Penilaian Kualitas Terjemahan KAJIAN TEORI 1. Hakikat Penerjemahan

21 bagi pembaca sasaran. Berkebalikan dengan ideologi domestikasi, dalam ideologi forenisasi metode yang diterapkan adalah metode penerjemahan yang berorientasi pada Bsu, terutama penerjemahan setia dan penerjemahan semantik. Hoed, 2006. Namun demikian, seperti yang dikatakan oleh Nababan, seorang penerjemah tidak mungkin secara total menganut salah stu dari dua ideologi tersebut. Yang dapat terjadi adalah kecenderungan ke arah mana penerjemah berpihak, kea rah Bsu, atau ke arah Bsa. Dengan kata lain, penerjemah akan secara sadar maupun tidak sadar menganut kedua ideologi tersebut, tentu saja dengan prosentase atau tingkat kecenderungan yang berbeda.

1.6. Penilaian Kualitas Terjemahan

Penilaian kualitas terjemahan dilakukan untuk mengetahui keakuratan sebuah terjemahan. Al-Qinai 2002 menyatakan bahwa suatu teks terjemahan acap kali dipandang oleh pembacanya sebagai suatu hasil akhir proses penerjemahan yang siap untuk dianalisis dengan mendalam tanpa menelusuri bagaimana terjemahan tersebut dihasilkan. Penelitian yang kemudian dilakukan adalah penelitian yang berorientasi kepada produk atau teks terjemahan. Ada tiga hal yang dinilai dari suatu terjemahan, yaitu keakuratan accuracy , keberterimaan acceptability , dan keterbacaan readability . Berikut adalah penjelasan dari ketiga unsur tersebut. 22 1.6.1. Keakuratan accuracy Keakuratan terkait dengan tepat atau tidaknya terjemahan yang dihasilkan. Keakuratan terkait erat dengan kesepadanan makna antara Bsu dengan Bsa. Informasi dalam Bsu yang disampaikan kembali dalam Bsa haruslah dapat diterima oleh pembaca Bsa. Larson 1998: 530 mengatakan bahwa keakuratan sebuah teks terjemahan harus diukur karena hal tersebut berkaitan dengan informasi yang disampaikan dari Bsu ke dalam Bsa. 1.6.2. Keberterimaan acceptability Keberterimaan ini terkait erat dengan sesuai tidaknya tata bahasa yang digunakan penerjemah dengan tata Bsa. Penerjemah harus menerjemahkan sebuah teks ke dalam Bsa sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam Bsa. Hal tersebut antara lain juga berkaitan dengan pemilihan kata dan istilah dalam Bsa. Jika penerjemah menggunakan kata- kata yang kurang lazim dibaca atau didengar oleh pembaca sasaran maka terjemahan tersebut tidak memenuhi konsep keberterimaan suatu terjemahan. Keberterimaan dalam ibid dijelaskan dengan istilah naturalness yang mengacu pada kealamiahan terjemahan. 1.6.3. Keterbacaan readability Sedangkan tentang keterbacaan, hal ini terkait dengan pemahaman isi terjemahan oleh pembaca. Nababan 1999: 62-78 menjelaskan beberapa faktor yang menentukan tingkat keterbacaan teks. Faktor-faktor tersebut berasal dari faktor kebahasaan teks dan faktor pembaca itu sendiri. Teks yang tersusun atas kalimat-kalimat panjang, kata-kata yang bersifat ambigu, kata- kata sing atau daerah, kata-kata baru, kalimat yang tak lengkap, kalimat- 23 kalimat kompleks, dan alur pikiran yang tidak logis dapat mengurangi tingkat keterbacaan teks. Selain faktor kebahasaan, faktor kemampuan membaca dan memahami isi teks pembaca juga menentukan tingkat keterbacaan teks.

1.7. Penerjemahan Karya Sastra