PEMBAHASAN Reaksi Pewarnaan AgNOR pada Karsinoma Sel Skuamosa Rongga Mulut

BAB 5 PEMBAHASAN

Telah dilakukan penelitian terhadap 30 sampel blok parafin yang telah didiagnosa sebagai karsinoma sel skuamosa KSS rongga mulut yang diperoleh dari data-data rekam medis di Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Haji Adam Malik dan Laboratorium PA FK USU. Blok parafin yang telah dikumpulkan, kemudian di processing di laboratorium Patologi Anatomi: satu preparat untuk pewarnaan Hematoxylin-Eosin HE dan satu preparat untuk pewarnaan AgNOR. Pewarnaan HE dilakukan untuk mendiagnosa kembali jaringan sampel tersebut. Sementara itu, pewarnaan AgNOR bertujuan untuk mendapatkan tampilan titik-titik hitam yang berperan sebagai suatu metode untuk melihat tingkat keagresifan proliferasi sel kanker. Pewarnaan AgNOR merupakan suatu pewarnaan histokimia dimana larutan perak nitrat berikatan pada bagian NOR yang bersifat argyrofilik. Larutan AgNOR berupa campuran dari satu volume asam format yang ditambah gelatin dan dua volume perak nitrat. Protein nucleolar organizing regions NORs yang bersifat argyrofilik yang apabila bereaksi dengan perak nitrat akan menghasilkan warna hitam berupa titik-titik hitam AgNOR dalam nukleus sel. Titik-titik hitam yang jelas kelihatan dihitungkan, sementara gugusan titik-titik hitam diabaikan. 14 Hasil pewarnaan HE dan AgNOR diobservasi dengan menggunakan mikroskop cahaya Olympus CX21 dengan pembesaran 40x dan 100x. Hasil pewarnaan AgNOR diperoleh melalui perhitungan jumlah titik-titik hitam AgNOR dalam 100 nukleus sehingga didapatkan rata-rata AgNOR mAgNOR dan standar deviasinya. Rancangan penelitian yang digunakan adalah bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional dan dianalisis dengan uji Kruskal-Wallis. Dari data-data rekam medis lesi rongga mulut yang diperoleh pada penelitian ini, hanya data umum berupa umur, jenis kelamin dan lokasi lesi yang tersedia dan tidak ada data tersedia mengenai faktor penyebab iritasi seperti kebiasaan individu, Universitas Sumatera Utara diet, pekerjaan atau kondisi rongga mulut yang berhubungan dengan etiologi terjadinya kanker. Perlunya data-data tersebut ditulis dalam formulir pemeriksaan patologi rongga mulut Lampiran 3 sehingga dapat mendukung suatu diagnosa patologi yang tepat. Pada penelitian ini diperoleh data distribusi rekam medis karakteristik umum berupa umur, jenis kelamin dan lokasi lesi Tabel 3. Lesi KSS pada rongga mulut yang tertinggi ditemukan pada kelompok umur 60 - 79 tahun 50,0, diikuti oleh kelompok umur 40 - 59 tahun 33,3 dan terendah terdapat pada kelompok umur 20 - 39 tahun 16,6. Menurut Cawson 2008, 98 dari lesi KSS rongga mulut terdapat pada kelompok umur di atas 40 tahun, 2 dimana sesuai dengan penelitian ini, yaitu kelompok umur yang berisiko tinggi terdapat pada kelompok umur 40 - 79 tahun yaitu sekitar 83,3, sedangkan kelompok umur yang berisiko rendah terdapat pada kelompok umur 20 - 39 tahun 16,6. Peningkatan umur sering dihubungkan dengan perubahan pada tingkat molekular, selular dan fisiologis, sehingga jaringan lebih rentan terhadap inisiasi karsinogenesis bila didukung dengan pemaparan agenbahan karsinogenik. Di samping itu, pada usia lanjut juga sering timbul ketidakseimbangan hormon sehingga risiko terjadinya kanker juga meningkat. 2,3,5 Berdasarkan jenis kelamin, lesi KSS lebih banyak ditemukan pada perempuan 80,0 dibandingkan laki-laki 20,0. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Ramachandra 2012 di negara India, dimana angka prevalensi pada perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki, 41 ini mungkin dihubungkan dengan kebiasaan menyirihmenyuntil pada kalangan perempuan, di samping itu mungkin juga terjadinya ketidakseimbangan hormonal, dimana perempuan sering mengalami perubahan di rongga mulut setelah mencapai menopause. Lokasi lesi KSS rongga mulut yang paling banyak ditemukan pada lidah 63,3 dibandingkan dengan lokasi lesi lainnya di rongga mulut 36,7. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Neena, dkk. 2011, yang mendapatkan bahwa lidah merupakan lokasi lesi KSS yang paling banyak terdapat pada rongga mulut 60,4. 21 Insidensi KSS yang tinggi pada lidah mungkin disebabkan oleh beberapa faktor yaitu antaraa lain: iritasi kronis dari gigi yang tajamradiks, protesa yang tidak baik, adanya bahanagen karsinogenik Universitas Sumatera Utara seperti merokok, minuman alkohol dan menyuntil. 2,5 Bagian lidah lateral merupakan bagian yang sering terjadinya kanker. Hal ini dikaitkan dengan struktur histologinya, dimana epitelnya dilapisi dengan mukosa yang tidak berkeratin. Epitel yang tidak berkeratin mudah berubah menjadi tipe berkeratin sebagai respon terhadap trauma gesekan atau kimia, sehingga terjadi hiperkeratinisasi. Perubahan hiperkeratinisasi ini bersifat reversibel jika sumber traumanya dihilangkan, dan bila trauma kronis terus berlanjut, akan mengakibatkan terjadinya karsinoma. 42 Pewarnaan HE digunakan sebagai pendiagnosa rutin untuk jaringan KSS dalam menentukan diferensiasi histopatologi. Derajat diferensiasi KSS rongga mulut dapat dibagi kepada tiga jenis yaitu KSS berdiferensiasi baik, sedang, dan buruk. Penilaian derajat diferensiasi ini dapat berdasarkan karakteristik sistem penilaian oleh Broder, Jakobsson, Anneroth, atau Bryne. Sistem penilaian derajat diferensiasi pada penelitian ini adalah berdasarkan sistem terbaru Bryne, dimana sistem ini mempunyai parameter morfologi yang adekuat dalam penilaian karakteristik jaringan KSS. Selain itu, sistem Bryne juga berperan sebagai suatu indikator dalam memprediksi prognosa KSS. 21 Pada penelitian ini, KSS rongga mulut berdiferensiasi baik 63 lebih banyak ditemukan dibanding dengan KSS berdiferensiasi sedang 37, tetapi tidak ditemukan KSS berdiferensiasi buruk. Keratin jenis hiperkeratotik yang ditemukan pada epitel dari sel tumor merupakan salah satu penanda untuk transformasi “maglinant” atau kanker. KSS berdiferensiasi baik selalunya menunjukkan keratinisasi yang lebih banyak dibandingkan dengan KSS berdiferensiasi sedang dan buruk. KSS berdiferensiasi buruk mayoritas jaringannya tidak berkeratinisasi. KSS berdiferensiasi baik mempunyai sel yang mirip sel matur normal asal jaringan dan mempunyai sel limfosistik yang banyak akibat reaksi dari jaringan untuk memperbaiki sel yang rusak. KSS yang berdiferensiasi sedang dan buruk mempunyai sel atau inti yang pleomorfik, yaitu ukuran sel yang bervariasi dan besar, serta sering tidak ditemukan sel limfosistik. Pada KSS berdiferensiasi buruk, adanya ditemukan sel kecil primitif, dimana sel asal jaringannya sulit dikenal. 21,23,25 Universitas Sumatera Utara Pewarnaan AgNOR dilakukan dengan tujuan melihat nilai mAgNOR. Tampilan titik-titik hitam mAgNOR ini mengindikasi terjadinya proliferasi sel yang dimana menandakan aktivitas transkripsi gen rRNA. Peningkatan nilai mAgNOR menunjukkan keagresifan suatu karsinoma atau tumor. 17,18,19 Data distribusi frekuensi mAgNOR berdasarkan jenis diferensiasi KSS, ditemukan adanya hubungan yang signifikan dengan hasil nilai mAgNOR p0,05, dimana H ditolak Tabel 5. Hasil mAgNOR menunjukkan suatu linear yang signifikan dalam peningkatan stadium diferensiasi histopatologi tumor. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Gulia, dkk. 2011 dan Hanemann, dkk. 2011. 14,19 Peningkatan mAgNOR pada tumor ganas atau KSS berdiferensiasi buruk dapat dijelaskan bahwa terdapat peningkatan aneuploidi apabila terjadi peningkatan jumlah kromosom. 19 Nukleolus merupakan tempat transkripsi ribosom RNA rRNA. Pada umumnya, nukleolus dari sel-sel kanker lebih banyak dibandingkan dengan sel normal, dan mengandung loop DNA yang disebut NORs encoding produksi rRNA. Pada fase proliferasi sel, nukleolus akan berlokalisasi pada konstriksi sekunder kromosom akrosentrik, yang dimana letaknya protein argyrofilik non-histon AgNOR. Kuantifikasi interfase AgNORs dapat dijadikan sebagai alat untuk mengevaluasi kinetika sel. Penimbunan AgNORs pada sel ketika memasuki siklus mitosis dikaitkan dengan peningkatan biogenesis ribosomal, dan sintesis protein lebih cepat terjadi pada sel yang proliferasinya tinggi dibandingkan dengan yang proliferasinya lambat. Ini menunjukkan bahwa, peningkatan struktur nukleolar AgNORs ditemukan pada saat sintesis rRNA berlangsung. 19,30 Derajat diferensiasi secara umum berhubungan dengan tingkat keganasan dan proliferasi sel, sehingga tumor atau kanker yang derajat diferensiasinya buruk akan mempunyai tingkat proliferasi yang lebih tinggi, ini tercermin dari nilai AgNOR yang lebih tinggi. Tabel 4 menunjukkan hasil nilai p0,05 untuk jenis keratinisasi KSS rongga mulut dengan nilai mAgNOR. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Kurnia, dkk. 2010, dimana tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara nilai mAgNOR pada sub-tipe histologik KSS berkeratin dan tidak berkeratin secara statistik, 37 dengan demikian H diterima. Hal ini kemungkinan Universitas Sumatera Utara sintesis protein yang terkait dengan proliferasi sel tidak sama atau tidak terkait dengan sintesis protein yang terkait dengan keratinisasi pada epitel sel rongga mulut, yang dihubungkan dengan ekpresi gen sintesis proteinnya tidak sama yaitu keratin tergantung gen K1-K19 dan proliferasi sel tergantung gen NPM1 dan ARF. 11,12,44 Namun, untuk menentukan pengaruh jumlah titik-titik hitam AgNOR pada nukleus yang lebih tepat, diperlukan penelitian lanjutan dengan metode morfometrik. 19 Menurut penelitian ini, didapatkan bahwa umur Tabel 6, jenis kelamin Tabel 7 dan lokasi lesi Tabel 8 sampel penelitian tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan p0,05 dengan nilai mAgNOR, dimana H diterima. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Lumachi, dkk. 2004, dimana nilai rata-rata mAgNOR per sel tidak berhubungan dengan umur, jenis kelamin, biokimia dan ukuran tumor pada pasien kanker. 44 Tidak ditemukan hubungan mAgNOR pada umur, jenis kelamin dan lokasi lesi kemungkinan bahwa AgNOR adalah metode untuk melihat tingkat keagresifan proliferasi sel terutama pada sel ganas. Namun, untuk memahami lebih mendalam hubungannya, diperlukan penelitian lanjutan. Universitas Sumatera Utara

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN