Isu Nasional KERANGKA PIKIR PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN

7

BAB II. KERANGKA PIKIR PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN

A. Isu Nasional

Masalah utama yang masih dihadapi dalam memantapkan ketahanan pangan nasional Tahun 2016 antara lain: 1. Sistem Pertanian Pangan Sistem pertanian pangan yang dilakukan oleh petani saat ini sebagian besar belum memberikan kesejahteraan dan keuntungan yang memadai. Bila diukur dari tingkat pendapatan per kapita petani selama kurun waktu 2010-2014, mengalami peningkatan dengan indikasi pertumbuhan antara 5,64 persen dan 6,20 persen. Namun demikian, secara nominal tingkat pendapatan per kapita petani tersebut masih berada di bawah garis kemiskinan. Pada tahun 2014, tingkat pendapatan per kapita pertanian arti luas dan sempit masing-masing sekitar Rp 9.032kapitahari dan Rp 7.966kapitahari. Hal ini disebabkan biaya produksi yang tinggi dan tidak diimbangi dengan kepastian produksi dan harga jual, serta penguasaan lahan petani yang relatif kecil rata-rata 0,25 ha di Jawa dan 0,5 ha di luar Jawa. 2. Dinamika Penduduk Jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 268,07 juta jiwa pada tahun 2019. Jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi 1,39tahun mengakibatkan kebutuhan pangan terus meningkat. Selain itu, jumlah penduduk yang besar juga membutuhkan ruang dan energi yang lebih besar sehingga menyebabkan ketidakseimbangan terhadap daya dukung dan daya tampung yang tersedia. Hal ini dapat dilihat dari ketersediaan lahan garapan cenderung terus menurun karena degradasi, perluasan industri, perumahan, dan sektor-sektor lainnya. Pertumbuhan penduduk menjadi tidak berbanding lurus dengan pertumbuhan produksi bahan pangan, sementara itu penduduk menuntut adanya ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup, harga terjangkau, dan tersedia setiap saat. Dengan demikian, pengendalian terhadap laju pertumbuhan penduduk perlu dilakukan secara konsisten. Selain laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, faktor kebiasaan penduduk yang hanya mengonsumsi jenis pangan tertentu, misalnya beras, akan memberikan tekanan yang berat terhadap penyediaan pangan tersebut. Oeh karena itu, upaya untuk meningkatkan kesadaran penduduk dalam mengonsumsi pangan beragam, bergizi seimbang, dan aman B2SA yang berbasis sumber pangan lokal agar terus dilakukan. 8 3. Konversi Lahan Luas lahan pertanian pangan terus menyusut akibat konversi lahan pertanian produktif ke penggunaan non-pertanian yang terjadi secara masif, selain itu juga adanya kompetisi pemanfaatan lahan pertanian pangan untuk penggunaan non pangan. Pemanfaatan lahan pertanian pangan ke pertanian non pangan bio energi, pakan merupakan bentuk kompetisi pemanfaatan lahan yang dapat mengancam ketahanan pangan. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengatur pemanfaatan lahan pertanian ini secara bijaksana. Laju konversi lahan sawah mencapai 100 ribu hektar per tahun. Sedangkan kemampuan pemerintah dalam pencetakan sawah baru masih terbatas dalam beberapa tahun terakhir ini dengan kemampuan 40 ribu hektar per tahun. Dengan demikian, jumlah lahan yang terkonversi belum dapat diimbangi dengan laju pencetakan sawah baru, sehingga produksi dan kapasitas produksi pangan nasional semakin terbatas yang akan berdampak pada kelangkaan pangan dan berpotensi menimbulkan kerawanan pangan. 4. Degradasi Air Kebutuhan akan sumber daya air terus meningkat, disisi lain ketersediaan air cenderung makin berkurang akibat terjadinya kerusakan ekosistem dan perubahan lingkungan. Saat ini telah terjadi persaingan penggunaan air yang cukup besar antara kebutuhan air untuk air bersih, kebutuhan air untuk industri dan kebutuhan air untuk pertanian. Disisi lain akibat terjadinya perubahan ekosistem seperti pembabat hutan, perubahan lahan pertanian menjadi industri dan penurunan serta perluasan dan peningkatan fungsi kota menyebabkan terjadinya run off yang besar dan tidak dapat dimanfaatkan. Oleh karena itu, pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya air harus dilakukan secara arif dan bijaksana untuk mencegah terjadinya degradasi kuantitas dan kualitas air. 5. Keterbatasan Infrastruktur Kurangnya investasi bagi pengembangan infrastruktur terutama di perdesaan serta terbatasnya prasarana usahatani yang sangat dibutuhkan masyarakat dapat menurunkan ketahanan pangan nasional. Pengembangan infrastruktur tersebut diperlukan untuk menggerakkan proses produksi dan pemasaran komoditas pangan. Keterbatasan infrastruktur seperti jalan usahatani, jalan produksi, pelabuhan yang dilengkapi dengan pergudangan, dapat mengakibatkan terganggunya transportasi bahan pangan dan akan memperbesar persentase bahan pangan yang rusak. Selain itu juga mempertinggi proporsi kehilangan hasil panen pada proses produksi, 9 penanganan hasil panen, dan pengolahan pasca panen, yang berdampak pada penurunan kemampuan penyediaan pangan. 6. Fluktuasi Harga Fluktuasi harga pangan yang ditunjukkan oleh Coefficient of Variation cv perlu diantisipasi karena nilai cv yang tinggi mencerminkan harga jual pangan sangat fluktuatif sehingga mempengaruhi inflasi. Fluktuasi harga pangan dipengaruhi oleh meningkatnya permintaan, persaingan permintaan misalnya melonjaknya harga pangan dunia, sifat produksi yang musiman dan tidak merata antar musim, dan buruknya infrastruktur yang berkonsekuensi terhadap ongkos angkut yang tinggi, serta meningkatnya frekuensi bencana alam. Hal ini mengakibatkan aksesibilitas masyarakat secara ekonomi menurun sehingga kondisi ketahanan pangan tergganggu. 7. Keamanan Pangan Di berbagai daerah telah terjadi beberapa kasus keracunan dan gangguan kesehatan manusia akibat mengkonsumsi pangan yang tidak aman dari cemaran berbagai jenis bahan kimia, biologis, dan fisik lainnya. Hal ini antara lain dikarenakan oleh masih rendahnya kesadaran para pengusaha waralaba ritel untuk menjual produk segar yang aman dan bermutu, belum efektifnya penanganan dan pengawasan keamanan pangan, karena sistem yang dikembangkan, SDM, dan pedoman masih terbatas, standar keamanan pangan untuk sayur dan buah segar impor belum jelas diterapkan, sehingga buah impor yang belum terjamin keamanan pangannya masih mudah masuk ke dalam negeri, belum ada penerapan sanksi yang tegas bagi pelanggar hukum di bidang pangan segar serta koordinasi lintas sektor dan subsektor terkait dengan keamanan pangan belum optimal. 8. Manajemen Organisasi Ketahanan Pangan Kemampuan manajemen ketahanan pangan nasional dan daerah yang merupakan pendorong dan penggerak dalam pelaksanaan pemantapan ketahanan pangan tingkat nasional hingga rumah tangga dan individu masih belum optimal. Beberapa penyebabnya antara lain adalah sering terjadinya rotasi pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD, peran dan fungsi Dewan Ketahanan Pangan DKP masih belum optimal, serta komitmen dan langkah nyata pemerintah daerah masih rendah untuk membangun ketahanan pangan secara berkelanjutan. 10

B. Tantangan