi karena angka asam lemak bebas < 0,5%.

4.4 PENGARUH VARIABEL PERCOBAAN TERHADAP YIELD BIODIESEL PADA PROSES TRANSESTERIFIKASI

4.4.1 Pengaruh Suhu Reaksi terhadap Yield Biodiesel

Adapun hasil penelitian pembuatan biodiesel dari limbah lemak sapi dengan menggunakan katalis heterogen CaO dengan variasi suhu reaksi dapat dilihat pada tabel 4.4 di bawah ini.

Tabel 4.4 Hasil Penelitian Pembuatan Biodiesel dari Limbah Lemak Sapi dengan Menggunakan Katalis Heterogen CaO dengan Variasi Suhu Reaksi Rasio Mol

Alkohol / Minyak

Waktu (menit)

Jumlah Katalis (%)

Suhu (oC)

Kemurnian (%)

Yield

(%)

9:1 90 2 50 98,05 73,26

9:1 90 2 55 97,54 79,78

9:1 90 2 60 88,88 69,58

9:1 90 3 50 89,87 75,81

9:1 90 3 55 97,31 82,43

9:1 90 3 60 96,04 79,39

9:1 90 4 50 92,62 71,62

9:1 90 4 55 97,71 77,71


(45)

Hubungan antara suhu reaksi terhadap yield biodiesel dengan berbagai variasi jumlah katalis CaO pada kondisi waktu reaksi 90 menit dan perbandingan rasio mol alkohol dan minyak 9:1 dapat dilihat pada gambar 4.2.

Gambar 4.2 Hubungan antara Suhu Reaksi dengan Yield Biodiesel pada Kondisi Waktu Reaksi 90 Menit dan Perbandingan Mol Alkohol terhadap Minyak 9:1

Dari gambar 4.2 dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu reaksi yang digunakan maka yield yang dihasilkan akan semakin kecil. Pada suhu reaksi 55oC sudah banyak terbentuk lapisan metil ester dan sedikit lapisan gliserol. Ini berarti bahwa pada suhu reaksi 55oC jumlah metanol yang digunakan secara keseluruhan belum ada yang menguap atau habis bereaksi.

Suhu reaksi yang lebih tinggi akan menurunkan yield metil ester [24]. Jika suhu reaksi mendekati titik didih metanol, kemungkinan besar metanol akan menguap sehingga metanol akan sedikit pada fase cair dalam reaksi transesterifikasi dan menyebabkan konversi menjadi rendah [52]. Suhu reaksi yang rendah menyebabkan trigliserida belum terkonversi seluruhnya menjadi metil ester sehingga yield yang dihasilkan menjadi kecil. Interval temperatur optimal reaksi adalah dari 50oC sampai 60oC [53].

Dari gambar 4.2 dapat dilihat bahwa kondisi terbaik yang didapatkan adalah pada suhu reaksi 55oC, jumlah katalis CaO 3%, waktu reaksi 90 menit, dan perbandingan rasio mol alkohol dan minyak 9:1 yang memberikan yield biodiesel

68 72 76 80 84

45 50 55 60 65

Y

ie

ld

(%)

Suhu Reaksi (oC)

2% 3% 4%


(46)

sebesar 82,43%. Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Omar dan Amin (2011), tetapi mereka menggunakan minyak goreng jelantah sebagai bahan baku pembuatan biodiesel [24].

4.4.2 Pengaruh Jumlah Katalis CaO terhadap Yield Biodiesel

Adapun hasil penelitian pembuatan biodiesel dari limbah lemak sapi dengan menggunakan katalis heterogen CaO dengan variasi jumlah katalis dapat dilihat pada tabel 4.5 di bawah ini.

Tabel 4.5 Hasil Penelitian Pembuatan Biodiesel dari Limbah Lemak Sapi dengan Menggunakan Katalis Heterogen CaO dengan Variasi Jumlah Katalis Rasio Mol

Alkohol / Minyak

Waktu (menit)

Suhu (oC)

Jumlah Katalis (%)

Kemurnian (%)

Yield

(%)

9:1 90 50 2 98,05 73,26

9:1 90 50 3 89,87 75,81

9:1 90 50 4 92,62 71,62

9:1 90 55 2 97,54 79,78

9:1 90 55 3 97,31 82,43

9:1 90 55 4 97,71 77,71

9:1 90 60 2 88,88 69,58

9:1 90 60 3 96,04 79,39

9:1 90 60 4 92,88 74,90

Hubungan antara jumlah katalis CaO terhadap yield biodiesel dengan berbagai variasi suhu reaksi pada kondisi waktu reaksi 90 menit dan perbandingan rasio mol alkohol dan minyak 9:1 dapat dilihat pada gambar 4.3.


(47)

Gambar 4.3 Hubungan antara Jumlah Katalis CaO dengan Yield Biodiesel pada Kondisi Waktu Reaksi 90 Menit dan Perbandingan

Mol Alkohol terhadap Minyak 9:1

Dari gambar 4.3 dapat dilihat bahwa semakin tinggi jumlah katalis CaO yang digunakan maka yield yang dihasilkan akan semakin kecil. Pada percobaan yang dilakukan dimana pada jumlah katalis yang tinggi campuran hasil transesterifikasi menjadi sangat kental.

Peningkatan jumlah katalis tidak menjamin peningkatan dari hasil produksi karena cairan menjadi sangat kental di beberapa titik sehingga mengalami penurunan dalam hal efisiensi reaksi. Penurunan jumlah katalis menyebabkan reaksi menjadi lambat [46].

Dari gambar 4.3 dapat dilihat bahwa kondisi terbaik yang didapatkan adalah pada jumlah katalis CaO 3%, suhu reaksi 55oC, waktu reaksi 90 menit, dan perbandingan rasio mol alkohol dan minyak 9:1 yang memberikan yield biodiesel sebesar 82,43%. Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Lee et al (2009), tetapi mereka menggunakan minyak kedelai sebagai bahan baku pembuatan biodiesel [46].

68 72 76 80 84

0 1 2 3 4 5

Y

ie

ld

(%)

Katalis CaO (%) 50

55 60

o C o

C o


(48)

4.5 ANALISIS SIFAT FISIK BIODIESEL 4.5.1 Analisis Densitas

Adapun hasil analisis densitas biodiesel dengan variasi jumlah katalis dapat dilihat pada tabel 4.6 di bawah ini.

Tabel 4.6 Hasil Analisis Densitas Biodiesel Rasio Mol

Alkohol / Minyak

Waktu (menit)

Suhu (oC)

Jumlah Katalis (%)

Densitas (kg/m3)

9:1 90 50 2 860,80

9:1 90 50 3 871,32

9:1 90 50 4 873,07

9:1 90 55 2 857,29

9:1 90 55 3 864,31

9:1 90 55 4 866,06

9:1 90 60 2 855,54

9:1 90 60 3 860,80

9:1 90 60 4 862,55

Hubungan antara jumlah katalis CaO terhadap densitas biodiesel dengan berbagai variasi suhu reaksi pada kondisi waktu reaksi 90 menit dan perbandingan rasio mol alkohol dan minyak 9:1 dapat dilihat pada gambar 4.4.

Gambar 4.4 Hubungan antara Jumlah Katalis CaO dengan Densitas Biodiesel pada Kondisi Waktu Reaksi 90 Menit dan Perbandingan

Mol Alkohol terhadap Minyak 9:1 852 856 860 864 868 872 876

0 1 2 3 4 5

D en sitas (k g/ m 3)

Katalis CaO (%) 50 55 60 o C o C o C


(49)

Dari gambar 4.4 dapat dilihat bahwa semakin tinggi jumlah katalis CaO yang digunakan maka densitas yang dihasilkan akan semakin besar. Hal ini disebabkan karena adanya molekul trigliserida yang tidak terkonversi dan bercampur dengan metil ester sehingga menyebabkan densitas yang dihasilkan menjadi besar [54].

Densitas atau massa jenis menunjukkan perbandingan berat per satuan volume. Karakteristik ini berkaitan dengan nilai kalor dan daya yang dihasilkan oleh mesin diesel per satuan volume bahan bakar. Jika biodiesel memiliki massa jenis melebihi ketentuan, akan terjadi reaksi tidak sempurna pada konversi minyak. Biodiesel dengan mutu seperti ini tidak seharusnya digunakan untuk mesin diesel karena akan meningkatkan keausan mesin, emisi, dan menyebabkan kerusakan pada mesin [19].

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 04-7182-2012), densitas biodiesel pada suhu 40oC adalah 850-890 kg/m3 [27]. Dari hasil penelitian untuk berbagai variasi yang dilakukan diperoleh densitas berkisar 855-874 kg/m3. Dengan demikian biodiesel yang diperoleh telah memenuhi standar densitas biodiesel.

4.5.2 Analisis Viskositas Kinematik

Adapun hasil analisis viskositas kinematik biodiesel dengan variasi jumlah katalis dapat dilihat pada tabel 4.7 di bawah ini.

Tabel 4.7 Hasil Analisis Viskositas Kinematik Biodiesel Rasio Mol Alkohol / Minyak Waktu (menit) Suhu (oC)

Jumlah Katalis (%) trata-rata (detik) Viskositas Kinematik (cSt)

9:1 90 50 2 169 4,86

9:1 90 50 3 173 4,97

9:1 90 50 4 174 5,00

9:1 90 55 2 167 4,80

9:1 90 55 3 171 4,92

9:1 90 55 4 172 4,94

9:1 90 60 2 166 4,77

9:1 90 60 3 168 4,83


(50)

Hubungan antara jumlah katalis CaO terhadap viskositas kinematik biodiesel dengan berbagai variasi suhu reaksi pada kondisi waktu reaksi 90 menit dan perbandingan rasio mol alkohol dan minyak 9:1 dapat dilihat pada gambar 4.5.

Gambar 4.5 Hubungan antara Jumlah Katalis CaO dengan Viskositas Kinematik Biodiesel pada Kondisi Waktu Reaksi 90 Menit dan Perbandingan

Mol Alkohol terhadap Minyak 9:1

Dari gambar 4.5 dapat dilihat bahwa semakin tinggi jumlah katalis CaO yang digunakan maka viskositas kinematik yang dihasilkan akan semakin besar. Hal ini disebabkan karena penambahan katalis akan meningkatkan pertemuan antar reaktan sehingga energi pengaktifannya juga menurun [54].

Viskositas merupakan salah satu parameter penting dalam kelayakan penggunaan biodiesel dalam mesin diesel. Viskositas adalah tahanan yang dimiliki fluida yang dialirkan dalam pipa kapiler terhadap gaya gravitasi yang biasanya dinyatakan dalam waktu yang diperlukan untuk mengalir pada jarak tertentu. Jika viskositas semakin tinggi, tahanan akan semakin tinggi. Hal ini sangat penting karena mempengaruhi kinerja injektor dalam mesin diesel [19].

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 04-7182-2012), viskositas kinematik biodiesel pada suhu 40oC adalah 2,3-6,0 mm2/s [27]. Dari hasil penelitian untuk berbagai variasi yang dilakukan diperoleh viskositas kinematik

4.7 4.8 4.9 5.0 5.1

0 1 2 3 4 5

V is k os itas Kin emat ik (mm 2 /s)

Katalis CaO (%) 50 55 60 o C o C o C


(51)

berkisar 4,0-5,0 mm2/s. Dengan demikian biodiesel yang diperoleh telah memenuhi standar viskositas kinematik biodiesel.

4.5.3 Analisis Kemurnian

Sampel biodiesel yang dihasilkan pada kondisi terbaik dikarakterisasi untuk membandingkan komposisi biodiesel dan sifat-sifat biodiesel yang dihasilkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) biodiesel untuk melihat apakah biodiesel yang diproduksi telah sesuai dengan syarat SNI. Berikut adalah hasil analisis GC biodiesel dari lemak sapi pada kondisi terbaik yaitu pada suhu reaksi 55oC, jumlah katalis CaO 3%, waktu reaksi 90 menit dan perbandingan rasio mol alkohol dan minyak 9:1. Hasil Analisis GC untuk run lain ditunjukkan pada Lampiran 4.

Gambar 4.6 Hasil Analisis GC Biodiesel dari Lemak Sapi dengan Katalis Heterogen CaO pada Kondisi Suhu Reaksi 55oC dan Jumlah Katalis CaO 3%

Dari kromatogram di atas dapat dilihat bahwa kemurnian dari biodiesel yang dihasilkan sebesar 97,31%. Selain itu, dilakukan analisis densitas dan viskositas kinematik dengan hasil berturut-turut adalah 864,31 kg/m3 dan 4,92 cSt.


(52)

4.5.4 Analisis Titik Nyala

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 04-7182-2012), titik nyala biodiesel adalah minimum 100oC [27]. Dari hasil analisis sampel biodiesel pada kondisi terbaik diperoleh titik nyala sebesar 120oC. Dengan demikian biodiesel yang diperoleh telah memenuhi standar titik nyala biodiesel.


(53)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan adalah :

1. Proses kalsinasi yang dilakukan pada kulit telur ayam memberikan kandungan CaO sebesar 66,16%.

2. Penggunaan katalis CaO dapat menghasilkan biodiesel dengan yield maksimum sebesar 82,43%.

3. Proses esterifikasi yang dilakukan pada lemak sapi mampu menurunkan kadar FFA sebesar 81,18%.

4. Pada proses transesterfikasi, variabel kondisi terbaik diperoleh pada kondisi suhu reaksi 55oC dan jumlah katalis CaO yang digunakan 3%.

5. Analisis fisik yang dilakukan pada biodiesel dengan kondisi terbaik meliputi analisis kemurnian, densitas, viskositas, dan titik nyala telah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).

5.2 SARAN

Adapun saran yang dapat diberikan dari penelitian yang telah dilakukan adalah untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan tahap pemurnian lebih lanjut untuk memisahkan katalis CaO misalnya dengan pemisahan sentrifugal untuk memperoleh yield lebih tinggi.


(54)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1BIODIESEL

Biodiesel merupakan sumber bahan bakar alternatif pengganti solar yang terbuat dari minyak tumbuhan atau lemak hewan [21]. Biodiesel bersifat ramah terhadap lingkungan karena biodegradable, nontoxic, dan rendah emisi. Sifatnya bervariasi tergantung pada bahan baku minyak dan alkohol yang digunakan tetapi selalu dapat digunakan sebagai pengganti langsung untuk bahan bakar diesel [22].

Biodiesel umumnya disintesis melalui transesterifikasi dengan menggunakan katalis basa seperti natrium dan kalium hidroksida, atau natrium dan kalium karbonat [23]. Bahan baku untuk proses transesterifikasi harus memiliki angka asam lemak bebas < 0,5% [9]. Jika kadar asam lemak bebas tinggi akan mengakibatkan reaksi transesterifikasi terganggu akibat terjadinya reaksi penyabunan antara katalis dengan asam lemak bebas sehingga menurunkan yield biodiesel [24]. Pada kasus demikian, minyak nabati atau lemak hewani yang mengandung asam lemak bebas tinggi harus diesterifikasi terlebih dahulu. Asam lemak bebas dan alkohol dapat dikonversi menjadi ester dan air dengan katalis asam [25].

Keuntungan penggunaan biodiesel yaitu memiliki bilangan setana (cetane number) yang tinggi dibandingkan bahan bakar dari petroleum, tidak mengandung bahan aromatik, mengandung oksigen sekitar 10 sampai 11% berat, mengurangi emisi CO (karbon monoksida), HC (hidrokarbon), dan beberapa bahan lainnya pada gas hasil pembakaran [22].

Kerugian penggunaan biodiesel yaitu biaya bahan baku yang tinggi, kualitas dari bahan dapat berubah seiring dengan lama penyimpanan karena reaksi oksidatif dan hidrolitik, serta dalam beberapa kasus, emisi gas buang NOx lebih tinggi [26].


(55)

Persyaratan kualitas biodiesel menurut SNI dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Persyaratan Kualitas Biodiesel Menurut SNI [27]

No Parameter Standar

1 Densitas pada 40oC, kg/m3 850 – 890

2 Viskositas kinematik pada 40oC, cSt 2,3 – 6,0

3 Angka setana min 51

4 Titik nyala, oC min 100

5 Titik kabut, oC maks 18

6 Korosi lempeng tembaga (3 jam pada 50oC) nomor 1 7

Residu karbon

- dalam percontoh asli, % massa maks 0,05 atau

- dalam 10% ampas distilasi, % massa maks 0,30

8 Air dan sedimen, % volume maks 0,05

9 Temperatur distilasi 90%, oC maks 360

10 Abu tersulfatkan, % massa maks 0,02

11 Belerang, mg/kg maks 100

12 Fosfor, mg/kg maks 10

13 Angka asam, mg-KOH/g maks 0,60

14 Gliserol bebas, % massa maks 0,02

15 Gliserol total, % massa maks 0,24

16 Kadar ester metil, % massa min 96,50

17 Angka iodium, g-I2/100g maks 115

18

Kestabilan oksidasi

Periode induksi metode rancimat, menit 360 atau

Periode induksi metode petro oksi, menit 27 2.2LEMAK SAPI

Lemak sapi merupakan salah satu bahan sisa dari rumah pemotongan hewan yang tujuan utamanya adalah industri sabun, tapi ketika pasar ini kelebihan bahan, lemak biasanya dibakar atau dibuang. Dalam kedua kasus ada dampak polutan yang ditimbulkan. Dengan demikian lemak sapi dapat dijadikan alternatif baru sebagai bahan baku pembuatan biodiesel untuk meminimalkan dampak lingkungan [6]. Kadar asam lemak bebas lemak sapi adalah 4% [7]. Populasi hewan ternak per ekor tahun 2008-2012 di Indonesia dapat dilihat pada tabel 2.2.


(56)

Tabel 2.2 Populasi Hewan Ternak per Ekor Tahun 2008-2012 di Indonesia [28]

No Jenis Tahun

2008 2009 2010 2011 2012 1 Sapi potong 12.257 12.750 13.582 14.824 16.034

2 Sapi perah 458 475 488 597 622

3 Kerbau 1.931 1.933 2.000 1.305 1.378

4 Kambing 15.147 15.815 16.620 16.946 17.862

5 Domba 9.605 10.199 10.725 11.791 12.768

6 Babi 6.838 6.975 7.477 7.525 7.831

7 Kuda 393 399 419 409 422

8 Kelinci 748 887 834 760 794

9 Ayam Buras 243.423 249.963 257.544 264.340 285.227 10 Ayam ras petelur 107.955 111.418 105.210 124.636 130.539 11 Ayam ras pedaging 902.052 1.026.379 986.872 1.177.991 1.266.903

12 Itik 39.840 40.676 44.302 43.488 46.990

Yang tergolong sebagai lemak sapi adalah lemak rongga badan dan lemak keras yang menempel pada daging. Sebuah riset di Denpasar menunjukkan, seekor sapi bali berbobot 300-350 kg menghasilkan 4%-5% lemak. Bila setiap hari dipotong 150 ekor sapi, maka akan dihasilkan 1-2 ton lemak sapi [29]. Komposisi asam lemak dalam lemak sapi dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Komposisi Asam Lemak dalam Lemak Sapi [6] Asam Lemak % Komposisi

Miristat 2,72

Pentadekanoat 0,86

Palmitoleat 2,02

Palmitat 25,33

Heptadekanoat 1,67

Linoleat 0,75

Oleat 29,87

Elaidat 1,82

Stearat 34,70

Arasidat 0,26

2.3ALKOHOL

Metanol adalah alkohol yang umum digunakan untuk produksi Fatty Acid ester untuk digunakan sebagai biodiesel [30]. Metanol juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus, adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH. Metanol merupakan bentuk alkohol paling sederhana. Pada keadaan


(57)

mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol). Metanol digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan aditif bagi etanol industri [31].

Di Amerika Serikat, harga metanol adalah setengah harga etanol. Di beberapa negara, terutama Brazil, bahan baku dan teknologi yang tersedia memungkinkan produksi etanol lebih ekonomis melalui fermentasi, menghasilkan produk yang lebih murah daripada metanol. Etanol juga digunakan dalam produksi biodiesel untuk percobaan di negara Amerika Serikat dimana etanol dibuat dari fermentasi pakan kaya pati [30].

Selain metanol dan etanol, alkohol lainnya seperti propanol dan butanol juga dapat digunakan dalam reaksi transesterifikasi. Metanol lebih banyak dipilih karena berharga lebih murah daripada alkohol lainnya dan merupakan senyawa polar berantai karbon terpendek sehingga bereaksi lebih cepat dengan trigliserida [32] dan juga merupakan turunan alkohol yang memiliki berat molekul paling rendah sehingga kebutuhannya untuk proses alkoholisis relatif sedikit dan lebih stabil [14].

Sifat-sifat fisika dan kimia metanol dapat dilihat pada tabel 2.4. Tabel 2.4 Sifat-Sifat Fisika dan Kimia Metanol [33]

Berat molekul 32,04 g/mol

Wujud cairan tidak berwarna

Titik didih 64,5oC (148,1F)

Titik leleh -97,8oC (-144F)

Spesific gravity 0,7915

Kelarutan dalam air Mudah larut

2.4KATALIS HETEROGEN

Katalis yang sering digunakan dalam produksi biodiesel adalah katalis homogen (KOH dan NaOH). Namun, penggunaan katalis tersebut memiliki kelemahan yaitu pemisahan katalis dari produknya cukup rumit. Sisa katalis homogen tersebut dapat mengganggu pengolahan lanjut biodiesel yang dihasilkan [34]. Selain itu, katalis homogen tersebut dapat bereaksi dengan asam lemak bebas membentuk sabun sehingga akan mempersulit pemurnian serta menurunkan yield biodiesel [35].


(58)

Penggunaan katalis heterogen dalam produksi biodiesel dapat mengatasi beberapa kelemahan yang dimiliki oleh katalis homogen. Pemisahan katalis heterogen dari produknya cukup sederhana yaitu dengan menggunakan penyaringan [36]. Beberapa contoh katalis heterogen misalnya CaO, MgO, SrO, Zeolit, Al2O3, ZnO, TiO2, dan ZrO telah digunakan dalam proses transesterifikasi. Di antara katalis ini, logam alkali oksida (misalnya MgO, CaO, dan SrO) memiliki aktivitas tinggi untuk digunakan dalam proses transesterifikasi. Dari beberapa logam alkali oksida ini, CaO lebih mudah ditemukan di lingkungan. Umumnya, Ca(NO3)2, CaCO3, atau Ca(OH)2 adalah bahan baku untuk memproduksi katalis CaO. Ada beberapa sumber kalsium alam yang berasal dari limbah untuk mensintesis katalis CaO seperti kulit telur, kulit moluska dan tulang. Alasan dipilih CaO dari limbah kulit telur ayam ini karena jumlahnya yang berlimpah di lingkungan dan tidak hanya menghilangkan biaya pengelolaan limbah, tetapi juga katalis dengan efektivitas tinggi dapat secara bersamaan dicapai untuk industri biodiesel [13].

Komposisi kimia dari kulit telur dapat dilihat pada tabel 2.5. Tabel 2.5 Komposisi Kimia dari Kulit Telur [37] Elemen % Berat Kulit Telur Ayam Kampung Kulit Telur Ayam Ras Kulit Telur Bebek kampung Kulit Telur Bebek Ras

CaCO3 96,48 96,48 96,48 95,99

S 2,31 3,59 1,24 1,92

Mg 0,404 0,440 0,996 0,927

P 0,501 0,469 0,508 0,481

Al - - - 0,309

K - - 0,0839 0,00957

Sr 0,0737 0,0734 0,118 0,093

CaO yang dihasilkan dari CaCO3 harus diaktivasi terlebih dahulu dengan kalsinasi pada suhu tinggi [18]. CaCO3 yang telah dikalsinasi akan terdekomposisi menjadi kalsium oksida (CaO) dan karbondioksida (CO2) [14]. CaO merupakan oksida basa kuat yang memiliki aktivitas katalitik yang cukup tinggi dibandingkan Ca(OH)2 dan CaCO3 sehingga dapat digunakan sebagai katalis [15].


(59)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jazie, et al., kondisi optimum proses kalsinasi CaO dari limbah kulit telur ayam diperoleh pada suhu 900oC dan waktu 2 jam [10].

2.5ESTERIFIKASI

Bahan baku yang memiliki kadar asam lemak bebas tinggi harus dilakukan perlakuan awal sebelum masuk ke tahap transesterifikasi [38]. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghilangkan asam lemak bebas adalah mereaksikan asam lemak bebas dengan alkohol dengan bantuan katalis asam sulfat. Reaksi ini dikenal dengan esterifikasi [39]. Esterifikasi merupakan reaksi antara asam karboksilat dengan alkohol menghasilkan metil ester dan air. Asam karboksilat yang digunakan dapat berasal dari asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak nabati atau lemak hewani. Reaksinya adalah sebagai berikut [40] :

RCOOH + CH3OH ↔ RCOOCH3 + H2O Asam Lemak Metanol Metil Ester Air

Reaksi esterifikasi merupakan reaksi bolak-balik yang relatif lambat. Untuk mempercepat jalannya reaksi dan meningkatkan hasil, proses dilakukan dengan pengadukan yang baik, penambahan katalis dan pemberian reaktan berlebih agar reaksi bergeser ke kanan. Reaksi esterifikasi berlangsung dengan bantuan katalis seperti H2SO4, HCl, HF dan H3PO4 [40].

Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi esterifikasi antara lain : a. Katalisator.

Katalisator berfungsi untuk mengurangi tenaga aktivasi pada suatu reaksi sehingga pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan reaksi semakin besar. Pada reaksi esterifikasi yang sudah dilakukan biasanya menggunakan konsentrasi katalis antara 1-4% berat sampai 10% berat tiap gram FFA yang terkandung dalam minyak [22, 31].

b. Suhu reaksi.

Semakin tinggi suhu yang dioperasikan maka semakin banyak konversi yang dihasilkan, hal ini sesuai dengan persamaan Archenius. Bila suhu naik maka harga k makin besar sehingga reaksi berjalan cepat dan hasil konversi makin besar [31]. Pada dasarnya, reaksi dilakukan dekat dengan titik didih metanol


(60)

(60-70oC) pada tekanan atmosfer. Semakin meningkatnya temperatur, akan ada kemungkinan metanol yang hilang di dalam reaksi [41].

c. Waktu reaksi.

Semakin lama waktu reaksi maka kemungkinan kontak antar zat semakin besar sehingga akan menghasilkan konversi yang besar. Jika kesetimbangan reaksi sudah tercapai maka dengan bertambahnya waktu reaksi tidak akan menguntungkan karena tidak memperbesar hasil [31]. Pada dasarnya, reaksi dilakukan dengan waktu reaksi 1 jam [12].

d. Pengadukan.

Pengadukan akan menambah frekuensi tumbukan antara molekul zat pereaksi dengan zat yang bereaksi sehingga mempercepat reaksi dan reaksi terjadi sempurna [31].

2.6TRANSESTERIFIKASI

Tahapan reaksi transesterifikasi merupakan salah satu tahapan yang penting untuk mempercepat jalannya produksi metil ester dan gliserol [42]. Transesterifikasi merupakan suatu reaksi kesetimbangan. Untuk mendorong reaksi agar bergerak ke kanan maka perlu digunakan alkohol dalam jumlah berlebih sehingga dihasilkan metil ester (biodiesel) [43]. Metanol lebih umum digunakan untuk proses transesterifikasi karena harganya lebih murah dan cepat bereaksi dengan trigliserida [44].

Bahan baku untuk proses transesterifikasi harus memiliki angka asam lemak bebas < 0,5% [9]. Jika angka asam lemak bebas melebihi jumlah ini, pembentukan sabun akan menghambat pemisahan ester dari gliserol dan juga mengurangi tingkat konversi ester [45].


(61)

Reaksi transesterifikasi trigliserida menggunakan CaO dapat dilihat pada gambar 2.1.

Step 1 R-OH R-O- H+ Ca O

Step 2 R1-C-O-R O-R O CH2-O-C-R1 CH2-O-C-R1 CH2-O O R-O- H+ O

CH-O-C-R1 CH-O-C-R1 CH-O-C-R1 O Ca O O O CH2-O-C-R1 CH2-O-C-R1 CH2-O-C-R1 O O O Step 3

CH2-O CH2-O-H H+

CH-O-C-R1 CH-O-C-R1

O Ca O O Ca O CH2-O-C-R1 CH2-O-C-R1

O O

Gambar 2.1 Reaksi Transesterifikasi Trigliserida Menggunakan CaO [4] Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi transesterifikasi katalis heterogen antara lain :

a. Molar rasio (minyak:alkohol).

Reaksi transesterifikasi katalis heterogen memerlukan rasio mol untuk alkohol:minyak lebih tinggi seperti 12:1 dan 30:1 [12]. Semakin tinggi rasio mol alkohol:minyak akan meningkatkan yield biodiesel karena reaksi bersifat reversible [11].

b. Katalis yang digunakan.

Reaksi transesterifikasi katalis heterogen akan menghasilkan konversi yang maksimum dengan jumlah katalis 2-20%-b [12]. Semakin tinggi jumlah katalis akan meningkatkan yield biodiesel tetapi biodiesel yang dihasilkan


(62)

bersifat lebih kental sehingga diperlukan daya yang tinggi untuk pengadukan [15].

c. Suhu reaksi.

Pada dasarnya, reaksi transesterifikasi katalis heterogen dilakukan dekat dengan titik didih metanol (60-70oC) pada tekanan atmosfer. Semakin meningkatnya temperatur, akan ada kemungkinan metanol yang hilang di dalam reaksi sehingga menurunkan yield biodiesel [12].

d. Waktu reaksi.

Pada dasarnya, reaksi transesterifikasi katalis heterogen dilakukan dengan waktu reaksi 3-24 jam [12]. Semakin lama waktu reaksi akan mengurangi yield biodiesel karena adanya reaksi balik yaitu metil ester yang terbentuk kembali menjadi trigliserida [46].

e. Kandungan asam lemak dan air dalam minyak atau lemak.

Bahan baku untuk proses transesterifikasi harus memiliki angka asam lemak bebas < 0,5% [9]. Jika angka asam lemak bebas melebihi jumlah ini, pembentukan sabun akan menghambat pemisahan metil ester dari gliserol dan juga mengurangi tingkat konversi metil ester [45].

2.7ANALISIS EKONOMI

Lemak sapi merupakan salah satu bahan sisa dari rumah pemotongan hewan yang tujuan utamanya adalah industri sabun, tapi ketika pasar kelebihan bahan, lemak biasanya dibakar atau dibuang. Kemudian populasi sapi potong dari tahun ke tahun semakin meningkat, sehingga lemak sapi dapat dijadikan alternatif baru dan memiliki potensi besar sebagai bahan baku pembuatan biodiesel untuk meminimalkan dampak lingkungan. Karena memiliki potensi yang cukup besar, lemak sapi diharapkan dapat menjadi sumber alternatif bahan baku untuk pembuatan biodiesel guna mencukupi kebutuhan bahan bakar dalam negeri yang semakin tinggi. Adapun peluang untuk mengembangkan potensi biodiesel sendiri di Indonesia cukup besar terutama untuk substitusi minyak solar mengingat saat ini penggunaan minyak solar mencapai sekitar 40% dari total penggunaan BBM untuk sektor transportasi. Sementara penggunaan solar pada industri dan PLTD adalah sebesar 74% dari total penggunaan BBM pada kedua sektor tersebut.


(63)

Untuk itu, perlu dilakukan kajian potensi ekonomi biodiesel dari lemak sapi. Namun, dalam tulisan ini hanya akan dikaji potensi ekonomi secara sederhana. Sebelum melakukan kajian tersebut, perlu diketahui harga bahan baku yang digunakan dalam produksi dan harga jual biodiesel.

 Biaya bahan baku untuk 9 run :

• Biaya pembelian limbah lemak sapi = Rp 5.000/kg / (750 ml/kg) = Rp 6.700 L

• Biaya listrik pembuatan CaO = 230 V x 30 A x 2 jam / 1000 x Rp 1.352

= Rp 18.658 [47]

• Biaya pembelian metanol = 667 ml (1 L Rp 15.000)

= Rp 10.005 [48]

Biaya listrik pada hot plate = 500 W / 1000 x 3210 mnt / 60 x Rp 1.352 = Rp 36.166 [47]

• Biaya pembelian asam sulfat = 5 ml (2,5 L Rp 396.000)

= Rp 792 [48]

Total biaya bahan baku = Rp 72.321

 Harga jual biodiesel untuk 9 run : Rp 7.895 / liter x 0,84 L = Rp 6.632 [49] Dapat dilihat bahwa, harga jual bahan baku pembuatan biodiesel dari limbah lemak sapi berada di bawah harga jual bahan baku dari CPO (Crude Palm Oil) yaitu sekitar Rp 7.500/liter [50]. Tentu hal ini membawa nilai ekonomis dalam pembuatan biodiesel dari lemak sapi. Dengan adanya kebijakan pemerintah yang ditetapkan oleh peraturan menteri ESDM, penetapan harga jual biodiesel sendiri bisa fleksibel mengikuti harga bahan baku serta biaya produksi saat ini yang ditutupi dengan subsidi, sehingga produksi biodiesel menggunakan bahan baku lemak sapi berpotensi untuk menjadi industri alternatif yang berkembang ke depannya menjadikan Indonesia sebagai penghasil terbesar biodiesel dan pelaku ekspor biodiesel di dunia.


(64)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG

Kebutuhan energi untuk bahan bakar seperti transportasi dan industri hampir seluruhnya berasal dari bahan bakar fosil [1]. Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dipakai pada saat ini berasal dari fosil yang merupakan sumber daya alam tak terbarukan, sehingga pada suatu saat akan habis [2]. Selain itu pengurangan subsidi BBM yang dilakukan oleh pemerintah untuk menekan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan menyesuaikan harga BBM dengan harga pasar internasional, secara langsung berakibat harga BBM akan semakin mahal. Oleh karena itu, untuk mengatasi persoalan tersebut dan mengurangi ketergantungan pada BBM perlu diadakan diversifikasi energi dengan cara mencari energi alternatif yang terbarukan (renewable). Salah satu energi alternatif yang berasal dari minyak tumbuhan atau lemak hewan adalah biodiesel [3].

Biodiesel merupakan asam lemak metil ester yang terkandung dalam minyak nabati atau lemak hewani untuk digunakan sebagai alternatif yang paling tepat untuk menggantikan bahan bakar mesin diesel [4]. Biodiesel dihasilkan menggunakan reaksi transesterifikasi.Transesterifikasi adalah tahap konversi dari trigliserida menjadi metil ester, melalui reaksi dengan alkohol dan katalis, menghasilkan produksamping yaitu gliserol [5].

Lemak sapi merupakan salah satu bahan sisa dari rumah pemotongan hewan yang tujuan utamanya adalah industri sabun, tapi ketika pasar kelebihan bahan, lemak biasanya dibakar atau dibuang. Dalam kedua kasus ada dampak polutan yang ditimbulkan. Dengan demikian lemak sapi dapat dijadikan alternatif baru sebagai bahan baku pembuatan biodiesel untuk meminimalkan dampak lingkungan [6]. Kadar asam lemak bebas lemak sapi adalah 4% sehingga harus dilakukan proses esterifikasi untuk menurunkan kadar asam lemak bebas dimana angka asam lemak bebas harus < 0,5% [7-9].

Beberapa penelitian yang telah dilakukan tentang pembuatan biodiesel dari lemak sapi dan penggunaan katalis heterogen CaO dapat dilihat pada tabel 1.1.


(65)

Jazie, et al (2013) melakukan penelitian pembuatan biodiesel dengan menggunakan bahan baku minyak lobak dan katalis heterogen kulit telur ayam yang dikalsinasi pada suhu tinggi. Variabel tetap yang digunakan yaitu waktu kalsinasi kulit telur ayam selama 2 jam, perbandingan rasio mol metanol dengan minyak 9:1, jumlah katalis 3%-b, suhu reaksi transesterifikasi 60oC, waktu reaksi transesterifikasi 3 jam dan kecepatan pengadukan 600 rpm. Variabel berubah yang digunakan yaitu suhu kalsinasi kulit telur ayam (800oC, 900oC, 1000oC). Yield biodiesel tertinggi yaitu 96% dengan suhu kalsinasi kulit telur ayam 900oC [10].

Penggunaan katalis homogen memiliki kelemahan yaitu pemisahan katalis dari produknya cukup rumit [11]. Penggunaan katalis heterogen dalam produksi biodiesel dapat mengatasi kelemahan yang dimiliki oleh katalis homogen. Pemisahan katalis heterogen dari produknya cukup sederhana yaitu dengan menggunakan penyaringan [12]. Salah satu sumber katalis heterogen yang dapat digunakan dalam reaksi metanolisis adalah kalsium karbonat (CaCO3) yang diperoleh dari limbah kulit telur ayam yang dikalsinasi pada suhu tinggi [13]. CaCO3 dari limbah kulit telur ayam yang telah dikalsinasi akan terdekomposisi menjadi kalsium oksida (CaO) dan karbondioksida (CO2) [14]. CaO merupakan oksida basa kuat yang memiliki aktivitas katalitik yang cukup tinggi dibandingkan Ca(OH)2 dan CaCO3 sehingga dapat digunakan sebagai katalis [15].

Berdasarkan uraian di atas, maka lemak sapi dan katalis heterogen CaO dari limbah kulit telur ayam sesuai digunakan sebagai bahan baku dan katalis dalam pembuatan biodiesel untuk meminimalkan dampak lingkungan.


(66)

Tabel 1.1 Penelitian yang Telah Dilakukan Tentang Pembuatan Biodiesel dari Lemak Sapi dan Penggunaan Katalis Heterogen CaO

No Nama Tahun Judul Penelitian Katalis Variabel

% Yield Maksimum

Biodiesel

1 Da Cunha, et al

[6] 2009

Beef Tallow Biodiesel Produced in

A Pilot Scale KOH

Metanol / lemak = 6:1, jumlah katalis 1,5%, suhu reaksi 65oC, waktu reaksi 3

jam, kecepatan pengadukan 400 rpm 96,4%

2 Laksono, Tejo

[16] 2013

Pengaruh Jenis Katalis NaOH dan KOH serta Rasio Lemak dengan Metanol terhadap Kualitas Biodiesel Berbahan Baku Lemak Sapi

NaOH dan KOH

Variabel tetap : jumlah katalis 1,5%, suhu reaksi 70oC, waktu reaksi 2 jam, kecepatan pengadukan 2000 rpm Variabel berubah : jenis katalis (NaOH dan KOH), metanol / lemak = 3:1, 5:1, 7:1

57,367% (katalis NaOH dan metanol / lemak = 7:1)

3 Rengga dan

Ernawati [17] 2012

Biodiesel dari Campuran Lemak Sapi (Beef Tallow) dan Minyak Sawit

NaOH

Variabel tetap : lemak sapi / minyak sawit = 3:1, metanol / minyak = 6:1, jumlah katalis 1%, suhu reaksi 65oC, waktu reaksi 1,5 jam

Variabel berubah : sampel (campuran lemak sapi dengan minyak sawit dan minyak sawit saja)

75,93% (sampel campuran lemak sapi dengan minyak sawit)

4 Jazie, et al [10] 2013

Egg Shell As Eco-Friendly Catalyst for Transesterification of Rapeseed Oil : Optimization for Biodiesel Production

Kulit telur ayam yang dikalsinasi

Variabel tetap : waktu kalsinasi 2 jam, metanol / minyak = 9:1, jumlah katalis 3%, suhu reaksi 60oC, waktu reaksi 3 jam. Variabel berubah : suhu kalsinasi (800oC, 900oC, 1000oC)

96%

(suhu kalsinasi 900oC)


(67)

Tabel 1.1 Penelitian yang Telah Dilakukan Tentang Pembuatan Biodiesel dari Lemak Sapi dan Penggunaan Katalis Heterogen CaO (Lanjutan)

5

Viriya-Empikul, et al [18]

2009 Waste Shells of Mollusk and Egg As Biodiesel Production Catalyst

Kulit telur ayam, kulit keong mas, kulit meretrix venus yang dikalsinasi

Variabel tetap : suhu kalsinasi 800oC, metanol / minyak = 18:1, jumlah katalis 10%, suhu reaksi 60oC

Variabel berubah : jenis katalis (kulit telur ayam, kulit keong mas, kulit meretrix venus), waktu kalsinasi (0,5 jam, 2 jam, 4 jam, 8 jam), waktu reaksi (30 menit, 60 menit, 90 menit, 120 menit)

> 90% (katalis kulit telur ayam, waktu kalsinasi 4 jam, waktu reaksi 90 menit)

6 Padil, et al [14] 2010

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa melalui Reaksi Metanolisis Menggunakan Katalis CaCO3 yang Dipijarkan

CaCO3 yang dipijarkan

Variabel tetap : waktu kalsinasi 1,5 jam pada suhu 900oC, suhu reaksi 60oC, waktu reaksi 1,5 jam

Variabel berubah : jumlah katalis (1%, 1,5%, 2%, 2,5%, 3%), metanol / minyak (4:1, 6:1, 8:1, 10:1, 12:1)

75,02%

(jumlah katalis 2% dan

metanol / minyak = 8:1)

7 Santoso, et al

[19] 2012

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Biji Kapuk Randu (Ceiba

Pentandra) melalui Proses Transesterifikasi dengan

Menggunakan CaO Sebagai Katalis

CaO

Variabel tetap : jumlah katalis 7% Variabel berubah : metanol / minyak (10:1, 15:1, 20:1), suhu reaksi (40oC, 50oC, 60oC), waktu reaksi (1 jam, 2 jam, 3 jam)

88,576% (metanol / minyak = 15:1, suhu reaksi 60oC dan waktu reaksi 1 jam)


(68)

1.2PERUMUSAN MASALAH

Limbah lemak sapi mengandung kadar asam lemak bebas yang tinggi sehingga harus dilakukan proses esterifikasi untuk menurunkan kadar asam lemak bebas. Penggunaan katalis homogen dalam produksi biodiesel memiliki kelemahan yaitu pemisahan katalis dari produknya cukup rumit. Penggunaan katalis heterogen CaO yang berasal dari limbah kulit telur ayam diharapkan dapat mengatasi kelemahan yang dimiliki oleh katalis homogen. Oleh karena itu, penelitian ini diarahkan kepada penyelidikan keefektifan katalis heterogen CaO yang berasal dari limbah kulit telur ayam sebagai katalis dalam pembuatan biodiesel.

1.3TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mempelajari pembuatan biodiesel dari limbah lemak sapi dengan proses esterifikasi dan transesterifikasi katalis heterogen CaO yang berasal dari limbah kulit telur ayam.

2. Mempelajari kondisi terbaik dari proses transesterifikasi untuk mendapatkan yield metil ester tertinggi.

1.4MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat :

1. Memberikan informasi bahwa limbah lemak sapi dan limbah kulit telur ayam dapat dijadikan bahan baku dan katalis padat dalam pembuatan biodiesel sehingga dapat mengurangi masalah limbah di lingkungan masyarakat.

2. Memberikan informasi mengenai pengaruh penggunaan katalis heterogen CaO yang berasal dari limbah kulit telur ayam pada pembuatan biodiesel. 1.5RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Laboratorium Kimia Fisika, dan Laboratorium Penelitian, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Adapun bahan utama yang digunakan pada


(69)

penelitian ini yaitu limbah lemak sapi sebagai bahan baku dan CaCO3 dari limbah kulit telur ayam yang dikalsinasi sebagai katalis.

Variabel yang digunakan adalah :

Kalsinasi CaCO3 dari limbah kulit telur ayam [10] :

1. Suhu = 900oC

2. Waktu = 2 jam

Esterifikasi [20] :

1. Perbandingan rasio mol alkohol/FFA = 6:1

2. Suhu reaksi = 60oC

3. Jumlah katalis H2SO4 98% = 0,5%

4. Waktu reaksi = 240 menit

5. Kecepatan pengadukan = 250 rpm Transesterifikasi :

a. Variabel tetap :

1. Perbandingan rasio mol alkohol/lemak = 9:1 [10]

2. Waktu reaksi = 90 menit [14]

3. Kecepatan pengadukan = 600 rpm [10] b. Variabel berubah [10] :

1. Suhu reaksi = 50, 55, 60oC

2. Jumlah katalis CaO = 2, 3, 4% Parameter yang dianalisis pada biodiesel adalah :

1. Analisis kemurnian. 2. Analisis densitas. 3. Analisis viskositas. 4. Analisis titik nyala.


(70)

ABSTRAK

Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif untuk mesin diesel yang terdiri dari alkil monoester dari minyak tumbuhan atau lemak hewan. Lemak sapi adalah bahan baku non pangan dengan biaya produksi rendah dan ketersediaannya sangat besar dalam produksi ternak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memanfaatkan limbah lemak hewan (sapi) dalam pembuatan biodiesel dengan menggunakan katalis oksida padat. Katalis oksida padat ini berasal dari limbah kulit telur. Limbah kulit telur dikalsinasi dengan suhu 900oC dan waktu 2 jam, untuk mengubah kalsium menjadi katalis CaO aktif. Minyak lemak sapi mengandung kadar asam lemak bebas yang tinggi yaitu 1,86%. Kadar asam lemak bebas dalam minyak dapat dikurangi dengan proses esterifikasi menggunakan katalis asam. Produk dari tahap esterifikasi ini dilanjutkan dengan tahap transesterifikasi untuk memproduksi biodiesel. Proses transesterifikasi ini menghasilkan metil ester dan gliserol. Metil ester yang dihasilkan pada lapisan atas dipisahkan dari gliserol dan kemudian dicuci. Pengaruh dari berbagai variabel proses seperti jumlah katalis dan suhu diamati dalam percobaan ini. Spesifikasi biodiesel seperti kadar metil ester, densitas, viskositas, dan titik nyala disesuaikan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Di bawah kondisi terbaik, yield maksimum dari biodiesel lemak sapi adalah 82,43% yang didapat dengan menggunakan perbandingan mol metanol : lemak sapi 9:1 pada suhu 55oC dengan waktu reaksi 1,5 jam dan katalis CaO 3%. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan bahwa lemak sapi cocok digunakan sebagai bahan baku berbiaya murah untuk memproduksi biodiesel.


(71)

ABSTRACT

Biodiesel is an alternative fuel for diesel engines consisting of the alkyl monoesters from vegetable oils or animal fats. Beef tallow is the non-edible raw material with low cost production and the availability is huge in the cattle production. The objective of the study was to utilize waste animal fat (beef) for biodiesel production using solid oxide catalyst. The solid oxide catalyst derived from the industrial waste eggshells. The waste materials calcined with temperature 900oC and time 2 hours, transformed calcium species in the shells into active CaO catalysts. The oil contained high free fatty acid (FFA) content of 1.86%. The FFA content of the oil was reduced by acid-catalyzed esterification. The product from this stage was subjected to transesterification to produce biodiesel. Transesterification process produces methyl ester and glycerol. The produced methyl ester on the upper layer was separated from the glycerol and then washed. Effect of various process variables such as amount of catalyst and temperature were investigated. The biodiesel properties like methyl ester content, density, viscosity, and flash point was evaluated and was found to compare well with Indonesian Standard (SNI). Under the best condition, the maximum yield of 82.43% beef tallow methyl ester was obtained by using 9:1 molar ratio of methanol to beef tallow oil at 55oC, for a reaction time 1.5 hours in the presence 3 wt% of CaO catalyst. The results of this work showed that the use of beef tallow is very suitable as low cost feedstock for biodiesel production.


(72)

PENGARUH SUHU REAKSI DAN JUMLAH KATALIS

PADA PEMBUATAN BIODIESEL DARI LIMBAH

LEMAK SAPI DENGAN MENGGUNAKAN

KATALIS HETEROGEN CaO DARI

LIMBAH KULIT TELUR AYAM

SKRIPSI

Oleh

100405051

WENDI

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

OKTOBER 2014


(73)

PENGARUH SUHU REAKSI DAN JUMLAH KATALIS

PADA PEMBUATAN BIODIESEL DARI LIMBAH

LEMAK SAPI DENGAN MENGGUNAKAN

KATALIS HETEROGEN CaO DARI

LIMBAH KULIT TELUR AYAM

SKRIPSI

Oleh

100405051

WENDI

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

OKTOBER 2014


(74)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul:

PENGARUH SUHU REAKSI DAN JUMLAH KATALIS PADA PEMBUATAN BIODIESEL DARI LIMBAH LEMAK SAPI

DENGAN MENGGUNAKAN KATALIS HETEROGEN CaO DARI LIMBAH KULIT TELUR AYAM

dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini adalah hasil karya saya kecuali kutipan-kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya.

Demikian pernyataan ini diperbuat, apabila kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Medan, 22 Oktober 2014

NIM 100405051 Wendi


(1)

Gambar L5.11 Foto Pemisahan Hasil Esterifikasi dengan Corong

Pemisah 66

Gambar L5.12 Foto Minyak Hasil Pemisahan 66

Gambar L5.13 Foto Rangkaian Alat Transesterifikasi 67 Gambar L5.14 Foto Proses Transesterifikasi 67 Gambar L5.15 Foto Pemisahan Hasil Transesterifikasi dengan

Corong Pemisah 67

Gambar L5.16 Foto Metil Ester Hasil Pemisahan 68

Gambar L5.17 Foto Analisis Densitas 68

Gambar L5.18 Foto Analisis Viskositas 68


(2)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1 Penelitian yang Telah Dilakukan Tentang

Pembuatan Biodiesel dari Lemak Sapi dan

Penggunaan Katalis Heterogen CaO 3 Tabel 2.1 Persyaratan Kualitas Biodiesel Menurut SNI 8 Tabel 2.2 Populasi Hewan Ternak per Ekor Tahun 2008-2012

di Indonesia 9

Tabel 2.3 Komposisi Asam Lemak dalam Lemak Sapi 9 Tabel 2.4 Sifat-Sifat Fisika dan Kimia Metanol 10 Tabel 2.5 Komposisi Kimia dari Kulit Telur 11 Tabel 4.1 Komposisi Asam Lemak dari Lemak Sapi 31

Tabel 4.2 Sifat Fisika dari Lemak Sapi 31

Tabel 4.3 Komposisi dari Abu Kulit Telur Ayam 32 Tabel 4.4 Hasil Penelitian Pembuatan Biodiesel dari Limbah

Lemak Sapi dengan Menggunakan Katalis

Heterogen CaO dengan Variasi Suhu Reaksi 33 Tabel 4.5 Hasil Penelitian Pembuatan Biodiesel dari Limbah

Lemak Sapi dengan Menggunakan Katalis

Heterogen CaO dengan Variasi Jumlah Katalis 35 Tabel 4.6 Hasil Analisis Densitas Biodiesel 37 Tabel 4.7 Hasil Analisis Viskositas Kinematik Biodiesel 38 Tabel L1.1 Komposisi Asam Lemak Bahan Baku Lemak Sapi 48 Tabel L1.2 Komposisi Trigliserida Bahan Baku Lemak Sapi 48 Tabel L1.3 Kadar Free Fatty Acid (FFA) Lemak Sapi 49 Tabel L2.1 Hasil Analisis Densitas Biodiesel 50 Tabel L2.2 Hasil Analisis Viskositas Kinematik Biodiesel 50 Tabel L2.3 Hasil Analisis Yield Metil Ester 51


(3)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU 48

L1.1 KOMPOSISI ASAM LEMAK BAHAN

BAKU LEMAK SAPI 48

L1.2 KOMPOSISI TRIGLISERIDA BAHAN

BAKU LEMAK SAPI 48

L1.3 KADAR FREE FATTY ACID (FFA)

LEMAK SAPI 49

LAMPIRAN 2 DATA PENELITIAN 50

L2.1 DATA DENSITAS BIODIESEL 50

L2.2 DATA VISKOSITAS KINEMATIK

BIODIESEL 50

L2.3 DATA YIELD METIL ESTER 51

LAMPIRAN 3 CONTOH PERHITUNGAN 52

L3.1 PERHITUNGAN KADAR FFA LEMAK

SAPI 52

L3.1.1 Perhitungan Kadar FFA Lemak Sapi

Sebelum Esterifikasi 52

L3.1.2 Perhitungan Kadar FFA Lemak Sapi

Setelah Esterifikasi 52

L3.2 PERHITUNGAN KEBUTUHAN METANOL 53 L3.3 PERHITUNGAN YIELD BIODIESEL 54 L3.4 PERHITUNGAN DENSITAS BIODIESEL 54 L3.5 PERHITUNGAN VISKOSITAS

KINEMATIK BIODIESEL 54

LAMPIRAN 4 HASIL ANALISIS 56

L4.1 HASIL ANALISIS KOMPOSISI BAHAN


(4)

LEMAK BEBAS 65

L5.3 FOTO PROSES ESTERIFIKASI 65

L5.4 FOTO PROSES TRANSESTERIFIKASI 67


(5)

DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Dimensi

T Suhu oC

N Normalitas larutan NaOH N

V Volume larutan NaOH terpakai ml M Berat molekul FFA lemak sapi gr/mol

m Berat sampel kg

ρ Massa jenis kg/m3

sg Spesific gravity

t Waktu alir s


(6)

DAFTAR SINGKATAN

AAS Atomic Absorption Spectrophotometry

BM Berat Molekul

cSt centistokes

et al et alia

FAME Fatty Acid Methyl Ester

FFA Free Fatty Acid

GC Gas Chromatography

rpm rotary per minute


Dokumen yang terkait

Pembuatan Biodiesel Dari Limbah Minyak Jelantah Dengan Katalis Heterogen K2o Yang Berasal Dari Limbah Kulit Kakao : Pengaruh Persenkatalis Dan Waktu Reaksi

2 24 64

Pengaruh Suhu Reaksi Dan Jumlah Katalis Pada Pembuatan Biodiesel Dari Limbah Lemak Sapi Dengan Menggunakan Katalis Heterogen CaO Dari Limbah Kulit Telur Ayam

0 0 20

Pengaruh Suhu Reaksi Dan Jumlah Katalis Pada Pembuatan Biodiesel Dari Limbah Lemak Sapi Dengan Menggunakan Katalis Heterogen CaO Dari Limbah Kulit Telur Ayam

0 0 6

Pengaruh Suhu Reaksi Dan Jumlah Katalis Pada Pembuatan Biodiesel Dari Limbah Lemak Sapi Dengan Menggunakan Katalis Heterogen CaO Dari Limbah Kulit Telur Ayam

0 0 10

Pengaruh Suhu Reaksi Dan Jumlah Katalis Pada Pembuatan Biodiesel Dari Limbah Lemak Sapi Dengan Menggunakan Katalis Heterogen CaO Dari Limbah Kulit Telur Ayam

0 1 5

Pengaruh Suhu Reaksi Dan Jumlah Katalis Pada Pembuatan Biodiesel Dari Limbah Lemak Sapi Dengan Menggunakan Katalis Heterogen CaO Dari Limbah Kulit Telur Ayam

0 0 22

Pembuatan Biodiesel Dari Limbah Minyak Jelantah Dengan Katalis Heterogen K2o Yang Berasal Dari Limbah Kulit Kakao : Pengaruh Persenkatalis Dan Waktu Reaksi

0 0 19

Pembuatan Biodiesel Dari Limbah Minyak Jelantah Dengan Katalis Heterogen K2o Yang Berasal Dari Limbah Kulit Kakao : Pengaruh Persenkatalis Dan Waktu Reaksi

0 0 2

Pembuatan Biodiesel Dari Limbah Minyak Jelantah Dengan Katalis Heterogen K2o Yang Berasal Dari Limbah Kulit Kakao : Pengaruh Persenkatalis Dan Waktu Reaksi

0 0 6

Pembuatan Biodiesel Dari Limbah Minyak Jelantah Dengan Katalis Heterogen K2o Yang Berasal Dari Limbah Kulit Kakao : Pengaruh Persenkatalis Dan Waktu Reaksi

0 0 6