Proses Penerjemahan KAJIAN TEORI 1. Hakikat Penerjemahan

13

1.2. Proses Penerjemahan

Proses penerjemahan dapat dikatakan sebagai serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh penerjemah dalam menerjemahkan suatu teks yang berlangsung di dalam benaknya dan kemudian akan tercermin di dalam terjemahnnya. Nida dan Taber 1982 menggambarkan proses penerjemahan sebagai berikut: A source B receptor analysis restructuring X Transfer Y Gambar 1. Proses Penerjemahan menurut Nida dan Taber 1982: 33 Gambar tersebut menjelaskan proses penerjemahan yang berlangsung dimulai dari proses analisis, yaitu proses di mana struktur permukaan teks Bsu dianalisis dalam tataran gramatika dan makna kata atau paduan kata-kata yang membentuk teks tersebut. Proses yang kedua adalah proses transfer pengalihan di mana teks yang sudah dianalisis tersebut ditransfer oleh penerjemah dari Bsu ke dalam Bsa. Proses transfer ini berlangsung di dalam benak penerjemah. Proses yang terakhir adalah proses restructuring restrukturisasi, di mana teks yang telah ditransfer tersebut direstrukturisasi agar hasil akhir pengalihan pesan tersebut sepenuhnya diterima oleh pambaca saran. Proses tersebut terlihat lebih rumit jika dibandingkan dengan proses penerjemahan yang dilihat oleh sebagian 14 orang sebagai proses satu arah, yaitu hanya mengalihkan teks dari Bsu ke dalam Bsa tanpa disertai proses analisis dan restrukturisasi kedua teks. Dalam gambar proses penerjemahan Nida dan Taber, proses perhenti pada tahap restrukturisasi, namun Nida dan Taber dalam bukunya 1982:163 menjelaskan adanya tahap atau proses testing the translation penilaian terhadap teks terjemahan. Proses tersebut merupakan proses yang juga penting. Teks terjemahan harus mencakup banyak hal terkait dengan berterimanya teks tersebut. Hal-hal yang dimaksud di antaranya adalah keakuratan terjemahan, kejelasan makna, dan kesepadanan gaya. Untuk mengujinya, seperti yang dilakukan dalam penelitian pasar, harus dilihat dari reaksi pasar atau dalam hal penerjemahan, para pembaca sasaran jika terjemahan yang dihasilkan tidak diterima oleh pembaca, maka ada masalah dalam terjemahan tersebut. Oleh karena itu, untuk meminimalisir ketidakberterimaan, penerjemah harus berusaha untuk menghasilkan terjemahan yang sepadan mungkin dengan teks Bsu, tanpa secara radikal menambah atau mengurangi isi teks Bsu. Ketidakberterimaan suatu teks terjemahan, bagaimanapun tidak mutlak berbanding lurus dengan adanya masalah dalam terjemahan. Ketidakberterimaan suatu terjemahan mungkin saja berasal dari para pembaca itu sendiri yang memang tidak menyukai tema atau isi teks tersebut. Proses penerjemahan Nida dan Taber pada dasarnya sama dengan proses penerjemahan yang digambarkan oleh Larson dalam diagram berikut: 15 SOURCE LANGUAGE RECEPTOR LANGUAGE Gambar 2. Proses Penerjemahan menurut Larson 1998: 4 Dalam diagram tersebut, Larson menggambarkan proses penerjemahan yang terdiri dari tahap analisis gramatikal, leksikal dan konsep budaya yang terkandung dalam teks sumber, kemudian makna yang telah didapat tersebut diungkapkan kembali dalam bahasa penerima Bsa. Proses pengungkapan kembali tersebut secara otomatis menghasilkan teks terjemahan yang oleh Larson tidak digambarkan secara terpisah, melainkan menyatu dalam proses re- express the meaning. Jika dilihat secara sekilas gambar proses penerjemahan Larson terlihat lebih sederhana, namun sebenarnya proses penerjemahan tersebut terdiri atas tahapan yang sama dengan proses yang dikemukakan oleh Nida dan Taber. 1.3. Teknik dan Strategi Penerjemahan Istilah teknik, strategi, metode, dan prosedur penerjemahan selama ini terlihat rancu karena beberapa ahli penerjemahan menggunakan istilah-istilah tersebut Translation Text to be translated MEANING Discover the meaning Re-express the meaning 16 untuk menjelaskan maksud yang sama, yaitu cara mengatasi masalah dalam penerjemahan. Molina dan Albir 2002 membedakan strategi dan teknik penerjemahan berdasarkan logika bahwa strategi berlangsung dalam benak penerjemah, ketika seorang penerjemah memikirkan cara untuk mengatasi masalah dalam penerjemahan. Dalam hal ini, strategi berorientasi pada proses penerjemahan. Sedangkan teknik penerjemahan adalah cara yang dilakukan oleh penerjemah dalam mengatasi masalah penerjemahan yang dilihat dari produk penerjemahannya teks terjemahan. Teknik penerjemahan berorientasi pada hasil, dan berlangsung pada tataran mikro teks. Berikut adalah teknik penerjemahan yang direkomendasikan oleh Molina dan Albir 2002: Tabel 1. Teknik Penerjemahan Molina dan Albir 2002 No Nama Teknik Keterangan 1 Adaptasi adaptation Mengganti unsur budaya Bsu dengan unsur budaya Bsa 2 Amplifikasi amplification Menyertakan detail yang tidak tercantum dalam Bsu, dalam bentuk informasi dan atau parafrase eksplisit. 3 Peminjaman borrowing Mempertahankan istilah dalam Bsu. Teknik peminjaman dapat berupa peminjaman murni ataupun peminjaman dengan penyesuaian naturalisasi. 4 Calque calque Teknik ini merupakan bentuk penerjemahan literal sebuah kata atau frasa asing. Calque dapat bersifat leksikal maupun structural. 5 Kompensasi compensation Konsep ini hampir sama dengan konsep amplifikasi, yaitu menambahkan unsur informasi ke dalam teks Bsa karena unsur tersebut hilang dalam Bsa yang disebabkan oleh perbedaan struktur sintaksis maupun budaya kedua bahasa. 6 Deskripsi description Menggantikan suatu istilah dalam Bsu dengan deskripsi dalam Bsa. 7 Kreasi Diskursif discursive creation Membuat padanan sementara yang sangat tidak sesuai dengan konteks. 8 Padanan tetap Menggunakan istilah atau ekspresi yang sudah 17 established equivalent dikenal oleh kamus, atau sudah lazim dalam Bsa. 9 Generalisasi generalization Menggunakan istilah yang lebih netral dan umum 10 Amplifikasi Linguistik linguistic amplification Menambahkan unsur- unsur linguistic. Teknik ini sering dipakai dalam penerjemahan lisan konsekutif dan sulih suara dubbing . 11 Kompresi Linguistik linguistic compression Teknik ini berkebalikan dengan teknik amplifikasi linguistik. Teknik ini memadatkan elemen- elemen linguistik, dan diterapkan dalam penerjemahan lisan simultan dan penerjemahan film subtitling . 12 Penerjemahan Literal literal translation Konsep ini sama dengan penerjemahan kata demi kata. Teknik ini sejalan dengan konsep kesepadanan formal Nida. 13 Modulasi modulation Teknik ini diterapkan dengan cara mengubah sudut pandang penerjemah terhadap teks yang dihadapinya baik secara leksikal maupun struktural. 14 Partikularisasi particularization Menggunakan istilah yang lebih khusus spesifik dan konkret. 15 Pengurangan reduksi reduction Teknik ini mengurangi informasi teks Bsu di dalam Bsa. Teknik ini sejalan dengan teknik implisitasi implicitation yang dikemukakan oleh Delisle dan teknik penghilangan omission yang dikemukakan oleh Ayora. Teknik ini adalah kebalikan dari teknik amplifikasi. 16 Substitusi linguistik, paralinguistik substitution linguistic, paralinguistic Dalam teknik ini, unsur linguistik diubah menjadi unsur paralinguistic intonasi, gerak tubuh gesture , atau sebaliknya. 17 Transposisi transposition Dengan teknik ini, penerjemah mengubah struktur kalimat Bsu dalam Bsa agar diperoleh terjemahan yang logis. 18 Variasi variation Teknik ini mengubah unsur linguistik ataupun paralinguistic intonasi, gesture yang berpengaruh terhadap aspek variasi linguistik yaitu perubahan ciri tekstual, gaya, dialek sosial, dialek geografis, dan sebagainya, seperti mengubah ciri dialek tokoh dalam drama, atau mengubah warna suatu novel ketika diadaptasi untuk anak- anak. 18 Sementara itu, strategi penerjemahan adalah cara yang dilakukan oleh penerjemah untuk mengatasi masalah dalam proses penerjemahan. Strategi itu kemudian akan menghasilkan teknik penerjemahan yang dapat terlihat dalam produk atau teks terjemahan. Hurtado Albir dalam Molina dan Albir 2002 mengatakan bahwa strategi penerjemahan adalah prosedur secara sadar maupun tidak, secara verbal maupun non-verbal yang ditempuh oleh penerjemah untuk mengatasi masalah dalam proses penerjemahan dengan tujuan tertentu. Ada beberapa mekanisme atau konsep dalam penerjemahan yang dapat berfungsi sebagai strategi maupun teknik. Sebagaimana parafrase, dapat digunakan untuk mengatasi masalah dalam tataran proses, yaitu strategi reformulasi dan dapat pula dilihat sebagai sebuah teknik amplifikasi ketika parafrase tersebut berfungsi menjelaskan memparafrasekan sebuah istilah agar dapat dipahami oleh pembaca sasaran. Namun hal tersebut tidak berarti parafrase akan selalu menghasilkan teknik amplifikasi. Teknik-teknik lain seperti kreasi diskursif, kesepadanan tetap, adaptasi, dan sebagainya bisa muncul sebagai hasil dari strategi parafrase.

1.4. Metode Penerjemahan