Kapasitas Kelompok dalam Menjalin Kerjasama Pemasaran Pupuk Organik dengan Pihak

246 Diagram keterkaitan kerjasama pemasaran POP Kelompok Andini Mulyo dengan Gapoktan se Kecamatan Kalasan Memperhatikan diagram tersebut, pada uraian tersebut dapat disimpulkan, bahwa sebagai unit produksi, kelompok Andini Mulyo mampu memperkuat, memperlancar dan sekaligus mendorong pengembangan produksi yang dikelola secara bersama.Hal ini selaras dengan pedoman kelompoktani sebagai unit produksi Kementerian Pertanian, 2012 dan diperkuat oleh Syahyuti 2007, bahwa pembentukan dan pengembangan kelompoktani di setiap desa harus menggunakan prinsip kemandirian lokal yang dicapai melalui prinsip pemberdayaan. Pendekatan yang top-down planning menyebabkan partisipasi kelompoktani tidak tumbuh KESIMPULAN Pemberdayaan kelompok peternak melalui pembuatan POP atau pupuk organic padat, dapat dilihat dari aspek ekonomi dan aspek social. Secara ekonomi, kelompok mampu menghemat input tenaga kerja sehingga penerimaan petani atas hasil penjualan POP. Secara social, kelompok mampu menjalin kerjasama pemasaran dengan pihak lain terutama kelompok peternak yang tergabung dalam Gapoktan se Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman. Agar POP dapat diproduksi secara rutin, kelompok Andini Mulyo dapat mengembangkan kerjasama dalam Penyediaan bahan baku yakni limbah kandang dari kelompok-kelompok yang ada disekitarnya. DAFTAR PUSTAKA Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, Kabupaten Sleman. 2015. Laporan Akhir Tahun 2015. Sleman.D.I.Yogyakarta. Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2016.PedomanPelaksanaan KoordinasiPembinaan Investasi dan Pengembangan UsahaPeternakan. Jakarta. Kementerian Pertanian. 2012. Kelompoktani sebagai Unit Produksi. Materi Penyuluhan Pertanian: Penguatan Kelembagaan Petani. Lestari,S.B., Wiendarti I.W., Ari Widyastuti, Endang W.W., Erna Winarti, Gunawan, Tri Martini. 2015. Pendampingan Pengembangan Kawasan Peternakan Sapi Potong di D.I.Yogyakarta. Laporan Akhir Tahun 2015. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. Murwati dan Supriyadi.2015. Petunjuk Teknis Pembuatan Pupuk Organik Padat Hemat Tenaga. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. Nadrayunia. 2012.. Pemberdayaan Masyarakat Petani dalam Meningkatkan Hasil Panen melalui Program Gapoktan di Kecamatan Moyudan. Nadrayunia.blogspot.co.id201206. Prihandini P.W, Purwanto T, 2007. Pembuatan Kompos Berbahan Kotoran Sapi. Loka Penelitian Sapi Potong Grati. Jawa Timur. Syahyuti. 2007. Strategi Pengembangan Kelompoktani dalam Mendukung Pembangunan Kawasan Sayuran. Agribisnis Sayuran Organik. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. GAPOKTAN PURWOMARTANI KELOMPOK ANDINI MULYO GAPOKTAN SELOMARTANI GAPOKTAN TAMANMARTANI GAPOKTAN TRITOMARTANI 247 PENGARUH FERMENTASI PAKAN BERBASIS HIJAUAN DAN JERAMI TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN SAPI DAN EFISIENSI EKONOMI EFFECT OF FERMENTED FEED BASED FORAGE-FOODER AND AGRICULTURAL BY PRODUC FOR AVERAGE DAILY WEIGHT GAIN OF CATTLE AND ECONOMIC EFFICIENCY Aulia Evi Susanti dan Agung Prabowo Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Selatan Jl. Kol. H. Barlian Km 6 No. 83 Palembang, Sumatera Selatan Telp. 0711-410155HP: 081315265391, e-mail: auliaviatmajagmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh komposisi hijauan dan jerami terhadap pertambahan bobot badan sapi dan efisiensi ekonomi ransum. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Agustus 2016 di Desa Bumi Kencana, Kec. Sungai Lilin, Kab. Musi Banyuasin. Ternak yang digunakan adalah sapi Bali jantan berjumlah 12 ekor dengan kisaranbobot badan 150-200 kg dan berumur sekitar 1-2 tahun. Penelitian ini menggunakan tiga perlakuan, yaitu: 1. ransum yang terdiri dari 3 kg dedak + 13 kg jerami padi + 0,02 kg mineral, 2. ransum yang terdiri dari 3 kg dedak + 6,5 kg rumput + 6,5 kg jerami padi+ 0,02 kg mineral, dan 3. ransum yang terdiri dari 3 kg dedak + 13 kg rumput+ 0,02 kg mineral. Semua ransum perlakuan difermentasi terlebih dahulu selama 21 hari. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok RAK dengan tiga perlakuan, dimana masing-masing perlakuan terdiri atas 4 ulangan. Analisis statistik penelitian ini menggunakan analisis of varians ANOVA dengan tingkat kepercayaan 95 untuk mengetahui pengaruh pakan perlakuan. Apabila ada perbedaan yang nyata diantara perlakuandilanjutkan dengan uji Duncan. Efisiensi usaha tani diperoleh dengan menghitung RC ratio nya. Hasil analisa proksimat pada persentase protein kasar PK masing-masing ransum menunjukkan bahwa pada P1 7,19; P2 7,39 dan P3 7,95, perhitungan pertambahan bobot badan harian perlakuan P1 0, 33 kghari, P2 0, 47 kghari, P3 0,55 kghari tidak berbeda nyata P 0,05. Sementara itu analisa efisiensi ekonomi perlakuan P2 RC ratio 1,34 lebih menguntungkan dibandingkan perlakuan P1 RC ratio 1,27 dan P3 RC ratio 1,32. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa perlakuan P2 memberikan keuntungan tertinggi. Kata kunci: Pakan fermentasi, bobot badan sapi, efisiensi ekonomi ABSTRACT This study aims to determine the effect of fermented forage-fooder and agricultural by-product in increasing body weight gain of cattle and economic efficiency ration. The research was conducted from March to August 2016 in the village of Bumi Kencana, district. Sungai Lilin, Kab. Banyuasin. Animals used are male Bali cattle amounted to 12with a weight range of 150-200 kg and approximately 1-2 years old. This study uses three treatments, namely: 1. Feed consisting of bran 3 kg + 13 kg of rice straw + 0.02 kg of minerals, 2. Feed consisting of 3 kg bran + 6.5 kg of rice straw + 6.5 kg of grass+ 0.02 kgminerals, and 3. Feed consisting of bran 3 kg + 13 kg of grass + 0.02 kg mineral. All fermented feed prior treatment for 21 days. This study was conducted using a randomized block design RAK with three treatments, with each treatment consisted of four replicates. Statistical analysis of this study using analysis of variance ANOVA with a confidence level of 95 to determine the effect of treatment of feed. If there is a significant difference between the treatment continued with Duncan test. Farm efficiency is obtained by calculating the R C ratio her. Proximate analysis results on the percentage of crude protein CP each ration shows that the P1 of 7.19; P2 and P3 7.39 to 7.95, the calculation of body weight daily treatment P1 0, 33 kg day, P2 0, 47 kg day, P3 0.55 kg day were not significantly different P0.05. While the analysis of the economic efficiency of treatment P2 R C ratio of 1.34 is more beneficial than treatment P1 R C ratio of 1.27 and P3 R C ratio of 1.32. Based on these results it can be concluded that the treatment P2 provides the highest profit. Key Words: Fermented feed, daily weight gain, economic efficiency 248 PENDAHULUAN Pakan memegang peranan yang cukup penting dalam kehidupan ternak, pakan berguna untuk pertumbuhan bagi ternak muda, untuk mempertahankan hidup dan menyediakan tenaga serta untuk memelihara daya tahan tubuh dan kesehatan Lubis, 1992. Pakan yang baik mengandung zat gizi yang diperlukan ternak dalam jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan. Biaya pakan merupakan biaya produksi terbesar 70-80 dari keseluruhan biaya yang harus dikeluarkan dalam pemeliharaan sapi. Selain harus berkualitas, pakan juga harus ekonomis supaya dapat memberikan keuntungan bagi peternak Umiyasih dan Yeni, 2007. Limbah pertanian memiliki potensi yang cukup besar sebagai sumber pakan ternak sapi. Limbah yang memiliki nilai nutrisi relatif tinggi digunakan sebagai pakan sumber energi atau protein, sedangkan limbah pertanian yang memiliki nilai nutrisi relatif rendah digolongkan sebagai pakan sumber serat Mariyono dan Romjali, 2007. Jerami padi merupakan limbah pertanian yang paling potensial dan terdapat hampir diseluruh daerah di Indonesia dengan produksi sekitar 52 juta ton bahan kering per tahun. Kalau diasumsikan 1 Unit ternak sama dengan seekor sapi dengan bobot badan 325 kg dan konsumsi bahan kering 2 bobot badan dan pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ternak 50; maka lebih kurang 10 juta unit ternak masih dapat ditampung Mariyono dan E. Romjali, 2007. Menurut Haryanto et al. 2002, setiap hektar sawah menghasilkan jerami segar 12-15 thamusim,dan setelah itu melalui proses fermentasi menghasilkan 5-8 tha, yang dapat digunakan untuk pakan 2-3 ekor sapitahun. Hasil Pengkajian di Kabupaten Garut menunjukkan bahwa dari satu hektar sawah dapat menghasilkan jerami padi setelah difermentasi sebanyak 2,5-3,5 tonha. Bila satu ekor sapi setiap harinya meng-konsumsi jerami fermentasi 4 - 5 kghari, maka satu hektar tanaman padi dapat menghidupi 2-3 ekor sapi selama 6 bulan. Jika 50 dari seluruh lahan sawah irigasi yang ditanami padi di Jawa Barat jeraminya dijadikan pakan ternak 400.000 ha maka dalam 6 bulan satu musim dapat dipelihara 800.000 ekor sapi Suriapermana et al ., 2000. Untuk meningkatkan nilai gizi dan daya cerna jerami padi perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Salah satu cara dalam mengolah jerami padi agar mempunyai kandungan gizi yang tinggi dengan perlakuan fermentasi. Fermentasi merupakan salah satu teknologi pengolahan bahan makanan secara biologis yang melibatkan aktivitas mikroorganisme guna memperbaiki gizi bahan berkualitas rendah. Biasanya bahan produk fermentasi tahan disimpan lama. Fermentasi dapat meningkatkan kualitas nutrisi bahan pakan, karena pada proses fermentasi terjadi perubahan kimiawi senyawa-senyawa organik karbohidrat, lemak, protein, serat kasar dan bahan organik lain baik dalam keadaan aerob maupun anaerob, melalui kerja enzim yang dihasilkan mikroba. Menurut Sukaryana 2011, proses fermentasi dapat meminimalkan pengaruh antinutrisi dan meningkatkan kecernaan bahan pakan dengan kandungan serat kasar tinggi yang ada pada dedak padi. Pengembangan teknologi pakan dari limbah pertanian dan sisa hasil industri pertanian sebagai pakan ternak secara langsung akan memberikan sumbangan nyata terhadap penurunan potensi limbah pertanian yang terbuang dan belum dimanfaatkan serta dapat meningkatkan pertumbuhan ternak. Melalui pengembangan tersebut, maka akan tercipta sentra pertumbuhan peternakan baru di mana komoditi ternak dapat menjadi unggulan solely dan sebaliknya dapat mendorong yang tadinya ternak sebagai sumber penunjang menjadi unsur pokok Luthan, 2009. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh komposisi hijauan dan jerami terhadap pertambahan bobot badan sapi dan efisiensi ekonomi ransum. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Agustus 2016 di Desa Bumi Kencana, Kec. Sungai Lilin, Kab. Musi Banyuasin. Ternak yang digunakan adalah sapi Bali jantan berjumlah 16 ekor dengan kisaran bobot badan 150-200 kg dan berumur sekitar 1-2 tahun. Penelitian ini menggunakan empat perlakuan dimana masing-masing perlakuan difermentasi selama 21 hari, yaitu: 1. Kontrol pakan sesuai dengan kebiasaan peternak, 2. Pakan yang terdiri dari 3 kg dedak + 13 kg jerami padi + 0,02 kg mineral, 3. Pakan yang terdiri dari 3 kg dedak + 6,5 kg rumput + 6,5 kg jerami padi+ 0,02 kg mineral, dan 4. Pakan yang terdiri dari 3 kg dedak + 13 kg rumput+ 0,02 kg mineral. Semua pakan perlakuan difermentasi terlebih dahulu. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok RAK dengan tiga perlakuan, dimana masing-masing perlakuan terdiri atas 4 ulangan. Penimbangan bobot badan dilakukan setiap 2 minggu sekali. Data yang diambil pada sapi perlakuan antara lain bobot badan awal, bobot badan saat penimbangan sehingga dapat dihitung pertambahan bobot badan harian PBBH. PBBH dihitung dengan rumus = W 2 - W 1 t 2 -t 1, dimana W 2 = Bobot badan akhir kg, W 1 = Bobot badan awal kg, t 1 = waktu awal pengamatan hari, t 2 = waktu akhir pengamatan hari, sedangkan data efisiensi ekonomi meliputi 249 harga sapi bakalan, biaya pakan dan harga daging per kg bobot hidup sapi. Analisa yang digunakan untuk mengetahui pengaruh pakan perlakuan menggunakan analisis of varians ANOVA dengan tingkat kepercayaan 95. Apabila ada perbedaan yang nyata diantara perlakuan dilanjutkan dengan uji Duncan. Analisa ekonomi diperoleh dengan menghitung BC ratio nya. HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi dan Kandungan Nutirien Pakan Ransum Penelitian Masing-masing ransum yang telah disusun dengan memperhatikan kebutuhan pokok harian sapi jantan kemudian dianalisa kandungan nutrien nya. Kandungan nutrien pakan masing-masing ransum penelitian dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Kandungan nutrien pakan masing-masing ransum penelitian Pakan Perlakuan Bahan penyusun Kg P1 P2 P3 Jerami padi 13 6,5 Rumput 6,5 13 Dedak 3 3 3 Mineral 0,02 0,02 0,02 Jumlah Kandungan nutrien Abu 8,71 12,39 15,57 Lemak Kasar LK 2,65 2,66 2,98 Serat Kasar SK 32,51 35,67 31,48 BETN 48,94 41,90 42,03 Protein Kasar PK 7,19 7,39 7,95 Sumber : Data primer 2016 Perlakuan fermentasi pada masing-masing ransum dapat meningkatkan nilai gizi dan kecernaan pakan. Menurut Haryanto 2003 dan Mahendri et al. 2005, kandungan PK jerami padi 3,93. Kandungan protein kasar jerami padi yang difermentasi meningkat dari 4,2 menjadi 7,19. Kandungan Protein Kasar PK dari rumput Paspalum adalah 5. Dengan fermentasi kandungan PK nya meningkat menjadi 7,95. Perbedaan yang paling mencolok antara pakan yang terfermentasi dengan yang tidak terfermentasi adalah pada nilai protein kasarnya. Salah satu tujuan dari perlakuan fermentasi pakan adalah untuk meningkatkan kualitas nutrisi dalam protein kasar Suwigyo, dkk. 2016. Pertambahan bobot badan Pada usaha penggemukan sapi potong pertambahan bobot badan merupakan salah satu tujuan penting yang ingin dicapai. Bobot hidup akhir sangat dipengaruhi oleh jenis, jumlah dan mutu pakan yang diberikan. Jumlah dan kualitas pakan yang baik akan membantu ternak untuk tumbuh dan berproduksi. Pengukuran bobot badan berguna untuk penentuan tingkat konsumsi, efisiensi pakan dan harga Parakkasi, 1999. Bobot badan ternak dihitung dalam satuan tertentu baik dengan menggunakan timbangan maupun pengukuran ukuran tubuh tertentu sehingga diperoleh angka koefisien yang pasti. Penimbangan bobot badan sapi dilakukan 2 minggu sekali. Rata-rata pertambahan bobot harian sapi PBBH sapi Bali yang mendapat perlakuan P1,P2 dan P3 adalah 0,33 Kg; 0,47 Kg; 0,55 Kg Tabel 2. Tabel 2. Pertambahan Bobot Badan Harian PBBH sapi perlakuan Perlakuan P1 P2 P3 PBBH Kg 0,33 a 0,47 a 0,55 a Sumber : Data primer 2016 Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata P 0,05. Berdasarkan hasil analisa statistik dari tabel diatas diketahui bahwa ransum yang diberikan tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap pertambahan bobot harian sapi. Akan tetapi, jika dilihat dari pehitungan terlihat bahwa PBBH terbesar adalah pada perlakuan P3. Komposisi ransum pada P3 adalah ransum yang menggunakan rumput. Berdasar kandungan gizinya, ransum P3 memiliki kandungan protein kasar paling tinggi dan serat kasar paling rendah dibandingan perlakuan lain. Kandungan protein erat hubungannya dengan kandungan serat kasar, dimana makin tinggi kandungan protein dari jenis bahan pakan yang sama, makin rendah kandungan serat kasarnya. Bahan yang 250 mengandung protein juga lebih mudah dicerna dibandingkan bahan yang mengandung serat kasar. Jadi bila kandungan protein dari bahah pakan tinggi dan serat kasarnya rendah akan lebih mudah dicerna dibandingkan sebaliknya. Tillman, dkk., 1998.Penelitian penggunaan pakan lokal juga pernah dilakukan oleh Pasambe, dkk 2006, dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan dengan menggunakan materi 18 ekor sapi jantan bakalan milik petani yang dipelihara secara kolektif. Pakan yang diaplikasikan adalah dengan memanfaatkan bahan lokal yaitu rumput lapangan, jerami yang difermentasi dan dedak sesuai dengan fase penggemukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian konsentrat 1 dari bobot badan+rumput lapangan 50+ fermentasi jerami 50 memberikan pertambahan berat badan harian PBBH sebesar 0,387 kgekorhari. Efisisensi Ekonomi Ransum Konsep BCR benefit cost ratio, digunakan untuk mengetahui efisisensi usaha tani. BCR adalah imbangan antara total penghasilan output dengan total biaya input. Nilai BCR 1 menyatakan usaha tersebut menguntungkan. Usaha dikatakan semakin efisien jika BCR semakin besar Karo-karo et al., 1995. Ransum yang diberikan kepada ternak harus diformulasikan dengan baik dan semua bahan pakan yang dipergunakan dalam menyusun ransum harus mendukung produksi yang optimal dan efisien sehingga usaha yang dilakukan dapat menjadi lebih ekonomis. Semua ransum pakan penelitian kemudian dianalisa efisiensi ekonomi ransum untuk mengetahui ransum perlakuan yang paling ekonomis. Hasil analisa efisiensi ekonomi ransum penelitian disajikan pada tabel 3. Tabel 3. Efisiensi ekonomi ransum Biaya 4 ekor sapi selama 90 hari Perlakuan P1 P2 P3 Pengeluaran 39.816.000 39.933.000 40.050.000 Pendapatan 50.490.000 53.625.000 52.745.000 BC 1,27 1,34 1,32 Smber : Data Primer 2016 Perhitungan pengeluaran pada tabel diatas, hanya memperhitungkan biaya pakan serta harga bakalan, sedangkan diasumsikan koefisien pada variabel lainnya adalah sama. Dari hasil perhitungan BC ratio diperoleh bahwa BC ratio terbesar adalah perlakuan P2 1,34 yang artinya dalam satu periode produksi dari setiap modal Rp. 100 yang dikeluarkan akan diperoleh pendapatan sebanyak Rp. 134. . Dalam satu hari, peternak dengan menggunakan perlakuan P1 mengeluarkan biaya pakan Rp. 10.600,-ekorhari ; P2 Rp 10.925,-ekorhari dan P3 Rp 11.250,-ekorhari. Biaya pakan tersebut dikalikan dengan lamanya waktu pemeliharaan sapi. Meskipun dari pertambahan bobot badan harian sapi terbesar adalah perlakuan P3, akan tetapi secara ekonomi ternyata biaya pakan untuk menghasilkan 1 kg daging Pada P3 lebih besar dibandingkan dengan P2. Hal tersebut disebabkan karena harga per kilogram rumput lebih mahal dibandingkan per kilogram jerami padi KESIMPULAN Hasil penelitian terhadap aplikasi tiga ransum pakan fermentasi, diperoleh kesimpulan bahwa perlakuan fermentasi meningkatkan persentase Protein Kasar PK pakan; pertambahan bobot badan harian sapi tidak berbeda nyata pada aplikasi pakan P1,P2 dan P3; dan secara analisa ekonomi pakan P2 lebih menguntungkan dibandingkan dengan perlakuan yang lain. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terimakasih kepada ditujukan kepada anggota kelompok Budidoyo, Desa Bumi Kencana, Kecamatan Sungai Lilin, Kab. MuBa serta Petugas Lapang yang telah membantu terlaksananya penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Haryanto, B. 2003. Jerami padi fermentasi sebagai ransum dasar ternak ruminansia. Warta Litbang Pertanian. 253: 1 –3. Haryanto, B., I. Inounu, I.G.M. Budiarsana, and K. Diwyanto. 2003. Panduan teknis integrasi padi-ternak SIPT. Departemen Pertanian. 251 Karo-karo, Junias and H Knipsheer. 1995. Farmers, Shares, Marketing Margin and Demand for Small Ruminan in North Sumatera, Working Paper No.150 November Lubis, D.A. 1992. Ilmu Makanan Ternak Umum. Penerbit PT. Pembangunan, Jakarta. Luthan, F. 2009. Implementasi Program Intergrasi Sapi dengan Tanaman Padi, Sawit dan Kakao. Makalah disampaikan pada Whorkshop Nasional Dinamika dan Keragaan Sistem Integrasi Ternak-Tanaman: Padi, Sawit, Kakao pada tanggal 10 Agustus di Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor. Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia., Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian. Jakarta. Mahendri, I.G.A.P., B. Haryanto, E. Handiwirawan, A. Priyanti, L. Natalia, Indraningsih dan R.A. Saptati. 2005.Laporan Inovasi Teknologi Pakan Padi Fermentasi dengan Probion untuk Meningkatkan Kinerja Produksi Ternak Ruminansia. Puslitbang Peternakan, 2005. Mariyono dan E. Romjali. 2007. Petunjuk Teknis Teknoligi Inovasi ‘Pakan Murah’ untuk Usaha Pembibitan Sapi Potong. Loka Penelitian Sapi Potong. Puslitbang Peternakan. Badan Litbang Pertanian. Deptan. Parakkasi, A. 1995. Ilmu Makanan Ternak Ruminansia.IPB, Bogor Pasambe, D., Mathius S dan Nurhayu. 2006. Pengaruh Perbaikan Pakan Terhadap Produktivitas Sapi Bali Jantan yang Sedang Digemukkan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbangnak. Bogor Sofyan M. I., 2004, Kinetika Farmasi Sellulosa Murni Oleh Trichoderma reesei Qm 9414 menjadi glukosa dan Penerapannya Pada Jerami Padi Bebas Lignin, Agritech, 244 ;197- 203. Sukaryana Y., U. Atmomarsono, V. D. Yunianto, E. Supriyatna. 2011. Peningkatan nilai kecernaan protein kasar dan lemak kasar produk fermentasi campuran bungkil inti sawit dan dedak padi pada broiler. JITP, 13: 167-172. Suwigyo, B., Agus, R., Umami, N., Suhartanto, B dan Wulandari, C. 2016. Penggunaan Fermentasi Pakan Komplit Berbasis Hijauan Pakan dan Jerami untuk Pakan Ruminansia. Indonesian Journal of Community Engagement Vol 01, No.02, Maret 2016 Tilman, A. D., H. Hartadi., S. Reksohadiprodjo., S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Umiyasih, U dan Y.N. Anggraeny. 2007. Petunjuk Teknis Ransum Seimbang, Strategi Pakan pada Sapi Potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta. 252 ANALISIS POTENSI LAHAN PERTANIAN DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI INDERAJA DAN SIG DI KABUPATEN LOMBOK UTARA, NUSA TENGGARA BARAT THE ANALYSIS OF FARM AGRICULTURE POTENTIAL LAND USING TECHNOLOGY OF REMOTE SENSIN AND GIS IN LOMBOK NORTH DISTRIC OF EAST WEST NUSA Fitria Zulhaedar 1 dan Yulie Oktavia 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP NTB, Jl. Raya Peninjauan Narmada Lombok Barat NTB 2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP Bengkulu, Jl. Irian Km. 6,5 Kelurahan Semarang, Bengkulu ABSTRAK Kabupaten Lombok Utara Merupakan Kabupaten termuda di NTB yang memiliki sumber daya lahan sangat potensial untuk pengembangan pertanian yang merupakan salah satu sektor terpenting di Indonesia karena turut menunjang perkembangan sektor lainnya. Semakin langkanya lahan pertanian yang subur dan potensial serta adanya persaingan antara penggunaan lahan untuk sektor pertanian dan non pertanian, membuat informasi tentang adanya potensi lahan pertanian sangat penting.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi lahan yang potensial untuk komoditas pertanian di Kabupaten Lombok Utara NTB dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh dan SIG.Penelitian dilaksanakan pada tahun 2014. Metode yang digunakan adalah pemetaan dengan tiga tahapan pengerjaan yaitu: analisis landform untuk delinieasi satuan lahan melalui interpretasi foto udara atau citra satelit; identifikasi dan karakterisasi sifat fisik dan morfologi tanah di lapang; dan analisis sifat fisik, kimia, dan mineral contoh tanah dan air yang representative di laboratorium. Delinieasi satuan lahan menghasilkan satuan peta tanah yang kemudian digunakan sebagai acuan dalam interpretasi pengelompokan potensi lahan pertanian.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah Kabupaten Lombok Utara masuk dalam kategori lahan kering.Seluas 11.811 ha potensial untuk lahan pertanian basah yang diarahkan untuk tanaman pangan, 11.801 ha potensial sebagai pertanian lahan kering yang dapat diarahkan untuk tanaman pangan dan hortikultura.Pertanian lahan kering dengan kondisi lereng 8-15 seluas 7.471 ha dan lereng 15-40 seluas 6.189 ha yang masing- masing dapat diarahkan untuk tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan.Teridentifikasi wilayah konservasi yang merupakan lahan sangat basah dan lahan yang memiliki kelerengan sangat terjal 40 sehingga tidak potensial untuk dijadikan sebagai lahan pertanian yaitu masing-masing seluas 672 ha dan 2.699 ha.Pada kawasan hutan seluas 35.744 tidak dilakukan analisis potensi lahan pertanian untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Kata Kunci: potensi, pertanian, lahan kering, kawasan ABSTRACT Agriculture is one of the most important sectors in Indonesia because it contributed to the development of other sectors. North Lombok It is the youngest district in NTB wich has potential land resources for agricultural development. The information about its potential agricultural land is very important due to the scarcity of fertile agricultural land and potential as well as the competition between land use for agricultural and non-agricultural sector. The method used in this study is mapping three stages of processing, namely: landform analysis to identify land units through the interpretation of aerial photographs or satellite images; identification and characterization of physical properties and morphology of the soil in the field and analysis of physical, chemical, and mineral water and soil sample representative at the laboratory. The identification of land units produces soil map units are used as a reference in the interpretation of the potential farmland grouping. The results of this study concluded that most areas of North Lombok regency categorized into dry land. Further, area of 11.811 ha of agricultural land potential for wet directed to crops, 11.801 ha of potential as dryland farming that can be directed to food crops and horticulture. Dryland agriculture with the condition of the slopes 8-15 area of 7.471 ha and 15-40 slope area of 6.189 ha each of which can be directed for food crops, horticulture and gardening. Identified conservation areas that are very wetland and land which has a very steep slope 40. In summary, it is not potential to use as agricultural land, respectively covering 672 ha and 2.699 ha. In the forest area of 35.744 did not do an analysis of potential agricultural lands to maintain the balance of the ecosystem Keywords: potential, agriculture, dry land, region 253 PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia, karena hampir seluruh kegiatan perekonomian Indonesia berpusat pada sektor pertanian Lelono 2016. Sumber daya lahan pertanian merupakan faktor utama dalam pencapaian produksi pertanian yang produktif, efisien, dan menguntungkan, yang meliputi seluruh faktor-faktor penyusunannya yaitu tanah, karakteristik agroekologi, sumber air, tipe iklim, bahan induk tanah, biota, prasarana pendukungnya, status peruntukan, dan hubungannya dengan manusia Sumarno, 2012. Lebih detil dijelaskan oleh Moniaga 2011 bahwa daya dukung lahan pertanian dalam memenuhi kebutuhan manusia sangat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu luas panen dan produktivitas pertanian. Dengan demikian secara tidak langsung lahan pertanian memegang peranan penting dalam pencapaian kebutuhan masyarakat Indonesia pada umumnya. Sumarlin et. al 2008 mengatakan bahwa semakin tinggi ketergantungan konsumsi masyarakat terhadap beras maka semakin tinggi pula kebutuhan lahan pertanian. Identifikasi lahan untuk pertanian merupakan upaya penting dalam mensukseskan pembangunan pertanian jangka panjang. Penggunaan lahan untuk pertanian tanpa mengidentifikasi kesesuaian lahan tersebut dapat mempengaruhi nilai produksi komoditas yang diusahakan, juga mempengaruhi kemampuan lahan dimasa mendatang. Badan Perencana Pembangunan Nasional BAPPENAS dalam laporan akhir kajian evaluasi revitalisasi pertanian dalam rangka peningkatan kesejahteraan petani 2010 menjelaskan bahwa salah satu kendala dalam pengembangan pertanian adalah degradasai sumber daya alam dan lingkungan hidup. Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan yang tidak berwawasan lingkungan oleh manusia adalah salah satu faktor terjadinya degradasi tersebut. Disisi lain potensi lahan pertanian di Indonesia terbilang cukup besar Mulyani dan Agus 2006 Penginderaan jauh merupakan suatu ilmu atau teknologi untuk memperoleh informasi atau fenomena alam melalui analisis suatu data yang diperoleh dari hasil rekaman obyek, daerah atau fenomena yang dikaji. Perekaman atau pengumpulan data penginderaan jauh inderaja dilakukan dengan menggunakan alat pengindera sensor yang dipasang pada pesawat terbang atau satelit Lillesand dan Keifer 1994. Aplikasi teknologi inderaja telah banyak memberikan informasi tentang sumberdaya lahan, diantaranya untuk analisis daya dukung lahan sektor pertanian Ernamaiyanti et. al. 2016, mendukung mitigasi dampak perubahan iklim di sektor pertanian Nugroho dan Wahyunto 2015, mengidentifikasi potensi kekeringan Raharjo 2010, mengevaluasi potensi degradasi lahan Sartohadi dan Putri 2008, pemetaan potensi konversi lahan sawah Barus, et. al. 2012, pendugaan produktivitas tanaman padi sawah Wahyunto, Widagdo dan Heryanto 2006, inventarisasi daerah rawan bencana longsor Arifin et. al. 2006, identifikasi pengunaan lahan Saripin 2003dan pemantauan tanaman dan lahan pertanian Shofiyant 2011. Data-data tersebut berasal dari rekaman sensor yang memiliki karakteristik berbeda-beda pada masing-masing tingkat ketinggian yang akhirnya menentukan perbedaan dari data penginderaan jauh yang dihasilkan Richards and Jia 2006. Teknologi penginderaan jauh sangat sesuai untuk pemetaan tanah dan evaluasi lahan, terutama di wilayah Kawasan Timur Indonesia KTI karena pada wilayah tersebut kendala kondisi wilayah yang sebagian besar masih berupa hutan dan keterbatasan infrastruktur dapat didelinieasi Djaenudin 2008. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi lahan yang potensial untuk komoditas pertanian di Kabupaten Lombok Utara NTB dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh dan SIG. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di daerah Kabupaten Lombok Utara KLU yang merupakan kabupaten termuda di NTB. Pelaksanaan penelitian berlangsung pada tahun 2014. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah peta citra lansat 1000, peta rupabumi digital sala 1:25.000 yang diperoleh dari Badan Informasi Geografik BIG, peta penggunaan lahan land use yang diperoleh dari Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian BBSDLP Badan Litbang Pertanian. Alat-alat yang digunakan adalah software saga gis sebagai alat untuk menganalisis data citra dalam hal ini untuk menurunkan parameter lahan berdasarkan lereng; arcgis sebagai alat untuk digitasi on schreen, editing, dan layout peta; global mapper sebagai alat untuk registrasi dan proyeksi; google earth digunakan untuk visualisasi data geografis sehingga data yang dihasilkan lebih representatif; dan perlengkapan survey untuk pengambilan sampel tanah dan deskripsi morfologi. Peta rupabumi digital skala 1:25.000 dari Bakosurtanal meliputi garis pantai, hidrologi, jalan, pemukiman, batas desa, batas kecamatan, dan annotasi. Pembuatan peta kerja dilakukan pada skala 254 1:50.000 sehingga pada proses overlay-nya dilakukan digitasi untuk memperoleh batasan-batasan polygon dari peta hasil analisis terrain citra landsatfoto udara. Metode yang digunakan adalah pemetaan dengan tiga tahapan pengerjaan yaitu: analisis landform untuk delinieasi satuan lahan melalui interpretasi foto udara atau citra satelit melalui pendekatan desk study; identifikasi dan karakterisasi sifat fisik dan morfologi tanah di lapang; dan analisis sifat fisik, kimia, dan mineral contoh tanah dan air yang representative di laboratorium. Delinieasi satuan lahan menghasilkan satuan peta tanah yang kemudian digunakan sebagai acuan dalam interpretasi pengelompokan potensi lahan pertanian. Disamping menggunakan data spasial, dalam proses penelitian ini juga menggunakan data- data pendukung dari Badan Pusat Statistik BPS KLU dan Provinsi NTB. Salah satu keuntungan penggunaan teknologi penginderaan jauh inderaja adalah menghemat waktu pelaksanaan penelitian terutama alokasi waktu untuk melakukan survey awal, tergantung kepada resolusi dan jenis alat yang digunakan sehingga dapat diperoleh hasil yang lebih baik Goldberg, Perry, dan Anderson. HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem proyeksi yang digunakan adalah Universal Transverse Mercator UTM zone 50s dan datum yang digunakan adalah WGS 1984. Digitasi peta satuan lahan menghasilkan empat puluh satu satuan lahan dengan karakteristik landform, bahan induk, jenis tanah, dan topografi yang beragam. Landform Landform teridentifikasi di lokasi penelitian terdiri dari 14 bentuk yaitu aliran lahar seluas 3.317 ha atau 4,15 dari total luas wilayah KLU, dataran pantai seluas 1.386 ha 1,73, dataran alluvial 2.135 ha 2,67, dataran antar perbukitan 210 ha 0,26, dataran volkan 7.554 ha 9.45, dataran volkan tua 11.050 ha 13,82, dinding kaldera 785 ha 0,98, jalur aliran 369 ha 0,46, kipas alluvial 642 ha 0,8, lereng volkan atas 9.554 ha 11,95, lereng volkan bawah 14.238 ha 17,81, lereng volkan tengah 10.256 ha 12,83, pegunungan volkan tua 88.063 ha 10,09, dan perbukitan volkan tua seluas 9.845 ha atau 12,32 dari total luas wilayah KLU. Terlihat bahwa sebagian besar wilayah KLU masuk kedalam landform torehan pegunungan dengan bentukan wilayah yang rata-rata curam, berbukit, hingga bergunung. Posisi wilayah KLU yang berada persis di lereng gunung Rinjani bagian utara, sehingga bentuk wilayah yang ada di sebagian besar wilayah bagian selatan bergunung yang tergambar dengan warna merah gambar 1. Daerah bertopografi datar yang tergambar dengan warna hijau pada peta topografi tersebar di daerah pesisir pantai Kecamatan Pemenang, Tanjung dan Gangga, sebagian kecil berada di dataran rendah Kecamatan Bayan. Hal ini menjadi salah satu unsur penilaian kesesuaian lahan untuk komoditas pertanian, persyaratan penggunaan lahan dan persyaratan konservasi lahan untuk mencapai pertanian berkelanjutan. Arahan komoditas pertanian pada masing-masing tipologi lahan seyogyanya memperhatikan syarat tumbuh dari masing-masing komoditas yang dinilai, sebagaimana tercantum dalam Permentan No.79 tahun 2013. 255 Gambar 1. Peta bentuk wilayah Kabupaten Lombok Utara Provinsi Nusa Tenggara Barat Batuan Induk Jenis batuan induk merupakan faktor penting lainnya yang diidentifikasi sebagai dasar dalam karakterisasi jenis tanah selain relipef atau topografi, faktor iklim dan waktu. Jenis batuan induk yang ada sangat besar pengaruhnya terhadap tekstur dan kondisi pH tanah. Hasil identifikasi batuan induk di lokasi penelitian menggambarkan keragaman bahan induk yang terdiri dari 10 jenis gambar 2. Dapat dilihat bahwa jenis bahan induk di lokasi penelitian didominasi oleh breksi lava dengan luas 23.794 ha dan batuapung seluas 18.403 ha yang terdiri dari formasi batuapung; batuapung dan tufa; lava dan batuapung. Fraksi tanah yang terbentuk dari batuapung cenderung memiliki tingkat kesuburan yang relatif rendah baik dari sifat fisik maupun kimia tanah. Gambar 2. Peta Geologi di Kabupaten Lombok Utara Provinsi NTB 256 Topografi Topografi sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi karakteristik tanah yang merupakan media tumbuhnya tanaman, merupakan salah satu unsur yang dinilai dalam menganalisis potensi lahan pertanian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah KLU memiliki topografi 40 yaitu seluas 24.618 ha atau 31 dari total luas wilayah Kabupaten Lombok Utara, sesuai dengan hasil analisis bentuk wilayah KLU yang sebagian besar berbukit dan bergunung. Wilayah yang sesuai untuk pengembangan komoditas pertanian juga terbilang cukup luas yaitu 55 dari total luas wilayah KLU jika mengacu pada Keppres No 32 1990. Namun potensi lahan yang ada akan menjadi aktual jika pemanfaatannya dibarengi dengan upaya perbaikan seperti pembuatan teras, penanaman sejajar kontur, dan penanaman tanaman penutup tanah cover crop sehingga laju erosi dapat ditekan. Laju erosi yang dipengauhi oleh tingkat kemiringan lahan akan berdampak pada persentase kehilangan lapisan tanah di permukaan, sehingga membatasi keberagaman komoditas yang dapat dibudidayakan pada lahan tersebut. Makin ringan tingkat bahaya erosi yang dapat ditekan maka makin kecil pula jumlah tanah permukaan yang hilang. Luas lahan aktual dan potensial di lokasi penelitian Penggunaan lahan aktual untuk sawah di KLU selama lima tahun terakhir terlihat mengalami peningkatan terutama pada tahun 2013 karena adanya program pencetakan sawah baru tabel 1. Begitupula dengan pemanfaatan lahan tegalan atau kebun mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada tahun 2012. Adanya perluasan ini karena semakin meningkatnya aktivitas perambahan lahan untuk aktifitas budidaya tanaman hortikultura dan beberapa komoditas perkebunan sebagai dampak dari perluasan areal pemukiman secara sporadis oleh masyarakat setempat. Pemanfaatan lahan untuk areal perkebunan terutama perkebunan monokultur mengalami penurunan dimulai sejak tahun 2012, salah satunya karena alih fungsi lahan. Sedangkan luas lahan kering mengalami penurunan sejak tahun 2013 karena faktor campur tangan manusia dalam upaya pengelolaan lahan. Padang rumput di KLU cukup luas dan cenderung tidak berubah sepanjang tahun karena karakteristik lahannya yang kurang subur sehingga sulit untuk dimanfaatkan, disamping karena status kepemilikan dari lahan tersebut. Tabel 1. Luas lahan aktual pada pemanfaatan pertanian dan perkebunan di Kabupaten Lombok Utara Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun Lahan kering ha Perkebunan ha Ladang Huma, Padang Rumput ha Tegalan Kebun Sawah ha 2010 71,132 15,165 4,125 16,720 8,279 2011 72,487 15,165 4,105 16,720 8,304 2012 73,068 13,113 5,530 19,879 8,210 2013 68,546 13,113 4,105 19,879 8,584 2014 68,590 13,117 4,105 19,919 8,584 Sumber: BPS Kabupaten Lombok Utara 2015 Laju produksi beberapa komoditas pertanian selama lima tahun terakhir di Kabupaten Lombok Utara mengalami pola yang beragam gambar 3. Namun secara keseluruhan hampir semua komoditas mengalami peningkatan seiring bertambahnya waktu meskipun nilai koefisien determinasinya R 2 terbilang cukup kecil. Hal ini menandakan bahwa produktivitas komodias pertanian di lokasi penelitian dipengaruhi oleh faktor intensifikasi pertanian. Senada dengan pernyataan Maulana 2004 bahwa pola produktivitas padi sawah tidak dipengaruhi oleh fluktuasi luas lahan, namun salah satunya adalah karena menurunnya kualitas lahan sawah dan mutu usahatani. Diharapkan penggunaan lahan untuk komoditas pertanian kedepan disesuaikan dengan kualitas dan kesesuaian lahan sehingga produksi dan produktifitas komoditas pertanian yang dihasilkan lebih optimal. 257 Gambar 3. Laju produksi beberapa komoditas pertanian selama lima tahun terakhir di Kabupaten Lombok Utara Provinsi Nusa Tenggara Barat Hasil analisis spatial menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah Kabupaten Lombok Utara tergolong lahan kering. Luas lahan yang potensial untuk pengembangan pertanian lahan basah adalah 11.811 ha. Komoditas yang dapat diusahakan pada tipologi lahan ini adalah tanaman pangan semusim karena syarat tumbuhnya cenderung tersedia terutama dari segi ketersediaan air, media perakaran, dan kondisi iklim mikro. Beberapa tanaman yang sesuai untuk tipologi lahan ini adalah padi sawah, jagung, kedelai, kacang tanah, cabai, ubi kayu, dan ubi jalar. Kelembaban optimum yang dibutuhkan oleh komoditas tersebut berada pada kisaran 30 hingga 80. Kebutuhan air yang cenderung tinggi tidak menjadi masalah karena ketersediaan air pada tipologi lahan ini dapat selalu tersedia melalui jaringan irigasi aktual maupun potensial melalui pengelolaan lahan jika dilakukan pembukaan lahan baru. Persyaratan media perakaran baik solum tanah, tekstur dan persentase bahan kasar cenderung terpenuhi karena tipologi lahan ini memiliki kelerengan 0-3 sehingga kondisi tanah yang terbentuk lebih intensif. Dengan demikian ketersediaan unsur hara, retensi hara, dan bahaya erosi cenderung lebih optimum menunjang pertumbuhan beberapa komoditas tanaman pangan semusim tersebut diatas. Tidak jauh berbeda dengan pertanian lahan basah, potensi lahan yang potensial untuk pertanian lahan kering adalah 11.801 ha. Komoditas yang dapat diusahakan pada tipologi lahan ini diantaranya kacang tanah, kedelai, jagung, ubi jalar, ubi kayu, cabai, pisang dan tanaman hortikultura lainnya. Dari segi jenis tanah tipologi lahan ini tidak jauh berbeda dengan lahan yang potensial untuk pertanian lahan basah, yang membedakan adalah tipe drainase dimana pada lahan yang sesuai untuk pertanian lahan kering cenderung lebih cepat dan tidak terhambat, sehingga ketersediaan oksigen di daerah perakaran lebih maksimal. Tabel 2. Hasil analisis potensi lahan pertanian di Kabupaten Lombok Utara, NTB Sistem Pertanian Luas ha Keterangan Pertanian Lahan Basah, Tanaman Pangan 11,811 Semusim lahan basah Pertanian Lahan Kering, Tanaman Pangan, dan Hortikultura 11,801 Semusim lahan kering Pertanian Lahan Kering, Tanaman Pangan, Perkebunan, dan Hortikultura 7,471 Lereng 8-25 Pertanian Lahan Kering, Tanaman Pangan, Perkebunan, dan Hortikultura 6,189 Lereng 15-40 Hutan Lahan Basah 672 Wilayah konservasi Hutan lahan kering 2,699 Wilayah konservasi Kawasan Hutan 35,744 Hutan Produksi 4,967 Hutan Produksi Terbatas 6,830 Hutan Lindung 13,753 y = 4618,6x - 9E+06 R² = 0,6571 y = -237,67x + 486688 R² = 0,0431 y = 3627,6x - 7E+06 R² = 0,4747 y = 1162,8x - 2E+06 R² = 0,6251 y = 1619,9x - 3E+06 R² = 0,0792 y = 60,429x - 121269 R² = 0,1267 - 100 200 300 400 500 600 700 800 - 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 70.000 80.000 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 P rod . Cabai t Pr o d u ksi t Tahun Padi sawah Padi ladang Jagung Kacang tanah Ubi kayu 258 Tawan Nasional 9,458 Taman Wisata Alam 22 Taman Wisata Alam Laut 714 Pemukiman 3,558 Sumber: Data primer diolah 2014 Potensi lahan kering lainnya teridentifikasi seluas 7.471 ha dengan kelerengan 8-25. Beberapa komoditas yang dapat diupayakan pada tipologi lahan ini adalah ubi jalar, pisang, durian, kakao, kelapa, kopi robusta, cengkeh, dan tanaman perkebunan lainnya. Sangat tidak dianjurkan untuk tanaman semusim tanpa adanya kombinasi dengan tanaman tahunan untuk menekan laju erosi. KESIMPULAN Hasil analisis spasial terhadap data penginderaan jauh dengan menggunakan aplikasi system informasi geospasial menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah Kabupaten Lombok Utara masuk dalam kategori lahan kering. Seluas 11.811 ha potensial untuk lahan pertanian basah yang diarahkan untuk tanaman pangan, 11.801 ha potensial sebagai pertanian lahan kering yang dapat diarahkan untuk tanaman pangan dan hortikultura. Pertanian lahan kering dengan kondisi lereng 8-15 seluas 7.471 ha dan lereng 15-40 seluas 6.189 ha yang masing-masing dapat diarahkan untuk tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan. Teridentifikasi wilayah konservasi yang merupakan lahan sangat basah dan lahan yang memiliki kelerengan sangat terjal 40 sehingga tidak potensial untuk dijadikan sebagai lahan pertanian yaitu masing-masing seluas 672 ha dan 2.699 ha. Pada kawasan hutan seluas 35.744 tidak dilakukan analisis potensi lahan pertanian untuk menjaga keseimbangan ekosistem. UCAPAN TERIMA KASIH Bapak Dr. Moh.Nazam atas bimbingan dan arahannya sehingga hasil karya tulis ini dapat diselesaikan dengan optimal. DAFTAR PUSTAKA Arifin, S., Ita Carolila dan Winarso. 2006. Implementasi penginderaan jauh dan SIG untuk inventarisasi daerah rawan bencana longsor Propinsi Lampung. Jurnal Penginderaan Jauh 3 1: 77-86. BAPPENAS.2010. Laporan akhir kajian evaluasi revitalisasi pertanian dalam rangka peningkatan kesejahteraan petani. Direktorat Evaluasi Kinerja Pembangunan Soktoral Kementerian PPNBappenas: 69-82. Barus, B., D. R. Panuju, L.S. Iman, B. H. Trisasongko. 2012. Pemetaan potensi konversi lahan sawah dalam kaitan lahan pertanian berkelanjutan dengan analisis spasial. Dalam Prosiding Seminar dan Kongres HITI X yang diselenggarakan pada tanggal 6-8 Desember 2011 di Solo: 554-561. Djaenudin, D. 2008. Perkembangan penelitian sumber daya lahan dan kontribusinya untuk mengatasi kebutuhan lahan pertanian di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 27 4: 137-145. Ermaiyant, Nur Irfan Asyari dan Tiar Pandapotan Purba. 2016. Analisis daya dukung lahan sektor pertanian berbasis spasial di Nagari Taram Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Gontor Agrotech Science Journal 2 2: 21-36. Goldberg, J., J. Perry, And J. Anderson. 1999. Remote Sensing of Natural Areas: Procedures and Considerations for Assesing Vegetation Composition Change, Land Development, and Erosion. Technical Report of Wetland Program School of Marine Science Virginia Institute of Marine Science Collage of William and Mary Gloucestar Point, Virginia: 4 p. Lelono, G. I. 2016. Pembangunan sektor pertanian dapat meningkatkan ketahanan pangan Nasional. Artikel Ilmiah kategori Hukum Tata NegaraHukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum Universitas Pattimura. http:fhukum.unpatti.ac.idhtn-han169-pembangunan- sektor-pertanian-dapat-meningkatkan-ketahahan-pangan-nasional . [Diunduh Tgl 23 September 2016]. 259 Lillesand, T.M., dan R.W. Kiefer. 1994. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Alih Bahasa: Dulbahri. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Maulana, Mohamad. 2004. Peranan luas lahan, intensitas pertanaman dan produktivitas sebagai sumber pertumbuhan padi sawah di Indonesia 1980-2001. Jurnal Agro Ekonomi 22 1: 74-95. Moniaga, Vicky R. B. 2011. Analisis Daya Sukung Lahan Pertanian. ASE 7 2: 61-68. Mulyani, A., dan F. Agus. 2006. Potensi lahan mendukung revitalisasi pertanian. Dalam Prosiding Seminar Multifungsi dan Revitalisasi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pertanian: 279-295. Nugroho, K. dan Wahyunto. 2015. Penggunaan citra penginderaan jauh untuk mendukung mitigasi dampak perubahan iklim di sektor pertanian. Jurnal Sumberdaya Lahan 9 1: 1-14. Raharjo, Puguh Dwi. 2010. Teknik penginderaaj jauh dan sistem informasi geografis untuk identifikasi potensi kekeringan. Makara, Teknologi 14 2: 97-105. Richards, J. A., and X. Jia. 2006. Remote sensing digital image analysis-4 th Ed. Springer ISBN 978- 3540251286. Saripin, I. 2003. Identifikasi penggunaan lahan dengan menggunakan citra landsat thematic mapper. Buletin Teknik Pertanian 8 2: 49-54. Sartohadi, J., dan R. F. Putri. 2008. Evaluasi potensi degradasi lahan dengan menggunakan analisa kemampuan lahan dan tekanan penduduk terhadap lahan pertanian di Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo. Forum Geografi, 19 2: 1-12. Shofiyanti, Rizatus. 2011. Teknologi pesawat tanpa awak untuk pemetaan dan pemantauan tanaman dan lahan pertanian. Informatika Pertanian, Vol 20 2: 58-64. Sumarlin, Yayuk Farida Baliwati dam Ernan Rustiadi. Analisis kebutuhan luas lahan basah pertanian pangan dalam pemenuhan kebutuhan pangan penduduk Kabupaten Lampung Barat. Jurnal Gizi dan Pangan 3 3: 198-204. Sumarno. 2012. Konsep Pelestraian Sumber Daya Lahan Pertanian dan Kebutuhan Teknologi. Iptek Tanaman Pangan 7 2: 130-141. Wahyunto, Widagdo dan Bambang Heryanto. 2006. Pendugaan produktivitas tanaman padi sawah melalui analisis citra satelit. Informatika Pertanian 15: 853-869. 260 RESPON PETERNAK DAN PENYULUH TERHADAP TEKNOLOGI PEMBUATAN PAKAN TERNAK BERBASIS LIMBAH TANAMAN JAGUNG DI KECAMATAN KEDURANG ILIR RESPONSE OF BREEDER AND EXTENSION AGENT TO TECHNOLOGY OF CORN WASTE -BASED ANIMAL FEED IN DISTRICT KEDURANG ILIR Siswani Dwi Daliani, Linda Harta dan Engkos Kosmana Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP Bengkulu Jl. Irian Km. 6,5 Bengkulu 38119 e-mail :lindahartaymail.com ABSTRAK Tanaman jagung menghasilkan limbah berupa batang jagung , daun pelepah , dan buah jagung muda yang ketersediannya cukup banyak dan belum dimanfaatkan secara optimal. Keterbatasan pakan merupakan salah satu kendala dalam usaha peternakan baik ternak ruminansia besar maupun kecil.Batang jagung bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak, namun yang menjadi kendala yaitu tingginya serat kasar sehingga menyebabkan jerami jagung tidak semuanya dikonsumsi oleh ternak.Masih rendahnya informasi teknologi pengolahan pakan sehingga diperlukannya suatu metode yang tepat dalam penyebaran inovasi teknologi. Tujuan pengkajian adalah untuk mengetahui respon peternak dan penyuluh terhadap teknologi pembuatan pakan ternak.Pengkajian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2016 di Desa Air Sulau Kecamatan Kedurang Ilir dengan melibatkan peternak dan penyuluh di BP3K Kedurang Ilir. Metode Pengkajian yang diterapkan adalah survei dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Data primer yang diambil meliputi karakteristik peternak dan penyuluh, respon petani dan penyuluh dalam teknologi amoniasi jerami jagung. Analisis data menggunakan interval kelas dan analisis deskriptif. Hasil kajian memperlihatkan respon peternak dan penyuluh terhadap teknologi pembuatan pakan sangat tinggi berada pada level sangat setuju 52,9 dan pada level setuju sebesar 35,3, serta sisanya pada level cukup setuju. sehingga hal ini menunjukkan respon positif dari petani ternak dan penyuluh terhadap inovasi teknologi pengolahan jerami jagung sebagai pakan ternak. Kata kunci :jagung, peternak, penyuluh, respon, teknologi pakan ABSTRACT Corn plants produce waste in the form of cornstalks availability is quite a lot andhave not been used optimally.Limitations of feed is one of the obstacles in farm businesses both large and small ruminants. Corn stalks can be used as animal feeds, but the constraints that the high crude fiber, causing corn straw is not all consumed by livestock. The low information feed processing technology so that the need for a proper method dissemination of technological innovations. The purpose of the assessment is to determine participants responses to technology demonstrations way of making animal feed. This assessment was conducted in June 2016 in the village of Air Sulau Kedurang Ilir subdistrict involving cattle farmer and educator in BP3K Kedurang Ilir. Assessment method applied is survey using a structured questionnaire. Primary data captured includes the characteristics of farmers and extension workers, farmers and extension response in corn straw ammoniation technology. The analysis tool uses the class interval and descriptive analysis. Results of the study showed response livestock farmers and extension workers to feed manufacturing technology is very high at the level of 52.9 strongly agree and agree on a level of 35.3, and the remaining at a level quite agree. so that it shows a positive response from livestock farmers and extension workers to technological innovation straw processing corn for animal feed. Keywords: corn, farmers, extension workers, response, food technology PENDAHULUAN Jagung merupakan salah satu tanaman pangan yang kebutuhannya semakin meningkat.Jagung bukan hanya digunakan sebagai bahan pangan tetapi juga limbahnya dapat digunakan sebagai salah satu bahan pakan ternak.kebutuhan jagung semakin meningkat seiring dengan berkembangnya indutri pakan dan pangan, untuk itu pemerintah melalukan program penanaman jagung. Tanaman jagung 261 mempunyai limbah yang mana pada saat panen limbah tanaman jagung belum dimanfaatkan secara optimal oleh petani, baik itu untuk pakan ternak maupun untuk dibuat sebagai kompos. Limbah tanaman jagung terdiri dari batang jagung seluruh tanaman termasuk batang, daun, buah jagung muda, brangkasanjerami jagung batang jagung dan daun jagung, kulit buah jagung dan tongkol jagung Tangendjaja, et all, 2010. Kabupaten Bengkulu Selatan khususnya Desa Air Sulau Kecamatan Kedurang Ilir merupakan salah satu daerah sentra pengembangan ternak sapi potong.Sebagaian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani dan peternak.Saat ini yang menjadi kendala bagi peternak yaitu ketersediaan rumput semakin sulit diperoleh sehingga diperlukan pakan alternatif selain rumput untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok ternak sapi.Saat ini peternak sudah mulai mencoba untuk memanfaatkan jerami jagung sebagai pakan ternak, tetapi belum ada sentuhan teknologi yang digunakan peternak untuk mengolah sebagai pakan tambahan ternak yang berkadar protein cukup. Peningkatan produktifitas ternak dapat dilakukan dengan cara memberikan penyuluh kepada peternak melalui teknologi pengolahan pakan, sehingga diharapkan adanya respon yang positif terhadap teknologi yang disampaikan. Menurut Berkowizth Wirawan, 2005 Respon adalah suatu reaksi yang timbul dari pengamatan pengamatan terhadap objek tertentu. Respon dikatakan sebagai suatu reaksi, dan reaksi tersebut hanya akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu objek atau stimulus yang menghendaki penilaian yang menghendaki penilaian dalam diri individu, sehingga memberikan kesimpulan terhadap objek tertentu dalam bentuk baik atau buruk , setuju atau tidak setuju, yang kemudian mendasar sebagai potensi reaksi, terhadap objek yang dihadapi.Sedangakan menurut Rusmialdi 1997, respon adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh individu akibat merasakan rangsangan. Respon juga dapat diartikan sebagai wujud reaksi tanggapan dari interpretasi seseorang mengenai rangsangan yang datang pada dirinya, dalam hal ini indera seseorang Pentingnya mengetahui respon petani dan penyuluh dalam proses adopsi inovasi adalah untuk mengetahui tanggapan sasaran calon adopter berupa umpan balik terhadap inovasi teknologi yang disampaikan. Dari respon sasaran tersebut dapat dijadikan sebagai rujukan indikator evaluasi perubahan perilaku sasaran penyuluhan yang berupa : Perubahan pengetahuan kognitif, Perubahan Sikap afektif dan perubahan Keterampilan psikomotorik. Erwin,2011 Inovasi merupakan ide atau gagasan, Metode dan produk barang dan jasa yang harus mempunyai sifat “Baru”, Sifat “Baru” tersebut tidak selalu bersal dari penelitian mutakhir, hasil penelitian yang sudah lama pun bisa disebut inovasi, apabila di introduksikan kepada masyarakat yang belum pernah mengenal sebelumnya. Jadi sifat “baru” pada satu inovasi harus dilihat dari sudut pandang masyarakat tani calon adopter bukan kapan inovasi tesebut dihasilkan Musyafak, et all. 2005. Teknologi pembuatan pakan ternak berbasis limbah tanaman Jagung bagi Peternak dan penyuluh di Kecamatan Kedurang Ilir Kabupaten Bengkulu Selatan merupakan inovasi, dimana inovasi teknologi tersebut belum dikenal sebelumnya oleh petani dan penyuluh.teknologi pembuatan pakan ternak berbasis limbah tanaman Jagung merupakan teknologi pakan alternatif dalam pemenuhan sumber pakan bagi ternak baik untuk pakan alternatif ketika terjadi kemarau panjang maupun sebagai pakan subtitusi yang meringankan petani dalam memenuhi pakan ternak sehari-hari. Berdasarkan hal tersebut, pengkajian ini dimaksudkan untuk mengetahui respon peternak dan Penyuluh terhadap inovasi teknologi pembuatan pakan ternak berbasis limbah tanaman Jagung di Desa Air Sulau Kecamatan Kedurang Ilir Kabupaten Bengkulu Selatan. METODE PENELITIAN Pengkajian dilaksanakan pada bulan Juni Tahun 2016 di Desa Air Sulau Kecamatan Kedurang Ilir Kabupaten Bengkulu Selatan.Jumlah responden sebanyak 17 orang yang terdiri dari peternak dan penyuluh pertanian, adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam pengkajian ini adalah survei dengan menggunakan alat bantu kuesioner.Pada pengkajian ini, jenis data yang yang dikumpulkan ada data primer yakni data yang diperoleh langsung dari responden, wawancara degnan cara bertanya langsung untuk mendapatkan informasi langsung dari responden untuk tujuan yang ingin dicapai, kuisioner berguna untuk mengumpulkan data primer yang diperoleh dari hasil responden terhadap pertanyaan yang diajukan.Sampel dalam pengkajian ini adalah warga yang tergabung dalam kelompok tani desa Sulau dan penyuluh pertanian di Kecamatan Kedurang ilir Kabupaten Bengkulu Selatan 262 Sebelum pengambilan data responpeternak dan penyuluh pertanian, terlebih dahulu dilakukan penyuluhan dengan metode ceramah menerangkan secara teoritis tentang teknologi tersebut, kemudian dilanjutkan dengan demontrasi cara. Setelah dilaksanakan penyuluhan kemudian di lakukan pengambilan data respon petani terhadap teknologi pembuatan pakan fermentasi limbah jagung tersebut dengan 5 kriteria yaitu : 1. Sangat Tidak Setuju, 2. Tidak Setuju, 3. Cukup Setuju, 4. Setuju, 5. Sangat Setuju. Pengolahan data yang diperoleh dari lapangan dianalisis dengan menggunakan analisis Interval kelas dengan rumus interval kelas.. Menurut Nasution dan Barizi dalam Rentha, 2007, penentuan interval kelas untuk masing-masing indikator adalah: NR = NST – NSR dan PI = NR : JIK Dimana : NR : Nilai Range PI : Panjang Interval NST : Nilai Skor Tertinggi JIK : Jumlah Interval Kelas NSR : Nilai Skor Terendah Dengan alat analisis interval kelas maka akan diperoleh frekwensi kecenderungan respon dari petani ternak dan penyuluh terhadap teknologi pembuatan pakan ternak berbasis limbah tanaman Jagung, yang ditunjukan dalam persen, Kemudian dari hasil analisis interval kelas dilanjutkan dengan analisis deskpriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Responden yang diamati dalam pengkajian ini sebanyak 17 orang, yang terdiri dari 9 orang penyuluh pertanian dan 8 orang Petani ternak.Karasteristik responden yang diamati dalam kajian ini meliputi umur responden dan tingkat pendidikan. Kedua karakteristik tersebut dapat mempengaruhi pembelajaran, cara berpikir dan mengambil keputusan, sebagai mana menurut Sukartawi dalam Kartono 2015 variable yang mempengaruhi proses adopsi inovasi diantaranya : umur, tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan pengalaman serta latar belakan sosial ekonomi. Hal ini turut didukung oleh Mardikanto dalam Kartono et all.2015 kemampuan fisik dan berfikir seseorang secara alamiah akan dipengaruhi oleh umur, umur muda biasanya memiliki semangat untuk ingin tahu lebih tinggi, sedangkan yang semakin tua akan lebih lambat meneima hal-hal baru dan cenderung mengikuti kebiasaan. Senada dengan pendapat tersebut Klenden 2014 menyatakan bahwa semakin muda umur responden, semakin tanggap terhadap inovasi baru sehingga semakin tinggi peluang petani mengadopsi inovasi teknologi, sedangkan yang lebih tua pada umumnya bertahan pada sistem yang lama yang sudah biasa diterapkan oleh masyarakat. Umur responden sangat bervariasi berkisar antara 30 tahun sampai dengan umur 55 tahun, secara umum umur responden berada pada umur produktif, untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam keragaan karakteristik pada tabel 1. Tabel 1. Tingkat umur responden No Tingkat Umur Jumlah Persentase 1 30 ≤ x ≤ 35 4 23,5 2 35 x ≤ 40 2 11,8 3 40 x ≤ 45 1 5,9 4 45 x ≤ 50 8 47,1 5 50 x ≤ 55 2 11,8 Sumber : Data Primer yang telah diolah Tahun 2016 Jumlah responden terdiri dari 5 kelas umur, kelas paling banyak responden dengan umur 45 x ≤ 50 Sebanyak 47,1 , dan responden paling sedikit pada kelas umur 35 x ≤ 40 dan 50 x ≤ 55 sebanyak 11,8 , untuk umur yang paling muda berada pada kelas 30 ≤ x ≤ 35 sebanyak 23,5 tabel. 1. Rata-rata umur reponden masih dalam usia produktif . Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram karakteristik responden berdasarkan umur, pada gambar 1. 263 Gambar 1. Grafik karakteristik responden berdasarkan umur Tingkat pendidikan responden sangat beragam mulai dari SD, SLTP, SLTA, DIII dan S1, untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel 2 dibawah ini. Tabel 2. Tingkat pendidikan responden No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase 1 SD 2 11,8 2 SLTP 3 17,6 3 SLTA 6 35,3 4 DIII 2 11,8 5 S1 4 23,5 Sumber : Data Primer yang telah diolah Tahun 2016 Jumlah responden terdapat 5 kelas Tingkat pendidikan, kelas paling banyak responden dengan Tingkat pendidikan SLTA Sebanyak 35,3 , dan responden paling sedikit pada pada tingkat pendidikan SD dan DIII sebanyak 11.8. Tingkat pendidikan paling tinggi adalah S1 sebayak 23,5 serta tingkat pendidikan paling rendah adalah SD sebanyak 11,8 Tabel.2. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada diagram karakteristik responden berdasarkan umur, pada gambar 2. Gambar 2. Grafik karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan Dari grafik diatas menunjukkan penyebaran tingkat pendidikan responden sangat beragam, dengan demikian penyebaran tingkat pendidikan responden yang bervariasi akan mempengaruhi respon dalam menerima inovasi teknologi. 23 12 6 47 12 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur 30 ≤ x ≤ 35 35 x ≤ 40 40 x ≤ 45 45 x ≤ 50 12 18 35 12 23 Tingkat Pendidikan responden SD SLTP SLTA DIII S1 264 Respon petani terhadap inovasi teknologi Teknologi pembuatan pakan ternak berbasis limbah tanaman jagung merupakan salah satu inovasi teknologi yang disampaikan kepada petani ternak dan penyuluh di Desa Air Sulau Kecamatan Kedurang Ilir Kabuapten Bengkulu Selatan, karena kedua potensi tersebut banyak terdapat di daerah tersebut baik potensi limbah jagung, maupun populasi ternak sapi potong. Jika teknologi tersebut dapat di adopsi oleh petani maka sudah dapat di pastikan akan menjadi usaha yang sangat menguntungkan bagi para petani. Respon petani dapat diartikan sebagai perubahan sikap petani yang diakibatkan adanya rangsangan stimulus dari luar dan dari dalam diri petani, dalam wujud melaksanakan program, memperluas areal tanam, pengorganisasian kelompok, dan mengumpulkan serta menyebarluaskan informasi teknologi Rifki 2011. Dalam upaya pengenalan inovasi baru kepada petani dapat terjadi respon yang beragam dari calon adopter, beragam respon tersebut dapat menjadi sebuah acuan dasar terhadap sikap petani terhadap inovasi teknologi yang akan di adopsi. Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana respon petani terhadap inovasi teknologi pembuatan pakan ternak berbasis limbah tanaman Jagung, maka diperoleh hasil sebagai berikut Tabel 3 : Tabel 3. Kelas respon petani dan penyuluh Kelas Batas Kelas Tailly Frekwensi 1 1,00 ≤ x ≤ 1,80 0,0 2 1,80 x ≤ 2,60 0,0 3 2,60 x ≤ 3,40 2 11,8 4 3,40 x ≤ 4,20 6 35,3 5 4,20 x ≤ 5,00 9 52,9 Sumber : Data Primer yang telah diolah Tahun 2016 keterangan : 1,00 ≤ x ≤ 1,80 = sangat tidak setuju, 1,80 x ≤ 2,60= Tidak setuju, 2,60 x ≤ 3,40= Cukup Setuju, 3,40 x ≤ 4,20 = Setuju, 4,20 x ≤ 5,00 = Sangat Setuju Dari data diatas dapat dilihat bahwa respon petani terhadap teknologi pembuatan pakan ternak berbasis limbah tanaman Jagung tidak banyak bervariasi yakni berkisar antara cukup setuju sampai sangat setuju, dengan paling banyak responden yang menjawab sangat setuju sebanyak 52,9 dan responden yang menjawab cukup setuju sebanyak 11,8 , Hal ini menunjukan respon positif terhadap inovasi yang disampaikan kepada responden tersebut karena secara kesuluruhan yang setuju mencapai 88,2, dari hasil tersebut yang harus menjadi bahan rujukan evaluasi adalah sebanyak 11,8 responden yang hanya cukup setuju sehingga perlu lebih diyakinkan lagi terhadap inovasi yang akan diintroduksikan. Perbandingan respon petani dan penyuluh berdasarkan hasil observasi yang telah dilaksankan, bisa kita lihat pada tabel 4 berikut ini. Tabel 4.Perbandingan kelas respon peternak dan penyuluh Kelas Batas Kelas Penyuluh Petani Tailly Frekwensi Tailly Frekwensi 1 1,00 ≤ x ≤ 1,80 0,0 0,0 2 1,80 x ≤ 2,60 0,0 0,0 3 2,60 x ≤ 3,40 1 5,9 1 5,9 4 3,40 x ≤ 4,20 4 23,5 2 11,8 5 4,20 x ≤ 5,00 4 23,5 5 29,4 Sumber : Data Primer yang telah diolah Tahun 2016 Dari tabel diatas bisadilihat bawah perbandingannya respon peternak dan penyuluh terhadap inovasi yang disampaikan, jika kita lihat pada penyuluh responnya seimbang antara yang memberi respon setuju dan sangat setuju yakni 23,5 , serta yang cukup setuju sebanyak 5,9, terhadap teknologi fermentasi limbah jagung tersebut sedangkan pada respon petani terlihat sangat variatif yakni paling tinggi petani memberikan respon sangat setuju sebanyak 29,4, setuju sebanyak 11,8 , dan cukup setuju 5,9 . Untuk lebih jelasnya bisa dilihat padagambar 3 berikut ini. 265 Gambar 2. Grafik karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan Respon petani dan penyuluh sangat berimbang yakni sama-sama berada pada kuadran positif dan tidak terdapat respon petani yang berada di kuadran negatif.Jadi dapat diartikan bahwa inovasi teknologi pembuatan pakan ternak berbasis limbah tanaman Jagung mendapat respon yang positif dari penyuluh dan petani. KESIMPULAN Respon petani ternak dan penyuluh terhadap teknologi pembuatan pakan sangat tinggi berada pada level sangat setuju 52,9 dan pada level setuju sebesar 35,3, serta sisanya pada level cukup setuju hal ini menunjukkan respon positif dari petani ternak dan penyuluh terhadap inovasi teknologi pengolahan jerami jagung sebagai pakan ternak.Sehingga peluang peternak untuk mengadopsi teknologi tersebut cukup besar. DAFTAR PUSTAKA Erwin, 2011.Mengevaluasi pelaksanaan penyuluhan pertanian, bahan diklat pertanian level super visor. Kartono, et all. 2015. Kefektifan pelatihan dalam meningkatakan pengetahuan petani tentang pengendalian hama dan penyakit padi sawah. Dalam Prosiding Seminar Nasional yang diselenggarakan pada tanggal 24-25 Agustus di Bogor, Temu teknis jabatan pungsional non peneliti : Vol-: 215-221 Klenden, Yasintha L. 2014. Faktor – faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi infus asap di kabupaten timur tengah selatan, NTT – Indonesia. KAWISTARA.Vol. 4.Nomor. 2, 17 Agustus 2014, Hal: 111-224. Musafak, A., et all. 2005. Strategi percepatan adopsi inovasi dan difusi inovasi pertanian mendukung prima tani. Rentha, T. 2007. Identifikasi Perilaku, Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah Irigasi Teknis Sebelum dan Sesudah Kenaikan Harga Pupuk di Desa Bedilan Kecamatan Belitang OKU Timur Skripsi S1. Universitas Sriwijaya.Palembang. Rifki. Dkk. 2011. Respon petani terhadap kegiatan sekolah lapangan pengelolaan tanaman terpadu SLPTT di kecamatan ajibarang kabupaten banyumas. Jurnal Pertanian, Jurnal Ilmu-ilmu pertanian MEDIAAGRO Vol 7. No. 2, 2011: HAL 48 – 60 Rusmialdi, R. 1997. Tanggapan Petani Terhadap Iuran P3A di Kabupaten Lampung Tengah, Propinsi Lampung Antisipasi Terhadap Pengembangan P3A Mandiri.Jurnal Sosial Ekonomika. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Wirawan, S. 2005. Teori-teori Psikologi Sosial. Rajawali Pers. Jakarta. 5 10 15 20 25 30 35 STS TS CS S SS Perbandingan respon penyuluh dan petani Penyuluh Petani 266 PERFORMAN PERTUMBUHAN KAMBING PERANAKAN ETAWA PE MELALUI TEKNOLOGI INSEMINASI BUATAN IBDENGAN KAMBING BOER DI KABUPATEN KONAWE SELATAN GROWTH PERFORMANCE OF GOAT ETAWA CROSSBREED PE THROUGH ARTIFICIAL TECHNOLOGY AI WITH BOER CEMEN IN SOUTH KONAWE DISTRICT Wa Ode AlJumiati 1 , Miftah Hidayat 1 dan Jhon Firison 2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara Jln. Prof. Muh. Yamin No.89 Kendari 1 Telepon 0401 3125871 Faximili 0401 3123180 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jln. Jl. Irian Km. 6,5 Kelurahan Semarang 2 Telepon 073623030 Fax. 0736 345568 salsa.naylahgmail.com ABSTRAK Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Etawah dengan kambing lokal.Saat ini di Indonesia, kambing PE dianggap sebagai kambing dwiguna, namun pertumbuhannya relatif lambat, sehingga diperlukan perbaikan teknologi IB untuk meningkatkan performan pertumbuhan kambing PE. Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki performan pertumbuhan kambing PE melalui Teknologi Inseminasi Buatan IB dengan semen kambing boer, dilaksanakan pada bulan Apri- Desember 2014 di Kabupaten Konawe Selatan, dengan menggunakan 18 ekor kambing PE dengan dua perlakuan, masing-masing perlakuan menggunakan 9 ekor kambing. Perlakuan A=PE dengan perkawinan alam dengan pejantan PE sebagai kontrol. Perlakuan B=PE dengan perkawinan IB semen Boer dengan parameter yang dimati adalah berat lahir, panjang badan dan tinggi badan, dianalisis dengan menggunakan uji t. Dari hasil penelitian didapat rata-rata berat lahir perlakuan A = 2,06 kg sedangkan perlakuan B = 2,92 kg. Hasil analisis statistik menunjukkan pelaksanaan IB pada kambing PE menggunakan semen kambing Boer nyata meningkatkan berat lahir. Rata-rata panjang badan anak kambing PE dari perkawinan alam sebesar 26,75 cm dan rata-rata panjang badan anak kambing hasil IB sebesar 33,00 cm. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pelaksanaan IB sangat nyata meningkatkan panjang badan. Rata-rata tinggi badan anak kambing PE dari perkawinan alam sebesar 25,50 cm dan rata-rata tinggi badan anak kambing hasil IB sebesar 30,00 cm. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pelaksanaan Inseminasi Buatan pada kambing PE menggunakan semen kambing Boer sangat nyata meningkatkan tinggi badan. Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan persilangan kambing PE dengan semen boer dapat memperbaiki performan fisiologi anak kambing PE baru lahir. Kata kunci : performan pertumbuhan, kambing PE, IB semen boer ABSTRACT PE goats is the result of a cross breedbetween Etawa and local goats. Currently in Indonesia, PE goats regarded as a dual-purpose , but the growth is relatively slow, so that the necessary useArtificialInsemination AI technology to improve growth performance. This study aims to improve growth performance goat through AI Technology with Boer goat semen, carried out in April to December 2014 in South Konawe, by using 18 goats PE with two treatments, each treatment using a 9 goats. Treatment A = PE with natural mating as a control. Treatment B = PE with IB mating Boer semen with parameters were birth weight, length or height, analyzed using t-test. The result is the average birth weight of treatment A 2.06 kg and for treatment B 2.92 kg. Statistical analysis of the implementation of AI in PE goats using Boer goat semen shows significant to increase birth weight. The average lamb body length of natural mating 26.75 cm and the average lamb body length with AI results of 33.00 cm. Statistical analysis showed that the implementation of AI is very markedly increased body length. The average lamb height with natural mating 25,50 cm and the average lamb height with AI results 30.00 cm. Statistical analysis showed that the implementation of Artificial Insemination in goats using cement Boer is very noticeable increase of height. From the discussion, it can be concluded cross boer goats with cement can improve the performance of the physiology of newborn lambs. Keywords: performan growth, PE goats, AI boer cement 267 PENDAHULUAN Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Etawah dengan kambing Kacang. Saat ini di Indonesia, kambing PE dianggap sebagai kambing dwiguna, namun pertumbuhannya relatif lambat, yaitu sekitar 30-65 ghari Sutama et al., 1994; 1995 dan bobot hidup pada umur satu tahun baru mencapai sekitar 14-17 kg Sutama, 1996. Usaha peningkatan produktivitas ternak pada dasarnya dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu perbaikan faktor genetik dan perbaikan fakor lingkungan. Faktor genetik merupakan potensi atau kemampuan yang dimiliki oleh ternak, sedangkan faktor lingkungan merupakan kesempatan yang diperoleh ternak tempat ternak itu berada.Usaha perbaikan faktor lingkungan seperti perbaikan kualitas dan kuantitas pakan telah banyak dilakukan. Salah satu cara untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu genetik kambing adalah dengan seleksi ataupun pembentukan bangsa baru melalui introduksi gen dari luar. Usaha ini belum banyak dilakukan secara intensif di Indonesia. Pembentukan bangsa baru, pada umumnya dilakukan dengan cara perkawinan ternak dari bangsa berbeda crossbreeding yang disertai dengan kegiatan seleksi. Metode ini merupakan cara yang cepat untuk meningkatkan laju pertumbuhan ternak. Pemeliharaan kambing Peranakan Etawa PE di Sulawesi Tenggara menempati posisi kedua setelah kambing Kacang. Jenis kambing PE dikenal sebagai jenis kambing tipe pedaging dan memiliki bobot badan dewasa tubuh mencapai + 60 kgekor, namun tingkat reproduksinya relatif lebih rendah dibanding kambing Kacang.Untuk mengatasi masalah tersebut ada upaya yang dilakukan untuk memperbaiki mutu genetik dan reproduksi melalui perkawinan silang dengan ternak yang produksi dagingnya lebih tinggi kambing Boer, dengan harapan agar mendapatkan sifat produksi daging yang tinggi dari kambing Boer dan memperoleh penampilan tubuh yang baik dari kambing PE. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan selama 8 bulan mulai bulan April – Desember 2014 di Kecamatan Andoolo, Kabupaten Konawe Selatan.Penelitian ini menggunakan kambing Peranakan Etawa PE.Untuk meningkatkan mutu genetik pada kambing PE akan diberi perlakuan IB dengan semen kambing Boer. Kambing yang digunakan sebanyak 18 ekor yang terbagi atas dua perlakuan, dimana untuk masing-masing perlakuan menggunakan 9 ekor kambing, sebagai berikut : 1. Perlakuan A Peranakan Etawa PE dengan PE sebagai kontrol dengan perkawinan alam 2. Perlakuan BPeranakan Etawa PEdengan perkawinan IB semen Boer Parameter yang diamati adalah berat lahir, panjang badan dan tinggi badan diamati sesaat setelah kambing lahir. a. Berat lahir BL diukur dengan menggunakan timbangan gantung dengan cara menimbang cempe sesaat setelah lahir dengan batas maksimal penimbangan 24 jam setelah cempe dilahirkan b. Panjang badan PB absolut, diukur dengan menggunakan tongkat ukur dengan posisi kambing berdiri tegak dan keempat kaki kambing membentuk empat persegi panjang. Pengukuran dilakukan dari ujung sendi bahu ke bungkul tulang duduk c. Tinggi badan TB, diukur dengan menggunakan tongkat ukur dari atas tanah tempat kambing berdiri sampai dengan titik tertinggi pada gumba, pada tulang rusuk ketiga dan keempat. Posedur Analisis Data Data yang diperoleh dari perlakuan ditabulasi dan selanjutnya dianalisis statistik menggunakan uji t, Steel R.G.D and J.H. Torrie, 1995 HASIL DAN PEMBAHASAN Performan pertumbuhan anak kambing hasil pelaksanaan inseminasi buatan semen kambing Boer berdasarkan berat lahir, panjang badan dan tinggi badan disajikan pada tabel berikut : 268 Tabel 1. Performan mutu genetik kambing hasil pelaksanan inseminasi buatan Parameter Perlakuan A B Berat lahir kg Rata-rata 2,06 2,92 Panjang badan cm Rata-rata 26,75 33,00 Tinggi badan cm Rata-rata 25,50 30,00 Sumber : Data primer 2014 Keterangan : = nyata = sangat nyata

a. Berat Lahir

Tabel di atas menunjukkan bahwa rata-rata berat lahir anak kambing pada perlakuan A kambing PE kawin alamsebagai kontrol sebesar 2,06 kg, sedangkan rata-rata berat lahir anak kambing pada perlakuan B hasil perkawinan IB kambing PE dengan semen kambing Boer sebesar 2,92 kg. Hasil analisis statistik menggunakan uji t menunjukkan bahwa pelaksanaan inseminasi buatan pada kambing PE menggunakan semen kambing Boer nyata meningkatkan berat lahir apabila dibandingkan dengan kambing PE hasil kawin alam.Penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Adhianto dan Sulastri 2007 menyatakan bahwa kambing Boerawa memiliki bobot lahir 2,9 kg. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Kusuma et al., 2012 didapatkan bobot lahir 3,02 kg dan menurut Sutama et al.,2003, rata-rata bobot lahir pada persilangan kambing boer dan peranakan etawah adalah 3,86 kg. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Sulastri et al., 2014 berat badan 3,22 kg. Rendahnya berat lahir anak kambing PE hasil IB semen kambing Boer yang dilakukan kemungkinan disebabkan faktor genetik dan faktor lingkungan tempat dipelihara.Menurut pendapat Kostaman dan Sutama 2005,faktor genetik merupakan potensi atau kemampuan yang dimiliki oleh ternak, sedangkan faktor lingkungan merupakan kesempatan yang diperoleh ternak dimana tempatnya berada.Demikian pula disampaikan oleh Mahmilia et al., 2010 ; Bharathidhasan et al., 2009; Thiruvenkadan et al., 2008 bahwa perbedaan berat lahir kambing dalam satu penelitian disebabkan oleh adanya perbedaan genetik serta perbedaan manajemen pemeliharaan di lokasi yang berbeda. Perbedaan berat lahir ternak pada bangsa yang sama dipengaruhi oleh manajemen pemeliharaan, perbedaan potensi genetik pejantan dan kondisi lingkungan.

b. Panjang Badan

Rata-rata panjang badan anak kambing PE pada perlakuan A = 26,75 cm dan rata-rata panjang badan anak kambing pada perlakuan B=33,00 cm. Hasil analisis statistik menggunakan uji t, menunjukkan bahwa pelaksanaan inseminasi buatan pada kambing PE menggunakan semen Boer sangat nyata meningkatkan panjang badan anak kambing apabila dibandingkan dengan kambing PE hasil kawin alam. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sulastri et al., 2014 bahwa panjang badan anak kambing persilangan kambing PE dengan kambing boer 25,83 cm, angka ini lebih rendah karena kemungkinan disebabkan oleh faktor lingkungan yang salah satunya adalah jenis pakan yang diberikan. Sebagaimana penelitian yang dilakukan Sulastri et al., 2014 bahwa perbedaan ukuran-ukuran badan pada kambing disebabkan oleh ketercukupan pakan yang diberikan sehingga dapat memberikan pertumbuhan yang optimal. Dari perbandingan tersebut, maka panjang badan kambing hasil persilangan Boer dengan lokal adalah lebih mendekat pada berat lahir kambing Boer. Dari kenyataan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa, ada kecenderungan pejantan kambing Boer memberikan pengaruh yang positif atau dominan terhadap berat lahir anak dari hasil persilangannya 269

c. Tinggi Badan

Rata-rata tinggi badan anak kambing pada perlakuan A= kambing PE dari perkawinan alam sebesar 25,50 cm dan rata-rata perlakuanB= hasil IB kambing PE dengan semen kambing Boer sebesar 30,00 cm. Hasil analisis statistik menggunakan uji t menunjukkan bahwa pelaksanaan inseminasi buatan pada kambing PE menggunakan semen kambing Boer sangat nyata meningkat, tinggi badan anak kambing apabila dibandingkan dengan kambing PE hasil kawin alam.Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Sulastri et al., 2014 bahwa tinggi badan anak kambing persilangan kambing PE dengan kambig boer 28,12 cm. Besarnya tinggi badan hasil penelitian kemungkinan disebabkan oleh tipe Boer yang digunakan disamping manajemen dan lingkungan yang juga berbeda, Sulastri et al., 2014 kambing Boer juga merupakan kambing pedaging, dibandingkan dengan kambing lokal, persentase daging pada karkas kambing Boer jauh lebih tinggi, Anonim, 2010, sehingga dari persilangan kambing Boer diperoleh postur badan yang tinggi serta bobot badan yang besar dari kambing PE. KESIMPULAN Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa berat lahir, panjang badan dan tinggi badan anak kambing hasil IB kambing PE dengan semen Boer memberikan pengaruh lebih baik terhadap kambing PE kawin alam. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Ir. Muh. Rusman, MP; Ir. Yusuf, M.Si dan La Wangi, S.Pt yang telah membantu dalam penelitian dan pengumpulan data. DAFTAR PUSTAKA Adhianto, K., dan Sulastri. 2007 Evaluasi Performan Produksi Kambing Peranakan Ettawa dan Boerawa pada system Pemeliharaan di Pedesaan. Jurnal Agritek-Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian, Teknologi Pertanian, Kehutanan, Terakreditasi Ditjen Dikti No.26DIKTIKEP2005, Vol. 15 3 Juni 2007, Hal 504-506. Anonim. 2010. Its All About Goat and Sheep. http:id.wikipedia.org.[7 Januari 2010] Bharathidhasan, A., R. Narayanan, P. Gopu, A. Subramanian, R. Prabakaran, and R. Rajendra. 2009. Effect Non Genetic Factors on Birth Weight, Weaning Weight and Pre weaning Gain of Barbari goat. Tamilnadu. J. Vet. Anim. Sci. 53: 99-103. Kusuma. A,N. Ngadiyono, Kustantinah dan I.G.S. Budisastra. 2012. Lama Keuntingan. Litter Size dan Bobot Lahir Kambing Boerawa pada Pemeliharaan Perdesaan di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 12 2: 131-136 ISSN 1410-5020. Kostaman, T. dan I-K Sutaman. 2005. Laju Pertumbuhan Kambing Anak Hasil Persilangan Antara Kambing Boer dengan Peranakan Etawah pada Periode Pra-Sapih. JITV 10 : 106 – 112 Mahmilia, F., M. Doloksaribu, dan S.Nasution. 2010. Pengaruh faktor non genetik terhadap bobot lahir kambing Boer pada Stasiun Percobaan Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.hal. 477-481. Sutama, I-K., I.G.M. Budiarsana dan Y. Saefudin.1994.Kinerja Reproduksi Sekitar Puberitas dan Beranak Pertama Kambing Peranakan Etawah.Ilmu dan Peternakan 8: 9-12. Sutama, I-K., I.G.M. Budiarsana, H. Setianto, dan A. Priyanti. 1995. Productive And Reproductive Performances Of Young Peranakan Etawah does. JITV 1: 81-85. Sutama, I-K. 1996. Potensi produktivitas ternak kambing diIndonesia. Pros. Seminar Nasional Peternakan danVeteriner.Jilid I. Bogor, 7-8 Nopember 1995.PusatPenelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.hlm.35-50. Sulastri., Sumadi., T.Hartatik dan N. Ngadiyono. 2014. Performans Pertumbuhan Kambing Boerawa di Village Breeding Centre, Desa Dadapan Kecamatan Sumberejo Kabupaten Tanggamus Povinsi Lampung. Sains Petrnakan Vol. 12 1, Maret 2014:1-9 Thiruvenkadan, A.K., K. Chinnamani, J. Muralidharan, and K. Karunanithi. 2008. Effect Non Genetic Factors on Birth Weight of Mecheri Sheep of India. Livestock Research for Rural Development.