Musabaqah bil Khairat Dalil naqli tentang mujahadah

113 Akhlak Kurikulum 2013 terbujuk rayu hawa nafsu dan setan yang terus menggoda. Situasi batin dari orang-orang yang terus musyahadah menyaksikan keagungan Ilahi amat tenang. Sehingga tak ada kewajiban yang diperintah dilalaikan dan tidak ada larangan Allah yang dilanggar. Jiwa yang memiliki rusyda terus hadir dengan khusyu’. Inilah sebenarnya yang disebut muja- hidin ‘ala nafsini wa jawarihihi, yaitu orang yang selalu bersungguh dengan nuraninya dan gerakannya. Orang yang dapat mengalahkan hawa nafsunya, sehingga ia dapat menguasai hawa nafsunya, bukannya dikuasai oleh hawa nafsu. Malah tidak diperbudakkan oleh hawa nafsunya. Sabda Rasulullah Saw., “Tidak seorangpun di antara kita yang tidak bersyai- tan, saya sendiri pun juga bersyaitan. Tetapi sesungguhnya Allah telah menolong saya menghadapi syaitan saya, sehingga setan itu dapat saya kalahkan”. Hadis riwayat Ibnu Jauzi dan Ibnu Abdurrahman Salmi.

2. Dalil naqli tentang mujahadah

Sebagaimana dalam irman Allah Swt.; َن ي�ِن ِس ْحُ ْلا َعَ َل َه َنِإ َو اَنَلُب ُس ْمُ َن�َي ِدْ َن�َل اَنيِف او ُدَها َج َن ي� ِذَلاَو Artinya : Dan orang-orang yang berjihad mujahadah untuk mencari keridhaan Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar- benar beserta orang-orang yang berbuat baik QS. al-Ankabut [29]:69 Nabi Muha mmad Saw. juga pernah bersabda: َ ّل َجَو َزَع ِه ِةَعاَط ي ِن� ُه َسْفَن َدَها َج ْنَم ُدِهاَبحُ ْلاَو Artinya: Seorang mujahid adalah orang yang memerangi hawa nafsunya dalam taat ke- pada Allah Azza wa Jalla HR. Ahmad bin Hanbal

B. Musabaqah bil Khairat

Musabaqah bil Khairat adalah berlomba-lomba dalam hal kebaikan untuk menger- jakan amalan yang wajib dan sunah, meninggalkan segala perbuatan yang haram dan makhruh, serta sebagian hal-hal yang mubah dibolehkan. Allah Swt. menjelaskan ten- tang musabaqah bil khairat pada QS. Al-Baqarah [2]: 148 ٍء ْي َث� ِ ُك َلَع َه َنِإ اًعيِ َب� ُه ُ ُكِب ِتْأَي� اوُنوُكَت اَمَن�ْيَأ ِتاَ ْي�َنْلا اوُقِبَت ْساَف اَ ي�ِلَوُم َوُه ٌةَ ْب�ِو ٍُكِلَو ١٤8 ٌ ي� ِد َق B u k u S i s w a K e l a s X 114 Artinya : “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya sendiri yang ia menghadap kepadan- ya. Maka berlomba-lombalah kamu dalam berbuat kebaikan. Di mana saja kamu be- rada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. QS. Al-Baqarah [2]: 148. Dalam ayat ini Allah Swt. memerintahkan fastabiqul khairat berlomba-lombalah atau bersegeralah dalam berbuat baik. Imam An-Nawawi mengatakan bersegera dalam melakukan kebaikan, dan dorongan bagi orang-orang yang ingin berbuat baik agar segera melakukannya dengan penuh kesungguhan tanpa ragu sedikitpun. Berikut be- berapa poin bagaimana Imam An-Nawawi memahami ayat tersebut. Pertama, bahwa melakukan kebaikan adalah hal yang tidak bisa ditunda, melainkan harus segera dikerjakan. Sebab kesempatan hidup sangat terbatas. Kematian bisa saja datang secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya. Karena itu semasih ada kehidupan, segeralah berbuat baik. Lebih dari itu bahwa kesempatan berbuat baik belum tentu se- tiap saat kita dapatkan. Karenanya begitu ada kesempatan untuk kebaikan, jangan di- tunda-tunda lagi, tetapi segera dikerjakan. Karena itu Allah Swt. dalam Al-Quran sela- lu menggunakan istilah bersegeralah, seperti fastabiqu atau wa sari’u yang maksudnya sama, bergegas dengan segera, jangan ditunda- tunda lagi untuk berbuat baik atau memo- hon ampunan Allah Swt. Dalam hadis Rasulullah Saw. menggunakan istilah bādirū mak- sudnya bersegera dan bergegas. Kedua, bahwa untuk berbuat baik hendaknya selalu saling mendorong dan saling to- long menolong. Kita harus membangun lingkungan yang baik. Lingkungan yang mem- buat kita terdorong untuk berbuat kebaikan. Hadis yang menceritakan seorang pem- bunuh seratus orang lalu ia ingin bertaubat, bahwa untuk mencapai tujuan taubat tersebut disyaratkan agar ia meninggalkan lingkungannya yang buruk. Sebab tidak sedikit memang seorang yang tadinya baik menjadi rusak karena lingkungan. Karena itu Imam An-Nawawi menggunakan “al-hassu” yang artinya saling mendukung dan memotivasi. Sebab dari lingkungan yang saling mendukung kebaikan akan tercipta kebiasaan berbuat baik secara istiqamah Ketiga, bahwa melakukan kebaikan harus didukung dengan kesungguhan. Imam An- Nawawi mengatakan “bil jiddi min ghairi taraddud”. Kalimat ini menunjukkan bahwa tidak mungkin kebaikan dicapai oleh seseorang yang setengah hati dalam mengerjakan- nya. Rasulullah Saw. bersabda “untuk mendorong segera beramal sebelum datangnya itnah, di mana ketika itnah itu tiba, seseorang tidak akan pernah bisa berbuat baik.”

C. Etos Kerja 1. Pengertian etos kerja