SPL dan Klorofil-a PARAMETER OSEANOGRAFI DAN

5 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh

BAB 2 PARAMETER OSEANOGRAFI DAN

BEBERAPA JENIS IKAN TARGET PENANGKAPAN

2.1 SPL dan Klorofil-a

Narendra 1993 menggunakan data satelit NOAA-AVHRR kanal 4 dan kanal 5 masing-masing dengan panjang gelombang 10,3 - 11,3 µm dan 11,5 - 12,5 µm serta resolusi spasial 1,1 km untuk mendeteksi suhu permukaan laut SPL. SPL yang dihasilkan selanjutnya menjadi data utama dalam menentukan zona potensi penangkapan ikan. Dalam perhitungan SPL dilakukan 3 tiga tahap proses yaitu : 1 koreksi radiometrik; 2 koreksi geometrik; 3 perhitungan SPL. Koreksi radiometrik terhadap data NOAA-AVHRR dimaksudkan untuk menghilangkan pengaruh posisi matahari dan atmosfir pada saat transmisi energi dari matahari ke permukaan laut dan emisi dari permukaan laut ke sensor pada satelit. Koreksi geometrik dilakukan untuk menghilangkan efek kelengkungan permukaan bumi dan rotasi bumi pada saat observasi oleh satelit. Untuk mendapatkan data yang lebih akurat dari segi geometrik juga digunakan beberapa titik kontrol peta sebagai acuan pada saat koreksi geometrik. Sedangkan perhitungan suhu permukaan laut menggunakan multi kanal yaitu kanal 4 dan kanal 5, dimaksudkan untuk mendapatkan hasil perhitungan yang akurat. Gastellu 1988 menyatakan bahwa, pengguna ilmiah sangat berkepentingan dengan data yang didapat dari satelit khususnya yang berkaitan dengan SPL dan dinamika oseanografi thermal front, upwelling, dan arus eddy. Keterbatasan aspek fisik dan teknologi menyebabkan kesulitan dalam mendapatkan hasil pengamatan SPL dari satelit. Permasalahan utama disebabkan oleh kandungan uap air di atmosfir yang menyebabkan kesalahan sampai 10 o C. Keragaman emisivitas permukaan laut dan noise pada sensor satelit juga merupakan faktor penyebab terjadinya kesalahan dalam perhitungan SPL. Dengan menggunakan koreksi radiometrik dan proses pengolahan yang baik dimungkinkan untuk mendapatkan SPL yang cukup teliti. Gordon 2005 menyatakan bahwa berdasarkan penelitian menggunakan data MODIS Aqua dan data SeaWiFS diketahui bahwa SPL, klorofil-a, dan upwelling masing-masing sangat dipengaruhi oleh angin monsun. Dari hasil penelitian arus lintas kepulauan Indonesia diketahui bahwa, termoklin di Samudera Hindia dengan suhu dingin dan salinitas rendah bergerak memotong arus lintas kepulauan Indonesia dekat 12 o LS. Perairan laut Indonesia mengalami penurunan disebabkan oleh pergerakan Arus Lintas Kepulauan Indonsia ALKI dan diganti oleh air laut dari termoklin Pasifik Utara melintasi lapisan bawah termoklin dan masuk pada lapisan lebih dalam, kemudian langsung diganti oleh air dari Pasifik Selatan. Air masuk yang menggantikan nampak sebagai campuran utama Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan ZPPI 5 6 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh pada perairan laut Indonesia. Jika tidak ada arus lintas Indonesia dan air tidak menjadi dingin, dan zona perairan dengan salinitas rendah memotong Samudera Hindia tropis maka dapat dibuat satu asumsi bahwa air yang hangat akan terdapat di perairan tropis dan Samudera Hindia bagian utara dengan salinitas tinggi. Tangdom, et.al. 2005 menyatakan bahwa, monsun Asia mempunyai pengaruh dominan pada variasi SPL. Pada bulan Agustus, ketika angin monsun tenggara bertiup dominan, area yang luas sebelah selatan lebih dingin 5 o C, dengan suhu minimum pada daerah upwelling di perairan sebelah selatan Pulau Jawa dan di perairan Arafura. Air yang dingin digerakkan ke Laut Jawa bagian timur. Di Selat Makassar, ketika parameter koreolis berakhir dan hilang maka air permukaan mengalir ke arah utara searah dengan pergerakan angin. Dampak dari aliran air permukaan diperkecil oleh perluasan aliran air bagian permukaan dari Samudera Pasifik, dan sebagai hasilnya maka SPL di Selat Makassar selama musim bersangkutan lebih tinggi dari 29 o C. Angin monsun sebaliknya menggerakkan massa air yang relatif dingin dan salinitas rendah dari Laut China Selatan ke lapisan permukaan Laut Jawa bagian selatan. SPL terendah dari perairan laut Indonesia terdapat di Laut Jawa bagian barat, yaitu ketika terjadi perluasan radiasi panas permukaan sehingga SPL lebih tinggi dari 29 o C. Juga dinyatakan bahwa, mekanisme yang menyebabkan dan memelihara SPL pada kondisi yang tetap di lautan Indonesia terjadi sebagai akibat dari topografi yang komplek dan pertemuan antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Sebagai tambahan terhadap radiasi panas permukaan, percampuran pasang yang intensif dari permukaan laut dan termoklin yang digerakkan oleh angin di atas Samudera Pasifik dan Samudera Hindia memainkan peran dalam pergerakan dan pemeliharaan SPL. Konsekuensinya, dinamika regional lautan dan SPL menjadi faktor penting dalam iklim regional, yang berdampak penting terhadap iklim global. Wilayah Indonesia, yang juga dikenal dengan “Maritime Continent” telah diidentifikasi sebagai area yang sangat penting bagi iklim, baik secara lokal maupun global. Tangdom et.al. 2005 juga menyatakan bahwa penangkapan ikan dengan alat tangkap purse seine di perairan tropis Asia dicirikan pada penggunaan rumpon untuk mengumpulkan ikan pelagis kecil. Sejak tahun 1971, fishing ground diperluas ke bagian timur Laut Jawa dengan mengembangkan taktik dan strategi penangkapan yang selalu bergeser berkaitan dengan perubahan lingkungan. Analisis hasil tangkapan ikan layang dalam kaitannya dengan fishing ground di sekitar Bawean, Masalembo Matasiri, dan kepulauan Kangean menunjukkan bahwa, keberhasilan penangkapan ikan terjadi selama periode salinitas tinggi 34 00 . Hasil tangkapan ikan tertinggi selama periode tersebut didaratkan dari fishing ground di kepulauan Masalembo. Fenomena terjadinya pergeseran massa air dari arah timur ke barat berkorelasi dengan meningkatnya produktivitas ikan pelagis kecil di area tersebut. Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan ZPPI 6 7 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh Hasil tangkapan ikan rata-rata di perairan sekitar kepulauan Masalembo menunjukkan adanya siklus musiman yang berkaitan erat dengan perubahan angin monsun. Hasil tangkapan tonhari cenderung tinggi pada bulan Agustus hingga November, pada kondisi perairan dengan salinitas tinggi dan suhu lebih rendah, sebaliknya menurun pada bulan Desember hingga Juli dengan suhu tinggi dan salintas rendah. Kondisi yang khusus terjadi pada bulan Januari – April dengan hasil tangkapan sekitar 1,5 sampai 2,5 tonhari. Perairan di bagian timur Laut Jawa merupakan daerah peralihan yang dipengaruhi oleh kondisi oseanografi perairan Selat Makassar dan Laut Flores yang bervariasi mengikuti perubahan musiman. Hasil penelitian pada perairan di sekitar Pulau Matasiri dalam periode 1992 – 1994 menunjukkan bahwa SPL maksimum mencapai 30 o C selama angin barat laut atau musim basah pada bulan Desember 1993, kemudian menurun hingga 26 o C pada Februari 1994. Suhu minimum dengan nilai 26 o C terjadi selama akhir musim angin tenggara atau musim kering pada bulan September 1993. Salinitas permukaan laut mengikuti bentuk yang berlawanan dengan nilai maksimum 34,5 ooo terjadi pada bulan September 1992 sampai Oktober 1993, kemudian turun menjadi 31 – 32 ooo pada bulan Februari 1994. Salinitas teringgi 34 ooo ditemukan pada fishing ground utama dari Bawean, Masalembo dan kepulauan Matasiri. Pengukuran SPL di perairaan sekitar kepulauan Masalembo menunjukkan bahwa SPL cenderung tinggi 29 C selama periode Mei, November dan Desember 1992, juga pada bulan Juni, November dan Desember 1993. Kondisi lingkungan Laut Jawa; sangat dipengaruhi oleh perubahan permukaan laut dan interaksi atmosfir pada saat arus permukaan timur – barat mengikuti arah angin mengakibatkan terjadinya percampuran mulai sepanjang permukaan ke perairan yang lebih dalam melalui pengadukan secara vertikal. Proses pengadukan terus berlangsung sampai perairan laut mencapai kondisi homogen dengan salinitas tinggi 34 00 yang terjadi selama musin angin tenggara pada bulan Juli – Oktober. Proses sebaliknya terjadi dari barat laut selama monsun barat laut pada bulan November sampai Februari dengan salinitas rendah 32 00 berkaitan dengan masuknya air tawar dari beberapa sungai besar selama musim hujan. Salinitas terendah pada permukaan laut terjadi pada bulan Mei 1992 32 – 32,5 00 dan tertinggi tejadi pada bulan Oktober 1993 33 – 34,5 00 . Sediadi 2004 menyatakan bahwa, pada waktu musim timur terjadi proses upwelling di perairan Laut Banda. Untuk mengetahui effek upwelling terhadap kelimpahan dan distribusi fitoplankton di perairan Laut Banda, dilakukan penelitian pada bulan Agustus 1997 yang mewakili musim timur dan bulan Oktober 1998 yang mewakili musim peralihan sebagai pembanding. Data kelimpahan dan distribusi fitoplankton dengan mengambil contoh fitoplankton dari kedalaman 100 m ke permukaan. Hasil pengamatan pada musim timur Agustus 1997 menunjukkan bahwa Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan ZPPI 7 8 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh proses taikan air upwelling masih berlangsung. Hal ini terlihat dari nilai regresi antara suhu dan salinitas r 2 = 84,1 , suhu dan nitrat 94,5. Pada saat musim timur tercatat 33 jenis fitoplankton, komposisi jenis fitoplankton lebih bervariasi dibandingkan musim peralihan yang hanya 26 jenis fitoplankton. Berdasarkan hasil penelitian klorofil-a di Selat Bali dengan menggunakan data satelit SeaWiFS yang dilakukan oleh Gaol et al 2004 bahwa terjadi peningkatan kandungan klorofil-a secara musiman. Konsentrasi klorofil-a mengalami peningkatan pada bulan Mei dan mencapai kondisi tertinggi pada bulan September, dan berkorelasi erat dengan fluktuasi SPL. Distribusi suhu permukaan Selat Bali menunjukkan bahwa proses upwelling terjadi selama monsun tenggara. Rata-rata kelimpahan fitoplankton selama monsun tenggara adalah 35,5 x 10 3 celm 3 , sedangkan pada monsun timur laut adalah 35,5 x 10 3 celm 3 . Sementara proses upwelling di perairan Laut Jawa bagian selatan mencapai puncaknya pada saat monsun tenggara. Penelitian SPL dan klorofil-a menggunakan data SeaWiFS di perairan sekitar Nias yang dilakukan oleh Gaol et al 2007 menunjukkan bahwa, variasi SPL hasil estimasi dari sensor satelit NOAA-AVHRR dipengaruhi oleh perubahan musim dan iklim global. Pada musim timur SPL cenderung lebih rendah. Variasi SPL antara musim timur dan musim barat tidak terlalu tinggi dengan rata-rata 1,5 o C, namun variasi SPL akibat pengaruh iklim global cukup tinggi, rata-rata 4 o C. Fluktuasi konsentrasi klorofil-a berdasarkan sensor satelit SeaWiFS menunjukkan bahwa konsentrasi klorofil-a juga dipengaruhi oleh perubahan musim dan iklim global. Sugimori 2006 menyatakan bahwa, lama kegiatan penangkapan ikan bervariasi mulai dari beberapa hari sampai satu musim, dengan liputan mulai dari 1 km sampai 100 km, dengan memperhatikan sirkulasi musim ikan. Kegiatan penangkapan ikan dilakukan dengan memperhatikan kondisi nutrien di perairan laut, masa bertelur, pengasuhan dan masa mencari makan. Deteksi ikan dengan teknologi satelit dilakukan dengan cara tidak langsung karena keterbatasan skala peta yang diperoleh dari citra satelit dan ikan berada di bawah permukaan air laut, namun dilakukan dengan mendeteksi distribusi produktivitas primer klorofil-a, suhu permukaan lau, dan parameter oseanografi lainnya dengan menggunakan sensor penginderaan jauh. Sulistya 2007 menyatakan bahwa, pemahaman tentang karakteristik dan SPL Laut Jawa belum memadai. Analisis spektral, spasial dan temporal perlu digunakan untuk mempelajari karakteristik SPL dalam kaitannya dengan musim. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa, SPL tertinggi di Laut Jawa pada umumnya terjadi pada bulan April – Mei dan bulan November, sebaliknya SPL terendah umumnya terjadi pada bulan Februari dan Agustus. Kostianoy 2004, melakukan penelitian thermal front menggunakan SPL rata-rata mingguan yang dihasilkan dari NOAA-AVHRR dengan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan ZPPI 8 9 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh resolusi 18 km. Untuk mendapatkan data dengan resolusi spasial maksimum, analisis tidak didasarkan pada data rata-rata bulanan, tetapi menggunakan rata-rata data mingguan pada pertengahan tiap bulan dalam 3 tahun. Data yang digunakan dalam penelitian terdiri dari 36 peta SPL 36 mingguan tiap pertengahan bulan. Untuk mendapatkan gambar dari thermal front utama di bagian selatan dari Samudera Hindia, peta SPL dikonversi menjadi peta gradien SPL. Gradien SPL dihitung untuk tiap piksel berdasarkan operator gradien dua dimensi yang menghitung perbedaan antara dua piksel yang berdekatan. Dengan menggunakan 36 peta gradien SPL mingguan untuk tiap pertengahan bulan, diperoleh indikasi secara umum tentang struktur, perluasan, keragaman, dan intensitas dari thermal front di bagian selatan Samudera Hindia.

2.2 Karakteristik Beberapa Jenis Ikan Pelagis