penyelenggaraan kepariwisataan yang baik, cerdas dan tepat, yang secara umum bertujuan untuk meningkatkan ekonomi atau pendapatan masyarakat Karo khususnya.
Tanah Karo juga terkenal dengan potensi alam lingkungan melalui komoditas sayur- mayur, buah-buahan, serta bunga-bunga indah yang dihasilkan dari ladang penduduk lokal
Tanah Karo. Setiap tahunnya Berastagi memiliki tradisi mengadakan “Pesta Mejuah-Juah” dan “Pesta Buah dan Bunga”.
Oleh sebab itu, kawasan pariwisata ini dirancang untuk membentuk karakter wajah pariwisata Berastagi sehingga dapat lebih dikenal secara meluas. Pengembangan kepariwisataan
Berastagi tentunya berhubungan dengan upaya memperkenalkan kekayaan, kebudayaan, dan jati diri dari Kebudayaan Karo, yang berarti terkait juga terhadap perlindungan, pengembangan dan
pemanfaatan dalam menunjang dunia kepariwisataan. Melalui suksesnya pengembangan pariwisata di Berastagi, maka tentu saja akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Tanah
Karo dengan sendirinya. Kawasan wisata ini direncanakan menjadi kawasan wisata budaya Karo yang terdiri dari
jambur, museum, open stage, taman festival, hingga sarana pendukung lainnya. Jambur dibuat untuk komersil yang dapat disewa masyarakat secara umum. Jambur selain berfungsi sebagai
tempat pesta dan pertemuan, jambur ini juga difungsikan sebagai jambur wisata, yang mana para wisatawan dapat menyaksikan secara langsung acara atau tradisi yang dibuat oleh orang Karo.
Selain jambur, terdapat galeri yang memuat tentang sejarah budaya Karo hingga setting-an tempat yang menyerupai Tanah Karo yang menjadi wisata bagi para wisatawan.
1.1.2 Pelestarian Budaya Karo
Yang bertanggung jawab dalam melestarikan kebudayaan Karo adalah pemerintah, baik melalui dinas-dinas yang terkait dengannya secara langsung maupun yang tidak. Seyogianya
pemerintah daerah melakukan berbagai upaya untuk mengelola dan melestarikan warisan budaya leluhur yang sangat kaya dan beragam tersebut.
Pelestarian yang dimaksud disini adalah pelestarian dalam arti perubahan yang tidak bersifat statis. Karena konsep persoalan pelestarian budaya harus mempertimbangkan unsur
manusia itu sendiri yang cenderung mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Oleh sebab itu pelestarian ini harus memiliki tiga unsur sekaligus, yaitu adanya unsur perlindungan,
pengembangan, dan pemanfaatan budaya itu sendiri. Terkait dengan globalisasi dewasa ini, maka yang menjadi persoalan adalah bagaimana membangun keseimbangan antara warisan budaya dan
modernitas, kontinuitas dan diskontinuitas, yang permanen dan perubahan budaya lokal dan nasional di Indonesia.
Dalam melestarikan ini perlu dilakukan kerjasama dengan berbagai pihak pemangku kepentingan, yaitu yang berkaitan dengan budaya itu sendiri. Misalnya dengan instansi terkait,
akademisi, peneliti, dunia usaha, organisasi sosial kemasyarakatan LSM dan sebagainya. Langkah-langkah yang dilakukan pemerintah adalah dengan mengembangkan sistem komunikasi
yang sinergis antar instansi, akademisi, koordinasi, dan sinkronisasi, mengembangkan berbagai pola pengumpulan data inventarisasi, kajian, fasilitasi, gelar budaya, pertunjukan kesenian,
pembinaan, advokasi, pemberdayaan, revitalisasi dan memperluas jaringan komunikasi dan informasi dan lain-lain. Ini semua menunjukkan kehati-hatian dalam mengelola warisan budaya,
apalagi dikaitkan dengan dunia kepariwisataan. Dengan berdayanya berbagai budaya yang kita miliki, maka pemanfaatannya akan dapat dilakukan, bahkan tanpa peran pemerintah sendiripun
budaya itu akan hidup dan dapat memberikan sumbangsih bagi sektor ekonomi masyarakat. Ini merupakan salah satu alternatif ekonomi di Karo apabila suatu ketika sektor pertanian kurang
menguntungkan. Dan itu belum terlambat apabila untuk dimulai dan dibenahi dari sekarang. Artinya kita juga sudah berpikir menjual jasa, yaitu salah satu sektor yang akan dikembangkan
dalam fase ekonomi gelombang keempat, ekonomi kreatif.
1.1.3 Wisata Budaya