Periode Sejarah Pendidikan Agama Islam di Indonesia

ide-ide, konsep, lembaga maupun operasionalisasi sejak zaman Nabi Muhammad SAW hingga saat ini.

B. Periode Sejarah Pendidikan Agama Islam di Indonesia

Terjadi bebrapa kali waktu atau periode atau fase dalam sejarah pendidikan agama islam di indonesia anatara lain: 1. Fase datangnya Islam di Indonesia Islam masuk ke Indonesia pada abad 7 M1 H yang disebarkan oleh pedagang dan muballigh dari Arab di pantai barat Pulau Sumatera, tepatnya di daerah Baros. Interaksi penyebaran Islam kepada penduduk lokal melalui kontak jual beli, perkawinan, dan dakwah baik secara individu maupun kolektif. Pada masa ini, pendidikan Islam diperkenalkan bertahap, mulai dari mengucapkan kalimah syahadat sebagai simbolisme formal masuk agama Nabi Muhammad SAW serta diajak untuk mengakui rukun iman dan Islam. Tahap selanjutnya, mereka secara informal mengenalkan syariat dan ritual ibadah Islam yang lain seperti shalat lima waktu dan membaca al-Qur’an. 16 Prof. Mahmud Yunus memerini fakto-faktor mengapa agama islam dapat tersebar dengan cepat di seluruh Indonesia pada masa permulaan, yaitu: a. Agaa islam tidak sempit dan tidak berat melakukan aturan-aturannya, bahkan mudah diturut oleh segala golongan umat manusia, bahkan untuk masuk islam cukup dengan mengucapkan dua kalimah syahadat. b. Penyiaran islam itu dilakukan dengan cara berangsur-angsur sedikit demi sedikit. c. Penyiaran islam dilakukan dengan cara bijaksana dan baik-baik. d. Penyiaran isam dilakukan dengan perkataan yang mudah dipahami, dapat dimengerti oleh semua golongan. 17 2. Fase Pengembangan Melalui Adaptasi Mahmud Yunus menggambarkan pendidikan Islam pada fase ini ditandai dengan terbentuknya sistem langgar atau surau dan pesantren sebagai pusat studi keislaman. 16 BP3K Depdikbud, Pendidikan Islam dari Jaman ke Jaman, Jakarta, 1979, HLM.31 17 Prof. H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Hidakarya Agung, Jakarta, hlm.14 Adapun tujuan pendidikan dan pengajaran di langgar adalah agar anak didik dapat membaca Al-Qur’an dengan berirama dan baik, dan tidak dirasakan keperluan untuk memahami isinya. Jadi dalam hal ini hanya sebatas agar anak mampu membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar. Pendidikan di langgar dikelola oleh seorang guru yang biasa disebut ‘amil, modin atau lebai di Sumatera yang mempunyai tugas ganda, disamping memberikan doa pada waktu upacara keluarga atau desa, juga bertugas sebagai pengajar. Pelajaran biasanya diberikan pada pagi atau petang hari, satu sampai dua jam. Pelajaran memakan waktu selama beberapa bulan, tetapi pada umumnya sekitar satu tahun. 18 Pembelajaran Al-Qur’an pada pendidikan langgar dibedakan menjadi dua macam: a. Tingkatan rendah, merupakan tingatan pemula, yaitu mulainya mengenal huruf Al-Qur’an sampai bisa membacanya diadakan pada tiap kampung, dan anak-anak hanya belajar pada malam hari dan pagi hari seteah sholat subuh. b. Tingkatan atas, yang merupakan pembelan Al-Qur’an sekaligus ditambah dengan pelajaran lagu, qasidah, berzanji, tajwid, seta mengaji kitab. Metode penyampaian materi pada pendidikan langgar memakai dua sistem, yaitu sistem sorogan dimana dengan sistem ini anak secara perseorangan belajar dengan guru kiai dan sistem halaqah seorang guru kiai dalam memberikan pengajarannya duduk dengan dikelilingi murid-muridnya. Pesantren merupakan pranata pendidikan tradisional yang dipimpin oleh seorang kiai atau ulama. Di pesantren inilah para santri dihadapkan dengan berbagai cabang ilmu agama yang bersumber dari kitab-kitab kuning. Adapun sistem belajar di pesantren digambarkan seperti ini: pada pagi hari setelah sholat subuh para santri melakukan pekerjaan kerumahtanggaan untuk guru, seperti membersihkan halaman, mengerjakan sawah, dan sebagainya. Setelah itu baru diberikan pelajaran. Pelajaran utama dengan diselingi oleh belajar sendiri. Pada siang hari murid beristirahat dan pada sore hari belajar lagi. Dalam melakukan semua kegiatan, waktu shalat berjamaah selalu diperhatikan. 19 18 Prof. H. Mahmud Yunus, Op.Cit, hlm.35 19 Arifin HM, Kapita Selecta Pendidikan Islam dan Umum, Bumi Aksara, Jakarta, 1991, hlm.248 Tujuan terbentuknya pondok pesantren yaitu membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang berkepribadian Islam yang dengan ilmu agamanya ia sanggup menjadi mubaligj Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya dan mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kiai yang bersangkutan serta mengamalkannya dalam masyarakat. 20 3. Fase Berdirinya Kerajaan-Kerajaan Islam Pada masa kerajaan islam merupakan salah satu dari periodesasi perjalanan sejarah pendidikan islam di Indonesia, sebab sebagaimana lahirnya kerajaan islam yang disertai dengan berbagai kebijakan dari penguasanya saat itu, sangat mewarnai sejarah islam di Indonesia, terlebih-lebih agama islam juga pernah dijadikan sebagai agama resmi negara kerajaan pada saat itu. Berikut ini beberapa kerajaan islam serta bagaimana perannya dalam pendidikan islam dan dakwah islamiyah tentunya. a. Kerajaan Islam di Aceh Ada tiga kerajaan islam yang berkembang di bumi “serambi mekah” yaitu: 1. Kerajaan Samudera Pasai Sistem pendidikan yang berlaku pada masa Kerajaan Samudera Pasai yaitu: a Materi pendidikan dan pengajaran agama bidang syariat ialah Fiqh Madzhab Syafi’i. b Sistem pendidikannya secara informal berupa majlis taklim dan halaqah. c Tokoh pemerintahan merangkap sebagai tokoh ulama. d Biaya pendidikan agama bersumber dari negara. 21 2. Kerajaan Perlak Di perlak terdapat suatu lembaga pendidikan yang berupa majlis ta’lim tinggi, yang dihadiri khusus oleh para murid yang sudah alim dan mendalam ilmunya. Pada majlis ta’lim ini diajarkan kitab-kitab agama yang punya bobot dan pengetahuan tinggi, seperti kitab Al Um karanga Imam Syafi’i dan sebagainya. 3. Kerajaan Aceh Darussalam 20 Drs. Imam Al-Fatta, Modernisasi Pesantren dan Krisis Ulama, Panjimas, 1991, hlm.677 21 Yusuf Abdullah Puar, Op. Cit, hlm.38 Kerajaan Aceh Darussalam sangat memperhatikan bidang pendidikan. Terdapat lembaga-lembaga negara yang bertugas dalam bidang pendidikan dan dan pengetahuan, diantaranya: a. Balai Seutia Hukama Merupakan lembaga ilmu pengetahuan, tempat berkumpulnya para ulama, ahli pikir dan cendekiawan untuk membahas dan mengembangkan ilmu pengetahuan. b. Balai Seutia Ulama Merupakan jawatan pendidikan yang bertugas mengurus masalah-masalah pendidikan dan pengajaran. c. Balai Jamaah Himpunan Ulama Merupakan kelompok studi tempat para ulama dan sarjana berkumpul untuk bertukar pikiran membahas persoalan-persoalan pendidikan dan ilmu pendidikannya. 22 Adapun jenjang pendidikan yang ada adalah: a. Meunasah madrasah Terdapat di setiap kampung, berfungsi sebagai sekolah dasar, materi yang diajarkan yaitu: menulis dan membaca huruf arab, ilmu agama, bahasa jawimelayu, akhlak dan sejarah islam. b. Rangkang Diselenggarakan di setiap mukim, merupakan mesjid sebagai tempat berbagai aktivitas umat termasuk pendidikan rangkang adalah setingkat Madrasah Tsanawiyah. Materi yang diajarkan: bahasa Arab, ilmu bumi, sejarah, berhitung hisab, akhlak fiqh, dan lain–lain. c. Dayah Terdapat di setiap daerah ulebalang dan terkadang berpusat di masjid, dapat disamakan dengan Madrasah Aliyah sekarang. Materi yang diajarkan yaitu fiqh 22 Moh Rifai, Sejarah Islam, Wicaksana, Semarang, 1985, hlm.86 hukum islam, bahasa Arab, tauhid, tasawufakhlak, ilmu bumi, sejarah tata negara. d. Dayah Teuku Cik Dapat disamakan dengan perguruan tinggi atau akademi, diajarkan fiqh, tafsir, hadits, tauhid ilmu kalam, akhlak, tasawuf, ilmu bumi, ilmu bahasa dan sastra Arab, sejarah dan tata negara, mantiq, ilmu falaq dan filsafat. 23 b. Kerajaan Demak Pasca keruntuhan Majapahit 1400 M Demak menjadi pusat pemerintahan Islam dengan Raden Patah Panambahan Jimbun sebagai pemimpinnya. Dengan di bantu para sunan yang lebih populer dengan sebutan wali sanga, seperti Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Kaljaga, Raden patah mengubah tata cara pemujaan berhala dan menjadi pemimpin dari semua agama. Setelah 12 tahun memerintah, Raden Patah kemudian digantikan anaknya Pangeran Sabrang Lor 1409 M. Akibat radang paru-paru yang dideritanya, kekuasaan beralih ke tangan saudaranya, Pangeran Trenggana Panambahan Makdum Jati dengan bantuan Sunan Kudus sebagai ulama tertinggi kerajaan. Pada masa inilah agama Islam berkembang pesat. Masjid-masjid selesai dibangun, perjanjian kerukunan damai dibuat dengan raja-raja dari Kalimantan, Palembang, Bali, Singapura dan negeri- negeri lain di bumi Nusantara. Hubungan erat yang terjalin antara pihak kerajaan dengan para wali memainkan peranan penting dalam proses pendidikan keislaman. Sasarannya bukan saja kalangan rakyat, tetapi juga di lingkungan kerajaan. Pusat dari segala jenis kegiatan pendidikan ditempatkan pada masjid- masjid dan pesantren. 24 c. Kerajaan Isklam Mataram Setelah wafatnya Sultan Trenggana kerajaan Islam berpindah ke negeri Pajang. Namun, baik Zuhairini maupun Hasbullah tidak memaparkan secara rinci peran dan kiprah kerajaan tersebut dalam mengembangkan sistem pendidikan Islam. Padahal, menurut Raffles, kebesaran Pajang dalam belantika sejarah kerajaan Islam di Indonesia layak untuk diapresiasi. Kerajaan kuno di Jawa pada 23 Saifuddin Zuhri, Op .Cit, hlm.212 24 Zuhairini, dkk, Op. Cit, 136-137 saat itu terbagi menjadi tidak kurang dari delapan tampuk pemerintahan yang masing-masing terpisah dan berdiri sendiri, yaitu Bantam, Jokarta, Cheribon, Prawata, Kaliniamat, Pajang, Kedu, dan Madura. Para pemimpin kerajaan tersebut bergelar kiai gede atau sultan, setingkat di atas sunan. 25 Dalam The History of Java, sejarawan dari Inggris tersebut menjelaskan:“Setahun setelah kematian Sultan Trenggana, negeri Pajang tumbuh sebagai daerah penting untuk diperhitungkan. Dan pemimpinnya, karena kepemilikan atas benda-benda kebesaran tersebut, ditempatkan sebagai yang teratas dalam tingkatan para raja yang memerintah di daerah bagian timur”. Hasbullah beranggapan perpindahan kerajaan dari Demak ke Pajang tidak memberikan dampak perubahan berarti dalam sistem pendidikan dan pengajaran Islam yang sudah berjalan. Pada tahun 1586 M, pusat kerajaan Islam bergeser dari Pajang ke Mataram. Pada masa pemerintahan Sultan Agung 1683, Mataram mencapai puncak kejayaan dengan daerah kekuasaan yang terus meluas hingga mencapai seluruh Pulau Jawa dan Madura. Hampir di setiap desa terdapat tempat pengajian al- Qur’an. Pengetahuan Islam seperti fiqh, tafsir, tasawuf, dan lainnya juga diajarkan dengan metode sorogan dan halaqah di pesantren besar yang terletak di daerah kabupaten. Bahkan, pada era ini mulai berkembang sepesialisasi pengetahuan Islam dengan berdirinya pesantren takhassus, yang memfokuskan pengkajian ilmu-ilmu tertentu. 4. Fase Penjajahan Belanda a. Pendidikan Islam Sebelum 1990 Sebelum tahun 1990 dikenal pendidikan islam secara perseorangan dan secara surau langgar atau masjid. Pendidikan perseorangan lebih mengutamakan pelajaran praktis, misalnya tentang ketuhanan, keimanan, dan masalah-masalah yang berhubungan dengan ibadah. Sedangkan pendidikan surau mempunyai dua tingkatan yaitu: pelajaran Al-Qur’an dan pengkajian kitab. 25 Ibid, hlm.221-222 Pendidikan islam pada masa itu bercirikan hal-hal sebagai berikut: 1. Pelajaran diberikan satu per satu 2. Pelajaran ilmu sharaf 3. Buku pelajaran pada mualanya dikarang oleh ulama kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa daerah setempat 4. Kitab yang digunakan umunya ditulis tangan 5. Pelajaran suatu ilmu, hanya diajarkan dalam satu macam buku saja 6. Toko buku belum ada, yang ada hanyalah menyalin buku dengan tulisan tangan 7. Materi ilmu agama sangat sedikit. 26 b. Pendidikan islam pada masa peralihan 1990-1908 Adapun pelajaran agama islam pada masa peralihan bercirikan hal-hal sebagai berikut: 1. Pelajaran untuk dua sampai enam ilmu dihimpun secara sekaligus 2. Pelajaran ilmu nahwu didahulukan atau disamakan dengan ilmu sharaf 3. Buku pelajarn semua karangan ulama islam kuno dan dalam bahasa arab 4. Buku-buku semuanya dicetak 5. Suatu ilmu diajarkan dari beberapa macam buku rendah, menengah, tinggi 6. Telah ada toko buku yang memesan buku-buku dari Mesir atau Makkah 7. Ilmu agama telah berkembang luas berkat banyaknya buku bacaan. 27 26 Prof. H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Hadikarya Agung, Jakarta, 1985, hlm.62 27 Drs. H Sidi Ibrahim Boechari, S.H., Op.Cit., hlm.79 c. Pendidikan Islam Sesudah Tahun 1990 Ulama-ulama yang ada pada waktu itu menyadari bahwa sistem pendidikan langgar dan pesantren tradisional mereka sudah tidak begitu sesuai dengan iklim indonesia dan jumlah murid yang ingin belajar terus bertambah, maka dirasakan perlu untuk memberikan pelajaran agama di madrasah atau sekolah secara teratur. Salah satunya berdirinya madrasah Adabiyah pada tahun 1909, madrasah Diniyah di Padang Panjang. 28 5. Fase Penjajahan Jepang Pendidikan pada zaman Jepang disebut Hakko Ichiu, yakni mengajak bangsa Indonesia bekerja sama dalam rangka mencapai kemakmuran bersama Asia Raya. Sekolah-sekolah pada zaman Belanda diganti dengan sistem Jepang, yang semuanya untuk kepentingan perang. Kegiatan-kegiatan sekolah antara lain: a Mengumpulkan batu, pasir untuk kepentingan perang b Membersihkan bengkel-bengkel, asrama-asrama militer c Menanam ubi-ubian, sayur-sayuran dipekarangan sekolah untuk persediaan makanan d Menanam pohon jarak untuk bahan pelumas. 29 Tujuan pendidikan pada zaman Jepang hanyalah untuk memenangkan peperangan. Secara konkrit tujuan yang ingin dicapai Jepang adalah menyediakan tenaga cuma-cuma dan prajurit-prajurit untuk membantu peperangan bagi kepentingan Jepang. Pada masa awal-awalnya madrasah dibangun dengan gencar-gencarnya selagi ada angina segar yang diberikan oleh Jepang. Walaupun lebih bersifat politis belaka, kesempatan itu tidak disia-siakan begitu saja oleh umat Islam Indonesia. 28 Djumhur, Sejarah Pendidikan, CV Ilmu, Bandung, 1979, hlm.195 29 Drs. Wasty Soemanto, Landasan Historis Pendidikan Indonesia, Usaha Nasional, Surabaya, 1983, hlm.50 Hampir seluruh pelosok pedesaan terdapat madrasah Awaliyah yang banyak dikunjungi. Oleh karena itu, meskipun dunia pendidikan terbengkalai, madrasah- madrasah yang berada dalam lingkungan pondok pesantren bebas dari pengawasan langsung pemerintahan Jepang. Pendidikan dalam pondok Pesantren dapat berjalan dengan wajar. Sikap Jepang terhadap pendidikan Islam ternyata lebih lunak, sehingga ruang gerak pendidikan Islam lebih bebas dibandingkan dengan zaman pemerintahan colonial Belanda. Masalahnya Jepang tidak begitu menghiraukan kepentingan agama, yang mereka pentingkan adalah memenangkan perang. Bila perlu, mereka memberikan keleluasaan kepada para pemuka agama dalam mengembangkan pendidikannya. Jepang memandang agama Islam sebagai salah satu sarana penting untuk menyusupi lubuk rohaniah terdalam dari kehidupan masyarakat Indonesia dan untuk meresapkan pengaruh pikiran serta cita-cita mereka pada bagian masyarakat yang paling bawah. Untuk memudahkan rencana itu, diantaranya Jepang mendirikan membentuk KUA, Masyumi dan pembentukan Hizbullah. Namun demikian dibalik kekejaman Jepang, ada hal yang sangat menguntungkan bagi bangsa Indonesia, khususnya di bidang pendidikan, yaitu: a Bahasa Indonesia hidup dan berkembang secara luas di seluruh Indonesia. b Buku-buku dalam bahasa asing yang diperlukan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dengan mengabaikan hak cipta internasional. c Kreatifitas guru berkembang dalam memenuhi kekurangan buku pelajaran dengan menyadur atau mengarang sendiri. d Seni bela diri dan pelatihan perang-perangan sebagai kegiatan kurikuler di sekolah telah membangkitkan keberanian pada para pemuda yang ternyata sangat berguna dalam perang kemerdekaan yang terjadi kemudian. 30 30 Ibid., hlm.196 6. Fase Kemerdekaan I Kementrian Agama telah mencanangkan rencana-rencana program pendidikan yang dilaksanakan dengan menunjukkan jenis-jenis pendidikan serta [engajaran islam sebagai berikut: a. Pesantren Islam Klasik b. Madrasah Diniyah c. Madrasah-madasah Swasta d. Madrasah Ibtidaiyah Negeri e. Pendidikan Teologi tertinggi. 31 7. Fase Kemerdekaan II Suasana pada waktu itu iaah membersihkan sisa-sisa mental G30SPKI. Dalam keputusannya di bidang pendidikan agama telah mengalami kemajuan. Dengan demikian sejak tahu 1966 pendidikan agama menjadi hak wajib mulai daru Sekolah Dasar SD sampai Perguruan Tinggi Umum Negeri di seluruh Indonesia. 32

C. Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam Di Indonesia