DINAMIKA LINKUNGAN STRATEGIS GLOBAL

10 Metz, 1988. Berdasarkan penelitian empiris dengan menggunakan data sejumlah negara Cranfield, et.al. 1998 menggolongkan tiga pola konsumsi menurut tingkat pendapatan Tabel 2 Tabel 2. Komposisi umum bahan pangan menurut tingkat pendapatan Peringkat nilai pengeluaran Tingkat pendapatan perkapita penduduk Rendah Menengah Tinggi 1 Biji-bijian Produk ternak Produk ternak 2 Produk ternak Biji-bijian Pangan lainnya 3 Sayur dan buah Sayur dan buah Sayur dan buah 4 Pangan lainnya Pangan lainnya Biji-bijian Sumber: Cranfield, et.al. 1998 Globalisasi dan diet westernization Globalisasi perdagangan dan investasi telah membuat setiap negara terbuka terhadap investasi asing dalam bidang industri makanan dan minuman, restoran, perdagangan eceran super markets dan pertanian. Globalisasi telah menciptakan gelombang “westernization of diet” yang dicirikan oleh transformasi pola pangan dari berbasis diet tradisional menjadi berbasis diet barat Pingali, 2004. Gelombang westernization of diet dapat diamati dari pertumbuhkembangan restoran cepat saji multinasional seperti McDonald, Kentucky Fried Chicken, Pizza Hut, yang kini sudah ada di hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia. Lebih jauh, Kelly, et al 2010 menyatakan bahwa konvergensi pola pangan ke arah diet barat pada tataran global juga diikuti oleh divergensi menurut status sosial ekonomi. Pada awalnya, diet barat diadopsi oleh kelompok penduduk berpendapatan tinggi. Pada tahapan pembangunan yang lebih tinggi, kelompok penduduk berpendapatan tinggi, yang lebih sadar akan resiko kesehatan diet barat dan lebih berkemampuan dalam mengatur pola pangannya, akan cenderung menghindari diet barat sedangkan kelompok penduduk berpendapatan rendah terus meningkatkan adopsinya terhadap diet barat. Fenomena inilah yang disebut divergensi diet . Berdasarkan hipotesis konvergensi dan divergensi diet yang diajukan oleh Kelly, et al 2010, substitusi pola pangan tradisional dengan pola pangan barat konvergensi ke diet barat terutama terjadi di negara-negara sedang berkembang. Konvergensi diet yang terjadi menurut status sosial ekonomi penduduk domestik akan menyebabkan kelompok penduduk miskin terperangkap dalam pola pangan barat yang beresiko tinggi menimbulkan sindroma obesitas dan penyakit terkait makanan lainnya. Kelangkaan lahan dan air Peningkatan kelangkaan lahan pertanian merupakan fenomena global. Berikut adalah faktor- faktor utama penyebab penurunan luas lahan pertanian. GiovannuccI, et. al 2012 mengemukakan bahwa sekitar 20.000-50.000 km 2 lahan potensial produktif hilang tiap tahun karena erosi dan degradasi dan 2.9 km 2 dinilai berisiko tinggi berubah menjadi padang pasir, sejumlah besar diantaranya di negara-negara berkembang. Erosi dan degradasi serta konversi ke penggunaan non pangan diperkirakan menurunkan ketersediaan lahan untuk pangan sebesar 8-20 hingga 2050.Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3, pertumbuhan lahan pertanian global mengalami perlambatan dari 0,17 tahun pada 1990-2005 menjadi 0,10 tahun pada 2015-2050. Lahan pertanian mengalami pertumbuhan positif dengan laju yang menurun tajam dari 0,65 tahun pada 1990-2005 menjadi 0,10 tahun pada 2015-2050. Namun di negara-negara industri dan transisi ekonomi mengalami pertumbuhan negatif. Lahan pertanian di Afrika Utara juga menurun dengan laju yang semakin tinggi sejak tahun 1990an. Pertumbuhan lahan tertingi ialah di Sub-Sahara Afrika yang mencapai 1,07 tahun pada 1990-2005 namun menurun tajam menjadi 0,10 tahun pada 2015- 2050. Amerika Latin menduduki peringkat laju pertumbuhan tertinggi kedua pada periode 2015-2050 dengan laju 0,55 tahun. Laju pertumbuhan di Asia Timur menurun tajam dari 1,12 tahun peringkat tertinggi pertama pada 1990-2005 menjadi 0,02 tahun pada 2015-2050. 11 Tabel 3. Perluasan lahan pertanian global 196163-2050 Area Tanah pertanian yang digunakan juta ha Pertumbuhan tahun 196163 198991 2005 20015 2030 2050 1961- 2005 1990- 2005 2015- 2050 Sub-sahara Afrika 133 161 193 236 275 300 0.80 1.07 0.55 Amerika latin 105 150 164 203 234 255 1.01 0.64 0.52 Afrika utara 86 96 99 86 84 82 0.34 -0.02 -0.11 Asia selatan 191 204 205 206 211 212 0.15 0.07 0.07 Asia timur 178 225 259 235 236 237 0.99 1.12 0.02 China 73 94 102 105 109 112 0.85 0.71 0.15 Negara berkembang 693 837 920 966 1040 1086 0.67 0.65 0.27 China dan India 426 536 594 666 740 789 0.75 0.66 0.39 Negara industri 388 401 388 388 375 364 -0.02 -0.21 -0.15 Negara transisi 291 277 247 247 234 223 -0.32 -0.90 -0.23 Dunia 1375 1521 1562 1602 1648 1673 0.30 0.17 0.10 Source: Bruinsma 2011 Pertanian merupakan pengguna air terbesar. Kedepan, pertanian akan menghadapi masalah kelangkaan air yang kian ketat sebagai konsekuensi dari perpaduan dua kecenderungan berikut. Pertama, peningkatan permintaan air untuk non-pertanian sebagai akibat pertumbuhan penduduk dan kemajuan ekonomi. Kedua, penurunan pasokan baku air sebagai akibat dari perubahan iklim dan degradasi alam. Seperti halnya lahan, nilai manfaat rente penggunaan air untuk pertanian secara umum lebih rendah daripada untuk non-pertanian. Oleh karena itu, pertanian akan terus mengalami tekanan kelangkaan air yang semakin berat. GiovannuccI, et. al 20120 mengemukakan bahwa kelangkaan air boleh jadi merupakan faktor yang paling kuat dalam menurunkan hasil pertanian. Kelangkaan air, yang diperburuk oleh tekanan hama dan penyakit tanaman dan hewan, dapat menurunkan hasil pertanian antara 5-25 . Insiden kekeringan dalam 30 tahun terakhir telah membunuh sekitar 20 -62 ternak dan memicu kelaparan di 6 negara Afrika. Perubahan iklim global Dampak utama perubahan iklim global mencakup Hoffmann, 2011, Keane, et. al. , 2009: 1. Peningkatan suhu mempengaruhi kesehatan tanaman, hewan dan petani, meningkatkan hama- penyakit, menurunkan pasokan air meningkatkan resiko perluasan ariditas dan degradasi lahan. 2. Perubahan pola presipitasi akan memperkuat kelangkaan air dan tekanan kekeringan terhadap tanaman dan mengubah pasokan air. 3. Meningkatkan frekuensi kejadian iklim ekstrim berpengaruh nyata terhadap produksi tanaman dan ternak serta merusak infrastruktur pertanian. 4. Meningkatkan konsentrasi C0 2 atmosfir dalam jangka pendek dapat meningkatkan fertilisasi karbon yang berarti meningkatkan produktivitas tanaman namun dalam jangka panjang dapat menurunkan produktivitas tanaman. 5. Meningkatkan permukaan air laut yang dapat mengurangi luas lahan dan ketersediaan air tawar untuk pertanian, mengubah kondisi produksi akuakultur dan mengubah infrastruktur perdagangan pertanian. 6. Mempersulit perencanaan produksi pertanian. Tidak dapat dipungkiri, sebagian elemen perubahan iklim dapat berdampak positif terhadap produksi pertanian. Peningkatan konsentrasi C0 2 atmosfir sampai kadar tertentu dapat fertilisasi karbon yang berarti meningkatkan produktivitas tanaman tertentu. Namun secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa perubahan iklim berpengaruh negatif terhadap produksi pangan global. Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4, perubahan iklim dapat menurunkan secara nyata produksi pangan global. Pada periode 2000-2050, perubahan iklim diperkirakan akan dapat menurunkan produk beras - 12.7 , gandum -25.3 , jagung -0.1, millet -7.7 dan sorgum -2.5 . Secara umum, dampak negatif perubahan iklim ternyata lebih buruk di negara-negara sedang berkembang daripada di negara- negara maju. Kiranya dapat diperhatikan bahwa dampak perubahan iklim secara umum lebih parah terhadap makanan pokok di setiap kawasan. Sebagai contoh, untuk kawasan Asia Timur dan Pasifik, dampak negatif terparah ialah untuk beras yang merupakan bahan pangan pokok di kawasan tersebut. 12 Untuk Asia Selatan, dampak negatif terparah ialah untuk gandum, beras dan jagung sedangkan untuk kawasan Eropa dan Asia Tengah dampak negatif tertinggi ialah untuk gandum dan jagung yang kesemuanya adalah pangan pokok di masing-masing kawasan. Persebaran demikian memperparah dampak perubahan iklim terhadap ketahanan pangan global. Tabel 4. Dampak perubahan iklim terhadap produksi pangan 2000-2050 tanpa penyerbukan karbon Wilayah Beras Gandum Jagung Millet Sorghum Asia Selatan -14.4 -46.2 -13.7 -14.2 -15.9 Asia Timur dan Pasifik -9.7 1.8 -1.9 6.25 4.05 Eropa dan Asia Tengah -0.5 -47.2 -28.6 -4.75 -6.5 Amerika Latin dan Karibia -20.5 14.4 -2.15 8.0 3.3 Timur Tengah dan Afrika Utara -36.3 -6.9 -16.6 -4.1 0.5 SubSahara Afrika -14.8 -34.6 -8.3 -7.2 -2.6 Negara-negara berkembang -11.2 -9.4 6.65 -4.3 -5.2 Negara-negara maju -12.8 -31.3 -6.15 -7.7 -2.0 Dunia -12.7 -25.3 -0.1 -7.7 -2.5 Keterangan: Rata-rata proyeksi model CSIRO dan NCAR Sumber: Nelson, et.al. 2009. Pada tahap awal ini akan terjadi persaingan antara pemenuhan kebutuhan pangan dan pemenuhan kebutuhan bioenergi. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi hayati dan bioenjinering, bioenergi dapat pula dihasilkan dari sampah organik, selulosa generasi kedua dan alga generasi ketiga, tidak perlu lagi menggunakan bahan pangan sehingga pemenuhan kebutuhan pangan dan bioenergi tidak lagi bersifat trade-off. Oleh karena itulah penggunaan bahan pangan tidak berubah atau bahkan menurun pada periode 2030-2050. 2.2 Ancaman badai sempurna The perfect strorm: Krisis pangan, energi dan air Perpaduan antara peningkatan kelangkaan dan harga bahan bakar fosil dan kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi biorefinery telah mendorong peningkatan pesat produksi bioenergi. Pada periode 2015-2050, permintaan komoditas pangan untuk bioenergi diproyeksikan akan tumbuh 2,55 tahun sedangkan untuk pangan hanya tumbuh 0,79 tahun Deutsche Bank, 2009. Pangsa permintaan bioenergi meningkat dari 13,36 pada 2015 menjadi 18,61 pada 2050. Pada tahap awal, produksi bioenergi masih menggunakan teknologi generasi pertama dengan feedstock komoditas pangan utamanya jagung, kedelai, tebu, ubikayu dan tanaman minyak khususnya kelapa sawit. Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 9, penggunaan beberapa komoditas pangan untuk bionergi meningkat sangat tajam: serealia meningkat dari 65 juta ton pada 20052007 menjadi 182 juta ton pada 2050, minyak sayur meningkat dari 7 juta ton pada 20052007 menjadi 29juta ton pada 2050, tebu meningkat dari 28 juta ton pada 20052007 menjadi 81 juta ton pada 2050, dan ubikayu meningkat dari satu juta ton pada 20052007 menjadi delapan juta ton pada 2050 Tabel 5. Tabel 5. Penggunaan Komoditas Pangan untuk Bioenergi 20052007-2050 Komoditas Satuan 2005 2007 2030 2050 Serealia Juta ton 65 182 182 Serealia Persentase dalam total penggunaan 3.2 6.7 6.1 Minyak sayur Juta ton 7 29 29 Minyak sayur Persentase dalam total penggunaan 4.8 12.6 10.3 Sugar equiv. tebu Juta ton 28 81 81 Sugar equiv. tebu Persentase dalam total penggunaan 15.1 27.4 24.3 Ubikayu segar Juta ton 1 8 8 Ubikayu segar Persentase dalam total penggunaan 0.4 2.3 1.8 FAO 2012 Proyeksi Idso 2011 menunjukkan bahwa dengan menerapkan Iptek maju total produksi pangan dapat meningkat 0,84 tahun sementara bila penerapan Iptek maju dikombinasikan dengan fertilisasi C0 2 maka total produksi pangan dapat meningkat 1,26 tahun Tabel 6. Fertilisasi C0 2 sangat penting dalam peningkatan produksi pangan. Jelaslah kiranya bawa produksi pangan dunia tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan. Professor John Beddington2009 kepala dewan ilmuan 13 Chief Scientist Kerajaan Inggris bahkan memperkirakan scenario badai sempurna the perfect storm scenario pada 2030 yang pada intinya memperkirakan bahawa permintaan pangan akan meningkat 1,5 tahun, energi 1,5 tahun dan air 0,9 tahun akibat petumbuhan penduduk, perubahan struktur demografi, pertumbuhan ekonomi sebagaimana telah dijelaskan di muka, sementara kapasitas produssi pangan dan air cederung menurun akibat perubahan iklim dan cadangan energi fosil kian menipis shingga pada 2030 akan terjadi krisis pangan, air dan energi pada tataran global. Tabel 6. Proyeksi Penawaran Pangan Global 2009-2050 Tanaman Pangsa produks i Produksi 2009 juta ton Produksi 2050 Pertumbuhan 2009- 2050 tahun Iptek maju juta ton Iptek maju + fertilisasi C0 2 juta ton Iptek maju Iptek maju + fertilisasi C0 2 Tebu 21.24 1.607 1.979 2.243 0,56 0,97 Jagung 10.28 801 1.283 1.366 1,47 1,72 Beras 9.44 667 867 982 0,73 1,15 Gandum 9.37 649 869 970 0,82 1,21 Kentang 4.87 329 416 466 0,64 1,01 Gula bit 3.88 233 440 515 2,17 2,95 Ubikayu 2.98 235 396 412 1,67 1,84 Kedelai 2.84 237 289 342 0,53 1,08 K. sawit 2.25 212 359 404 1,69 2,21 Barley 2.22 144 194 221 0,85 1,30 Ubijalar 1.97 109 42,2 60,0 -1,49 -1,10 Melon 1.22 106 192 203 1,97 2,23 Pisang 1.13 92,4 147,6 167 1,46 1,97 Jeruk 0.98 66,5 52,6 66,8 -0,51 0,01 Anggur 0.97 68,5 88,0 111 0,69 1,51 Apple 0.94 68,7 151 166 2,92 3,45 Kubis 0.93 73,8 67,0 82,0 -0,22 0,27 Lettuce 0.30 24,7 24,5 28,7 -0,02 0,39 Total 95.0 7.046 9.474 10.677 0,84 1,26 Sumber: Idso 2011 Walau terkesan pesimistik, Indonesia haruslah mengantisipasi ancaman ini dalam penyusunan arah kebijakan dan strategi pembangunan pertanian masa depan. Untuk itu, strategi yang dipandang tepat ialah pengembangan sistem pertanian bioindustri. Untuk itu, strategi pembangunan nasional mestilah mengadopsi paradigm pertanian untuk pembangunan dan mengadopsi pendekatan agrobiobisnis Semua itu akan dibahas dalam bagian berikut. III. PERUBAHAN KONTEKS DAN KONTEN PEMBANGUNAN AGRIBISNIS Kemajuan peradaban pada tataran global dalam enam dekade terakhir, telah menyebabkan perubahan mendasar dalam context dan content pembangunan agribisnis. Perubahan context berkaitan dengan perubahan lingkungan strategis sementara perubahan content berkaitan dengan berubahan karakter internal dari sistem agribisnis. Perubahan context dan content telah mengubah arah, issu dan kebijakan, yang berati pula paradigma pembangunan yang tepat untuk memahami dan mengelola pembangunan agribisnis. Faktor-faktor pendorong utama key drivers yang mendorong perubahan tersebut diuraikan berikut ini Simatupang, 2015. Pertama, perubahan tataran persaingan dari persaingan antar perusahaan menjadi persaingan antar rantai nilai. Perubahan ini merupakan konsekuensi dari globalisasi perekonomian dan perubahan preferensi konsumen hasil usaha agribisnis. Seperti yang dijelaskan oleh Simatupang 1995, globalisasi ekonomi dicirikan oleh liberalisasi perdagangan dan investasi sehingga dayasaing menjadi kunci bagi setiap perusahaan agar dapat bertahan hidup dan tumbuh-kembang. Liberalisasi perekonomian merupakan konsekuensi dari kesepatan World Trade Organization WTO dan Tripple- T Revolution Telecommunication, Transportasi, Tourism. Perubahan preferensi konsumen dicirikan oleh perubahan preferensi konsumen dari permintaan terhadap komoditas atau produk menjadi 14 permintaan terhadap atribut produk. Selain itu, konsumen juga menuntut adanya transparansi dan ketelusuran traceability penggunaan input, produsen dan proses produksi serta sistem logistik hingga produk sampai ke konsumen akhir. Hal ini hanya dapat diwujudkan melalui pengelolaan rantai nilai secara eksklusif. Kedua, kesadaran baru tentang orientasi pembangunan. Kini semakin disadari bahwa orientasi kehidupan manusaia, yang berarti juga orientasi pembangunan setiap negara, bersifat multi- dimensi. Tidak hanya berdimensi ekonomi, tetapi juga berdimensi sosial dan lingkungan. Dimesi sosial mencakup antara lain keadilan dan pemerataan pembangunan justice and equity, partisipasi demokratik, dan hak azasi manusia bahkan juga hewan. Dimensi lingkungan mencakup keberlanjutan sumberdaya alam serta kesehatan, kenyamanan, dan keindahan lingkungan hidup. Seiring dengan itu, usaha agribisnis tidak boleh lagi berorientasi pada perolehan laba sebesar-besarnya dimensi ekonomi, tetapi juga harus memperhatikan kesejahteraan hidup, keadilan dan pemerataan pembagian hasil usaha, dan hak azasi pegawainya, turut bertanggung jawab atas penghidupan masyarakat sekitar dimensi sosial, serta bertanggunggung jawab atas kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Keberlanjutan eksistensi perusahaan ditentukan oleh pelaksanaan ketiga dimensi tersebut. Indikator kinerja perusahaan ini dikenal dengan konsep Profit Ekonomi-People Sosial-Planet Lingkungan Hidup. Dengan demikian, kesadaran baru itu telah mengubah orientasi nilai manfaat yang diciptakan oleh perusahaan agribisnis dari semata-mata nilai ekonomi menjadi nilai ekonomi plus nilai sosial dan nilai lingkungan hidup. Ketiga, pandangan baru bahwa iklim global adalah barang publik global global public good yang kini sudah mengalami perubahan yang mengancam eksistensi kehidupan di bumi. Iklim global adalah barang publik global, yang berarti bahwa iklim mempengaruhi kehidupan setiap orang dimana saja, sehingga setiap orang dimana saja turut beranggung jawab untuk memeliharanya. Penelitian menunjukkan bahwa perubahan iklim sudah mendekati titik kritis, yang mengancam kenyaman dan eksistensi manuasi dan mahluk hidup hidup secara umum. Perubahan iklim juga juga telah menyebabkan penurunan produksi pertanian global. Perubahan iklim global tersebut merupakan indikasi dari kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Setiap usaha agribisnis berkewajiban untuk turut serta dalam memelihara iklim global. Keempat, kebangkitan bioekonomi. Mengingat bahan fosil diperkirakan akan semakin langka dan mahal sepanjang abad ke-21 dan akan habis keseluruhannya di awal abad ke-22, maka ke depan, perekonomian setiap negara haruslah ditransformasikan dari yang selama ini berbasis pada sumber energi dan bahan baku asal fosil menjadi berbasis pada sumber energi dan bahan baku baru dan terbarukan, utamanya bahan hayati. Era revolusi ekonomi yang digerakkan oleh revolusi teknologi industri dan revolusi teknologi informasi berbasis bahan fosil telah berakhir, dan akan digantikan oleh era revolusi bioekonomi yang digerakkan oleh revolusi bioteknologi dan bioenjinering yang mampu menghasilkan biomassa sebesar-besarnya untuk kemudian diolah menjadi bahan pangan, pakan, energi, obat-obatan, bahan kimia dan beragam bioproduk lain secara berkelanjutan Kementerian Pertanian, 2014. Bioekonomi itu pastilah berbasis agribisnis penghasil biomassa agrobiomassa. Banyak negara telah mempersiapkan diri untuk mengambil kesempatan lebih awal dari kebangkitan revolusi bioekonomi tersebut dengan menyusun rencana strategis dan melaksanakannya dengan road map yang komprehensif Albrecht and Ettling, 2014. Era revolusi bioekonomi menjadi momentum bagi kebangkitan kembali renaissance pertanian dan ilmu ekonomi pertanian Sexton, 2013. Kelima, saturasi teknologi Revolusi Hijau dan kebangkitan Revolusi Hayati. Pingali 2012 mengatakan bahwa periode Revolusi Hijau generasi pertama telah berakhir pada paruh pertama dekade 1980’an. Penelitian Grassini, Eskridge, and Cassman 2013 menunjukkan bahwa tren produktivitas padi, jagung dan gandum menunjukkan tren pertumbuhan menurun sejak akhir dekade 1990’an. Kemajuan bioscience dan bioengineering telah mendorong tumbuh kembangnya Revolusi Hayati Biorevolution menggantkan Revolusi Hijau Green Revolution yang kini telah mengalami pemudaran atau bahkan telah berubah menjadi sumber permasalahan bagi pertanian. Ciri-ciri Revolusi Hayati itu dan perbandingannnya dengan Revolusi Hijau ditampilkan pada Tabel 1. Penggerak utama Revolusi Hayati itu ialah Revolusi Bioekonomi sebagaimana diuraikan di atas; Peningkatan kebutuhan pangan, pakan, energi dan serat. Perubahan iklim global dan internalisasinya dalam sistem ekonomi-politik; Peningkatan kelangkaan sumberdaya lahan dan air; Peningkatan permintaan terhadap jasa lingkungan; Peningkatan jumlah petani marginal. Kementerian Pertanian 2014 telah menyusun kerangka dasar atau strategi induk pembangunan pertanian dalam rangka 15 mengambil kesempatan pertama dari kebangkitan Revolusi Hayati tersebut. Namun demikian, kita masih menunggu respon positif dari Pemerintah dan para pihak terkait dalam pelaksanaan gagasan besar tersebut.

IV. ARAH DAN STRATEGI

4.1 Arah pembangunan pertanian jangka panjang

Pembangunan pertanian adalah bagian integral dari pembangunan nasional Indonesia untuk melaksanakan amanat konstitusi menjadi negara yang merdeka, berdaulat dan turut aktif dalam menjaga ketertiban dunia, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta menjamin pekerjaan, penghidupan yang layak dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sejalan dengan itu maka dalam jangka panjang pembangunan pertaniqan diarahkan untuk mewujudkan Pertanian Indonesia yang Bermartabat, Mandiri, Maju, Adil dan MakmurKementerian Partanian, 2014. Pertanian yang bermartabat berkenaan dengan tingkat harkat kemanusiaan petani Indonesia. Petani Indonesia memiliki kepribadian luhur, harga diri, kebanggaan serta merasa terhormat dan dihormati sebagai petani. Oleh karena itu, negara berkewajiban untuk menjamin kedaulatan petani dalam mengelola usahanya serta memberikan perlindungan dan pemberdayaan sehingga berusahatani merupakan pekerjaan yang layak untuk kemanusiaan dan dapat menjamin penghidupan yang sejahtera bagi seluruh keluarga petani. Pertanian yang mandiri tercermin pada kedaulatan negara dalam pembuatan kebijakan, kedaulatan petani dalam mengelola usahatani, dan kemampuan sektor pertanian. Pada tataran kebijakan, pertanian mandiri berarti bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI memiliki kebebasan dan kedaulatan penuh dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan pembangunan pertanian.Dalam hal petani dan usahataninya, pertanian mandiri berarti bahwa petani Indonesia memiliki kemerdekaan dan kedaulatan dalam mengelola usahataninya. Secara sektoral, pertanian mandiri berarti bahwa bahan pangan pokok, bahan baku industri maupun bahan baku energi hayati bio-energy dapat dipenuhi dengan sebesar-besarnya mengandalkan pada hasil produksi pertanian dalam negeri. Pertanian maju terkait dengan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi di sepanjang rantai nilai usaha perrtanian business governance,tatakelola pembangunan development governance, dan tingkat kesejahteraan petani. Pertanian maju menerapkan inovasi berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi terbaru. Pertanian maju juga dicirikan oleh derajat modernisasi tatakelola pertanian yang dibangun oleh pemerintah dengan membuat regulasi dan standar, membangun infrastruktur publik, menyediakan insentif usaha dan menjamin persaingan usaha yang sehat, yang secara keseluruhan disebut lingkungan pemberdaya agribisnis agribusiness enabling environment. Peningkatan nyata kesejahteraan petani yang terbebas dari ancaman kerawanan pangan dan kemiskinan merupakan ciri mutlak dari suatu pertanian yang maju. Pada tahapan yang lebih tinggi, pertanian maju dicirikan oleh tingkat kesejahteraan petani yang setara dengan tingkat penghidupan warga negara yang bekerja di sektor-sektor lainnya. Pertanian yang adil berkaitan dengan pemerataan kesempatan berusahatani, berpolitik, dan akses terhadap jaminan penghidupan livelihood secara horizontal antar individu petani, secara spasial antar wilayah desa-kota, antar pulau, antar kawasan, dan secara sektoral antar bidang pekerjaan. Pemerataan kesempatan berusahatani mencakup pemerataan akses terhadap komponen- komponen utama usahatani yang mencakup lahan, sarana dan prasarana, teknologi, modal, dan pasar. Pemerataan kesempatan berusahatani, berpartisipasi politik dan memperoleh penghidupan saling menguatkan satu sama lain. Pemerataan kesempatan berusahatani merupakan kunci untuk mewujudkan pemerataan memperoleh pekerjaan dan pendapatan penghidupan, sementara pemerataan kesempatan berpartisipasi politik merupakan kunci untuk mewujudkan pemerataan kesempatan berusaha bagi petani. Selain itu, pemerataan kesempatan berusahatani juga bermanfaat untuk mewujudkan pemerataan memperoleh kesempatan berpartisipasi politik. Pertanian yang makmur dicirikan oleh kehidupan seluruh petani yang serba berkecukupan terbebas dari ancaman rawan pangan dan kemiskinan. Pertanian yang makmur merupakan resultante dari pertanian yang bermartabat, mandiri, maju, dan adil. Selanjutnya, pertanian yang makmur ini merupakan instrument dalam mewujudkan kedaulatan pangan nasional. Sehingga secara keseluruhan, 16 pertanian yang bermartabat, mandiri, maju, adil dan makmur merupakan cita-cita luhur pembangunan pertanian sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi. Karakteristik pertanian yang bermartabat, mandiri, maju, adil dan makmur saling menguatkan satu sama lain. Kelima karakteristik pertanian ini terrefleksikan dalam perwujudan kedaulatan pangan dan kesejahrteraan petani. Oleh karena itu kiranya dapat dipahami kenapa visi Rencana Strategis Kemeterian Pertanian dirumuskan sebagai berikut: “Terwujudnya Kedaualatan Pangan dan Kesejahteraan Petani”

4.2 Peran strategis sektor pertanian dalam pembangunan nasional

Sektor pertanian dapat diarahkan untuk mengemban paling sedikit sepuluh fungsi strategis dalam pembangunan nasional Kementerian Pertanian, 2014: 1. Ketahanan pangan; 2. Penguatan ketahanan penghidupan keluarga household livelihoodsecurity; 3. Pengembangan sumberdaya insani; 4. Basis potensial untuk ketahanan energi pengembangan bioenergi; 5. Pengentasan kemiskinan dan pemerataan pembangunan; 6. Jasa lingkungan alam ekosistem; 7. Basis potensial untuk pengembangan bioindustri; 8. Penciptaan iklim yang kondusif bagi pelaksanaan pembangunan; 9. Penguatan daya tahan perekonomian nasional economic resilient; 10. Sumber pertumbuhan berkualitas. Ketahanan pangan memiliki nilai intrinsik dan nilai instrumental. Secara intrinsik, ketahanan pangan bermanfaat untuk menjamin eksistensi hidup, mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat, dan mencerdaskan kehidupan bangsa yang berarti pula bermanfaat untuk mewujudkan tujuan akhir pembangunan nasional sebagaimana diamanatkan konstitusi. Secara instrumental, ketahanan pangan bermanfaat untuk menjaga keamanan dan ketertiban sosial serta untuk menjamin keberadaan insan berkualitas tinggi yang merupakan prasyarat pembangunan nasional secara umum. Pertanian di Indonesia masih akan merupakan jangkar atau landasan ketahanan penghidupan livelihood security bagi puluhan juta keluarga di Indonesia hingga beberapa dekade mendatang. Sebagai jangkar penghidupan keluarga berarti bahwa pertanian merupakan tumpuan utama dalam memenuhi kebutuhan dasar keluarga yang meliputi pekerjaan yang layak, akses pangan yang terjamin dan pendapatan yang cukup untuk mengakses kebutuhan dasar lainnya. Selain itu, pertanian merupakan bagian dari kegiatan sosial dan budaya bagi penduduk perdesaan. Bagi sejumlah besar petani marginal, pertanian bahkan menjadi andalan untuk dapat bertahan hidup layak. Bagi mereka, pertanian merupakan masalah hidup-mati survival. Ketahanan pangan juga esensial untuk peningkatan kapasitas insani yang menjadi subjek, objek dan pemanfaat pembangunan nasional. Menurut definisi, ketahanan pangan adalah kondisi terjaminnya akses pangan yang cukup gizi bagi setiap orang untuk setiap waktu, aman bagi kesehatan serta sesuai nilai sosial, agama dan kepercayaan agar dia dapat hidup sehat dan produktif. Rawan pangan akan menyebabkan berbagai sindroma penyakit kurang gizi, termasuk kecerdasan otak, kemantapan psikologis dan kekuatan fisik yang berarti pula penurunan kesejahteraan hidup rakyat sebagai penikmat hasil pembangunan dan kapasitas insani selaku subjek dan objek pembangunan. Energi merupakan kebutuhan dasar kehidupan rakyat dan sarana esensial dalam proses produksi barang dan jasa. Perkembangan terbaru telah membuktikan bahwa perekonomian yang sangat tergantung pada energi asal fosil Bahan Bakar Minyak, Batubara akan terus mengalami penurunan daya saing dan hambatan pertumbuhan akibat peningkatan dan instabilitas harga energi seiring dengan kelangkaan dan ketidakpastian pasokan. Ke depan, energi yang berasal dari biomassa bioenergi merupakan tumpuan utama sumber pasokan energi terbarukan. Biomassa bahan baku energi dapat dihasilkan oleh usaha pertanian. Dengan demikian, fungsi strategis pertanian yang akan terus meningkat di masa datang ialah pemantapan ketahanan energi. Kemajuan ilmu pengetahuan hayati bioscience dan enjinering hayati bioengineering telah memungkinkan biomassa untuk diolah menjadi bionergi dan berbagai bioproduk bioproducts seperti biomedikal, biokemikal, dan bio-material lainnya. Bioekonomi yang ditopang oleh sistem pertanian ekologis yang juga menghasilkan berbagai jasa lingkungan ecological services maupun biomassa sebagai feedstock untuk biorefinery bioenergi, biofarmaka-biomedika, bioindustri telah berkembang cepat di banyak negara dan akan menjadi sumber utama pertumbuhan baru perekonomian. Ke depan,