Distribusi tipe kelahiran : dihitung persentasekelahiran tunggal , kembar dua dan kembar

51 Pada kelahiran kembar dua, perlakuan A menghasilkan rataan bobot lahir anak yang lebih tinggi sebesar 41 dibandingkan perlakuan B. Hal ini menunjukkan adanya efek heterosis pada perkawinan silang, sehingga bobot lahir persilangan lebih tinggi dari perkawinan antar ternak lokal. Dalam kegiatan peternakan, bobot lahir anak merupakan faktor yang sangat menentukan bagi kelangsungan usaha peternakan tersebut, karena bobot lahir berkorelasi positif yang nyata dengan pertumbuhan dan perkembangan ternak setelah lahir Rahmad D, et al., 2006. Bobot lahir anak kambing hasil persilangan kambing lokal dengan kambing PE pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan bobot lahir kambing persilangan kambing Kacang yang dikawin silang dengan pejantan Boer seperti yang dilaporkan oleh Mahmilia, et. al 2004 yaitu sebesar sebesar 1,85 ± 0,153 kg. Sementara Pamungkas et al. 2007 mendapatkan Rataan bobot lahir anak hasil persilangan kambing kacang dengan kambing Boer sebesar 2,08 ± 0,53 Kg. KESIMPULAN Perkawinan silang antara ternak kambing lokal dengan pejantan PE menghasilkan performa anak persilangan yang lebih baik dibandingkan jika ternak lokal dikawinkan dengan sesamanya. Keunggulan hasil persilangan tersebut pada penelitian ini adalah bobot lahir yang lebih tinggi sebesar 41. Bobot lahir yang tinggi berkorelasi positif pada bobot sapih dan perkembangan ternak selanjutnya. UCAPAN TERIMA KASIH Terimakasih disampaikan kepada tim kegiatan kajian peningkatan produktivitas kambing lokal Povinsi Kepulauan Riau atas kerjasamanya dalam kegiatan lapangan. Penelitian ini didanai dari DIPA LPTP Kepri Tahun Anggaran 2016. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau. 2015. Kepulauan Riau Dalam Angka 2015. Bappeda Provinsi Kepulauan Riau. Bennett GL, AH Kirton, DL Johnson, H Carter. 1991. Genetic and environmental effect on carcass characteristic of Southdown x Romney lambs: 1 Growth rate, sex, rearing effects. J. Anim Sci 69:1858-1863 Direktorat Jenderal Peternakan. 2009. Buku Statistik Peternakan. Direktorat Bina Produksi Peternakan, Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta. Leymaster, K.A. 2003. Fundamental Aspects of Cross Breeding of Sheep. Use of Breed Efficiency of Meat Production. J. Sheep and Goat Vol 17 No 3. Magdalena, S. 2009. Pemanfaatan Limbah dan Hasil Ikutan Perkebunan Kelapa Sawit untuk Pakan Kambing Kacang. Pusat Kajian Peternakan, Perikanan Sumberdaya Pesisir dan Laut. Fakultas Peternakan. Univ. HKBP Nommensen medan. Mahmalia, F. 2007. Penampilan Reproduksi Kambing Induk: Boer, Kacang dan Kacang yang disilangkan dengan Pejantan Boer. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007: 485-490. Pamungkas, A. F., Fera Mahmilia. 2007. Fluktuasi Bobot Hidup Kambing Kacang Induk yang dikawinkan dengan pejantan boer dari kawin sampai anak lepas sapih. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007: 481-484. Rahmat, D., Tidi Dhalika, Dudi. 2006. Evaluasi Performa Domba Persilangan Barbados dengan Domba Priangan sebagai Sumber bibit Unggul. J. Ilmu Ternak vol 6 no 2: 96-101. Ramsay K, D Swart, B Oliver and G Hallowell. 2000. An Evaluation of The Breeding Strategies used in The Development of the Dorper Sheep and The Improved Boer goat of South Africa. Di dalam: Galal S, Boyazoglu J, Hammond K, editor. Proceedings of theWorkshop on Developing BreedingStrategies for Lower Input AnimalProduction Environments; Bella, Italy, 22-25 September 1999. Hal 339-345. Rusdiana, S., L.Praharani, U. Adiati. 2014. Prospek dan Strategi Perdagangan Ternak Kambing dalam Merebut Peluang Pasar Dunia. J. Agriekonomika. vol. 3 no 2: 204-223. Sarwono. 2010. Beternak kambing unggul. Penerbit penebar swadaya. Jakarta. 52 Subandriyo, 2005. Strategi Pemanfaatan Plasma Nutfah Kambing Lokal Dan Peningkatan Mutu Genetik Kambing di Indonesia. Balai Penelitian Ternak,Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Lokakarya Nasional Kambing Potong. Hal 39-50. Steel GD, Torrie JH. 2001. Principles and Procedure of Statistics. A Biometrical Approach, Mc Graw- Hill Inc. New York. 53 EFEK PENGGUNAAN LIMBAH SAYURAN FERMENTASI TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING KCBK DAN KECERNAAN NDF SECARA IN-VITRO SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KONSUMSI DAN PERTAMBAHAN BERAT BADAN PBB PADA KAMBING PERANAKAN ETAWA PE THE USE OF WASTES VEGETABLE FERMENTATION INFLUENCE OF DRY MATTER AND NEURAL DETERGENT FIBER IN VITRO AND PERFORMANCE OF GOATS PERANAKAN ETAWA PE Neli Definiati 1 , Nurhaita 1 , Suliasih 1 , Afrianto 2 Prodi Peternakan Fakultas Pertanian 1 Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat 2 Universitas Muhammadiyah Bengkulu, Kampus 1:Jalan Bali Po. Box 118 Bengkulu Email: definiatiymail.com ABSTRAK Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu upaya penyediaan pakan hijauan, seiring semakin luasnya pembangunan danmasih rendahnya pengetahuan masyarakat untuk memanfaatkan limbah sayuran yang mengandung kadar air yang tinggi serta bertujuan untuk melihat pengaruh teknologi fermentasi pada limbah kebun sayuran terhadap kecernaan bahan kering dan kecernaan NDF secara in-vitro serta pengaruhnya terhadap konsumsi dan pertambahan berat badan harian pada kambing Peranakan Etawa PE. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi acuan sebagai salah satu upaya penyediaan bahan pakan alternatif dan upaya meningkatkan nilai ekonomis dari limbah kebun sayuran.Penelitian dilaksanakan di desa Kuto Rejo Kecamatan Kepahiang Kabupaten Kepahiang. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap RAL dengan menggunakan 4 perlakuan dan 4 ulangan.perlakuan yang digunakan:A = 60 rumput alam+40 kosentrat, B=40 rumput alam+20 limbah sayuran fermentasi+40 kosentrat, C=30 rumput alam+30limbah sayuran fermentasi+40 kosentrat, D=20rumput alam+ 40 limbah sayuran fermentasi +40 kosentrat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi perbedaan yang sangat nyata pada tingkat KCBK dan KCNDF Neutral Detergen Fiber, semakin tinggi level penggunaan limbah kebun sayuran fermentasi, semakin tinggi pula tingkat KCBK dan KC NDF Neutral Detergen Fiber serta perbandingan konsumsi hijauan dan kosentrat mencapai 50:40 dengan pertambahan berat badan harian berkisar41,96 –75,00 grekorhari pada penambahan limbah sayuran fermentasi sebesar 40dalam ransum menghasilkan pertambahan berat badan tertinggi yaitu 75,00grekorhari. Kesimpulan dari penelitian ini limbah kebun sayuran memiliki potensi yang baik sebagai pakan alternatif pengganti hijauan alam, yang dapat meningkatkan kecernaan bahan kering KCBK dan kecernaan NDF Neutral Detergen Fiber serta dapat meningkatkan pertambahan berat badan ternak. Kata kunci: fermentasi, konsumsi ransum, pertambahan berat badan, peranakan etawa ABSTRACT This research was showed as a way to provide forage; the background of this study is still a lack of knowledge communities to use vegetable waste. This study aims to look at the effect of fermentation technology on waste vegetable of digestibility the dry matter KCBK and KCNDF in in-vitro methods and the effect on consumption and daily weight gain of goats Peranakan Etawa PE. This research is expected to be a reference to providen an alternative feed of waste vegetable gardens.This research was conducted in the village of Kuto Rejo district, Kepahiang, Bengkulu Indonesia. This research using completely randomized design with 4 treatments and 4 replications, the treatment are used: A = 60 grass + 40 concentrate; B = 40 grass + 20 waste vegetable fermentation + 40 concentrate; C = 30 grass + 30 waste vegetable fermentation + 40 concentrate; D = 20 grass + 40 vegetable waste fermentation + 40 concentrate.The results of this study indicate that there are significant in the level of digestibility of dry matter, the higher the level dry matter KCBK and dry matter of NDF as well as of the consumption, the comparison 50:40 of forage and concentrate reached with daily weight gain ranged from 41.96 to 75.00 g head day.The conclusion of this study is waste vegetable garden has good potential as a feed alternative to change grass, which can increase the digestibility of dry matter and digestibility dry matter of NDF and increase the weight gain for goats. Keywords: fermentation, dry matter, feed consumption, body weights, etawa goat 54 PENDAHULUAN Produktivitas ternak sangat dipengaruhi oleh ketersediaan pakan, baik secara kualitas maupun kuantitas.Kelemahan sistem produksi peternakan umumnya terletak pada ketidakpastian tatalaksana pakan dan kesehatan. Keterbatasan pakan menyebabkan daya tampung ternak pada suatu daerah menurun atau dapat menyebabkan gangguan produksi dan reproduksi yang normal. Pengembangan ternak ruminansia di masa datang akan menghadapi permasalahan yang cukup serius karena semakin sulitnya mendapatkan hijauan terutama di daerah yang padat penduduknya sehingga menyebabkan semakin sedikitnya areal untuk penanaman hijauan makanan ternak. Salah satu sumber pakan yang mempunyai potensi besar dan dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia adalah limbah tanaman sayuran. Kambing Peranakan Etawa PE merupakan salah satu jenis ternak ruminansia sebagai sumber penghasil daging segar yang potensial, memiliki nilai gizi tinggi dan sangat bermanfaat bagi kesehatan masyarakat oleh karena itu usaha kambing PE harus terus dikembangkan hal ini memerlukan kesediaan pangan yang baik dan cukup sepanjang tahun. Populasi ternak kambing di Bengkulu selama 4 tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup signifikan, pada tahun 2011 adalah 199.027 ekor dan menjadi 255.487 ekor pada tahun 2014. Penyebarannya cukup merata di setiap kabupaten di Provinsi Bengkulu. Introduksi teknologi tepat guna dikembangkan pada tahun 2015 untuk meningkatkan populasi kambing di kepahiang Sinar Tani, 2015. Berdasarkan hasil penelitian Definiati, Nurhaita, dkk. 2013 di Propinsi Bengkulu pada musim kemarau didapatkan limbah sayuran yang dihasilkan pada lahan petani sayuran mencapai 754,57 ton bahan keringtahun, dapat memenuhi kebutuhan 236,27 satuan ternaktahun dengan Hasil analisa laboratorium menunjukkan bahwa limbah kebun sayur memiliki kandungan serat kasar berkisar dari 5,01 - 52,73; Protein kasar 8,72- 23,83 dan energi 3474-4266 kkalkg. Kondisi ini tentunya berbeda pada saat musim penghujan dan dapat di prediksi produksi limbah lebih tinggi pada saat musim penghujan. Sehingga produksi limbah kebun sayuran ini sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai sumber pakan ternak baik secara ketersediaannya maupun kualitas gizi yang dimiliki. Hasil panen usaha pertanian merupakan peluang dalam penyediaan pakan hijauan ternak, yang belum dimanfaatkan secara maksimal oleh petani sebagai pakan ternak mereka. Kendala pemanfaatan limbah pertanian sayuran ini adalah beraneka ragamnya limbah hasil tanaman syuran yang harus diolah sedemikian rupa sehingga tahan lama dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber hijauan alternative BPTP Bengkulu, 2009. Tabel 1. Rata-rata perubahan kandungan nilai gizi limbah sayuran fermentasi Jenis limbah sayuran Perubahan kandungan nutrient BO PK LK SK A Wortel 1,37 21,00 3,15 23,42 B Ubi Jalar 4,36 20,33 3,52 28,46 C Sai Putih 3,95 20,21 4,10 24,87 D Kol 4,17 27,80 3,16 20,36 E Sawi Hijau 2,52 25,99 3,94 21,31 Sumber: Inventarisasi ketersediaan hijauan pakan ternak pada lahan petani sayuran di Kecamatan Kabawetan Kabupaten Kepahiang Definiati, Nurhaita, dkk 2013 Limbah sayuran akan bernilai guna jika dimanfaatkan sebagai pakan melalui pengolahan. Hal tersebut karena pemanfaatan limbah sayuran sebagai bahan pakan dalam ransum harus bebas dari efek anti-nutrisi, terlebih toksik yang dapat menghambat pertumbuhan ternak yang bersangkutan. Limbah sayuran mengandung anti nutrisi dan rentan oleh pembusukan karena kadar air yang terkandung tinggi sehingga perlu dilakukan pengolahan ke dalam bentuk lain agar dapat dimanfaatkan secara optimal dalam susunan ransum ternak dan dapat disimpan dalam kurun waktu yang cukup lama sebagai cadangan pakan ternak saat kondisi sulit mendapatkan pakan hijauan. Fermentasi adalah proses pengolahan bahan dengan bantuan mikroba yang mampu memecah komponen komplek menjadi bentuk yang lebih sederhana, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi glukosa. Penelitian ini bertujuan melihat pengaruh teknologi fermentasi pada limbah kebun sayuran terhadap kecernaan bahan kering dan kecernaan NDF secara in-vitro serta pengaruhnya terhadap konsumsi ransum dan pertambahan berat badan PBB pada kambing Peranakan Etawa PE. 55 METODE PENELITIAN Penelitian di lakukan di desa Kutorejo Kecamatan Kepahiang Kabupaten Kepahiang Propinsi Bengkulu, penelitian ini mengaplikasikan hijauan fermentasi tersebut untuk mengamati pertambahan berat badan ternak dan pengamatan kecernaan BK ransum KCBK dan kecernaan Neural Deterjen Fiber KCNDF hijauan fermentasi. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai dengan Oktober 2015.

1. Alat dan Bahan Penelitian

Alat:  Kandang dan peralatannya.  Timbangan analitik untuk menimbang ransum, feces.  Timbangan 5 kg dan 2 kg untuk menimbang bahan.  Parang untuk mengambil limbah sayuran dan mencacah limbah sayuran.  Terpal untuk mengaduk limbah yang akan difermentasi.  Kantong plastik sebagai tempat proses fermentasi.  Tali rafia untuk mengikat plastik fermentasi. Bahan:  Enam belas ekor kambing Peranakan Etawa.  Limbah kebun sayuran wortel, ubi jalar, sawi putih, kubis, sawi hijau.  Feses sapi 5 dari substrat sebagai inokulumsumber mikroba.  Urea l dari substrat sebagai aditif.  Gula pasir 1 dari substrat sebagai additif  Dedak 10 dari substrat sebagai aditif.

2. Tahapan Penelitian

Pembuatan pakan limbah sayuran fermentasi dilakukan dengan pencacahan ± 5-7 cm dan pengurangan kadar air 60 dengan penjemuran serta menggunakan bahan tambahan 1 gula, 1 urea, 10 dedak padi dan 5 feses sapi sebagai inokulum. Setelah pakan fermentasi dibuat dengan fermentasi selama 7 hari dilakukan pengambilan sampel untuk diuji kecernaan secara in-vitro. Konsentrat yang diberikan adalah dedak padi dengan campuran 1 garam, 1 kapur pertanian. Lima jenis limbah hasil pertanian fermentasi yang memiliki nilai gizi dan kecemaan bahan kering dan kecernaan bahan ogranik tertinggi dicobakan secara in -vivo dengan menggunakan enam belas ekor kambing Peranakan Etawa. Hasil fermentasi ini digunakan untuk menggantikan 50 hijauan dalam ransun. Ransum terdiri dari hijauan dan konsentrat dalam perbandingan 60 : 40.

3. Rancangan Penelitian

Percobaan mengunakan Rancangan Acak lengkap 4x4 dengan 4 perlakuan dan 4 kali pengulangan, dengan perbandingan hijauan dan kosentrat sebesar 60 : 40. Peubah pengamatan pada ternak adalah penggantian rumput dengan limbah sayur fermentasi.

4. Rancangan Penelitian

Rancangan yang digunakan Rancangan Acak Lengkap dengan empat perlakuan dan empat ulangan, 4x4 setiap ulangan terdiri dari 1 ekor kambing dan ransum perlakuan terdiri dari empat macam ransum yang terpilih dari hasil percobaan in-vitro pada percobaan tahap I. Susunan ransum perlakuan yang di ujikan adalah sebagai berikut: - A = Tanpa limbah sayuran fermentasi +Rumput 60 +Kosentrat 40. - B = Limbah sayuran fermentasi 20+ Rumput 40 +Kosentrat 40. - C = Limbah sayuran fermentasi 30+ Rumput 30 +Kosentrat 40. - D = Limbah sayuran fermentasi 40°o+Rumput 20 +Kosentrat 400. Semua data yang diperoleh dianalisis dengan analisis varian Anova perbedaan antar perlakuan diuji dengan uji DMRT. Data pertambahan berat badan ternak dihitung dalam gekorhari, penimbangan berat badan dilakukan pada akhir adaptasi dan akhir penelitian. Data sisa konsumsi diambil dalam kurun waktu 24 jam dengan pemberian pakan secara ad-libitum. 56

5. Parameter yang diukur

Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah : jumlah konsumsi bahan kering BK, konsumsi bahan kering hijauan, konsumsi bahan kering kosentrat, konsumsi bahan kering ransum, kecernaan bahan kering ransum KCBK, kecernaan neural deterjen fiber KCNDF dan pertambahan berat badan. HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Ransum Konsumsi merupakan tolok ukur penilaian palatabilitas suatu bahan pakan, apakah bahan pakan tersebut cukup palatabel atau tidak akan terlihat dari tingkat konsumsi suatu bahan pakan. Tingkat konsumsi bahan pakan pada penelitian dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini: Tabel. 2. Rata-rata konsumsi bahan kering selama penelitian gramekorhari Perlakuan Konsumsi bahan kering grekorhari Hijauan Konsentrat Ransum Rasio Hijauan : Konsentrat A 204,49 c 101,72 b 306,21 c 66,78 : 33,22 B 173,91 b 78,89 a 252,80 a 68,79 : 31,21 C 167,88 b 126,19 c 294,08 bc 57,09 : 42,91 D 145,88 a 131,51 c 277,39 ab 52,59 : 47,41 Sumber: Data Primer 2015 Berdasarkan hasil analisa sidik ragam berpengaruh nyata P0,05 tehadap konsumsi BK hijauan. Uji lanjut DMRT memperlihatkan konsumsi BK hijauan pada perlakuan D nyata lebih rendah dari tiga pelakuan lainnya. Sementara pada perlakuan B dan C memiliki tingkat konsumsi Bk hijauan yang sama pada kedua perlakuan ini dan lebih rendah dari perlakuan A konsumsi BK hijauan tanpa Limbah sayuran fermentasi LSF. Pengaruh perlakuan pada penelitian ini memperlihatkan bahwa semakin tinggi level penggunaan LSF semakin rendah konsumsi BK hijauan. Hal ini menggambarkan bahwa LSF kurang disukai ternak dan rendah palatabilitasnya. Rendahnya tingkat konsumsi BK hijauan pada ransum perlakuan D kemungkinan disebabkan belum terbiasanya ternak dengan kondisi pakan baru. LSF adalah pakan baru yang belum terbiasa dikonsumsi oleh ternak dan membutuhkan masa adaptasi yang lebih panjang. Jumlah limbah sayuran fermentasi pada perlakuan D lebih mendominasi dibandingkan jumlah rumput alam sehingga menyebabkan turunnya palatabilitas. Faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan adalah palatabilitas, jumlah makanan yang tersedia, dan kualitas atau komposisi kimia bahan makanan Katongole, C.B., Sabiiti, E.N., et al. 2009. Faktor kesehatan merupakan hal lain yang menyebabkan rendahnya konsumsi BK hijauan. Pada penelitian hampir 40 ternak percobaan menderita sakit mata pada minggu 2-3 masa perlakuan. Hal ini berdampak negatif terhadap tingkat konsumsi ransum. Secara umum ternak ruminansia yang normal tidak dalam keadaan sakit atau sedang berproduksi, mengkonsumsi pakan dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhannya untuk mencukupi hidup pokok. Hal ini sejalan dengan pendapat Dietz, T.H., Scott, C.B., Campbellet al., 2010 yang menyatakan bahwa konsumsi setiap ekor ternak berbeda-beda, dipengaruhi oleh berbagai faktor kompleks yang terdiri dari ternak, pakan yang diberikan dan lingkungan tempat ternak tersebut dipelihara. Tidak terjadinya perbedaan konsumsi yang nyata pada perlakuan B dan C menunjukkan bahwa limbah fermentasi dapat disubstitusikan 33,33-50 dalam ransum untuk menggantikan rumput alam sebagai pakan alami ternak, ini menandakan bahwa limbah fermentasi memiliki potensi sebagai pakan alternatif pengganti rumput alam sampai dengan 50. Hal ini juga diperkuat dengan hasil uji kecernaan bahan kering secara in-vitro bahwa semakin tinggi jumlah limbah sayuran fermentasi yang diberikan maka semakin tinggi tingkat kecernaan bahan kering. Hasil sidik ragam menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap konsumsi BK konsentrat dan menghasilkan pengaruh yang tidak berbeda nyata untuk tingkat konsumsi kosentrat pada perlakuan C dan D, dari hasil Uji lanjut DMRT menunjukkan konsumsi BK konsetrat pada