56
5. Parameter yang diukur
Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah : jumlah konsumsi bahan kering BK, konsumsi bahan kering hijauan, konsumsi bahan kering kosentrat, konsumsi bahan kering ransum,
kecernaan bahan kering ransum KCBK, kecernaan neural deterjen fiber KCNDF dan pertambahan berat badan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Ransum
Konsumsi merupakan tolok ukur penilaian palatabilitas suatu bahan pakan, apakah bahan pakan tersebut cukup palatabel atau tidak akan terlihat dari tingkat konsumsi suatu bahan pakan.
Tingkat konsumsi bahan pakan pada penelitian dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini: Tabel. 2. Rata-rata konsumsi bahan kering selama penelitian gramekorhari
Perlakuan Konsumsi bahan kering grekorhari
Hijauan Konsentrat
Ransum Rasio
Hijauan : Konsentrat A
204,49
c
101,72
b
306,21
c
66,78 : 33,22 B
173,91
b
78,89
a
252,80
a
68,79 : 31,21 C
167,88
b
126,19
c
294,08
bc
57,09 : 42,91 D
145,88
a
131,51
c
277,39
ab
52,59 : 47,41 Sumber: Data Primer 2015
Berdasarkan hasil analisa sidik ragam berpengaruh nyata P0,05 tehadap konsumsi BK hijauan. Uji lanjut DMRT memperlihatkan konsumsi BK hijauan pada perlakuan D nyata lebih rendah
dari tiga pelakuan lainnya. Sementara pada perlakuan B dan C memiliki tingkat konsumsi Bk hijauan yang sama pada kedua perlakuan ini dan lebih rendah dari perlakuan A konsumsi BK hijauan tanpa
Limbah sayuran fermentasi LSF.
Pengaruh perlakuan pada penelitian ini memperlihatkan bahwa semakin tinggi level penggunaan LSF semakin rendah konsumsi BK hijauan. Hal ini menggambarkan bahwa LSF kurang
disukai ternak dan rendah palatabilitasnya. Rendahnya tingkat konsumsi BK hijauan pada ransum perlakuan D kemungkinan disebabkan
belum terbiasanya ternak dengan kondisi pakan baru. LSF adalah pakan baru yang belum terbiasa dikonsumsi oleh ternak dan membutuhkan masa adaptasi yang lebih panjang. Jumlah limbah sayuran
fermentasi pada perlakuan D lebih mendominasi dibandingkan jumlah rumput alam sehingga menyebabkan turunnya palatabilitas. Faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan adalah palatabilitas,
jumlah makanan yang tersedia, dan kualitas atau komposisi kimia bahan makanan Katongole, C.B., Sabiiti, E.N., et al. 2009.
Faktor kesehatan merupakan hal lain yang menyebabkan rendahnya konsumsi BK hijauan. Pada penelitian hampir 40 ternak percobaan menderita sakit mata pada minggu 2-3 masa perlakuan.
Hal ini berdampak negatif terhadap tingkat konsumsi ransum. Secara umum ternak ruminansia yang normal tidak dalam keadaan sakit atau sedang berproduksi, mengkonsumsi pakan dalam jumlah yang
sesuai dengan kebutuhannya untuk mencukupi hidup pokok. Hal ini sejalan dengan pendapat Dietz, T.H., Scott, C.B., Campbellet al., 2010 yang menyatakan bahwa konsumsi setiap ekor ternak
berbeda-beda, dipengaruhi oleh berbagai faktor kompleks yang terdiri dari ternak, pakan yang diberikan dan lingkungan tempat ternak tersebut dipelihara.
Tidak terjadinya perbedaan konsumsi yang nyata pada perlakuan B dan C menunjukkan bahwa limbah fermentasi dapat disubstitusikan 33,33-50 dalam ransum untuk menggantikan
rumput alam sebagai pakan alami ternak, ini menandakan bahwa limbah fermentasi memiliki potensi sebagai pakan alternatif pengganti rumput alam sampai dengan 50. Hal ini juga diperkuat dengan
hasil uji kecernaan bahan kering secara in-vitro bahwa semakin tinggi jumlah limbah sayuran fermentasi yang diberikan maka semakin tinggi tingkat kecernaan bahan kering.
Hasil sidik ragam menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap konsumsi BK konsentrat dan menghasilkan pengaruh yang tidak berbeda nyata untuk tingkat konsumsi kosentrat
pada perlakuan C dan D, dari hasil Uji lanjut DMRT menunjukkan konsumsi BK konsetrat pada