aktif rRNA, yang menimbulkan konstriksi sekunder kromosom metafase. Pada metafase, sisa protein dari nukleolus sering terkait dengan konstriksi sekunder. Setiap
gen rRNA pada NOR hampir identik secara berurutan, meskipun bervariasi dalam ukuran karena perbedaan jumlah elemen DNA ulangan dalam bagian ruangan
intergenik umum.
32
Dalam komplemen kromosom lengkap selalu ada enam kromosom dengan terminal nucleolus organizing region NOR. Dalam kebanyakan kasus, bagian dari
NOR adalah decondensed, dan dari beberapa bagian decondensed ini dibentuk bersama-sama menjadi nukleolus besar. Nukleolus besar ini mudah terlihat dalam
fase kontras bahkan tanpa pra-perawatan karena struktur khusus dan ukuran besarnya. Bentuk nukleolus berkisar dari membulat ke irregular. Selain pembentukan nukleolus
dari enam NOR ini, ada juga beberapa nukleolus yang lebih kecil terdiri dari NOR hanya dua sampai lima nucleolus organizing kromosom.
30,33
Nucleolus organizer region NOR dapat diidentifikasi melalui teknik argyrofilik AgNOR melalui proses
rutin fiksasi formalin parafin.
14
NORs juga mengandung zat asam, dan protein non-histon yang mengikat ion perak dan dapat dilihat secara selektif dengan metode perak pada sampel sito-
histologi. NORs yang dihubungkan dengan protein argyrofilik apabila diwarnakan dengan perak disebut sebagai “AgNOR”. Sifat biokimia yang tepat dari protein ini
belum didefinisikan, tetapi telah diketahui sebagai B 23, C 23 dan RNA polymerase dan dikaitkan dengan asam, unsur non-histon.
30
Pada mikroskop cahaya, protein AgNOR dapat terlihat sebagai titik-titik hitam yang terletak di dalam nukleolus.
14,30
NORs banyak menarik perhatian karena frekuensi muncul pada sel ganas lebih tinggi daripada sel normal, reaktif atau sel neoplastik jinak.
31
2.3.3 Nucleophosmin dan Alternative Reading Frame ARF
Nucleophosmin NPM atau B23 merupakan sebuah fosfoprotein nukleolar dalam pengolahan rRNA dan juga merupakan salah satu protein argyrofilik dari
AgNORs. NPM terlibat dalam mengendalikan pertumbuhan sel, diferensiasi sel dan merupakan program kematian sel. NPM yang berlebihan ekspresi dapat berkontribusi
Universitas Sumatera Utara
dalam timbulnya kanker. NPM berperan dalam biogenesis ribosom, dimana fosforilasi dan modifikasi NPM oleh cyclin E - CDK2 holoenzyme diperlukan untuk
duplikasi sentrosom dan replikasi DNA. NPM merupakan onkogen kuat dan menyebabkan translokasi kromosom pada leukemia myeloid akut.
12,13
ARF merupakan protein yang berperan sebagai gen penekan tumor dalam nukleolar. Laporan terbaru dari Sherr, Roussel dan Yanping Zhang menunjukkan
bahwa NPM dan ARF berinteraksi secara langsung dalam nukleolus. Laporan data juga menunjukkan NPM nucleocytoplasmic merupakan kunci utama dalam
mempromosi proliferasi sel. Pengolahan rRNA dipengaruhi oleh pembentukan kompleks ARF - NPM dalam nukleolus. ARF berinteraksi dengan protein argyrofilik
nucleolar untuk mencegah produksi ribosom dan tumorigenesis, serta
menggarisbawahi potensi onkogenik pada nukleolus.
12
Protein shuttling di antara nukleus dan sitoplasma merupakan kunci mekanisme dalam memastikan perkembangan siklus sel yang tepat. Dalam penelitian
sebelumnya, NPM telah diidentifikasi sebagai target p53-independen novel oleh protein penekan tumor ARF. Dalam menanggapi sinyal hiperproliferatif karena NPM,
nukleolar ARF mengikat NPM secara efektif dalam menghambat shuttling nucleocytoplasmic NPM.
13
Tanpa sebuah checkpoint ARF utuh, protein nukleolus seperti NPM dapat berubah dan menyebabkan tumorigenesis melalui berbagai fungsi
nukleolarnya.
12
2.3.4 Perwarnaan AgNOR
Pemeriksaan kanker pada saat ini banyak dilakukan dengan mengamati proliferasi dan apoptosis sel. Proliferasi sel dapat dipelajari secara baik dengan
metode “flow-sitometri” atau pelabelan radioisotop dengan Ki-67, PCNA Proliferating Cell Nuclear Antigen dan teknik pewarnaan seperti AgNORs. Metode
AgNOR ini dapat digunakan dalam mengevaluasi morfologi dan kinetika sel, dan merupakan parameter yang digunakan dalam menilai respon radiasi melalui hasil
histopatologi.
31
Universitas Sumatera Utara
Pewarnaan AgNOR prosedurnya dirujuk pada muka surat 32 ini dengan mudah dapat dilakukan pada jaringan yang difiksasi dengan formalin, dan digunakan
untuk mengevaluasi morfologi dan kinetika sel dalam biopsi dengan ukuran yang kecil.
16
Marker kanker AgNORs dapat digunakan untuk melakukan pemeriksaan proliferasi melalui bercak AgNORs pada daerah inti atau “Nucleolar Organizer
Regions” NORs lengkung DNA ribosom yang ditranskripsikan menjadi RNA ribosomal dengan bantuan RNA polymerase.
31
Pengamatan sejumlah parameter AgNOR jumlah, ukuran dan distibusi dapat digunakan dalam patologi sel kanker untuk kepentingan diagnostik maupun
prognostik. Jumlah, ukuran dan distribusi AgNOR dalam nukleus dapat digunakan
untuk memdeteksi dan memprediksi prognosis sejumlah neoplasia, seperti kandung kemih, karsinoma faring, dan lesi pada kulit.
16,31
AgNOR diamati dengan mikroskop cahaya sebagai titik-titik hitam. Pengamatan AgNOR secara kuantifikasi dan
kualitatif lebih tepat dengan menggunakan metode morfometrik, dimana AgNORnya diperbesarkan dengan skala geometrik tertentu sehingga gambarannya kelihatan lebih
jelas.
19
Penelitian menunjukkan AgNOR dapat digunakan untuk menunjukkan adanya aktifitas biologis pada karsinoma sel skuamosa. AgNOR juga digunakan pada oral
submukus fibrosis untuk memperkirakan perilaku biologis oral submukus fibrosis, yang dapat dihubungkan dengan gradasi histologi klinis.
Ketertarikan para ahli pada protein AgNOR meningkat sekitar tahun 1980-an diikuti dengan observasi bahwa sel
ganas memiliki jumlah AgNOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan sel yang jinak atau sel normal.
34
Pada penelitian Salehinejad, dkk. 2007, sel ganas menunjukkan jumlah AgNOR yang lebih banyak dan bentuk tidak beraturan, sedangkan sel jinak
memiliki AgNOR yang lebih sedikit dengan bentuk yang teratur.
35
Pada sel normal, hanya satu atau dua titik AgNOR yang dilihat sebagai titik-titik yang padat. Bagi sel-
sel normal Gambar 6 yang semakin bergerak menuju ke sel displastik dan sel-sel ganas, jumlah DNA semakin meningkat berserta dengan peningkatan jumlah titik
AgNOR. Sel-sel ganas mempunyai derajat diferensiasi yang berlainan yang dimana mempunyai nilai AgNOR yang berbeda. AgNOR yang ditemukan pada sel ganas
Universitas Sumatera Utara
diferensiasi baik Gambar 7 mempunyai nilai AgNOR yang rendah dibanding dengan sel ganas yang diferensiasinya sedang Gambar 8, buruk Gambar 9 atau
undifferentiated Gambar 10. Ini karena derajat diferensiasi secara umum berhubungan dengan tingkat keganasan dan proliferasi sel, sehingga tumor yang
derajat diferensiasinya buruk akan mempunyai tingkat proliferasi yang lebih tinggi yang tercermin dari nilai AgNOR yang lebih tinggi.
36,37,38
Saat ini, berbagai studi dilakukan untuk mengetahui kemungkinan menemukan penanda keganasan dari titik-
titik AgNOR. Hal ini dilakukan karena teknik ini mudah dilakukan, murah, cepat dan menghasilkan informasi yang akurat tentang perkembangan keganasan.
35
Gambar 6. Gambaran mikroskopis mukosa normal rongga mulut dengan pewarnaan AgNOR 100X. Anak panah
biru menunjukkan titik hitam AgNOR.
38
Universitas Sumatera Utara
Gambar 7. Gambaran mikroskopis karsinoma sel skuamous KSS rongga mulut berdiferensiasi baik dengan
NORs yang sedikit terdapat pada inti 1000X. Anak panah biru menunjukkan titik hitam AgNOR.
38
Gambar 8. Gambaran mikroskopis karsinoma sel skuamousa KSS rongga mulut berdiferensiasi sedang dengan sebagian
ukuran NORs pada inti yang beragam 1000X. Anak panah biru menunjukkan titik hitam AgNOR.
38
Universitas Sumatera Utara
Gambar 9. Gambaran mikroskopis karsinoma sel skuamous KSS rongga mulut berdiferensiasi buruk dengan jumlah
NORs yang banyak dan beragam pada inti 1000X. Anak panah biru menunjukkan titik hitam AgNOR.
38
Gambar 10. Gambaran mikroskopis karsinoma sel skuamous KSS rongga mulut tidak berdiferensiasi undifferentiated
dengan jumlah NORs yang banyak dan berkelompok pada inti 1000X. Anak panah biru menunjukkan titik
hitam AgNOR.
38
Universitas Sumatera Utara
Perbaikan DNA
berhasil reversible
2.4 Kerangka Teori