B. 2 Masyarakat Gayo B. 3 Tradisi Gayo

III. B. 2 Masyarakat Gayo

Suku bangsa Gayo mendiami daerah dataran tinggi Gayo atau sering disebut Tanoh Gayo, komunitas masyarakatnya untuk saat ini yang banyak mendiami di lima kabupaten di Aceh yaitu Aceh Tenggara, Bener Meriah, Aceh Tengah, Aceh Tamiang, dan Gayo Lues. Pada dasarnya suku bangsa Gayo terdiri dari tiga bagian atau kelompok, Gayo laut mendiami daerah Aceh Tengah dan Bener Meriah, Gayo Lues mendiami daerah Gayo Lues dan Aceh Tenggara serta Gayo Blang mendiami sebagian kecamatan di Aceh Tamiang. Dalam hal hukum adat di kalangan masyarakat Gayo masih memegangnya dengan kuat, seperti pepatah gayo “murib I kandung adat sedangkan menasa I kandung hukum” yang artinya “Hidup di dalam adat, mati di dalam Islam” dikutip dari Suku Gayo 2009.

III. B. 3 Tradisi Gayo

Hurgronje dalam Aman Asnah, 1996 mengungkapkan bahwa tradisi masyarakat Gayo yang diungkapkan dalam berbagai pepatah dan ungkapan adatnya, jika dilihat sepintas lalu kadang-kadang mengandung pengertian yang mirip teka-teki. Akan tetapi, bagaimanapun juga kata-kata adat itu merupakan pegangan hukum. Sebab dalam sistem budaya cultural system Gayo pada dasarnya bermuatan pengetahuan, keyakinan, nilai agama, norma, aturan, hukum yang menjadi acuan bagi tingkah laku dalam kehidupan suatu masyarakat. Lebih dari itu Hurgronje dalam Aman Asnah, 1996 juga mengatakan bahwa adat, sebagai pedoman sehari-hari merupakan hasil yang dipraktekkan dari Universitas Sumatera Utara pengalaman hidup, dari masalah-masalah yang dihadapi, dari tata cara yang ditemui, yang pada akhirnya dijadikan suatu ketetapan hukum yang terus hidup dari generasi ke generasi. Oleh sebab itu, adat Gayo sejak zaman dahulu telah bermukim dilubuk hati masyarakatnya, karena para leluhur mereka pada zamannya menjadikan budaya dan adat mereka jadikan panutan dan falsafah hidup mereka, baik dalam hidup beragama, berbangsa dan bernegara, atau dalam arti yang lebih sederhana dalam hidup bermasyarakat Syukri, 2007 Mayarakat Gayo memiliki budaya atau adat istiadat sebagai undang- undang dan falsafah hidup mereka. Salah satu ciri khas yang sangat menonjol dari mereka adalah kepribadian yang keras dalam memegang adat-istiadat dan mempertahankan sendi-sendi ajaran agama Islam untuk diaktualisasikan dalam berbagai aspek kehidupan Syukri, 2007 Menurut H. Abdullah Husni dalam buku Sarakopat karangan Syukri 2007 sistem yang berlaku di Tanah Gayo adalah suatu sistem berdasarkan hukum adat. Hukum adat tidak tertulis, merupakan pancaran dari hukum islam yang tertulis, berdasarkan Alquran dan Hadis. Hubungan hukum adat dan hukum agama terjalin sangat erat, sebagaimana diungkapkan dalam kata-kata adat Gayo “Ukum ikanung edet, edet ikanung ukum”. Artinya setiap hukum mengandung adat, dan setiap adat mengandung hukum. Dalam kata lain disebutkan “agama i barat empus, edet i barat peger ”. Artinya agama Islam laksana kebun, adat laksana pagar. Universitas Sumatera Utara

III. B. 4 Sistem Kekerabatan Masyarakat Gayo