Pedoman Pelaksanaan Program BKP 2016
(2)
KATA PENGANTAR
Pada RPJMN 2015-2019, pengamanan ketahanan pangan menjadi salah satu
sasaran pembangunan ekonomi nasional Pemerintah RI. Hal ini menunjukkan betapa
petingnya peran ketahanan pangan dalam mewujudkan ketahanan nasional yang kuat
dan tangguh. Untuk memantapkan dan meningkatkan ketahanan pangan nasional yang
berbasis pada kedaulatan pangan dan kemandirian pangan, Badan Ketahanan Pangan
(BKP) melaksanakan program dan kegiatan pembangunan ketahanan pangan nasional,
baik di tingkat Pusat maupun Daerah, yaitu Program Peningkatan Diversifikasi dan
Ketahanan Pangan Masyarakat. Program tersebut dilaksanakan dengan 4 (empat)
kegiatan utama, yaitu Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan,
Pengembangan
Distribusi
dan
Stabilisasi
Harga
Pangan,
Pengembangan
Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan, serta Dukungan Manajemen dan
Teknis lainnya pada Badan Ketahanan Pangan.
Tahun 2016 merupakan tahun kedua dari pelaksanaan RPJMN 2015-2019, maka
rancangan program, kegiatan dan penganggaran tahun 2016 diarahkan untuk
menyelesaikan dan melanjutkan kegiatan 2015 serta mempertajam kegiatan dalam
mendukung pencapaian target kinerja BKP. Pelaksanaan program dan kegiatan lingkup
BKP tahun 2016 akan dilaksanakan di 34 provinsi dan 484 kabupaten/kota, dengan
fokus kegiatan strategis: (1) Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat (PUPM) yang
bermitra dengan Toko Tani Indonesia (TTI), (2) Penguatan Lembaga Distribusi Pangan
Masyarakat, (3) Pemberdayaan Lumbung Pangan Masyarakat, (4) Percepatan
Penganekaragaman Konsumsi Pangan dengan kegiatan utama adalah Pengembangan
Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), dan (4) Pengembangan Kawasan Mandiri
Pangan. Program dan kegiatan lingkup BKP ini diarahkan untuk mendukung target
sukses pembangunan pertanian 2015-2019 yaitu swasembada padi, jagung, kedelai serta
diversifikasi pangan dalam rangka peningkatan ketahanan pangan, oleh karena itu
dukungan daerah sangat diperlukan pada tahun kedua RPJMN 2015-2019.
Pedoman Pelaksanaan Program Kerja dan Anggaran Badan Ketahanan Pangan
Tahun 2016 ini dapat diterbitkan setelah proses revisi refocusing selesai. Pedoman
tersebut bertujuan untuk memberikan acuan dan panduan bagi seluruh pemangku
kepentingan, baik di Pusat maupun Daerah dalam melaksanakan program, kegiatan,
anggaran, pengorganisasian, pemantauan dan evaluasi, serta pelaporan pembangunan
ketahanan pangan, sehingga pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan ketahanan
pangan dapat berjalan secara efektif dan efisien, serta menghasilkan output dan outcome
sesuai dengan rencana.
Diharapkan seluruh pemangku kepentingan dapat berperan aktif dalam
mewujudkan ketahanan pangan sampai tingkat perseorangan dengan berlandaskan
kedaulatan pangan dan kemandirian pangan secara berkesinambungan.
Jakarta, Mei 2016
Kepala Badan Ketahanan Pangan
Dr. Ir. Gardjita Budi, M. Agr. St
NIP. 19580223 198709 1 001
(3)
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...
i
DAFTAR ISI ...
ii
DAFTAR TABEL ...
iv
DAFTAR GAMBAR ...
v
DAFTAR LAMPIRAN ...
vi
BAB I.
PENDAHULUAN ...
1
A.
Latar Belakang ...
1
B.
Tujuan ...
2
C.
Sasaran ...
3
D.
Pengertian ...
4
BAB II.
KERANGKA PIKIR PEMANTAPAN KETAHANAN
PANGAN ...
7
A.
Isu Nasional ...
7
B.
Tantangan ...
10
C.
Peluang ...
13
C.
Strategi ...
16
BAB III.
PROGRAM, KEGIATAN, DAN ANGGARAN
PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2016 ....
19
A.
Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan ...
20
B.
Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan ...
22
C.
Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan
Pangan ...
24
D.
Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada BKP ...
26
E.
Kegiatan Kerjasama Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 ...
27
F.
Dukungan Pembiayaan ...
31
G.
Satuan Kerja Lingkup BKP Tahun 2016 ...
32
H.
Agenda Pertemuan Tahun 2016 ...
34
BAB IV.
PENGELOLAAN ANGGARAN ...
35
A.
Pengertian ...
35
B.
Penyusunan Program dan Anggaran ...
35
C.
Mekanisme Pencairan dan Penyaluran Dana ...
37
D.
Sanksi ...
40
BAB V.
PENGORGANISASIAN ...
41
A.
Pengorganisasian ...
41
B.
Struktur Organisasi ...
42
C.
Kewenangan dan Tugas Pekerjaan Pejabat Perbendaharaan ...
45
(4)
Halaman
BAB VI.
PEMANTAUAN DAN EVALUASI, PENGENDALIAN DAN
PENGAWASAN, SERTA PELAPORAN ...
52
A.
Pemantauan dan Evaluasi ...
52
B.
Pengendalian dan Pengawasan ...
54
C.
Pelaporan ...
55
BAB VII. PENUTUP ...
57
(5)
DAFTAR TABEL
Tabel
Judul
Halaman
1.
Alokasi Anggaran Ketahanan Pangan Pusat dan Daerah
TA. 2016
………
19
2.
Alokasi Anggaran per Kegiatan Lingkup BKP TA. 2016
…….
19
3.
Alokasi Anggaran, Sasaran, dan Lokasi pada Kegiatan
Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan
TA. 2016
………...
21
4.
Alokasi Anggaran, Sasaran, dan Lokasi pada Kegiatan
Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan
TA. 2016
………
23
5.
Alokasi Anggaran, Sasaran, dan Lokasi pada Kegiatan
Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan
Pangan TA. 2016
……….……...
26
6.
Alokasi Anggaran, Sasaran, dan Lokasi pada Kegiatan
Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada BKP TA. 2016
26
7.
Pembiayaan Pembangunan Ketahanan Pangan Lingkup BKP
TA. 2016 ...
32
8.
Anggaran lingkup BKP Menurut Jenis Belanja pada
TA. 2016...
32
9.
Satker Pelaksana Kegiatan Ketahanan Pangan Lingkup BKP
TA. 2016 ...
33
10.
Agenda Perencanaan Tahunan Pembangunan Pertanian ...
36
(6)
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Judul
Halaman
1.
Struktur Organisasi Satuan Kerja Badan Ketahanan Pangan
Pusat Tahun Anggaran 2016...
43
2.
Struktur Organisasi Satuan Kerja Badan/Dinas Ketahanan
Pangan Propinsi Tahun Anggaran 2016...
44
3.
Struktur Organisasi Satuan Kerja Badan/Dinas Ketahanan
Pangan Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2016...
45
4.
Arus Pelaporan Pelaksanaan Kegiatan Ketahanan Pangan
……
56
(7)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Judul
Halaman
1.
Alokasi Anggaran Per Jenis Belanja Tahun Anggaran 2016..
59
2.
Sasaran Kegiatan Lingkup Badan Ketahanan Pangan Tahun
Anggaran 2016...
60
3.
Rincian Anggaran Menurut Jenis Belanja Per Unit/Provinsi/
Satker TA. 2016...
(8)
BAB I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tahun 2016 merupakan tahun kedua pelaksanaan program dan kegiatan ketahanan
pangan sesuai dengan Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2015-2019.
Program yang dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan adalah Program
Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat, sesuai dengan tugas
dan fungsi Badan Ketahanan Pangan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pertanian
Nomor 43/Permentan/OT.010/9/2015 tentang: Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Pertanian. Program tersebut mencakup 4 (empat) kegiatan, yaitu: (1) Pengembangan
Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan; (2) Pengembangan Distribusi dan
Stabilisasi Harga Pangan; (3) Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan
Keamanan Pangan; dan (4) Dukungan Manajemen dan Teknis lainnya pada Badan
Ketahanan Pangan. Kegiatan kesatu sampai ketiga merupakan kegiatan prioritas
nasional yang ditujukan dalam rangka pemantapan ketahanan pangan masyarakat yang
membutuhkan partisipasi dan peranserta instansi terkait sesuai dengan masing-masing
kegiatan yang dilaksanakan, serta melalui kerjasama dengan
stakeholders
/pemangku
kepentingan di pusat dan daerah.
Pelaksanaan kegiatan tahun 2016 merupakan lanjutan dari kegiatan tahun
sebelumnya, dengan program-program aksinya sebagai berikut :
1.
Program aksi pada kegiatan Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan
Keamanan Pangan, diarahkan pada Percepatan Penganekaragaman Konsumsi
Pangan (P2KP) yang meliputi: (1) Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan Melalui
Konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL); (2) Model Pengembangan Pangan
Pokok Lokal (MP3L); serta (3) Promosi dan Sosialisasi P2KP.
2.
Program aksi pada kegiatan Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga
Pangan, yaitu : (1) Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat (PUPM)/Toko Tani
Indonesia (TTI), (2) Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM);
dan (3) Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat (LPM).
3.
Program aksi pada kegiatan Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan
Pangan yaitu: Pengembangan Kawasan Mandiri Pangan (KMP) dan Pengembangan
Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG).
Selain program aksi, juga dilakukan peningkatan peran Sekretariat Dewan
Ketahanan Pangan yang diarahkan untuk : (1) mendorong peningkatan koordinasi lintas
(9)
dalam pelaksanaan ketahanan pangan; (3) meningkatkan perumusan kebijakan,
pelaksanaan pemantauan/monitoring, evaluasi, dan pelaporan ketahanan pangan; serta
(4) pemberian penghargaan Adhikarya Pangan Nusantara kepada masyarakat dan
pemangku kepentingan yang telah berkarya luar biasa dalam pembangunan ketahanan
pangan.
Badan Ketahanan Pangan pada tahun 2016 juga melaksanakan pengembangan
model pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat pada tahun kelima, dengan program
aksinya adalah Peningkatan Kesejahteraan Petani Kecil/
Smallholder Livelihood
Development Project in Eastern Indonesia (SOLID).
Program SOLID ini bertujuan
untuk Pemantapan Ketahanan Pangan Keluarga yang didanai oleh
IFAD
dan
dilaksanakan di Provinsi Maluku dan Maluku Utara. Sejak tahun 2016 ini
SOLID
dialihkan pengelolaannya dari Sekretariat Badan ke Pusat Ketersediaan dan Kerawanan
Pangan sesuai dengan tugas dan fungsi dari pusat tersebut.
Untuk meningkatkan pelaksanaan kinerja kegiatan ketahanan pangan dalam
pencapaian sasaran tahun 2016, perlu mempertimbangkan : (1) keberlanjutan program
dan kegiatan disesuaikan dengan struktur organisasi dan tugas fungsi kelembagaan
ketahanan pangan; (2) fokus dan penajaman pada implementasi tugas dan fungsi
kelembagaan dalam mendorong peningkatan kesejahteraan petani/masyarakat pedesaan;
(3) sinergi antar program/kegiatan berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan tahun
sebelumnya; dan (4) sinkronisasi antara program pusat dan daerah. Fokus pelaksanaan
kegiatan ketahanan pangan tahun 2016 adalah mendukung percepatan pencapaian
“
Swasembada Padi, Jagung, Kedelai serta Peningkatan Diversifikasi
Pangan”
yang
merupakan sasaran strategis Kementerian Pertanian tahun 2015-2019.
B.
Tujuan
Pedoman Pelaksanaan Program Kerja dan Anggaran BKP Tahun 2016 bertujuan
untuk memberikan acuan bagi pelaksana dan penanggungjawab kegiatan ketahanan
pangan dalam melaksanakan program dan kegiatan, serta pemanfaatan anggaran pada
Badan Ketahanan Pangan tahun 2016.
C.
Sasaran
Sasaran disusunnya pedoman ini adalah terlaksananya program dan kegiatan
ketahanan pangan secara tertib dan akuntabel sesuai dengan rencana yang telah
ditentukan pada tahun 2016. Sasaran strategis pemantapan ketahanan pangan Tahun
(10)
1.
Peningkatan ketersediaan pangan yang beragam dengan skor PPH ketersediaan
89,71;
2.
Penurunan jumlah penduduk rawan pangan tiap tahun sebesar 1% melalui:
a.
Pengembangan Kawasan Mandiri Pangan di lokasi rawan pangan perbatasan,
daerah tertinggal/kepulauan, serta Papua dan Papua Barat pada 190 kawasan;
b.
Penguatan pencegahan kerawanan pangan melalui SKPG: di pusat, 34 provinsi.
3.
Stabilitas harga pangan pokok di tingkat produsen diatas atau sama dengan HPP
dan konsumen kurang dari 10% melalui:
a.
Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat (PUPM)/Toko Tani Indonesia (TTI)
pada 500 Gapoktan/1000 TTI di 33 provinsi;
b.
Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat dalam memfungsikan
stabilisasi harga pangan pokok dan cadangan pangan pada 341 Gapoktan di 25
provinsi sentra produksi padi dan/atau jagung;
c.
Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat untuk antisipasi masa paceklik
dan rawan pangan pada 54 lumbung di 4 provinsi;
d.
Penguatan kapasitas daerah dan analisis distribusi dan cadangan pangan di 34
provinsi.
4.
Peningkatan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan masyarakat yaitu tersedianya
energi per kapita 2.040 kkal/hari dan protein 56,4 gr/hari; tercapainya skor Pola
Pangan Harapan (PPH) Konsumsi sebesar 86,2 melalui:
a.
Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) di 4.894
desa/kelompok pada 34 provinsi dan 387 kabupaten/kota untuk pengembangan
KRPL;
b.
Pengembangan Pangan Pokok Lokal pada 30 lokasi di 11 provinsi;
c.
Promosi dan Sosialisasi P2KP dan Konsumsi Pangan yang beragam, bergizi
seimbang, dan aman di pusat dan 34 provinsi.
5.
Peningkatan pangan segar yang aman dan bermutu yaitu peningkatan produk
pangan segar yang tersertifikasi sebesar 10% dan tingkat keamanan pangan segar
yang diuji diatas atau sama dengan 80% di 86 propinsi/kabupaten/kota.
Selain sasaran tersebut di atas, untuk lebih memantapkan ketahanan pangan tahun
2016 akan dicapai melalui:
1.
Peningkatan efektifitas koordinasi penanganan ketahanan pangan masyarakat
melalui kabupaten/kota yang menindaklanjuti hasil sidang regional Dewan
(11)
Ketahanan Pangan yang dihadiri oleh Bupati dan Walikota, dan konferensi Dewan
Ketahanan Pangan yang dihadiri oleh Gubernur.
2.
Pengembangan model pemberdayaan ketahanan pangan melalui peningkatan
kesejahteraan petani kecil (SOLID:
Smallholder Livelihood Development Project in
Eastern Indonesia
) untuk pemantapan ketahanan pangan keluarga pada 11
kabupaten di Provinsi Maluku dan Maluku Utara.
D.
Pengertian
1.
Kedaulatan pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri
menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan
yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menetukan sistem pangan yang
sesuai dengan potensi sumber daya lokal.
2.
Kemandirian pangan adalah kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi
pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan
kebutuhan pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan
memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan
lokal secara bermartabat.
3.
Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai
dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik
jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta
tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk
dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
4.
Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses dimana masyarakat khususnya
mereka yang kurang memiliki akses kepada sumberdaya pembangunan didorong
untuk mandiri dalam mengembangkan perikehidupan mereka. Dalam proses ini
masyarakat dibantu untuk mengkaji kebutuhan, masalah dan peluang dalam
pembangunan yang dimilikinya sesuai dengan lingkungan sosial ekonomi
perikehidupan mereka sendiri.
5.
Rumah Pangan Lestari (RPL) adalah penduduk yang mengusahakan pekarangan di
sekitar rumahnya secara intensif untuk dimanfaatkan dengan berbagai sumber
daya lokal secara bijaksana yang menjamin kesinambungan penyediaanya dengan
tetap memelihara dan meningkatkan kualitas, nilai, dan keanekaragamannya.
6.
Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) adalah sebuah konsep lingkungan
(12)
secara intensif untuk dimanfaatkan menjadi sumber pangan secara berkelanjutan
dengan mempertimbangkan aspek potensi wilayah dan kebutuhan gizi warga
setempat.
7.
Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) adalah beragam upaya
untuk menginformasikan (transfer kebiasaan) pola konsumsi pangan beragam,
bergizi seimbang dan aman kepada anak didik dan masyarakat, agar pengetahuan
dan pemahamannya tentang penganekaragaman konsumsi pangan meningkat.
8.
Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (Penguatan-LDPM) adalah
upaya
pemberdayaan
Gapoktan
dalam
pengelolaan
distribusi
pangan
(gabah/beras, jagung) melalui pembelian, penyimpanan, pengolahan, dan
pemasaran untuk mendorong stabilitasi harga gabah/beras/jagung ditingkat petani
dan mengembangkan cadangan pangan masyarakat.
9.
Kawasan Mandiri Pangan adalah kawasan yang dibangun dengan melibatkan
keterwakilan masyarakat yang berasal dari kampung
–
kampung terpilih (5
kampung/desa), untuk menegakkan masyarakat miskin/rawan pangan menjadi
kaum mandiri.
10.
Kelompok lumbung pangan adalah kelembagaan cadangan pangan yang dibentuk
oleh masyarakat desa/kota dan dikelola secara berkelompok yang bertujuan untuk
pengembangan penyediaan cadangan pangan bagi masyarakat disuatu wilayah.
11.
Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) adalah suatu sistem pendeteksian
dan pengelolaan informasi tentang situasi pangan dan gizi yang berjalan terus
menerus dan menghasilkan pemetaan daerah rawan pangan dan gizi yang menjadi
dasar perencanaan, penentuan kebijakan, koordinasi program dan kegiatan
penanggulangan daerah rawan pangan dan gizi.
12.
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang Pemerintah kepada Gubernur
sebagai wakil Pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal diwilayah tertentu.
13.
Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh
Gubernur sebagai wakil Pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan
pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang
dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah.
14.
Tugas Pembantuan adalah penugasan Pemerintah kepada daerah untuk
melaksanakan
tugas
tertentu
dengan
kewajiban
melaporkan
dan
mempertanggungjawakan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.
(13)
15.
Dana Tugas Pembantuan adalah dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) yang dilaksanakan oleh daerah yang mencakup semua
penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan.
16.
Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat yang selanjutnya disingkat PUPM
adalah kegiatan memberdayakan lembaga usaha pangan masyarakat atau
gabungan kelompok tani dalam melayani Toko Tani Indonesia untuk menjaga
stabilisasi pasokan dan harga pangan.
17.
Toko Tani Indonesia yang selanjutnya disingkat TTI adalah Toko yang dirancang
untuk menjual komoditas pangan hasil produksi petani sesuai harga yang wajar
kepada konsumen yang dipasok oleh Gapoktan/Lembaga Usaha Pangan
Masyarakat.
18.
Bantuan Pemerintah adalah bantuan yang tidak memenuhi kriteria bantuan sosial
yang diberikan oleh Pemerintah kepada perseorangan, kelompok masyarakat atau
lembaga pemerintah/non pemerintah.
19.
Dana Bantuan Pemerintah adalah dana yang bersumber dari APBN Tahun 2016
dilaksanakan melalui dana dekonsentrasi yang disalurkan/ditransfer langsung ke
rekening penerima manfaat.
(14)
BAB II. KERANGKA PIKIR PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN
A.
Isu Nasional
Masalah utama yang masih dihadapi dalam memantapkan ketahanan pangan
nasional Tahun 2016 antara lain:
1.
Sistem Pertanian Pangan
Sistem pertanian pangan yang dilakukan oleh petani saat ini sebagian besar belum
memberikan kesejahteraan dan keuntungan yang memadai. Bila diukur dari tingkat
pendapatan per kapita petani selama kurun waktu 2010-2014, mengalami
peningkatan dengan indikasi pertumbuhan antara 5,64 persen dan 6,20 persen.
Namun demikian, secara nominal tingkat pendapatan per kapita petani tersebut
masih berada di bawah garis kemiskinan. Pada tahun 2014, tingkat pendapatan per
kapita pertanian arti luas dan sempit masing-masing sekitar Rp 9.032/kapita/hari dan
Rp 7.966/kapita/hari. Hal ini disebabkan biaya produksi yang tinggi dan tidak
diimbangi dengan kepastian produksi dan harga jual, serta penguasaan lahan petani
yang relatif kecil (rata-rata 0,25 ha di Jawa dan 0,5 ha di luar Jawa).
2.
Dinamika Penduduk
Jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 268,07 juta jiwa pada tahun
2019. Jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang
cukup tinggi (1,39%/tahun) mengakibatkan kebutuhan pangan terus meningkat.
Selain itu, jumlah penduduk yang besar juga membutuhkan ruang dan energi yang
lebih besar sehingga menyebabkan ketidakseimbangan terhadap daya dukung dan
daya tampung yang tersedia. Hal ini dapat dilihat dari ketersediaan lahan garapan
cenderung terus menurun karena degradasi, perluasan industri, perumahan, dan
sektor-sektor lainnya. Pertumbuhan penduduk menjadi tidak berbanding lurus
dengan pertumbuhan produksi bahan pangan, sementara itu penduduk menuntut
adanya ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup, harga terjangkau, dan
tersedia setiap saat. Dengan demikian, pengendalian terhadap laju pertumbuhan
penduduk perlu dilakukan secara konsisten.
Selain laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, faktor kebiasaan penduduk yang
hanya mengonsumsi jenis pangan tertentu, misalnya beras, akan memberikan
tekanan yang berat terhadap penyediaan pangan tersebut. Oeh karena itu, upaya
untuk meningkatkan kesadaran penduduk dalam mengonsumsi pangan beragam,
bergizi seimbang, dan aman (B2SA) yang berbasis sumber pangan lokal agar terus
(15)
3.
Konversi Lahan
Luas lahan pertanian pangan terus menyusut akibat konversi lahan pertanian
produktif ke penggunaan non-pertanian yang terjadi secara masif, selain itu juga
adanya kompetisi pemanfaatan lahan pertanian pangan untuk penggunaan non
pangan. Pemanfaatan lahan pertanian pangan ke pertanian non pangan (bio energi,
pakan) merupakan bentuk kompetisi pemanfaatan lahan yang dapat mengancam
ketahanan pangan. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengatur pemanfaatan lahan
pertanian ini secara bijaksana.
Laju konversi lahan sawah mencapai 100 ribu hektar per tahun. Sedangkan
kemampuan pemerintah dalam pencetakan sawah baru masih terbatas dalam
beberapa tahun terakhir ini dengan kemampuan 40 ribu hektar per tahun. Dengan
demikian, jumlah lahan yang terkonversi belum dapat diimbangi dengan laju
pencetakan sawah baru, sehingga produksi dan kapasitas produksi pangan nasional
semakin terbatas yang akan berdampak pada kelangkaan pangan dan berpotensi
menimbulkan kerawanan pangan.
4.
Degradasi Air
Kebutuhan akan sumber daya air terus meningkat, disisi lain ketersediaan air
cenderung makin berkurang akibat terjadinya kerusakan ekosistem dan perubahan
lingkungan. Saat ini telah terjadi persaingan penggunaan air yang cukup besar antara
kebutuhan air untuk air bersih, kebutuhan air untuk industri dan kebutuhan air untuk
pertanian. Disisi lain akibat terjadinya perubahan ekosistem seperti pembabat hutan,
perubahan lahan pertanian menjadi industri dan penurunan serta perluasan dan
peningkatan fungsi kota menyebabkan terjadinya
run off
yang besar dan tidak dapat
dimanfaatkan. Oleh karena itu, pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya air harus
dilakukan secara arif dan bijaksana untuk mencegah terjadinya degradasi kuantitas
dan kualitas air.
5.
Keterbatasan Infrastruktur
Kurangnya investasi bagi pengembangan infrastruktur terutama di perdesaan serta
terbatasnya prasarana usahatani yang sangat dibutuhkan masyarakat dapat
menurunkan ketahanan pangan nasional. Pengembangan infrastruktur tersebut
diperlukan untuk menggerakkan proses produksi dan pemasaran komoditas pangan.
Keterbatasan infrastruktur seperti jalan usahatani, jalan produksi, pelabuhan yang
dilengkapi dengan pergudangan, dapat mengakibatkan terganggunya transportasi
bahan pangan dan akan memperbesar persentase bahan pangan yang rusak. Selain
itu juga mempertinggi proporsi kehilangan hasil panen pada proses produksi,
(16)
penanganan hasil panen, dan pengolahan pasca panen, yang berdampak pada
penurunan kemampuan penyediaan pangan.
6.
Fluktuasi Harga
Fluktuasi harga pangan yang ditunjukkan oleh
Coefficient of Variation
(
cv
) perlu
diantisipasi karena nilai
cv
yang tinggi mencerminkan harga jual pangan sangat
fluktuatif sehingga mempengaruhi inflasi. Fluktuasi harga pangan dipengaruhi oleh
meningkatnya permintaan, persaingan permintaan misalnya melonjaknya harga
pangan dunia, sifat produksi yang musiman dan tidak merata antar musim, dan
buruknya infrastruktur yang berkonsekuensi terhadap ongkos angkut yang tinggi,
serta meningkatnya frekuensi bencana alam. Hal ini mengakibatkan aksesibilitas
masyarakat secara ekonomi menurun sehingga kondisi ketahanan pangan
tergganggu.
7.
Keamanan Pangan
Di berbagai daerah telah terjadi beberapa kasus keracunan dan gangguan kesehatan
manusia akibat mengkonsumsi pangan yang tidak aman dari cemaran berbagai jenis
bahan kimia, biologis, dan fisik lainnya. Hal ini antara lain dikarenakan oleh masih
rendahnya kesadaran para pengusaha waralaba (ritel) untuk menjual produk segar
yang aman dan bermutu, belum efektifnya penanganan dan pengawasan keamanan
pangan, karena sistem yang dikembangkan, SDM, dan pedoman masih terbatas,
standar keamanan pangan untuk sayur dan buah segar impor belum jelas diterapkan,
sehingga buah impor yang belum terjamin keamanan pangannya masih mudah
masuk ke dalam negeri, belum ada penerapan sanksi yang tegas bagi pelanggar
hukum di bidang pangan segar serta koordinasi lintas sektor dan subsektor terkait
dengan keamanan pangan belum optimal.
8.
Manajemen Organisasi Ketahanan Pangan
Kemampuan manajemen ketahanan pangan nasional dan daerah yang merupakan
pendorong dan penggerak dalam pelaksanaan pemantapan ketahanan pangan tingkat
nasional hingga rumah tangga dan individu masih belum optimal. Beberapa
penyebabnya antara lain adalah sering terjadinya rotasi pimpinan Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD), peran dan fungsi Dewan Ketahanan Pangan (DKP)
masih belum optimal, serta komitmen dan langkah nyata pemerintah daerah masih
rendah untuk membangun ketahanan pangan secara berkelanjutan.
(17)
B.
Tantangan
1.
Perubahan Iklim Global
Ancaman dan krisis pangan dunia beberapa tahun terakhir memiliki kaitan sangat
erat dengan perubahan iklim global. Dampak lanjutan dari perubahan iklim adalah
bergesernya pola dan kalender tanam, perubahan keanekaragaman hayati, eksplosi
hama dan penyakit tanaman dan hewan, serta pada akhirnya adalah penurunan
produksi pertanian. Tantangan ke depan dalam menyikapi dampak perubahan iklim
global adalah bagaimana meningkatkan kemampuan kita dalam melakukan
prakiraan iklim, melakukan upaya adaptasi dan mitigasi yang diperlukan, serta
mengembangkan
delivery system
untuk menyampaikan kepada para petani, nelayan,
pembudidaya ikan, dan pelaku usaha pangan.
2.
Penanganan Kerawanan Pangan
Jumlah penduduk yang rawan pangan dan daerah rawan bencana masih cukup besar
terutama pada wilayah yang terisolir dan wilayah-wilayah yang terkena dampak
perubahan iklim sehingga pada waktu tertentu mengalami musim kering
berkepanjangan, terkena dampak adanya ombak besar, dan sebagainya. Penduduk
dan daerah yang rawan tersebut, perlu ditangani secara komprehensif sebagai upaya
antisipasi timbulnya kasus kerawanan pangan.
Penanganan kerawanan pangan memerlukan intervensi berupa tindakan pemerintah
bersama-sama masyarakat dalam menanggulangi kejadian rawan pangan transien
maupun kronis secara tepat dan cepat. Rawan pangan kronis memerlukan intervensi
jangka menengah dan panjang, sedangkan rawan transien memerlukan intervensi
jangka pendek tanggap darurat yang bersifat segera.
3.
Perekonomian Global dan Pasar Bebas
Situasi perekonomian global salah satunya akan mempengaruhi permintaan dan
penawaran pangan sehingga berdampak terhadap ketahanan pangan global yang
dapat berimbas kepada ketahanan pangan nasional. Krisis ekonomi global beberapa
tahun terakhir menyebabkan kelangkaan pangan di pasar global yang mempengaruhi
peningkatan harga pangan di dalam negeri. Laporan FAO menyebutkan bahwa
diperkirakan sekitar 36 negara mengalami peningkatan harga pangan yang cukup
tajam yaitu dari 75 persen sampai 200 persen. Dalam tiga tahun terakhir, harga
pangan dunia telah meningkat dua kali lipat dan disusul dengan peningkatan jumlah
penduduk miskin yang tidak mampu mengakses bahan pangan. Untuk
mengantisipasi krisis pangan dunia ke depan, Indonesia harus mempertimbangkan
(18)
dan memicu gejolak harga. Berdasarkan situasi tersebut, kebijakan meningkatkan
produksi pangan dalam negeri menjadi mutlak dilakukan. Selain itu juga agar tetap
menjaga stabilitas ekonomi dan tingkat pertumbuhan di atas 5 persen.
Selain perekonomian global, ketahanan pangan nasional ke depan juga dihadapkan
pada tantangan era globalisasi dan perdagangan bebas. Pemberlakuan pasar bebas
memberikan peluang bagi produk pangan Indonesia untuk dipasarkan ke pasar
internasional, baik produk segar maupun olahan. Sebaliknya, penurunan dan
penghapusan tarif secara signifikan yang dilakukan oleh pemerintah akan
mengakibatkan semakin banyaknya produk impor masuk ke Indonesia. Peningkatan
daya saing produk pangan domestik sangat diperlukan menghadapi pasar bebas
ASEAN 2015 mendatang.
Dalam menghadapi perekonomian global dan perdagangan bebas, Indonesia harus
mampu meningkatkan dan menguatkan kapasitas sumber daya pangan, terutama
sumber daya manusia sebagai pelaku usaha pangan. Dengan demikian, diharapkan
terjadi: 1) peningkatan efisiensi, efektivitas, dan kualitas produksi pangan, 2)
penciptaan iklim usaha yang kondusif dalam rangka meningkatkan daya saing, 3)
perluasan jaringan pemasaran, serta 4) peningkatan kemampuan dalam penguasaan
teknologi informasi dan komunikasi termasuk promosi pemasaran.
4.
Permasalahan Gizi (Malnutrition)
Peningkatan pendapatan terutama pada masyarakat perkotaan (urban) telah
mengubah pada gaya hidup terutama pola makan. Telah terjadi perubahan konsumsi
dari tinggi karbohidrat kompleks, tinggi serat dan rendah lemak menjadi karbohidrat
sederhana, rendah serat dan tinggi lemak. Perubahan tersebut terjadi pada sebagian
besar kelompok umur dari usia dibawah 5 tahun hingga dewasa. Selain diet yang
tidak seimbang, aktivitas fisik rendah juga menjadi salah satu faktor resiko yang
menyebabkan
overweight
dan obesitas. Pada negara berkembang seperti Indonesia,
akses transportasi dan penggunaan mesin dalam rumah tangga serta perkantoran
telah merubah gaya hidup menjadi pola hidup yang tidak berpindah-pindah atau
kurang gerak.
Indonesia sedang mengalami permasalahan gizi (
malnutrition
) sebagai masalah
kesehatan umum saat ini, walaupun prevalensi kurang gizi pada anak usia dibawah 5
tahun selama periode 2005-2013 telah berkurang dari 24,5 persen menjadi 19,6
persen. Prevalensi anak pendek (
stunting
) usia dibawah 5 tahun juga menurun dari
36,85 pada tahun 2007 menjadi 35,6 persen pada tahun 2010, tetapi naik menjadi
37,2 persen pada tahun 2013. Kelebihan berat badan (
overweight
) dan obesitas juga
(19)
menjadi salah satu masalah pada anak usia dibawah 5 tahun dengan prevalensi
sekitar 11,9 persen pada tahun 2013.
5.
Stabilsasi Pasokan dan Harga Pangan
Stabilisasi pasokan dan harga pangan terutama pangan pokok merupakan kewajiban
pemerintah yang diamanatkan dalam Undang Undang Nomor 18 Tahun 2012
tentang Pangan. Sulitnya memelihara stabilitas pasokan dan harga pangan karena
dipengaruhi berbagai faktor, diantaranya kemampuan produksi pangan dalam negeri
dan pengelolaan stok pangan nasional. Situasi ini diperparah dengan aksi spekulan
baik di daerah produsen yang surplus maupun daerah yang biasanya menjadi negara
pengimpor beras. Dalam rangka mewujudkan stabilitas pangan, tantangan ke depan
adalah memperkuat kapasitas produksi pangan dari dalam negeri yang memenuhi
standar mutu, kontinuitas pasokan yang terjamin, serta dalam skala kuantitas yang
memenuhi permintaan konsumen. Dengan memenuhi syarat pemasaran tersebut,
maka daya saing produk pangan akan lebih baik. Namun sebaliknya, bila produk
dalam negeri tidak mampu memenuhi syarat kualitas, kontinuitas dan kuantitas yang
diminta, maka pasar dalam negeri akan diisi oleh produk sejenis yang berasal dari
impor.
6.
Kebutuhan Pangan untuk kesehatan
Mengkonsumsi makanan tidak lagi semata mempertimbangkan kelezatan dan
penampilannya saja, tetapi juga yang terpenting adalah nilai gizi dan pengaruhnya
terhadap kesehatan tubuh. Masyarakat modern yang peduli kesehatan menuntut
makanannya setelah berfungsi sebagai pemasok zat-zat gizi dan cita rasa pemuas
mulut, harus berfungsi menjaga kesehatan dan kebugaran. Bahkan dituntut mampu
menyembuhkan suatu penyakit. Kualitas sensoris, gizi, serta keamanan pangan tak
luput dari pemenuhan selera gizi masyarakat. Bahkan, semakin dewasa ini
masyarakat juga mengharapkan adanya dampak positif pangan yang dikonsumsinya
terhadap kesehatan. Ini berarti bahwa pangan harus bersifat fungsional.
Pasar bebas industri pangan mancanegara memberikan tantangan kepada industri
pangan domestik. Membludaknya produk pangan impor yang berkualitas menjadi
bukti bahwa fenomena pasar bebas semakin mendominasi. Sebagai konsekuensi
logis untuk memenangkan persaingan, industri pangan harus memperhitungkan dan
memberlakukan sistem jaminan pengendalian mutu dan kualitas pangan. Kualitas
mutu yang bagus dan terjamin akan mendorong peningkatan produksi produk
pangan, kemudian meningkatkan nilai tambah dan kesempatan kerja. Tantangan
industri pangan tidak jauh dari pemenuhan kemampuan gizi konsumen. Hal ini
(20)
kesehatan, tidak cukup hanya mengandalkan pengujian akhir di laboratorium saja,
tetapi juga diperlukan adanya penerangan pengendalian dan pengawasan dalam
sistem jaminan mutu.
C.
Peluang
1.
Ketersediaan Sumber Daya Alam diantaranya adalah sumber daya lahan, air,
keanekaragaman hayati dan sumber daya manusia
Lahan merupakan salah satu sumber daya alam yang penting dalam mendukung
pencapaian ketahanan pangan. Budidaya tanaman penghasil pangan dilakukan di
atas lahan yang tersedia sehingga beragam pangan dapat dihasilkan untuk memenuhi
kebutuhan pangan masyarakat. Indonesia memiliki potensi lahan untuk budidaya
yang cukup luas dan belum dimanfaatkan secara optimal. Kawasan budidaya yang
berpotensi untuk pertanian seluas 101 juta ha, dan telah menjadi areal budidaya
pertanian seluas 47 juta ha. Dengan demikian, masih tersisa 54 juta ha yang
berpotensi untuk perluasan areal pertanian. Khusus untuk lahan sawah, Indonesia
memiliki areal sawah seluas 8.132.642 ha yang terdiri dari 54 persen sawah
beririgasi (seluas 4.417.582 ha) dan 46 persen non irigasi (seluas 3.714.764 ha).
Lahan sawah tersebut tersebar diseluruh pulau besar di Indonesia, dengan lahan
sawah yang terluas di pulau jawa yaitu 3.444.579 ha atau sekitar 42 persen.
Sumber daya air menjadi faktor kunci untuk pembangunan ketahanan pangan secara
berkelanjutan. Air merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam
menghasilkan produk pangan. Jika air tidak tersedia maka produksi pangan baik
yang berasal dari tanaman maupun dari ternak akan terhenti. Dalam rangka
peningkatan sumber daya air di Indonesia, masih banyak diperlukan pembangunan
bendungan, waduk, dan sistim jaringan irigasi yang handal untuk menunjang
kebijakan ketahanan pangan pemerintah. Di samping itu, untuk menjamin
ketersediaan air baku, tetap perlu dilakukan normalisasi sungai dan pemeliharaan
daerah aliran sungai yang ada di beberapa daerah. Pemeliharaan dan pengembangan
Sistem Wilayah Sungai tersebut perlu didekati dengan suatu rencana terpadu dari
hulu sampai hilir yang dikelola secara profesional. Untuk itu perlu dikembangkan
teknologi rancang bangun Bendungan Besar, Bendung Karet, termasuk terowongan,
teknologi Sabo, sistem irigasi maupun rancang bangun pengendali banjir. Saat ini
terdapat beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS) yang memiliki peran penting dalam
penyediaan sumber air sebagian telah mengalami kerusakan yaitu 62 DAS rusak dari
total 470 DAS, sehingga mengakibatkan menurunnya nilai kemanfaatan air
(21)
irigasi terbangun mencapai 6,77 juta ha (1,67 juta ha belum berfungsi), dan jaringan
irigasi rawa 1,8 juta ha yang berfungsi untuk mendukung Program Ketahanan
Pangan Nasional.
Indonesia dikenal sebagai Negara “
bio-diversity
”, dengan potensi plasma nutfah
tanaman dan hewan yang beranekaragam dan dalam jumlah yang besar. Dalam hal
kekayaan keragaman hayati, Indonesia merupakan negara dengan kekayaan
keragaman hayati ke-2 setelah Brasilia. Indonesia mempunyai sekitar 800 spesies
tanaman sumber bahan pangan, 100 spesies tanaman obat-obatan dan beribu-ribu
jenis algae. Keragamanan hayati tersebut tersebar di seluruh wilayah Indonesia, dan
sangat potensial dalam mendukung ketersediaan pangan yang beranekaragam.
Potensi sumber pangan lokal yang beraneka ragam dapat dimanfaatkan untuk
mengurangi ketergantungan terhadap satu komoditas pangan tertentu seperti beras.
Beberapa pangan lokal alternatif cukup besar dan belum dimanfaatkan secara
optimal seperti ubi kayu, ubi jalar, sagu, jagung, suweg, gembili, kentang, ganyong,
dan lainnya yang nilai gizinya tidak kalah, bahkan memiliki kelebihan dibandingkan
beras.
Tingginya jumlah penduduk yang sebagian besar berada di pedesaan merupakan
potensi
labor supply
di sektor pertanian pangan. Sampai saat ini, lebih dari 35 juta
tenaga kerja nasional atau 26,14 juta rumahtangga masih menggantungkan hidupnya
pada sektor pertanian. Penduduk yang besar di suatu wilayah harus ditingkatkan
pengetahuan dan keterampilannya untuk dapat bekerja dan berusaha di sektor
produksi, pengolahan dan pemasaran hasil pertanian. Dengan demikian, peningkatan
kapasitas penduduk menjadi modal (
human capital
) yang dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan kapasitas produksi aneka komoditas pangan bagi pemenuhan
kebutuhan pasar nasional dan dunia. Disamping itu, adanya kearifan lokal pangan
yang sudah dilakukan oleh masyarakat secara turun temurun dalam mengembangkan
warisan sistem pertanian dan pangan, makin mendukung upaya pemantapan
ketahanan pangan (beras aruk, tiwul, binthe, papeda dan lainnya).
2.
Inovasi dan Teknologi
Peran pengembangan ilmu dan teknologi inovatif dalam pertanian, sangat penting
artinya sebagai sarana untuk mempermudah proses transformasi biomassa menjadi
bahan pangan. Perkembangan teknologi industri, pengolahan, penyimpanan dan
pasca panen pangan serta transportasi dan komunikasi yang sangat pesat hingga ke
pelosok daerah, menjadi penunjang penting untuk pemantapan ketersediaan pangan,
cadangan pangan, penanganan rawan pangan. Selain itu juga memberikan peluang
(22)
bergizi seimbang dan aman yang diharapkan dapat mengubah pola pikir dan
perilaku konsumsi masyarakat, sehingga mencapai status gizi yang baik. Isu
ketahanan pangan merupakan isu global, sehingga kesempatan mendapatkan transfer
teknologi dan informasi (
technical assistance
) dalam kerangka kerjasama
internasional sangat terbuka.
3.
Kebijakan Pangan Nasional
UU No. 18 Tahun 2012 tentang pangan, mengamanatkan agar upaya pemenuhan
kebutuhan konsumsi pangan diutamakan dari produksi dalam negeri. Upaya ini
mengisyaratkan agar dalam memantapkan ketahanan pangan harus berlandaskan
kemandirian dan kedaulatan pangan yang didukung oleh subsistem ketersediaan,
distribusi dan konsumsi pangan secara terintegrasi. Yang telah dijabarkan dalam PP
No. 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi. Sejalan dengan
Undang-Undang Pangan tersebut, pemerintah baru dibawah kepemimpinan presiden Joko
Widodo dan Wapres Jusuf Kalla menempatkan pangan sebagai salah satu agenda
penting pembangunan nasional. Hal ini tertuang dalam RPJMN 2015-2019 bahwa
untuk mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor
strategis ekonomi domestik adalah melalui peningkatan kedaulatan pangan.
Kedaulatan pangan memberikan dukungan kekuatan dalam menentukan kebijakan
pangan secara mandiri yang diarahkan untuk menyediakan beraneka ragam pangan
dari produksi dalam negeri sesuai potensi sumberdaya yang kita miliki. Ketersediaan
pangan yang beraneka ragam akan mempercepat penganekaragaman konsumsi
pangan sebagaimana yang diamanatkan dalam PP 22/2009 tentang Kebijakan
Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal, dan
Permentan 43/2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi
Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal, serta 27 Peraturan/Surat Edaran Gubernur di
27 Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dengan demikian, dapat segera terwujud manusia
Indonesia yang sehat, aktif dan produktif.
4.
Kelembagaan Ketahanan Pangan.
Kelembagaan ketahanan pangan nasional dan daerah merupakan pendorong dan
penggerak dalam pencapaian sasaran program ketahanan pangan. Sejak tahun 2000
hingga tahun 2015 telah terbentuk unit kerja struktural ketahanan pangan sebanyak
34 unit kerja struktural di provinsi dan 479 unit kerja struktural di kabupaten/kota.
Selain unit kerja struktural, agar lebih meningkatkan koordinasi dalam perumusan
kebijakan, evaluasi dan pengendalian program ketahanan pangan dilakukan melalui
kelembagaan fungsional Dewan Ketahanan Pangan (DKP). Jumlah kelembagaan
(23)
Berbagai kelembagaan di tingkat lokal di kecamatan dan desa dapat menjadi mitra
kerja pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat dalam rangka gerakan
penganekaragaman konsumsi pangan, seperti Posyandu, Balai Penyuluhan
Pertanian, para penyuluh dari berbagai instansi terkait, dan kelembagaan masyarakat
(Tim Penggerak PKK, majelis taklim, dan sebagainya).
D.
Strategi
1.
Fokus Wilayah
Mengingat luas dan beragamnya permasalahan ketahanan pangan yang dihadapi di
daerah, serta terbatasnya sumberdaya pembangunan yang tersedia, maka Badan
Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian pada tahun 2016 memfokuskan
pembangunan
ketahanan
pangan
berdasarkan
pewilayahan.
Fokus
wilayah
pembangunan ketahanan pangan yang akan dibiayai dari dana APBN pada Tahun
Anggaran 2016 antara lain:
a.
Mendukung peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai di sentra produksi
dengan stabilnya harga pangan di tingkat produsen dan konsumen melalui
kegiatan Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat (PUPM) yang bermitra
dengan Toko Tani Indonesia (TTI).
b.
Kabupaten/Kota yang mempunyai lokasi rawan pangan berdasarkan Peta
Ketahanan dan Kerentanan Pangan/
Food Security and Vulnerability Atlas
(FSVA)
nasional dan daerah.
c.
Mempunyai unit kerja yang menangani ketahanan pangan, baik yang mandiri
dalam lembaga Badan atau Kantor, maupun yang masih bergabung dengan fungsi
lainnya dalam Badan atau Kantor.
d.
Memperkuat pengembangan kawasan rumah pangan lestari (KRPL) dalam rangka
peningkatan ketahanan pangan rumah tangga untuk mengonsumsi pangan yang
Beragam, Bergizi Seimbang, dan Aman (B2SA) di seluruh kabupaten/kota.
e.
Mendorong pemanfaatan pangan pokok lokal oleh masyarakat di kabupaten/kota
yang berpotensi dengan memproduksi dan mengolah pangan pokok lokal.
f.
Menunjukkan kinerja yang baik dalam pelaksanaan program dan kegiatan
pemantapan ketahanan pangan, termasuk penyerapan anggaran dan kepatuhan
penyampaian laporan kegiatan, keuangan, dan barang secara periodik selama 3
tahun terakhir.
(24)
2.
Cara Mencapai Sasaran
Pencapaian sasaran strategis pemantapan ketahanan pangan yang ditetapkan,
dilaksanakan melalui pendekatan yaitu:
1.
Memprioritaskan pembangunan ekonomi berbasis pertanian dan perdesaan untuk:
(a) meningkatkan produksi pangan domestik; (b) menyediakan lapangan kerja; dan
(c) meningkatkan pendapatan masyarakat;
2.
Pemenuhan pangan bagi kelompok masyarakat terutama masyarakat miskin kronis
dan transien (akibat bencana alam, sosial dan ekonomi) melalui pendistribusian
bantuan pangan;
3.
Pemberdayaan masyarakat supaya mampu memanfaatkan pangan beragam, bergizi,
seimbang dan aman (B2SA) berbasis sumber daya lokal;
4.
Promosi dan edukasi kepada masyarakat untuk memanfaatkan pangan B2SA
berbasis sumber daya lokal; dan
5.
Penanganan keamanan pangan segar.
Dalam rangka mengoptimalkan pendekatan di atas, yang perlu dilaksanakan
adalah menggerakkan seluruh komponen bangsa: pemerintah, masyarakat/LSM,
organisasi profesi, organisasi massa, koperasi, organisasi sosial, dan pelaku usaha,
secara aktif, dan sinergi.
3.
Program Aksi dan Sasaran
Untuk mencapai sasaran strategis pemantapan ketahanan pangan Tahun 2016,
program aksi lingkup Badan Ketahanan Pangan beserta sasarannya dilaksanakan dengan
melakukan pemberdayaan aparat dan masyarakat sebagai berikut:
a.
Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat (PUPM) : terselenggaranya
stabilisasi harga pangan di tingkat produsen dan harga yang terjangkau ditingkat
konsumen melalui: (1) Pemberdayaan Lembaga Usaha Pangan Masyarakat
(LUPM) sebanyak 500 Gapoktan, dan (2) Pengembangan kemitraan antara PUPM
dengan Toko Tani Indonesia (TTI) sejumlah 1.000 unit.
b.
Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (Penguatan LDPM) :
meningkatnya kemampuan gapoktan dalam rangka stabilisasi harga pangan
ditingkat produsen dan penguatan cadangan pangan gapoktan di daerah sentra
produksi pangan, sebanyak 341 gapoktan di 27 provinsi.
(25)
c.
Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat: meningkatnya kemampuan
pengelola kelompok lumbung dalam pengelolaan cadangan pangan masyarakat
pada 54 lumbung pangan di 4 provinsi.
d.
Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) : terselenggaranya
Peningkatan Diversifikasi Pangan melalui : (1) Pengembangan Kawasan Rumah
Pangan Lestari di 4.894 desa pada 387 kabupaten/kota di 33 provinsi; (2) Model
Pengembangan Pangan Pokok Lokal di 11 provinsi; serta (3) Sosialisasi dan
Promosi P2KP di 34 provinsi.
e.
Pengembangan Kawasan Mandiri Pangan: meningkatnya kemampuan
ketahanan pangan masyarakat melalui pengembangan kawasan mandiri pangan
sebanyak 190 kawasan (5 desa).
f.
Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi: terwujudnya pengumpulan data, analisis
pendeteksian dini, dan pelaporan penanganan kerawanan pangan di 34 provinsi.
g.
Pengawasan Keamanan dan Mutu Pangan Segar: terwujudnya peningkatan
kapasitas penanganan dan pengawasan keamanan dan mutu pangan segar pada 52
kota di 34 provinsi.
h.
Peningkatan Kesejahteraan Petani Kecil atau
Smallholder Livelihood
Development Project in Eastern Indonesia
(
SOLID
) dalam rangka
pemantapan ketahanan pangan keluarga: terlaksananya operasional SOLID di
5 kabupaten pada Provinsi Maluku dan 6 kabupaten pada Provinsi Maluku Utara.
i.
Penguatan Kelembagaan Ketahanan Pangan: (1) terselenggaranya koordinasi
dan keterpaduan pengelolaan ketahanan pangan oleh pemerintah bersama
masyarakat pada 34 provinsi; (2) terlaksananya pemberian Adhikarya Pangan
Nusantara; serta (3) tersusunnya rumusan kebijakan ketahanan pangan melalui
Dewan Ketahanan Pangan di tingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota.
(26)
BAB III. PROGRAM, KEGIATAN DAN ANGGARAN PEMBANGUNAN
KETAHANAN PANGAN TAHUN 2016
Dalam melaksanakan Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan
Pangan Masyarakat Tahun 2016, lingkup Badan Ketahanan Pangan mendapatkan
alokasi anggaran Rp. 728.930.679.000,- yang semula Rp. 783.064.320.000,-.
Pengurangan anggaran sebesar Rp. 54.133.641.000,- ke Eselon 1 lainnya lingkup
Kementerian Pertanian karena refocusing untuk peningkatan produksi komoditas
prioritas (padi, jagung, kedelai). Apabila anggaran tahun 2016 dibandingkan dengan
tahun 2015, naik sebesar Rp. 93.672.078.000,- atau 14,74% dari tahun 2015. Kenaikan
tersebut untuk mendukung PHLN SOLID dan Pengembangan PUPM/TTI. Adapun
rincian alokasi dan proporsi anggaran antara pusat dan daerah seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Alokasi Anggaran Ketahanan Pangan Pusat dan Daerah TA. 2016
No
Unit Kerja
Pagu (Rp. Juta)
2015
%
2016
%
1
Pusat
114.884,68
18,08
119.492,23
16,39
2
Daerah
520.373,92
81,92
609.438,45
83,61
Jumlah
635.258,60 100,00
728.930,68 100,00
Total anggaran lingkup BKP digunakan untuk melaksanakan 4 (empat) jenis
kegiatan, dengan alokasi terbesar adalah kegiatan Pengembangan Ketersediaan dan
Penanganan
Rawan
Pangan
pada
Badan
Ketahanan
Pangan,
yaitu
Rp.
253.034.600.000,- atau 34,71% dari total anggaran. Rincian rencana anggaran tahun
2016 berdasarkan kegiatan pada lingkup BKP (pusat dan daerah), alokasi anggarannya
seperti terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Alokasi Anggaran per Kegiatan Lingkup BKP TA. 2016
No
Kegiatan
Pusat
(Rp. Juta)
Daerah
(Rp. Juta)
Jumlah
(Rp. Juta)
1
Pengembangan Ketersediaan dan
Penanganan Rawan Pangan
(27)
No
Kegiatan
Pusat
(Rp. Juta)
Daerah
(Rp. Juta)
Jumlah
(Rp. Juta)
2
Pengembangan Sistem Distribusi
dan Stabilitas Harga Pangan
23.815,58 183.142,42
206.958,00
3
Pengembangan Penganekaragaman
Konsumsi dan Keamanan Pangan
11.946,39 152.916,00
164.862,39
4
Dukungan Manajemen dan Teknis
Lainnya pada Badan Ketahanan
Pangan
66.010,13
38.065,56
104.075,69
Jumlah
119.492,23 609.438,45
728.930,68
Outcome
dari program tersebut dalam pencapaian sasaran strategis ketahanan
pangan tahun 2016 adalah meningkatnya ketahanan pangan melalui ketersediaan,
distribusi, konsumsi dan keamanan pangan segar di tingkat masyarakat, serta
terkoordinasinya kebijakan ketahanan pangan. Indikator kinerja utama program tersebut
adalah :
1.
Penurunan penduduk rawan pangan tiap tahun sebesar 1%;
2.
Skor PPH Ketersediaan Penganekaragaman Pangan sebesar 89,71;
3.
Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg) diatas atau sama
dengan HPP;
4.
Koefisien variasi pangan (beras) di tingkat konsumen kurang dari 10%;
5.
Konsumsi Energi per kapita sebesar 2.040 kkal/hari;
6.
Konsumsi Protein per kapita sebesar 56,4 gram/hari;
7.
Skor PPH Konsumsi Peningkatan Diversifikasi Pangan sebesar 86,2;
8.
Peningkatan produk pangan segar yang tersertifikasi 10%;
9.
Tingkat keamanan pangan segar yang diuji lebih besar sama dengan 80%.
Penjelasan kegiatan dan dukungan anggaran yang berada pada lingkup Badan
Ketahanan Pangan Tahun 2016 dapat diuraikan berdasarkan subbagian-subbagian pada
kegiatan tersebut sebagaimana berikut ini :
(28)
A.
Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan
Kegiatan Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan
diarahkan untuk mengupayakan ketersediaan pangan yang cukup dan terjangkau serta
mengurangi jumlah penduduk rawan pangan melalui pemberdayaan masyarakat.
Kegiatan tersebut dibagi dalam 7 (tujuh) subkegiatan yang meliputi : (1) Pengembangan
Kawasan Mandiri Pangan; (2) Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG); (3)
Analisis Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (
Food Security and Vulnerability
Atlas/
FSVA) Provinsi; (4) Kajian Responsif dan Antisipatif Ketersediaan dan
Kerawanan Pangan; (5) Analisis Neraca Bahan Makanan; (6) Pemantauan Ketersediaan
dan Kerawanan Pangan; serta (7) Peningkatan Kesejahteraan Petani Kecil (SOLID).
Kawasan Mandiri Pangan pada daerah rawan pangan sesuai peta FSVA serta
kawasan perbatasan, kepulauan, Papua dan Papua Barat masih dilanjutkan.
Pendampingan pada tahap penumbuhan dan diberikan dana bantuan pemerintah dengan
terlebih dahulu dilakukan evaluasi sehingga berhak untuk memperoleh dana bantuan
pemerintah berikutnya.
Untuk analisis ketersediaan, akses pangan dan kerawanan pangan dilaksanakan
analisis FSVA di 34 provinsi, sistem kewaspadaan pangan dan gizi, analisis neraca
bahan makanan serta kajian responsif dan antisipatif ketersediaan dan kerawanan
pangan. Hasil analisis tersebut digunakan sebagai informasi yang relevan bagi pimpinan
dalam menetapkan kebijakan ketersediaan pangan, penanganan rawan pangan dan
akses pangan secara tepat dan cepat. Untuk mengawal pelaksanaan pemberdayaan
masyarakat dilaksanakan pembinaan pemantauan dan evaluasi secara periodik.
Rencana anggaran kegiatan Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan
Rawan Pangan pada Tahun 2016 sebesar Rp. 253.034.600.000,- yang terbagi dalam 7
(tujuh) subkegiatan dengan volume output, besarnya anggaran dan lokasi kegiatan
seperti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Sasaran, Alokasi Anggaran, dan Lokasi Kegiatan Pengembangan
Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan TA. 2016
No
Sub Kegiatan
Sasaran
Anggaran
(Rp. Juta)
Lokasi
1
Pengembangan Kawasan
Mandiri Pangan
190 Kawasan
28.644,50 30 provinsi,
141 kab/kota
2
Sistem Kewaspadaan
35 Lokasi
6.382,00 Pusat, 34 provinsi,
(1)
Volume (Unit) Volume (Gapoktan) Volume (Unit Lumbung) Volume (Paket) Volume (Paket) Volume (Kawasan) Volume (Paket) Volume (KK) Volume (KK) Volume (Desa) Volume (12 Bln Layanan) Volume (Desa) Volume (Paket) Volume (Paket) Volume (Paket) Volume (12 Bln Layanan) Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat/ LDPM Gerakan Diversifi kasi Pangan Toko Tani Indonesia
SASARAN KEGIATAN SOLID Pengemba ngan Kawasan Mandiri Pangan Analisis Ketersedia an, Akses dan Kerawanan Pangan Kawasan Rumah Pangan Lestari/K RPL Manajemen dan Teknis Lainnya Badan Ketahanan Pangan Pengemban gan Lumbung Pangan Masyarakat/ LPM Panel Harga dan HBKN Pengawa san Keaman an Pangan Analisis dan Perumus an Kebijaka n Konsum KEWENANGAN NO PROVINSI/KABUPATEN/KOTA
Analisis dan Perumusan Kebijakan Distribusi Pangan Dukungan Produksi Pertanian dan Pemasara Pemberd ayaan Petani Kecil dan Pengem bangan Rantai Nilai Tanama Dukungan Manajemen dan Administras i SOLID 5
Kab. Bangka Selatan - - - - - - - - - 6 - - - 12 DK
6
Kab. Belitung Timur - - - 2 - - - 6 - - - 12 DK 7
Kota Pangkal Pinang - - - - - - - - - 4 - 1 - 12 DK Total Kab - - - - - 5 - - - - 34 - 1 - 84 -30 Gorontalo 4 6 - 1 - 3 1 - - - 30 1 1 1 72
-Provinsi Gorontalo 4 6 - 1 - - 1 - - - 1 1 1 12 DK 1
Kab. Gorontalo - - - 1 - - - 6 - - - 12 DK
2
Kab. Boalemo - - - 1 - - - 6 - - - 12 DK
3
Kab. Pohuwato - - - - - - - - - 6 - - - 12 DK
4
Kab. Bone Bolango - - - 1 - - - 6 - - - 12 DK
5
Kab. Gorontalo Utara - - - - - - - - - 6 - - - 12 DK
6
Kota Gorontalo - - - - - - - - - - - - - - -Total Kab - - - - - 3 - - - - 30 - - - 60 -31 Kepulauan Riau 3 2 - 1 - 8 1 - - - 30 1 2 1 96
-Provinsi Kepulauan Riau 3 2 - 1 - - 1 - - - 1 1 1 12 DK 1
Kab. Bintan - - - 1 - - - 6 - - - 12 DK
2
Kab. Karimun - - - 1 - - - - - - - 12 DK
3
Kab. Natuna - - - 2 - - - - - - - 12 DK
4
Kab. Anambas - - - 1 - - - 6 - - - 12 DK
5
Kota Batam - - - 2 - - - 4 - 1 - 12 DK
6
Kota Tanjung Pinang - - - - - - - - - 8 - - - 12 DK
7
Kab. Lingga - - - 1 - - - 6 - - - 12 DK
Total Kab - - - - - 8 - - - - 30 - 1 - 84 -32 Papua Barat 2 - - 1 - 9 1 - - - 64 1 1 1 108
-Provinsi Papua Barat 2 - - 1 - - 1 - - - 1 1 1 12 DK 1
Kab. Manokwari - - - 1 - - - 16 - - - 12 DK
2
Kab. Sorong - - - - - - - - - 6 - - - 12 DK
3
Kab. Fak-Fak - - - 2 - - - - - - - 12 DK
4
Kab. Sorong Selatan - - - - - - - - - - - - - - -5
Kab. Raja Ampat - - - 2 - - - 16 - - - 12 DK
6
Kab. Teluk Bintuni - - - - - - - - - - - - - - -7
Kab. Teluk Wondama - - - - - - - - - 16 - - - 12 DK
8
Kab. Kaimana - - - - - - - - - - - - - - -9
Kab. Tambrauw - - - 2 - - - - - - - 12 DK
10
(2)
Volume (Unit) Volume (Gapoktan) Volume (Unit Lumbung) Volume (Paket) Volume (Paket) Volume (Kawasan) Volume (Paket) Volume (KK) Volume (KK) Volume (Desa) Volume (12 Bln Layanan) Volume (Desa) Volume (Paket) Volume (Paket) Volume (Paket) Volume (12 Bln Layanan) Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat/ LDPM Gerakan Diversifi kasi Pangan Toko Tani Indonesia
SASARAN KEGIATAN SOLID Pengemba ngan Kawasan Mandiri Pangan Analisis Ketersedia an, Akses dan Kerawanan Pangan Kawasan Rumah Pangan Lestari/K RPL Manajemen dan Teknis Lainnya Badan Ketahanan Pangan Pengemban gan Lumbung Pangan Masyarakat/ LPM Panel Harga dan HBKN Pengawa san Keaman an Pangan Analisis dan Perumus an Kebijaka n Konsum KEWENANGAN NO PROVINSI/KABUPATEN/KOTA
Analisis dan Perumusan Kebijakan Distribusi Pangan Dukungan Produksi Pertanian dan Pemasara Pemberd ayaan Petani Kecil dan Pengem bangan Rantai Nilai Tanama Dukungan Manajemen dan Administras i SOLID 11
Kota Sorong - - - - - - - - - 10 - - - 12 DK
12
Kab. Manokwari Selatan - - - - - - - - - - - - - - -13
Kab. Pegunungan Arfak - - - - - - - - - - - - - - -Total Kab - - - - - 9 - - - - 64 - - - 96 -33 Sulawesi Barat 6 4 - 1 - 1 1 - - - 42 1 1 1 72
-Provinsi Sulawesi Barat 6 4 - 1 - - 1 - - - 1 1 1 12 DK 1
Kab. Majene - - - - - - - - - 10 - - - 12 DK
2
Kab. Mamuju - - - - - - - - - 6 - - - 12 DK
3
Kab. Mamuju Utara - - - - - - - - - 6 - - - 12 DK
4
Kab. Polewali Mandar - - - - - - - - - 10 - - - 12 DK
5
Kab. Mamasa - - - 1 - - - 10 - - - 12 DK
5
Kab. Mamuju Tengah - - - - - - - - - - - - - - -Total Kab - - - - - 1 - - - - 42 - - - 60 -34 Kalimantan Utara - - - 1 - 3 1 - - - 24 1 1 1 60
-Provinsi Kalimantan Utara - - - 1 - - 1 - - - 1 1 1 12 DK 1
Kab. Bulungan - - - - - - - - - 6 - - - 12 DK
2
Kab. Nunukan - - - 2 - - - 6 - - - 12 DK
3
Kab. Malinau - - - 1 - - - 6 - - - 12 DK
4
Kab. Tana Tidung - - - - - - - - - 6 - - - 12 DK
5
Kota Tarakan - - - - - - - - - - - - - - -Total Kab - - - - - 3 - - - - 24 - - - 48
-35 Pusat - - - 1 1 - 1 - - 12 - 1 1 1 12 KP
Total Pusat - - - 1 1 - 1 - 12 - 1 1 1 12 -Total Kabupaten - - - - - 190 - 26.880 33.600 224 132 4.894 - 51 - 5.280 -Total Provinsi 500 341 54 34 - - 34 - - - 34 34 34 408 -Grant Total 500 341 54 35 1 190 35 26.880 33.600 224 144 4.894 35 86 35 5.700
(3)
-(000)
OPERASIO NAL
NON OPERASIONAL
OPERASIO NAL
NON
OPERASIONAL RM PLN/RMP/HLN RM
PLN/RMP/ HLN
018.11 BADAN KETAHANAN PANGAN 21.304.141 8.632.351 697.432.487 0 1.561.700 0 728.930.679 521.713.979 205.655.000 1.436.700 125.000 728.930.679
01 DKI JAKARTA 21.304.141 8.632.351 95.137.764 0 1.561.700 0 126.635.956 113.939.131 11.135.125 1.436.700 125.000 126.635.956
1 019032
DINAS KELAUTAN, PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI DKI
JAKARTA 0 0 4.808.780 0 0 0 4.808.780 4.808.780 - 0 0 4.808.780
2 452332 BADAN KETAHANAN PANGAN 21.304.141 8.632.351 90.328.984 0 1.561.700 0 121.827.176 109.130.351 11.135.125 1.436.700 125.000 121.827.176
02 JAWA BARAT 0 0 33.951.030 0 0 0 33.951.030 33.951.030 - 0 0 33.951.030
3 029346 BADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI JAWA BARAT 0 0 33.951.030 0 0 0 33.951.030 33.951.030 - 0 0 33.951.030
03 JAWA TENGAH 0 0 36.524.652 0 0 0 36.524.652 36.524.652 - 0 0 36.524.652
4 039427 BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH 0 0 36.524.652 0 0 0 36.524.652 36.524.652 - 0 0 36.524.652
04 DI YOGYAKARTA 0 0 8.122.235 0 0 0 8.122.235 8.122.235 - 0 0 8.122.235
5 049037 BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN PROPINSI D.I. YOGYAKARTA 0 0 8.122.235 0 0 0 8.122.235 8.122.235 - 0 0 8.122.235
05 JAWA TIMUR 0 0 41.140.380 0 0 0 41.140.380 41.140.380 - 0 0 41.140.380
6 059444 BADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI JAWA TIMUR 0 0 41.140.380 0 0 0 41.140.380 41.140.380 - 0 0 41.140.380
06 ACEH 0 0 10.955.320 0 0 0 10.955.320 10.955.320 - 0 0 10.955.320
7 069027 BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN PROPINSI ACEH 0 0 10.955.320 0 0 0 10.955.320 10.955.320 - 0 0 10.955.320
07 SUMATERA UTARA 0 0 22.345.600 0 0 0 22.345.600 22.345.600 - 0 0 22.345.600
8 079318 BADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI SUMATERA UTARA 0 0 22.345.600 0 0 0 22.345.600 22.345.600 - 0 0 22.345.600
08 SUMATERA BARAT 0 0 14.070.966 0 0 0 14.070.966 14.070.966 - 0 0 14.070.966
9 089266 BADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI SUMATERA BARAT 0 0 14.070.966 0 0 0 14.070.966 14.070.966 - 0 0 14.070.966
09 RIAU 0 0 9.843.753 0 0 0 9.843.753 9.843.753 - 0 0 9.843.753
10 099426 BADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI RIAU 0 0 9.843.753 0 0 0 9.843.753 9.843.753 - 0 0 9.843.753
10 JAMBI 0 0 7.117.171 0 0 0 7.117.171 7.117.171 - 0 0 7.117.171
11 109019 BADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI JAMBI 0 0 7.117.171 0 0 0 7.117.171 7.117.171 - 0 0 7.117.171
11 SUMATERA SELATAN 0 0 14.493.311 0 0 0 14.493.311 14.493.311 - 0 0 14.493.311
12 119225 BADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI SUMATERA SELATAN 0 0 14.493.311 0 0 0 14.493.311 14.493.311 - 0 0 14.493.311
12 LAMPUNG 0 0 17.032.675 0 0 0 17.032.675 17.032.675 - 0 0 17.032.675
13 129224 BADAN KETAHANAN PANGAN DAERAH PROPINSI LAMPUNG 0 0 17.032.675 0 0 0 17.032.675 17.032.675 - 0 0 17.032.675
13 KALIMANTAN BARAT 0 0 10.426.661 0 0 0 10.426.661 10.426.661 - 0 0 10.426.661
14 139021
BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN PROPINSI KALIMANTAN
BARAT 0 0 10.426.661 0 0 0 10.426.661 10.426.661 - 0 0 10.426.661
14 KALIMANTAN TENGAH 0 0 9.551.692 0 0 0 9.551.692 9.551.692 - 0 0 9.551.692
15 149214
BADAN KETAHANAN PANGAN DAN KOORDINASI PENYULUHAN PROVINSI
KALIMANTAN TENGAH 0 0 9.551.692 0 0 0 9.551.692 9.551.692 - 0 0 9.551.692
15 KALIMANTAN SELATAN 0 0 13.644.985 0 0 0 13.644.985 13.644.985 - 0 0 13.644.985
16 159192 BADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI KALIMANTAN SELATAN 0 0 13.644.985 0 0 0 13.644.985 13.644.985 - 0 0 13.644.985
LAMPIRAN 3
RINCIAN ANGGARAN MENURUT UNIT/PROVINSI/SATKER TAHUN ANGGARAN 2016
BELANJA
BANSOS jumlah
BELANJA BARANG BELANJA MODAL
jumlah BELANJA MODAL
NO KODE
SATKER NAMA SATKER
BELANJA PEGAWAI
(4)
(000)
OPERASIO NAL
NON OPERASIONAL
OPERASIO NAL
NON
OPERASIONAL RM PLN/RMP/HLN RM
PLN/RMP/ HLN BELANJA
BANSOS jumlah
BELANJA BARANG BELANJA MODAL
jumlah BELANJA MODAL
NO KODE
SATKER NAMA SATKER
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG
16 KALIMANTAN TIMUR 0 0 5.522.005 0 0 0 5.522.005 5.522.005 - 0 0 5.522.005
17 169000
BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN PROVINSI KALIMANTAN
TIMUR 0 0 5.522.005 0 0 0 5.522.005 5.522.005 - 0 0 5.522.005
17 SULAWESI UTARA 0 0 8.062.324 0 0 0 8.062.324 8.062.324 - 0 0 8.062.324
18 179212 BADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI SULAWESI UTARA 0 0 8.062.324 0 0 0 8.062.324 8.062.324 - 0 0 8.062.324
18 SULAWESI TENGAH 0 0 8.984.947 0 0 0 8.984.947 8.984.947 - 0 0 8.984.947
19 189206 BADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI SULAWESI TENGAH 0 0 8.984.947 0 0 0 8.984.947 8.984.947 - 0 0 8.984.947
19 SULAWESI SELATAN 0 0 27.218.979 0 0 0 27.218.979 27.218.979 - 0 0 27.218.979
20 199374 BADAN KETAHANAN PANGAN DAERAH PROPINSI SULAWESI SELATAN 0 0 27.218.979 0 0 0 27.218.979 27.218.979 - 0 0 27.218.979
20 SULAWESI TENGGARA 0 0 9.093.308 0 0 0 9.093.308 9.093.308 - 0 0 9.093.308
21 209186 BADAN KETAHANAN PANGAN PROP. SULAWESI TENGGARA 0 0 9.093.308 0 0 0 9.093.308 9.093.308 - 0 0 9.093.308
21 MALUKU 0 0 98.350.419 0 0 0 98.350.419 6.915.063 91.435.356 0 0 98.350.419
22 210439 BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN KABUPATEN BURU 0 0 17.748.062 0 0 0 17.748.062 260.000 17.488.062 0 0 17.748.062
23 219169 BADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI MALUKU 0 0 6.435.063 0 0 0 6.435.063 6.435.063 - 0 0 6.435.063
24 219183 BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN KAB. MALUKU TENGAH 0 0 21.695.156 0 0 0 21.695.156 0 21.695.156 0 0 21.695.156
25 219211
BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN KABUPATEN SERAM
BAGIAN BARAT 0 0 17.551.062 0 0 0 17.551.062 0 17.551.062 0 0 17.551.062
26 219216
BADAN PELAKSANA PENYULUHAN DAN KETAHANAN PANGAN KAB. SERAM
BAGIAN TIMUR 0 0 15.511.190 0 0 0 15.511.190 220.000 15.291.190 0 0 15.511.190
27 219223 BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN KAB.BURU SELATAN 0 0 11.099.846 0 0 0 11.099.846 0 11.099.846 0 0 11.099.846
28 219245 BADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI MALUKU 0 0 8.310.040 0 0 0 8.310.040 0 8.310.040 0 0 8.310.040
22 BALI 0 0 7.513.876 0 0 0 7.513.876 7.513.876 - 0 0 7.513.876
29 229164
BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PEMERINTAHAN DESA PROP.
BALI 0 0 7.513.876 0 0 0 7.513.876 7.513.876 - 0 0 7.513.876
23 NUSA TENGGARA BARAT 0 0 10.968.105 0 0 0 10.968.105 10.968.105 - 0 0 10.968.105
30 239220 BADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT 0 0 10.968.105 0 0 0 10.968.105 10.968.105 - 0 0 10.968.105
24 NUSA TENGGARA TIMUR 0 0 9.162.413 0 0 0 9.162.413 9.162.413 - 0 0 9.162.413
31 249020
BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN PROPINSI NUSA TENGGARA
TIMUR 0 0 9.162.413 0 0 0 9.162.413 9.162.413 - 0 0 9.162.413
25 PAPUA 0 0 9.193.027 0 0 0 9.193.027 9.193.027 - 0 0 9.193.027
32 259022 Badan Ketahanan Pangan dan Koordinasi Penyuluhan Provinsi Papua 0 0 9.193.027 0 0 0 9.193.027 9.193.027 - 0 0 9.193.027
26 BENGKULU 0 0 8.354.973 0 0 0 8.354.973 8.354.973 - 0 0 8.354.973
(5)
(000)
OPERASIO NAL
NON OPERASIONAL
OPERASIO NAL
NON
OPERASIONAL RM PLN/RMP/HLN RM
PLN/RMP/ HLN BELANJA
BANSOS jumlah
BELANJA BARANG BELANJA MODAL
jumlah BELANJA MODAL
NO KODE
SATKER NAMA SATKER
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG
28 MALUKU UTARA 0 0 106.133.185 0 0 0 106.133.185 3.048.666 103.084.519 0 0 106.133.185
34 289039 DINAS PERTANIAN PROVINSI MALUKU UTARA 0 0 3.048.666 0 0 0 3.048.666 3.048.666 - 0 0 3.048.666
35 289048 DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN KABUPATEN HALMAHERA SELATAN 0 0 15.922.379 0 0 0 15.922.379 0 15.922.379 0 0 15.922.379
36 289052 DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN KABUPATEN KEPULAUAN SULA 0 0 15.557.784 0 0 0 15.557.784 0 15.557.784 0 0 15.557.784
37 289055 DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN KAB HALMAHERA TIMUR 0 0 15.299.204 0 0 0 15.299.204 0 15.299.204 0 0 15.299.204
38 289058 DINAS PERTANIAN KABUPATEN HALMAHERA BARAT 0 0 15.696.509 0 0 0 15.696.509 0 15.696.509 0 0 15.696.509
39 289109 DINAS PERTANIAN PROVINSI MALUKU UTARA 0 0 8.565.015 0 0 0 8.565.015 0 8.565.015 0 0 8.565.015
40 289184
BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PELAKSANA PENYULUHAN KABUPATEN
HALMAHERA TENGAH 0 0 16.021.814 0 0 0 16.021.814 0 16.021.814 0 0 16.021.814
41 289191 BADAN PENYULUHAN DAN KETAHANAN PANGAN KAB. HALMAHERA UTARA 0 0 16.021.814 0 0 0 16.021.814 0 16.021.814 0 0 16.021.814
29 BANTEN 0 0 14.413.440 0 0 0 14.413.440 14.413.440 - 0 0 14.413.440
42 299444 BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN PROVINSI BANTEN 0 0 14.413.440 0 0 0 14.413.440 14.413.440 - 0 0 14.413.440
30 KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 0 0 5.961.407 0 0 0 5.961.407 5.961.407 - 0 0 5.961.407
43 309208 BADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI BANGKA BELITUNG 0 0 5.961.407 0 0 0 5.961.407 5.961.407 - 0 0 5.961.407
31 GORONTALO 0 0 5.387.826 0 0 0 5.387.826 5.387.826 - 0 0 5.387.826
44 319005
BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PUSAT INFORMASI JAGUNG PROVINSI
GORONTALO 0 0 5.387.826 0 0 0 5.387.826 5.387.826 - 0 0 5.387.826
32 KEPULAUAN RIAU 0 0 4.671.819 0 0 0 4.671.819 4.671.819 - 0 0 4.671.819
45 320097 BADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI KEPULAUAN RIAU 0 0 4.671.819 0 0 0 4.671.819 4.671.819 - 0 0 4.671.819
33 PAPUA BARAT 0 0 6.011.838 0 0 0 6.011.838 6.011.838 - 0 0 6.011.838
46 339029
SEKRETARIAT BADAN KOORDINASI PENYULUHAN DAN KETAHANAN PANGAN
PROVINSI PAPUA BARAT 0 0 6.011.838 0 0 0 6.011.838 6.011.838 - 0 0 6.011.838
34 SULAWESI BARAT 0 0 5.672.401 0 0 0 5.672.401 5.672.401 - 0 0 5.672.401
47 340161 BADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI SULAWESI BARAT 0 0 5.672.401 0 0 0 5.672.401 5.672.401 - 0 0 5.672.401
35 KALIMANTAN UTARA 0 0 2.398.000 0 0 0 2.398.000 2.398.000 - 0 0 2.398.000
48 355102
DINAS PERTANIAN, KEHUTANAN DAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI
(6)