Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Saat ini penerjemahan merupakan kegiatan yang sedang berkembang pesat. Kegiatan penerjemahan mencakup penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang ditulis dalam bahasa asing. Kegiatan penerjemahan berkembang seiring dengan perkembangan dunia informasi global yang mau tidak mau harus diterima oleh seluruh masyarakat dunia, termasuk masyarakat Indonesia. Sumber-sumber informasi global dan pengetahuan modern yang masuk ke Indonesia tersaji dalam berbagai bentuk, seperti buku, surat kabar, majalah, tayangan berita televisi, dan bahkan film-film impor. Tidak hanya informasi dan pengetahuan, masyarakat sekarang ini juga butuh akan sarana hiburan yang bervariasi. Lagi-lagi, produk impor sumber hiburan menyerbu masuk Indonesia, menyediakan alternatif yang lebih luas. Semua sumber informasi, pengetahuan, dan hiburan yang masuk dari luar negeri tersebut tentu saja disajikan dalam bahasa asing, dalam hal ini terutama adalah bahasa Inggris sebagai bahasa internasional. Berbanding terbalik dengan derasnya informasi asing tersebut, akses masyarakat Indonesia terhadap bahasa asing amatlah terbatas. Sebagian besar masyarakat Indonesia tidak menguasai bahasa asing sehingga timbul kendala dalam memahami sumber-sumber informasi, pengetahuan, dan hiburan tersebut. Untuk menjembatani pembaca atau pemirsa atau pendengar dengan media cetak dan elektronik yang menyajikan produknya dalam bahasa asing, dibutuhkan 2 penerjemah. Seorang penerjemah berkewajiban menghasilkan terjemahan yang akurat, terbaca, dan berterima. Dalam penerjemahan, terdapat tiga hal untuk menentukan suatu terjemahan adalah terjemahan yang berkualitas atau tidak. Ketiga hal tersebut adalah keakuratan accuracy , keterbacaan readability , dan keberterimaan acceptability . Jika ketiga unsur itu terpenuhi maka terjemahan tersebut dikatakan berkualitas. Namun, tidak mudah bagi seorang penerjemah untuk menghasilkan ketiga hal tersebut. Ada kecenderungan bagi sebuah teks terjemahan kehilangan salah satu dari ketiga unsur tersebut. Suatu terjemahan bisa jadi sangat akurat dan berterima namun memiliki tingkat keterbacaan yang rendah. Atau sebaliknya, suatu terjemahan bisa jadi sangat enak untuk dibaca dan dipahami, namun tingkat keakuratannya rendah karena mungkin penerjemah terlalu berimprovisasi melakukan penambahan atau pengurangan secara berlebihan terhadap teks sasaran dalam kegiatannya. Teks-teks dalam aneka bidang acap kali menimbulkan masalah bagi penerjemah. Sebuah teks ilmiah, politik, sastra, dan berita, misalnya, haruslah mendapat perlakuan yang berbeda, yang tepat, dari penerjemah itu. Ada perbedaan mencolok ketika penerjemah manerjemahkan teks ilmiah yang faktual dan informatif dengan ketika penerjemah menerjemahkan teks sastra atau fiksi yang cenderung bebas dan dinamis. Teks ilmiah tersusun atas kalimat-kalimat yang bersifat denotatif dan lugas sehingga tidak ada makna tersembunyi yang muncul dan harus diinterpretasikan oleh penerjemah. Berbeda dengan teks sastra atau fiksi yang harus ditangani secara khusus oleh penerjemah. Teks sastra atau fiksi merupakan produk kreatif penulis yang cenderung mengandung unsur-unsur 3 tersembunyi di balik susunan kalimatnya dan penerjemah harus peka terhadap unsur-unsur tersembunyi tersebut untuk menghasilkan terjemahan yang akurat, terbaca, dan berterima. Karena sifatnya yang tidak faktual, teks sastra atau fiksi dianggap lebih ringan tidak berdampak signifikan terhadap pembacanya. Walaupun tidak beresiko, dalam menerjemahkan teks sastra seorang penerjemah harus tetap mempertahankan keaslian isi teks tersebut. Keakuratan teks harus tetap tercapai. Menerjemahkan teks sastra tidak bisa dikatakan mudah karena teks sastra mengandung unsur budaya di dalamnya. Seperti yang dikemukakan oleh Newmark dalam Suryawinata dan Hariyanto 2003 bahwa dalam menerjemahkan fiksi penerjemah dihadang oleh masalah-masalah yang berkaitan dengan budaya Bahasa sumber Bsu dan pesan moral yang ingin disampaikan oleh penulisnya. Latar belakang budaya penulis berkaitan erat dengan tema yang mewarnai isi tulisan dan pesan moral yang terkandung di dalamnya. Di sinilah peran penerjemah terlihat lebih mencolok, karena penerjemah harus sebisa mungkin mentransfer unsur-unsur budaya dalam teks tersebut termasuk pesan moral yang mungkin ada di dalamnya yang kemungkinan besar berbeda dengan budaya Bahasa sasaran Bsa. Penerjemah yang baik adalah penerjemah yang menguasai Bsu dan Bsa bilingual dan juga budaya Bsu dan budaya Bsa bicultural . Peneliti akan fokus kepada terjemahan novel sebagai salah satu dari karya sastra. Novel modern sebagai bagian dari budaya pop barat saat ini menjadi kebutuhan rohani yang cukup penting bagi masyarakat luas. Terbukti dengan semakin pesatnya perkembangan novel-novel modern asing di Indonesia. Penerbit-penerbit buku 4 menerbitkan novel-novel asing ke dalam bahasa Indonesia sehingga para pembaca sasaran dapat dengan mudah memahami isi novel tersebut. Orang sering kali berpendapat bahwa menerjemahkan novel atau cerpen lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan karya sastra lain seperti puisi, lagu, ataupun peribahasa yang berima dan berirama. Anggapan tersebut muncul karena dalam novel, rima dan irama tidaklah berperan penting. Alur cerita dan gambaran tokohlah yang menjadi faktor penentu baik tidaknya isi novel. Namun begitu, pemilihan kata-kata yang tepat mutlak diperlukan dalam menerjemahkan karya fiksi. Suatu novel merupakan serangkaian alur cerita yang terikat dalam suatu konteks situasi dan budaya, sehingga penerjemah tidak dapat menerjemahkan kalimat demi kalimat begitu saja tanpa memperhatikan konteks situasi yang melatarbelakangi cerita. Jika hal tersebut terjadi maka terjemahan yang dihasilkan adalah hanya serangkaian kalimat tanpa alur cerita yang menarik, yang jauh dari teks Bsu. Wolfgang Iser dalam Basnett-Mc Guire dalam Suryawinata dan Hariyanto 2003 mengatakan bahwa dalam sebuah novel atau cerpen suatu kalimat tidak sekadar ujaran yang berdiri sendiri, tetapi kalimat itu bertujuan untuk mengatakan sesuatu di luar apa yang tertulis itu, karena kalimat dalam teks sastra selalu berfungsi sebagai indikasi akan datangnya serangkaian ide yang akan menyusul. Dengan begitu, sebuah cerita bisa terasa pekat dan mengasyikkan untuk terus diikuti, sehingga bila penerjemah hanya menerjemahkan kalimat- kalimat dalam novel sebagai kalimat-kalimat yang berdiri sendiri, dan hanya memepertimbangkan makna dari tiap-tiap kalimat saja, maka terjemahan yang 5 dihasilkan akan kehilangan dimensi, kedalaman, dan keluasan makna yang ingin disampaikan oleh penulis aslinya. Seorang penerjemah, yang berperan pula sebagai komunikator, menurut T. Bell 1989: 41 harus memiliki kompetensi komunikatif communicative competence yang mencakup grammatical competence, sociolinguistic competence, discourse competence, dan strategic competence. Dalam menerjemahkan pre-modifier penerjemah harus memiliki paling tidak salah satu komponen kompetensi tersebut, yaitu grammatical competence atau kompetensi gramatikal. Penerjemah harus mampu mengalihkan pre-modifier dalam Bsu ke dalam Bsa menjadi bentuk dan fungsi yang serupa; yaitu apakah berfungsi untuk mendeskripsikan describing ataukah mengklasifikasikan classifying . Tesis ini akan mengangkat terjemahan unsur pre-modifier dalam kelompok nomina dalam novel karya Dan Brown yang berjudul The Da Vinci Code TDVC . Dalam sebuah novel, kalimat deskriptif memiliki peranan penting untuk memperjelas dan memberikan detail tentang tokoh, benda, tempat, dan situasi yang sedang digambarkan untuk mendukung alur cerita yang sedang berlangsung. Dalam bahasa Inggris, pre-modifier merupakan unsur penjelas yang terdapat dalam kelompok nomina yang di dalamnya terkandung bentuk adjective atau kata sifat. Pre-modifier merupakan unsur kalimat yang kompleks rumit untuk diterjemahkan ke dalam Bsa karena perbedaan sistem bahasa dan kekayaan kosakata kedua bahasa. Karena alasan tersebut maka peneliti memilih terjemahan pre-modifier sebagai bahan kajian tesis. Teknik yang digunakan oleh penerjemah akan memengaruhi kualitas terjemahan yang dihasilkan, yang dalam tesis ini akan 6 terfokus pada tingkat keakuratan dan keberterimaannya. Peneliti mengambil novel tersebut sebagai objek kajian dengan beberapa alasan: novel tersebut mengandung data yang dibutuhkan oleh peneliti yaitu pre-modifier ; novel tersebut juga merupakan salah satu novel best seller dan fenomenal di Amerika, negara asal pengarang, dan di berbagai negara yang menerjemahkannya termasuk Indonesia. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, dalam suatu novel, sering kali dijumpai kalimat-kalimat deskriptif yang mendeskripsikan suatu objek hidup maupun mati. Dalam bahasa Inggris, keadaan atau penampilan suatu objek dideskripsikan dalam sebuah struktur kelompok nomina yang merupakan bagian dari sebuah klausa. Dalam kelompok nomina tersebut terdapat unsur pre-modifier yang merupakan unsur penjelas sebuah Thing sesuatu yang merupakan inti dalam kelompok nomina tersebut. Unsure pre-modifier dibagi ke dalam dua fungsi yaitu describing mendeskripsikan Thing dan classifying mengklasifikasikan Thing . Unsur pre-modifier dapat direalisasikan salah satunya ke dalam kata sifat. Dalam bahasa Indonesia kita juga mengenal pre-modifier yang berfungsi sebagau unsure penjelas atau untuk mendeskripsikan sebuah objek. Dalam novel TDVC , pre-modifier diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan berbagai teknik penerjemahan. Sebagai contoh dalam data 18-TDVC1829, Across the staggeringly expansive plaza, the imposing façade of the Louvre rose like a citadel against the Paris sky. Di seberang sebuah plaza yang sangat luas, bagian muka museum Louvre yang mencolok tampak menjulang bagai benteng, ke langit Paris. 7 staggeringly expansive plaza diterjemahkan menjadi plaza yang sangat luas menggunakan teknik yang oleh Molina dan Albir disebut sebagai teknik established equivalent padanan tetap, yaitu menggunakan istilah atau ekspresi yang sudah tercakup dalam kamus, atau yang sudah lazim dalam penggunaan bahasa. Dalam data tersebut staggeringly expansive merupakan pre-modifier yang bersifat mendeskripsikan kata benda plaza. Describing pre-modifier tersebut tersusun atas intensifier staggeringly dan kata sifat expansive . Secara literal, staggeringly berarti ―secara mencengangkan atau mengejutkan‖ , namun dalam Bsa penerjemah menggeneralisasi kata staggeringly menjadi ―sangat‖. Sebenarnya menurut peneliti penggeneralisasian tersebut sedikit menghilangkan unsur dramatis dalam penggambaran objek tersebut. Ketika pembaca membaca teks aslinya, yang terbayang akan plaza itu adalah sebuah plaza yang luasnya mencengangkan, atau luar biasa luas. Sedangkan dalam Bsa, plaza tersebut hanya dideskripsikan sebagai plaza yang sangat luas, tanpa unsur dramatis. Namum peneliti bersimpulan bahwa hal tersebut dikarenakan bahasa Inggris memiliki kosakata yang lebih kaya untuk menggambarkan sebuah objek dibandingkan dengan bahasa Indonesia. Contoh lain diambil dari data 040-TDVC5575: Dressed casually in a knee-length, cream-colored Irish sweater over black leggings, she was attractive and looked to be about thirty. Berbusana santai, dalam sweter Irlandia sepanjang lutut di atas leggings hitam, dia menarik dan tampak berusia sekitar tiga puluhan. Dalam kelompok nomina pada data 040 tersebut terdapat pre-modifier yang berupa knee-length dan cream-colored. Keduanya bersifat mendeskripsikan atau menggambarkan termasuk dalam bentuk atau ukuran yang seperti apa sweater 8 yang dimaksud. Pre-modifier dalam kalimat tersebut diterjemahkan dengan teknik yang sama dengan contoh pertama, yaitu established equivalent , namun terjadi juga reduction atau pengurangan dengan adanya penghilangan kata sifat cream- colored dalam Bsa. Karena penelitian ini berorientasi pada produk, maka peneliti tidak menelusuri lebih jauh alasan penghilangan tersebut. Penghilangan frasa cream-colored dalam Bsa bagaimanapun memengaruhi deskripsi objek, dalam hal ini sebuah sweter yang dikenakan oleh tokoh dalam novel tersebut. Jika dalam Bsa frasa cream-colored dipertahankan, sehingga menjadi ―sweter Irlandia sepanjang lutut yang berwarna krem…‖ maka deskripsi penampilan tokoh tersebut menjadi lebih lengkap dan pembaca dapat membayangkan bahwa pakaian yang dikenakan oleh wanita tersebut menambah kesan menarik dan cantik tokoh wanita tersebut. Analisis lebih mendalam tentang terjemahan pre-modifier dalam novel TDVC akan diulas dalam bab IV tesis ini.

B. Pembatasan Masalah