III. B. 4 Sistem Kekerabatan Masyarakat Gayo
Menurut  Prodjodikoro  2000  masyarakat  Gayo  menganut  sistem patrilineal  yaitu  bersifat  kebapaan,  dimana  pada  prinsipnya  ini  adalah  sistem
yang menarik  garis  keturunan ayah  atau  garis keturunan nenek moyangnya  yang laki-laki.
Hurgronje  dalam  Aman  Asnah,  1996  sistem  patrilineal  yaitu  susunan pertalian  menurut  garis  keturunan  lurus  bapak,  kakek  dan  seterusnya  ke  atas.
Dalam  sistem  kekerabatan  patrilineal  hanya  kaum  pria  yang  meneruskan keturunan  kepada  anak  dan  keturunannya.  Oleh  karena  itu  anak  laki-laki  sangat
didambakan  dalam  setiap  keluarga  di  Gayo,  sebab  mereka  inilah  yang  akan meneruskan keturunan dalam kehidupan bermasyarakat.
Adapun  ciri-ciri  atau  karakteristik  patrilineal  masyarakat  Gayo diantaranya adalah :
1. Berasal dari keturunan lurus bapak, dalam percakapan sehari-hari
sering  disebut  Sara  ine  anak  yang  berasal  dari  pernikahan  ayah dan ibu yang sama.
2. Kesatuan antara anggota-anggota satu belah clan dengan sebutan
Sara reje dibawah pimpinan seorang raja. 3.
Dilarang melakukan perkawinan anatara anggota yang berasal dari satu  belah,  apalagi  antara  anak  putra  saudara  perempuan  ayah
dengan putri saudara laki-lakinya.
Universitas Sumatera Utara
4. Dalam  pembagian  harta  warisan,  bagian  seorang  anak  laki-laki
sama  dengan  bagian  dua  orang  anak  perempuan  Aman  Asnah, 1996.
Berdasarkan penjelasan di atas jelas bahwa kehadiran anak laki-laki dalam keluarga Gayo sangatlah penting, jika dalam sebuah keluarga tidak memiliki anak
laki-laki kemungkinan besar yang dianggap salah adalah para istri atau ibu. Oleh karena  itu  ibu  yang  memiliki  anak  laki-laki  akan  merasakan  dampak  dari
peraturan adat Gayo tersebut. III. C.
Coping Stres pada Ibu yang Tidak Memiliki Anak Laki-laki
Kondisi  yang  bisa  menimbulkan  tekanan  pada  wanita  Gayo  adalah  tidak memiliki anak laki-laki mengingat bahwa peran anak laki-laki itu sangat penting,
sesuai  dengan  adat  patrilineal  yang  mereka  anut  Halim  Tosa,  2000.  Ketika sorang  istri  tidak  mampu  menghasilkan  keturunan  laki-laki  ia  akan  dihadapkan
pada  kondisi  bahwa  suaminya  diminta  menikah  lagi  oleh  pihak  keluarga  suami dan harta  bersama mereka akan dibagi  dengan pihak keluarga suami,  yang biasa
disebut dengan hak wali Mahmud  Ibrahim, 2005. Belum lagi  ditambah dengan persoalan lain di  luar konteks budaya misalnya permasalahan ekonomi keluarga,
kondisi ini harus diantisipasi mengingat tidak semua wanita siap dengan tekanan adat seperti ini.
Pada  penelitian  ini  responden  F  dan  responden  M  sama-sama mendapatkan  perlakuan  yang  kurang  baik  dari  keluarga  suami  mereka,  karena
mereka  sama-sama  sulit  mendapatkan  anak.  Perlakuan  keluarga  suami  mereka
Universitas Sumatera Utara
semakin  tidak  baik  setelah  mereka  tidak  mendapatkan  anak  laki-laki.  Keadaan tersebut  akan  menimbulkan  perasaan  tidak  nyaman  dan  tertekan  pada  masing-
masing responden yang memungkinkan mereka mengalami stres. Stres  yang  tidak  dikelola  dengan  baik  bisa  mengakibatkan  berbagai
gangguan  pada  fisik,  misalnya  hilangnya  nafsu  makan,  gangguan  tidur,  penyakit jantung  dan  stroke  Irina  Damayanti    Lutfi  Puji  Astuti,  2010.  Sementar  untuk
mencari dukungan sosial dari pihak keluarga ibu tersebut, bukan hal yang mudah mengingat sejak menikah mereka sudah dianggap menjadi bagian keluarga suami
mereka  Melalatoa,  2000.  Oleh  karena  itu  biasanya  seorang  manusia    akan memiliki kemampuan untuk melakukan coping ketika menghadapi tekanan.
Ibu akan mengalami tekanan dimana kondisi stres muncul karena ancaman dari  peristiwa  negatif.  Misalnya,  merasa  tertekan  karena  suami  diminta  menikah
lagi  dan  adanya  pembagian  harta  bersama  dengan  keluarga  suami.  Istri  juga mengalami frustrasi, dimana kondisi stres akan muncul ketika individu tidak dapat
memenuhi  suatu  keinginan.  Misalnya,  ibu  hanya  mendapatkan  peran  yang  kecil dalam keluarga dan kesempatan berpendapat yang diberikan oleh keluarga suami
sangat kecil. Dalam  mengatasi  stres  yang  dialami  ibu  yang  tidak  memiliki  anak  laki-
laki, mereka harus memiliki coping stres. Coping stres yang mereka lakukan akan dipengaruhi  oleh  faktor-faktor  tertentu.  Menurut  Blair  1998  coping  merupakan
usaha yang dilakukan individu untuk mengatur stres, kesulitan dan tantangan yang dialaminya.  Strategi  coping  stres  yang  digunakan  mungkin  berbeda-beda  pada
Universitas Sumatera Utara
setiap  individu.  Begitu  juga  dengan  responden  F  dan  responden  M  ada kemungkinan mereka menggunakan strategi coping yang berbeda.
Universitas Sumatera Utara
III. D. Paradigma Penelitian