Penelitian UpwellingFishing Ground INFORMASI SPASIAL ZPPI DAN PERKEMBANGANNYA

50 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh Penelitian pemanfaatan data NOAA-AVHRR untuk pemetaan sebaran SPL juga dilakukan pada perairan laut dalam dan dengan dinamika yang cukup kompleks. Sebagai contohnya, adalah pemetaan sebaran SPL pada perairan yang merupakan pertemuan antara Laut Flores dengan Laut Jawa, guna mengetahui pola dari thermal front Gambar 5.3. Citra tersebut menunjukkan variasi dan dinamika perairan laut Indonesia, sehingga pengamatan terhadap karakteristik perairan laut Indonesia khususnya suhu perairan memerlukan frekuensi pengamatan yang cukup tinggi. Kondisi ini membuka peluang besar dalam pemanfaatan data satelit penginderaan jauh NOAA-AVHRR untuk mengamatan dan pemantauan perubahan sebaran SPL di perairan laut Indonesia dan sekitarnya. Gambar 5.3. Sebaran SPL pada perairan pertemuan antara Laut Flores dan Laut Jawa, serta perairan sekitar Nusa Tenggara Timur.

5.3 Penelitian UpwellingFishing Ground

Perubahan organisasi LAPAN khususnya dibentuknya Bidang Matra Laut pada tahun 1989 membuka peluang pengembangan aplikasi data penginderaan jauh untuk kelautan dan perikanan. Penulis yang diangkat sebagai Kepala Bidang Matra Laut pada tahun 1991, telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kapasitas aplikasi data penginderaan jauh untuk kelautan dan perikanan. Salah satu pengembangan yang dilakukan adalah dalam hal penelitian pemanfaatan data penginderaan jauh untuk identifikasi fishing ground. Peningkatan penelitian pemanfaatan data penginderaan jauh ini, dimotivasi juga oleh keterlibatan penulis dalam Komisi Nasional Pengkajian Potensi Sumber Daya Ikan Laut Komnas Kajiskanlaut. Dalam periode tahun 1995 – 1999, dilakukan penelitian intensif pemanfaatan data penginderaan jauh NOAA-AVHRR untuk identifikasi upwelling sebagai indikator fishing ground atau daerah potensi penangkapan ikan. Telah Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan ZPPI 50 51 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh dilakukan beberapa penelitian upwelling fihsing ground di perairan Laut Jawa, Selat Sunda, Selat Makassar, dan Samudera Hindia. Salah satu penelitian yang dinilai merupakan terobosan adalah pemanfaatan data penginderaan jauh untuk identifikasi upwelling kaitannya dengan penangkapan ikan tuna di Samudera Hindia. Penelitian ini dilakukan dalam rangka penyelesaian tugas akhir skripsi oleh Nia Salma Priyanti 1999, dibawah bimbingan penulis sendiri bersama Vincentius Siregar. Dari penelitian tersebut, dapat diambil beberapa contoh citra sebaran SPL yang menggambarkan lokasi-lokasi terjadinya upwelling dan lokasi penangkapan ikan tuna yang dilakukan oleh perikanan Samudera Besar, yang berpangkalan di Pelabuhan Benoa, Bali. Contoh pertama adalah citra sebaran SPL dan sebaran penangkapan ikan Tuna di perairan Samudera Hindia selatan Jawa Timur tanggal 24 Juni 1995, seperti Gambar 5.4.. Gambar 5.4 memperihatkan adanya 3 tiga lokasi upwelling di perairan sebalah selatan Jawa Timur. Dua upwelling terjadi pada koordinat antara 111 o 00 ’ – 113 o 00 ’ BT dan 8 o 45 ’ - 10 ’ 30 ’ LS, 113 o 00 ’ – 114 o 00 ’ BT dan 10 o 30 ’ - 11 o 15 ’ LS. Namun demikian, 2 lokasi upwelling tersebut dinilai kurang layak untuk penangkapan ikan tuna. Berdasarkan pada kebiasaan penangkapan ikan tuna, nelayan melakukan penangkapan ikan tuna di lokasi antara 11 o 30 ’ - 13 o 00 ’ LS. Dengan memperhatikan lokasi penangkapan ikan yang dilakukan di Samudera Hindia, ternyata sesuai dengan lokasi terjadinya upwellingthermal front. Walaupun begitu, sebenarnya terdapat lokasi terjadinya upwelling dengan intensitas lebih kuat yaitu pada selang koordinat 112 o 00 o – 113 o 00 o BT dan 13 o 00 o - 14 o 00 o LS. Jika penangkapan dilakukan pada lokasi upwelling tersebut berpeluang mendapatkan tangkapan lebih banyak. Walaupun memerlukan bahan akar lebih banyak untuk menuju ke lokasi tersebut karena lokasinya lebih jauh, tetapi hal tersebut akan dapat diatasi dikompensasi dengan hasil tangkapan yang lebih banyak. Contoh kedua adalah citra sebaran SPL dan sebaran penangkapan ikan Tuna di perairan selatan Jawa Timur tanggal 6 Agustus Juni 1995, seperti Gambar 5.5. Gambar tersebut menunjukkan perubahan cukup berarti dibandingkan dengan citra yang menggambarkan upwellingthermal front pada tanggal 24 Juni 1995, dan jumlah kapal yang melakukan penangkapan. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa penangkapan dilakukan pada 3 lokasi, masing-masing 1 kapal pada selang koordinat 111 o 00 ’ – 111 o 30 ’ BT dan 12 o 00 ‘ - 12 o 30 ‘ LS, 3 kapal pada selang koordinat 111 o 00 ’ – 112 o 00 ’ BT dan 13 o 00 ‘ - 14 o 00 ‘ LS, dan 5 kapal pada 112 o 00 ’ – 113 o 15 ’ BT dan 13 o 00 ‘ - 14 o 45 ‘ LS Kapal pertama melakukan penangkapan pada lokasi upwellingthermal front yang perbedaan suhunya tidak terlalu besar yaitu sekita 1 o C dengan hasil tangkapan masuk dalam kategori sedang. Jika kapal tersebut melakukan penangkapan pada lokasi dengan selang koordinat 114 o 45’ – 115 o 30 ’ BT dan 11 o .45’ - 12 o 30’ LS kemungkinan 51 52 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh mendapatkan tangkapan lebih baik karena intensitas upwellingthermal front yang lebih kuat. Pada lokasi tersebut terdapat 3 kapal yang melakukan penangkapan dengan hasil berbeda, 2 kapal mendapatkan hasil tangkapan dengan kategori baik, dan 1 kapal mendapat tangkapan dengan kategori sedang. Selain itu, 5 lima kapal melakukan penangkapan pada lokasi upwellingthermal front ketiga, 4 kapal mendapat hasil tangkapan dalam kategori baik, sedangkan 1 kapal mendapat tangkapan dalam kategori sedang. Gambar 5.5 juga memperlihatkan bahwa perbedaan suhu pada lokasi upwellingthermal front adalah sekitar 2 o C. Contoh ketiga adalah citra sebaran SPL dan sebaran penangkapan ikan Tuna di perairan selatan Jawa Timur tanggal 17 Juli 1997, seperti Gambar 5.6 yang memperlihatkan bahwa penangkapan dilakukan pada 4 empat lokasi. Pada lokasi pertama, satu kapal pada selang koordinat 113 o 45 ’ – 114 o 15 ’ BT dan 12 o 10 ‘ - 12 o 45 ‘ LS, berada pada thermal front antara SPL 28 o - 29 o C dengan hasil tangkapan baik. Di lokasi kedua dengan satu kapal pada selang koordinat 113 o .15 ’ – 113 o .45 ’ BT dan 12 o 30 ’ - 13 o 10 ‘ LS, berada pada upwellingthermal front antara SPL 25 o - 28 o C dengan hasil tangkapan baik. Enam kapal melakukan penangkapan pada lokasi ketiga dalam selang 112 o 00 ’ – 113 o 30 ’ BT dan 12 o 30 ‘ - 13 o 10 ’ LS,12 o 30 ’ - 13 o 10 ’ LS, berada pada upwellingthermal front antara perbedaan suhu 25 o - 28 o C, 4 kapal dengan hasil tanggapan baik, 1 kapal dengan tangkapan sedang, dan 1 mendapat tangkapan kurang. Satu kapal pada selang koordinat 114 o 15 ’ – 114 o 45 ’ BT dan 14 o 10 ’ - 14 o 50 ’ LS, pada thermal front antara suhu 28 o - 30 o C dengan hasil tangkapan baik. Satu kapal lainnya melakukan penangkapan pada koordinat 115 o 00 ’ – 115 o 30 ’ BT dan 12 o 30 ’ - 13 o 10 ’ LS, di lokasi thermal front antara suhu 26 o - 28 o C dengan hasil tangkapan sedang. Contoh keempat adalah citra sebaran SPL dan sebaran penangkapan ikan Tuna di perairan selatan Jawa Timur tanggal 3 Juni 1997, seperti terlihat pada Gambar 5.7. Berdasakan data sebaran SPL dan data penangkan dari Perikanan Samudera Besar, penangkapan dilakukan pada tiga lokasi dan secara umum mendapat hasil baik. Satu kapal melakukan penangkapan pada selang koordinat 113 o 15 ’ – 114 o 45 ’ BT dan 12 o 00 ’ - 12 o 30 ’ LS, berada pada thermal front antara SPL 26 o - 28 o C dengan hasil tanggapan baik. Satu kapal lainnya pada selang koordinat 112 o 45 ’ – 113 o 15 ’ BT dan 12 o 45 ’ - 13 o 15 ’ LS, berada pada thermal front antara SPL 27 o - 28 o C juga dengan hasil tanggapan kategori baik. Sembilan kapal secara bergantian melakukan penangkapan pada selang koordinat 111 o 15 ’ – 112 o 45 ’ BT dan 13 o 50 ’ - 14 o 50 ’ LS, pada thermal front antara suhu 26 o - 29 o C, tujuh kapal dengan hasil tangkapan baik, satu kapal dengan tangkapan sedang, dan satu kapal lainnya dengan tangkapan kategori kurang. 52 53 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh Gambar 5.4. Citra sebaran upwelling di perairan Samudera Hindia dan lokasi penangkapan ikan pada 24 Juni 1995 Priyanti, 1999. Gambar 5.5. Citra sebaran upwelling di perairan Samudera Hindia dan lokasi penangkapan ikan 9 Agustus 1995 Priyanti, 1999. Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan ZPPI 53 54 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh Gambar 5.6. Citra sebaran upwelling di perairan Samudera Hindia dan lokasi penangkapan ikan 17 Juli 1996 Priyanti, 1999. Gambar 5.7. Citra sebaran upwelling di perairan Samudera Hindia dan lokasi penangkapan ikan 3 Juni 1997 Priyanti, 1999. Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan ZPPI 54 55 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh

5.4 Fase Pengembangan Informasi Spasial ZPPI