PERBANDINGAN HASIL BELAJAR GEOGRAFI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT DAN TIPE NHT BERDASARKAN KEMAMPUAN AWAL SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 12 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

(1)

ABSTRAK

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR GEOGRAFI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT DAN TIPE NHT BERDASARKAN KEMAMPUAN AWAL

SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 12 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh: Duwi Febrilia

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan hasil belajar geografi melalui model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan tipe TGT pada siswa SMA Negeri 12 Bandar Lampung Tahun 2012/2013. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimental semu (quasi eksperimental design) dengan populasi siswa kelas XI IPS SMA Negeri 12 Bandar Lampung yang berjumlah 124 siswa yang kemudian diambil sampelnya sebanyak 62 siswa. Analisis datanya menggunakan Paired Sampel t-test.

Berdasarkan analisis data yang dilakukan, hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1. Ada perbedaan hasil belajar pada siswa berkemampuan awal tinggi yang menggunakan model pembelajaran TGT (mean=83,85) dengan menggunakan model pembelajarn NHT (mean = 68,85). 2. Ada perbedaan hasil belajar pada siswa berkemampuan awal rendah yang menggunakan model pembelajaran TGT (mean=72,78) dengan menggunakan model pembelajarn NHT (mean = 58,61). 3. Hasil belajar pada siswa berkemampuan awal tinggi dan berkemampuan awal rendah yang menggunakan model pembelajaran TGT lebih tinggi (tinggi= 83,85, rendah= 72,78) dari rata-rata hasil belajar Geografi siswa yang menggunakan model NHT (tinggi= 70,00, rendah= 58,61).


(2)

ABSTRACT

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR GEOGRAFI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT DAN TIPE NHT BERDASARKAN KEMAMPUAN AWAL

SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 12 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh: Duwi Febrilia

This study aims to compare the results of learning geography through cooperative learning model type and type TGT NHT students of SMAN 12 Bandar Lampung Year 2012/2013. The method used in this study is quasi-experimental methods (quasi experimental design) with a population of students of class XI IPS SMA 12 Bandar Lampung totaling 124 students were then sampled as many as 62 students. Analysis of the data using paired samples t-test.

Based on the data analysis, the results showed that: 1. There is a difference in learning outcomes at the beginning of high-ability students who use learning model TGT (mean = 83.85) using the model pembelajarn NHT (mean = 68.85). 2. There is a difference in learning outcomes in students with low initial TGT using learning model (mean = 72.78) using the model pembelajarn NHT (mean = 58.61). 3. Learning outcomes at the beginning of high-ability students and low initial capability model TGT higher learning (high = 83.85, low = 72.78) than the average student learning outcomes Geography NHT model (high = 70.00, low = 58.61).


(3)

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR GEOGRAFI

MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT DAN

TIPE NHT BERDASARKAN KEMAMPUAN AWAL SISWA

KELAS XI IPS SMA NEGERI 12 BANDAR LAMPUNG

TAHUN PELAJARAN 2012/2013

(Skripsi)

Oleh

Duwi Febrilia

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG


(4)

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR GEOGRAFI

MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT DAN

TIPE NHT BERDASARKAN KEMAMPUAN AWAL SISWA

KELAS XI IPS SMA NEGERI 12 BANDAR LAMPUNG

TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh

Duwi Febrilia

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

pada

Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG


(5)

DAFTAR DIAGRAM

Halaman Diagram 1 : Perbedaan Hasil Belajar Geografi Pada Siswa

Berkemampuan Awal Tinggi ... 62 Diagram 2 : Perbedaan Hasil Belajar Geografi Pada Siswa

Berkemampuan Awal Rendah ... 65 Diagram 3 : Perbedaan Hasil Belajar Geografi Pada Siswa

Berkemampuan Awal Tinggi dan Berkemampuan Awal Rendah ... 68 Diagram 4 : Perbedaan Hasil Belajar Geografi Pada Siswa

Berkemampuan Awal Tinggi ... 70 Diagram 5 : Perbedaan Hasil Belajar Geografi Pada Siswa

Berkemampuan Awal Rendah ... 75 Diagram 6 : Perbedaan Hasil Belajar Geografi Pada Siswa

Berkemampuan Awal Tinggi dan Berkemampuan Awal Rendah ... 81 Diagram 7 : Perbedaan Hasil Belajar Geografi Pada Siswa

Berkemampuan Awal Tinggi dan Berkemampuan Awal Rendah ... 86


(6)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 : Penempatan Anggota Kelompok di Meja Pertandingan ... 17 Gambar 2 : Peta Lokasi SMA Negeri 12 Bandar Lampung... 47


(7)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 : Jumlah Seluruh Siswa SMA Negeri 12 Bandar Lampung... 2

Tabel 2 : Hasil Ulangan Harian Geografi Siswa Kelas XI IPS ... 3

Tabel 3 : Poin Peningkatan Kelompok ... 19

Tabel 4 : Cara Perhitungan Skor Perkembangan Individu ... 22

Tabel 5 : Kriteria Penghargaan Kelompok... 23

Tabel 6 : Kerangka Pikir ... 28

Tabel 7 : Pola Desain Eksperimen ... 31

Tabel 8 : Rancangan Pembelajaran ... 32

Tabel 9 : Jumlah Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 12 Bandar Lampung ... 38

Tabel 10 : Kriteria Pengundian Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif .... 39

Tabel 11 : Kepala Sekolah yang Pernah bertugas di SMA Negeri 12 Bandar Lampung ... 48

Tabel 12 : Jumlah Siswa di SMA Negeri 12 Bandar Lampung ... 51

Tabel 13 : Nilai Berdasarkan Kemampuan Awal Belajar Siswa Kedua Kelas ... 55

Tabel 14 : Tes Normalitas Hasil Belajar Geografi Kelas Eksperimen (TGT) ... 58

Tabel 15 : Tes Normalitas Hasil Belajar Geografi Kelas Pembanding (NHT) ... 58

Tabel 16 : Tes Homogenitas Kelas Eksperimen dan Kelas Pembanding ... 59

Tabel 17 : Hasil Uji Homogenitas Kelas Eksperimen dan Pembanding ... 59

Tabel 18 : Paired Samples Statistics Pada Kemampuan Awal Tinggi ... 61

Tabel 19 : Paired Samples Correlations Pada Kemampuan Awal Tinggi ... 62

Tabel 20 : Paired Samples Test Pada Kemampuan Awal Tinggi ... 62

Tabel 21 : Paired Samples Statistics Pada Kemampuan Awal Rendah ... 64

Tabel 22 : Paired Samples Correlations Pada Kemampuan Awal Rendah ... 65

Tabel 23 : Paired Samples Test Pada Kemampuan Awal Rendah ... 65


(8)

Judul Skripsi : PERBANDINGAN HASIL BELAJAR GEOGRAFI MELALUI MODEL

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT DAN TIPE NHT BERDASARKAN KEMAMPUAN AWAL SISWA KELAS XI

IPS SMA NEGERI 12 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Nama Mahasiswa : Duwi Febrilia No. Pokok Mahasiswa : 0913034084

Program Studi : Pendidikan Geografi

Jurusan : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Pembimbing Utama Pembimbing Pembantu

Dr. Pargito, M.Pd. Sugeng Widodo, S.Pd, M.Pd.

NIP 19590414 198603 1 005 NIP 19750517 200501 1 002

2. Mengetahui

Ketua Jurusan Pendidikan Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Sosial Pendidikan Geografi

Drs. Buchori Asyik, M.Si. Drs. Zulkarnain, M.Si. NIP 19560108 198503 1 002 NIP 19600111 198703 1 001


(9)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Pargito, M.Pd. ...

Sekretaris : Sugeng Widodo, S.Pd., M.Pd. ...

Penguji

Bukan Pembimbing : Drs. Zulkarnain, M.Si. ...

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si.

NIP. 196003151985031003


(10)

MOTTO

“Hidup berawal dari mimpi

gantungkan yang tinggi jadikan

motivasi agar semua terjadi”


(11)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : 1. Nama : Duwi Febrilia 2. NPM : 0913034084

3. Program Studi : Pendidikan Geografi 4. Jurusan/Fakultas : Pendidikan IPS/FKIP

5. Alamat : Jl. Pulau Singkep Gg. Masjid No. 36 Sukabumi Bandar Lampung

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Bandar Lampung, Maret 2013

Duwi Febrilia NPM. 0913034084


(12)

PERSEMBAHAN

Sebagai ungkapan terima kasih, syukur, kupersembahkan karya

sederhanaku ini untuk orang-orang terkasihku :

Papa dan Mama tercinta, terima kasih untuk cinta dan kasih sayangnya

yang telah tulus ikhlas membesarkan dan mendidikku dengan penuh

kesabaran, dan senantiasa memberikan doanya untuk keberhasilanku.

Kakakku, Toni Gunawan, SH. dan adikku Sri Refliyani yang telah

memberikan semangat dan dukungannya dalam menyelesaikan studiku.

Beloved, Donny Rio Saputra, A. Md., yang telah meluangkan waktunya

untuk mengantar jemput aku kuliah, udah sabar nunggu aku, dan yang

telah memberikan aku semangat dan motivasi dalam menyelesaikan

studiku.

Sahabatku, Anita Maharani Rahman yang telah meluangkan waktunya

untuk menemaniku sewaktu bimbingan.

Sahabatku, Anisa Fauziah, Ayu Atidhira, dan Adelaide yang telah

meluangkan waktunya untuk sharing bersama-sama.

Seluruh keluarga besarku dan teman-teman tercinta, terima kasih

untuk semua dukungannya.


(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Tanjung Karang, Kota Bandar Lampung pada tanggal 08 Februari 1991 anak kedua dari tiga bersaudara, pasangan bapak Darwani, BBA dan Ibu Nuslina, S.Pd.

Pendidikan Sekolah Dasar Negeri 1 Sukabumi, Kota Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2003, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 11 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2006, dan Pendidikan Sekolah Menengah Umum Negeri 12 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2009.

Pada tahun 2009 penulis diterima menjadi mahasiswa Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.


(14)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa pengetahuan dan kemampuan penulis sangat terbatas, namun atas bimbingan Bapak Dr. Pargito, M.Pd. selaku pembimbing utama dan Bapak Sugeng Widodo, S.Pd., M.Pd. selaku pembimbing kedua, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi ini berjudul “Perbandingan Hasil Belajar Geografi Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dan Tipe TGT Berdasarkan Kemampuan Awal Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 12 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013”. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi pada Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini pula penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :

1. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.


(15)

Dekan III Bapak Drs. Hi. Iskandar Syah, M.H. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

3. Bapak Drs. Buchori Asyik, M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

4. Bapak Drs. Zulkarnain, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

5. Bapak dan Ibu dosen di lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung, khususnya Program Studi Pendidikan Geografi yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang berharga kepada penulis.

6. Bapak Hi. Jalaluddin Syarif, S.Pd. selaku Kepala Sekolah yang telah memberi izin untuk mengadakan penelitian di SMA Negeri 12 Bandar Lampung.

7. Seluruh keluarga besar yang ada di Bandar Lampung dan di Liwa yang telah memberikan dukungan dan motivasinya.

8. Donny Rio Saputra yang telah memberikan dukungan dan motivasinya. 9. Keluarga besar geografi khususnya rekan-rekan seperjuanganku angkatan


(16)

10. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungannya, sehingga skripsi ini terselesaikan.

Semoga kiranya Allah SWT senantiasa memberikan limpahan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada kita semua, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi kita semua, Amin.

Bandar Lampung, Maret 2013 Penulis,


(17)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan secara umum adalah masalah lemahnya pembelajaran. Dalam pembelajaran siswa kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya. Pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian pelaksanaan oleh guru dan siswa atas dasar hubungan timbal-balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa ini merupakan syarat utama bagi berlangsungnya pembelajaran. Pada kenyataan seringkali guru terlalu aktif di dalam proses pembelajaran, sementara siswa dibuat pasif, sehingga interaksi antara guru dengan siswa dalam pembelajaran tidak efektif. Jika proses pembelajaran lebih didominasi oleh guru, maka efektifitas pembelajaran tidak akan dapat dicapai.

Pelajaran Geografi merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang lokasi serta persamaan dan perbedaan (variasi) keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi.

Kesulitan untuk memahami konsep-konsep Geografi yang dialami oleh siswa bukan hanya karena faktor materi yang disampaikan, tapi siswa sering merasa bosan dengan metode yang digunakan pada saat pembelajaran karena yang


(18)

2

lebih dominan di dalam kelas adalah guru. Berdasarkan hasil observasi pada bulan April tahun 2012 dan wawancara dengan ibu Dra. Eliyati B, selaku guru Geografi kelas XI IPS SMA Negeri 12 Bandar Lampung mengenai hasil belajar Geografi siswa diperoleh keterangan bahwa hasil belajar Geografi untuk kelas XI masih rendah. Hasil belajar Geografi siswa yang rendah diduga karena aktivitas belajar siswa yang kurang dalam proses pembelajaran. Karena selama ini dalam pembelajaran khususnya menggunakan model pembelajaran kooperatif penerapannya kurang tepat. Peneparan model pembelajaran harus sesuai dengan pokok bahasan atau materi pembelajaran. Sehingga pembelajaran akan berjalan dengan baik dan akan mencapai tujuan dari pembelajaran itu sendiri.

Jumlah siswa SMA Negeri 12 Bandar Lampung dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah seluruh siswa SMA Negeri 12 Bandar Lampung TP 2012/2013

NO KELAS JUMLAH KELAS JUMLAH SISWA

WAKTU BELAJAR

1 X 9 339 Pagi

2 XI IA 5 209 Pagi

3 XI IS 4 124 Pagi

4 XII IA 4 167 Pagi

5 XII IS 4 148 Pagi

Jumlah 26 987

Sebagai salah satu sarana pendidikan SMAN 12 Bandar Lampung mulai menjalankan fungsinya sejak tahun 1999. Semula SMAN 12 Bandar Lampung ini berlokasi di SMUN Way Halim Bandar Lampung. SMAN 12 Bandar Lampung kemudian menempati lokasi yang baru yaitu di Jl. Endro Suratmin Kompleks Lapangan Golf Sukarame. Di mulai sejak tahun 1992


(19)

pada bulan Desember dengan luas areal 1.500 meter persegi. Hasil belajar siswa kelas XI IPS dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2. Hasil Ulangan Harian Geografi Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 12 Bandar Lampung TP 2012/2013

No Kelas

Interval Kelas Jumlah Siswa 0-66 > 67-100

1 XI IPS 1 21 10 31

2 XI IPS 2 23 8 31

3 XI IPS 3 22 9 31

4 XI IPS 4 25 6 31

Jumlah

Siswa 91 33 124

Persentase 73,39% 26,61% 100%

Dari Tabel 2, dapat diketahui bahwa hasil belajar geografi siswa masih tergolong rendah yaitu siswa yang mencapai standar ketuntasan minimum (SKM) yang berlaku di SMA Negeri 12 Bandar Lampung yaitu sebesar 67 hanya 33 orang siswa dari jumlah 124 siswa atau hanya 26,61%. Sedangkan hasil belajar dapat dikatakan baik jika siswa yang telah mencapai SKM sebanyak 70%. Tabel 1 juga dapat memperlihatkan bahwa keempat kelas tersebut mempunyai kemampuan akademis yang relatif sama.

Dari permasalahan yang ada strategi pembelajaran yang dianggap cocok dengan permasalahan di SMAN 12 Bandar Lampung yaitu melalui pembelajaran kooperatif atau cooperative learning. Dalam pembelajaran kooperatif siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen untuk menyelesaikan suatu tugas dan setiap anggota kelompok bertanggung jawab terhadap kemajuan kelompoknya. Pembelajaran kooperatif mengharuskan siswa berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran dan guru


(20)

4

hanya sebagai fasilitator. Hal ini sesuai dengan aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.

Pembelajaran kooparatif (cooperative learning) dapat meningkatkan kreativitas siswa dalam berpikir dan berinteraksi serta menciptakan pembelajaran yang lebih menyenangkan. Model pembelajaran kooperatif ada berbagai macam, yaitu kooperatif tipe Students Team Achievment Division (STAD), Team Games Tournament (TGT), Group Investigation (GI),

Numbered Heads Together (NHT), Think-Pair-Share (TPS).

Pembelajaran kooperatif yang dianggap sesuai dengan permasalahan yang ada pada SMAN 12 Bandar Lampung adalah pembelajaran kooperatif tipe

TGT dan tipe NHT. Dalam penerapan pembelajaran kooperatif tipe TGT yang digunakan adalah turnamen, sedangkan pada pembelajaran kooperatif tipe

NHT digunakan nomor. Dalam TGT dan NHT kemandirian siswa lebih ditantang dan peran guru relative tidak dominan.

Dalam penelitian pembelajaran kooperatif tipe TGT dan tipe NHT

dibandingkan untuk mengetahui perbedaan rata-rata hasil belajar yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TGT dan tipe NHT.


(21)

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah ada perbedaan hasil belajar pada siswa berkemampuan awal tinggi yang menggunakan model pembelajaran TGT dengan menggunakan model pembelajaran NHT ?

2. Apakah ada perbedaan hasil belajar pada siswa berkemampuan awal rendah yang menggunakan model pembelajaran TGT dengan menggunakan model pembelajaran NHT ?

3. Apakah hasil belajar pada siswa berkemampuan awal tinggi dan berkemampuan awal rendah yang menggunakan model pembelajaran TGT

lebih tinggi dari rata-rata hasil belajar Geografi siswa yang menggunakan model NHT ?

4. Apakah hasil belajar pada siswa berkemampuan awal tinggi dan berkemampuan awal rendah yang menggunakan model pembelajaran TGT

lebih rendah dari rata-rata hasil belajar Geografi siswa yang menggunakan model NHT ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan hasil belajar pada siswa berkemampuan awal tinggi yang menggunakan model pembelajaran TGT

dengan menggunakan model pembelajaran NHT.

2. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan hasil belajar pada siswa berkemampuan awal rendah yang menggunakan model pembelajaran TGT


(22)

6

3. Untuk mengetahui apakah hasil belajar pada siswa berkemampuan awal tinggi dan berkemampuan awal rendah yang menggunakan model pembelajaran TGT lebih tinggi dari rata-rata hasil belajar Geografi siswa yang menggunakan model NHT.

4. Untuk mengetahui apakah hasil belajar pada siswa berkemampuan awal tinggi dan berkemampuan awal rendah yang menggunakan model pembelajaran TGT lebih rendah dari rata-rata hasil belajar Geografi siswa yang menggunakan model NHT.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

2. Bagi guru

a. Mengenalkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan tipe NHT. b. Menambah wawasan tentang model pembelajaran sebagai bahan untuk

meningkatkan profesionalisme guru.

3. Bagi siswa

a. Meningkatkan prestasi belajar siswa.


(23)

4. Bagi Sekolah

a. Sebagai masukan untuk mengembangkan metode pembelajaran TGT

dan NHT untuk pembelajaran pada mata pelajaran lainnya.

b. Dapat menjadi salah satu bahan rujukan yang bermanfaat untuk perbaikan mutu pembelajaran.

1.4 Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah :

1. Ruang lingkup objek dalam penelitian adalah aktivitas dan prestasi belajar IPS siswa dengan menggunakan model pembelajaran TGT dan

NHT.

2. Ruang lingkup subjek dalam penelitian adalah siswa kelas XI IPS SMA Negeri 12 Bandar Lampung.

3. Ruang lingkup wilayah penelitian adalah SMA Negeri 12 Bandar Lampung.

4. Ruang Lingkup waktu penelitian adalah tahun pelajaran 2012/2013. 5. Ruang lingkup ilmu adalah pendidikan geografi.

Pendidikan geografi adalah pendidikan yang dalam pembelajarannya membahas tentang aspek-aspek keruangan permukaan bumi yang merupakan keseluruhan gejala alam atau umat manusia dan variasi kewilayahannya.


(24)

8

II. KERANGKA TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Belajar

Setiap saat dalam kehidupan terjadi suatu proses belajar mengajar, baik sengaja maupun tidak sengaja, disadari atau tidak. Tetapi, agar memperoleh hasil yang maksimal, maka proses belajar mengajar harus dilakukan dengan sadar dan sengaja serta terorganisasi secara baik. A.M. Sardiman (2001:20) mengatakan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan misalnya membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya.

Sejalan dengan perkembangan pola pikir dan pengalaman manusia, aliran teori belajar mengalami perkembangan sehingga paradigma belajar mengalami pergeseran sudut pandang. Semula teori belajar dalam pendidikan di Indonesia, lebih didominasi aliran behaviorisme. Namun para pakar di Indonesia banyak menyerukan agar landasan teori belajar mengacu pada aliran kontruktivisme.

Pendekatan kontruktivisme dalam belajar merupakan salah satu pendekatan yang lebih berfokus pada peserta didik sebagai pusat dalam proses pembelajaran. Pendekatan ini disajikan supaya lebih merangsang


(25)

dan memberi peluang kepada peserta didik untuk belajar dan berpikir inovatif dan mengembangkan potensinya secara optimal.

Menurut Gagne dalam M Joko Susilo (2009:18), belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar merupakan kapabilitas. Melalui belajar orang akan memperoleh berbagai keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai yang diperoleh dari interaksi antara guru, siswa, dan sumber belajar dalam pembelajaran.

Walker (dalam Riyanto, 2002)

Belajar adalah suatu perubahan dalam pelaksanaan tugas yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman dan tidak ada sangkut pautnya dengan kematangan rohaniah, kelelahan, motivasi, perubahan dalam situasi stimulasi atau faktor-faktor samar-samar lainnya yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan belajar.

Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap. Winkel (1996:53)

Belajar menurut Slameto (2003:2) secara psikologis adalah “Suatu proses

perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya atau belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil

pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.

2. Pembelajaran Geografi

Pembelajaran geografi adalah pembelajaran tentang ilmu pengetahuan yang mempelajari perbedaan dan persamaan geosfer dengan sudut pandang kelingkungan, kewilayahan dalam konteks keruangan.


(26)

10

Pembelajaran geografi adalah pembelajaran tentang aspek-aspek keruangan permukaan bumi yang merupakan keseluruhan gejala alam atau umat manusia dan variasi kewilayahannya. Dengan kata lain, Pembelajaran geografi adalah pembelajaran tentang hakekat geografi yang diajarkan di sekolah dan disesuaikan dengan tingkat perkembangan mental anak pada jenjang pendidikan masing-masing (Nursid Sumatmadja, 1997:12).

3. Teori-teori Pembelajaran

a. Teori Pembelajaran Konstruktivisme

Konstruktivisme merupakan satu pendekatan pembelajaran yang menyediakan peluang kepada pelajar untuk membina kepahaman terhadap perkara yang telah dipelajari dengan ide dan fakta yang sedang dipelajari. Siswa secara keseluruhannya hendaklah lebih aktif dan melibatkan diri secara langsung. Dalam pengajaran konstruktivisme, para ahli psikologi telah mengemukakan beberapa cadangan untuk mewujudkan pembelajaran yang konstruktivisme. Antaranya ialah pembelajaran penemuan yang telah diperkenalkan oleh Jerome Bruner. Dalam pembelajaran penemuan, pelajar digalakkan untuk belajar sendiri sebahagian konsep atau prinsip melalui penglibatan aktif.

Aspek pembelajaran kooperatif dan koloborasi turut ditekankan. Pembelajaran kooperatif ialah penggunaan kumpulan kecil dalam pembelajaran supaya pelajar dapat bekerja bersama-sama dalam memaksimakan pembelajaran sendiri dan rakan yang lain.


(27)

Menurut teori konstruktivisme ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut ( Nur, 2002 :8).

b. Teori Pembelajaran Behavioristik

Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984). Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang


(28)

12

diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.

Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement), bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun akan semakin kuat.

c. Teori Pembelajaran Modelling dan Observational Learning

Bandura mengembangkan 4 tahap melalui pengamatan atau modeling

 tahap perhatian => Individu memperhatikan model yang menarik, berhasil, atraktif dan populer.

 tahap retensi => Bila guru telah mendapat perhatian dari siswa, guru memodelkan perilaku yang akan ditiru oleh siswa dan memberi kesempatan kepada siswa untuk mempraktekkannya atau mengulangi model yang telah ditampilkan.

 tahap reproduksi => Siswa mencoba menyesuaikan diri dengan perilaku model.

 tahap motivasional => Siswa akan menirukan model karena merasakan bhwa melakukan pekerjaan yang baik akan meningkatkan kesempatan untuk memperoleh penguatan.


(29)

Konsep penting lainnya dari teori belajar ini adalah pengaturan diri (self-regulation). Dalam kegiatan belajar ini, individu mengamati perilakunya sendiri, menilai perilakunya sendiri dengan standar yang dibuat sendiri, dan memperkuat atau menghukum diri sendiri apabila berhasil ataupun gagal dalam berperilaku.

4. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Pembelajaran kooperatif adalah bagian dari strategi pembelajaran yang melibatkan siswa bekerja secara kooperatif antara sesama anggota masing-masing kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivisme.

Model pembelajaran kooperatif ada berbagai macam, yaitu kooperatif tipe

Students Team Achievment Division (STAD), Team Games Tournament

(TGT), Group Investigation (GI), Numbered Heads Together (NHT),

Think-Pair-Share (TPS).

Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang dirancang untuk membelajarkan kecakapan akademik (academic Skill), sekaligus

keterampilan sosial (social skill) termasuk interpersonal skill. H. Yatim Riyanto, (2010:267)

Pembelajaran Kooperatif Tipe (NHT) atau penomoran berpikir bersama adalah merupakan jenis pembelajaran yang dirancang untuk


(30)

14

mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional . Trianto (2009:82).

Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang dimana siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh tambahan poin untuk tim mereka. Trianto (2009:83).

Prestasi belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Maka prestasi belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha -usaha belajar. Winkel (1996:226)

Prestasi belajar adalah usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar. Arif Gunarso (1993 : 77)

Dari beberapa pendapat di atas dapat dikatakan bahwa dalam pembelajaran kooperatif siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil untuk menyelesaikan suatu tugas dan masing-masing anggota kelompok bertanggung jawab terhadap keberhasilan kelompoknya.

Menurut Johnson dan Johnson dalam Abdurrahman (1999:121) ada empat Elemen dasar dalam pembelajaran kooperatif, yaitu :

(1) saling ketergantungan positif,(2) interaksi tatap muka, (3) akuntabilitas individual, dan (4) keterampilan menjalin hubungan interpersonal.


(31)

Menurut Slavin (2008:34) ada dua aspek penting yang melandasi keberhasilan pembelajaran kooperatif yaitu:

a. Aspek Motivasi

Pada dasarnya aspek motivasi ada dalam konteks pemberian penghargaan kepada kelompok hanya penilaian yang didasarkan atas keberhasilan kelompok mampu menciptakan situasi dimana satu-satunya cara bagi setiap kelompok untuk mencapai tujuannya adalah dengan mengupayakan agar tujuan kelompoknya tercapai lebih dahulu, ini mengakibatkan setiap anggota kelompok terdorong untuk mengajak, mendukung dan membantu agar berhasil menyelesaikan tugas yang diemban dengan baik.

b. Aspek Kognitif

Asumsi dasar dari teori perkembangan kognitif adalah interaksi agar siswa disekitar tugas-tugas yang sesuai akan meningkatkan ketuntasan siswa tentang konsep-konsep penting.

Dari pendapat-pendapat yang dikemukakan dapat simpulkan bahwa ada dua aspek penting yang melandasi keberhasilan pembelajaran kooperatif yaitu aspak motivasi dan aspek kognisi. Tanpa adanya dua hal tersebut, pembelajaran kooperatif tidak akan berjalan sebagaimana Seharusnya.


(32)

16

5. Pembelajaran Kooperatif tipe TGT ( Team Games Tournment)

Pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) pada hakekatnya adalah sama dengan yang berlaku dalam Student Team Achievement Division (STAD). Siswa dibagi ke dalam kelompok kecil

(4-5 orang orang) yang heterogen baik tingkat kepintaran, jenis kelamin, suku, maupun ras. Turnamen dilaksanakan untuk mengukur dan menguji pengetahuan yang mereka peroleh selama proses pembelajaran. Turnamen dalam TGT tidak ada kuis, TGT memiliki komponen-komponen sebagai berikut:

a. Presentasi Kelas

Guru menerangkan garis besar materi di depan kelas dan siswa memperhatikan dengan seksama. Ketika selesai mengerjakan lembar kerja kelompok (LKK). Salah seorang siswa mempresentasikan hasil jawaban kelompoknya ke depan kelas dan siswa lainnya memberikan tanggapan atas jawaban tersebut. Selama presentasi kelas berlangsung, setiap siswa harus benar-benar memperhatikan penyelesaian guru ataupun temannya. Hal ini akan sangat membantu keberhasilan siswa saat turnamen.

b. Kelompok

Siswa terdistribusi dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen setelah guru menjelaskan materi setiap kelompok mengerjakan lembar kerja kelompok, berdiskusi memecahkan masalah bersama-sama mencocokkan jawaban, membenarkan teman yang melakukan


(33)

kesalahan. Setiap anggota kelompok harus yakin bahwa dirinya telah benar-benar menguasai materi, mempertanggung jawabkannya dalam presentasi kelas, dan mempersiapkan diri dalam turnamen.

c. Turnamen

Untuk mengukur hasil belajar siswa, maka diadakan turnamen antar kelompok. Kelompek heterogen dirombak untuk sementara walaupun kemudian dibentuk kelompok yang heterogen dalam hal tingkat kecerdasan. Anak yang cerdas dari setiap kelompok disatukan dalam meja 1, anak yang sedang digabung dalam meja 2 dan meja 3, dan anak yang rendah dipadukan dalam meja 4. Penentuan kedudukan siswa sejalan dengan yang diungkapkan oleh Arikunto (2001:263) yang menyatakan bahwa sebagian besar siswa di suatu kelas memiliki prestasi Cukup (sedang), sedangkan sebagian kecil lainnya memiliki prestasi tinggi (pintar) dan rendah.

Hal ini diceritakan dalam gambar tentang mekanisme turnamen berikut ini:

Gambar 1. Penempatan anggota kelompok di meja pertandingan (dimodifikasi dari Slavin, 1991:86)


(34)

18

Siswa yang homogen duduk dalam satu meja turnamen untuk menjawab pertanyaan yang ada di meja tersebut secara bergiliran. Apabila siswa yang mendapat giliran pertama menjawab dengan benar maka ia mendapat kartu kemenangan yang di dalamnya terdapat poin. Namun jika jawabannya salah, maka siswa lain (penantang) dalam meja itu boleh menjawab. Apabila jawaban penantang benar, maka kartu kemenangan menjadi miliknya dan jika jawabannya salah, maka ia harus merelakan nilainya berkurang. Pada saat pertandingan usai, siswa menghitung nilai perolehannya yang tertera di kartu kemenangan dan ditulis pada papan nilai sebagai nilai individu dalam kelompok turnamen. Peserta yang mendapat nilai terbanyak meraih tingkat 1 (top scorer-), siswa yang memperoleh nilai terbanyak kedua meraih tingkat 2 (high scorer),siswa yang memperoleh nilai terbanyak ketiga meraih tingkat 3 (low middle scorer), dan peserta yang memperoleh nilai terkecil meraih tingkat 4 (low scorer).

Dalam turnamen selanjutnya, diusahakan pembagian meja berdasarkan perolehan poin pada turnamen sebelumnya dengan tetap beranggotakan kelompok yang memiliki kemampuan akademik yang sama (homogen).

d. Penghargaan Kelompok

Nilai kelompok dihitung berdasarkan rata-rata nilai yang diperoleh setiap anggota kelompok heterogen semula.


(35)

Untuk menentukan skor kelompok digunakan rumus:

Anggota Jumlah

kelompok anggota

setiap Point Jumlah Nk

Nk = skor peningkatan kelompok (Slavin:1, 1995:82)

Kelompok yang memperoleh skor tertinggi berhak memperoleh penghargaan. Berdasarkan poin peningkatan kelompok terdapat tiga tingkat penghargaan yang diberikan yaitu:

Tabel 3. Poin Peningkatan kelompok

Peningkatan Penghargan

40 poin 45 poin 50 poin

Good team Great team Super team

Kelompok dengan perolehan poin tertinggi dijadikan sebagai.juara pertama, tertinggi kedua sebagai juara kedua dan tertinggi ketiga sebagai juara ketiga.

6. Pembelajaran kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together) Dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT siswa lebih bertanggungjawab terhadap tugas yang diberikan karena dalam pembelajaran kooperatif tipe

NHT siswa dalam kelompok diberi nomor yang berbeda. Setiap siswa dibebankan untuk menyelesaikan soal yang sesuai dengan nomor anggota mereka.


(36)

20

Tetapi pada umumnya mereka harus mampu mengetahui dan menyelesaikan semua soal yang ada dalam LKS. Dalam melaksanakan pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT ada beberapa tahap yang harus dilakukan yaitu:

a. Persiapan

Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

b. Pembentukan Kelompok

Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok. Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru.


(37)

c. Diskusi Masalah

Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum.

d. Memanggil Nomor Anggota atau Pemberian Jawaban

Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.

e. Memberi Kesimpulan

Guru memberikan kesimpulan atau jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.

f. Skor Peningkatan Individu

Skor peningkatan adalah memberikan kepada siswa sasaran yang dapat dicapai jika mereka bekerja lebih giat dan memperhatikan prestasi yang lebih baik jika dibandingkan dengan yang dicapai sebelumnya setiap siswa diberi skor awal yang diperoleh dari tes sebelumnya. Hasil tes setiap siswa diberi skor peningkatan yang ditentukan berdasarkan skor tes terdahulu (skor tes awal dan skor tes terakhir). Selisih skor siswa tersebut kemudian diberi skor berdasarkan tabel skor


(38)

22

perkembangan di bawah ini sehingga diperoleh skor individu. Skor individu setiap anggota kelompok memberi sumbangan kepada skor kelompok. Kriteria pemberian poin peningkatan dapat dilihat pada tabel cara perhitungan skor perkembangan inaividu (Slavin, 1995 : 80) berikut.

Tabel 4. Cara Perhitungan Skor Perkembanggan Individu

Skor penilaian Skor

Perkembangan lebih dari 10 poin dibawah skor awal

10 poin sampai 1 poin dibawah skor awal

Skor kuis sampai 10 poin sampai diatas skor awal Lebih dari 10 poin dari skor awal

Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor awal)

5 10 20 30 30

Skor awal adalah skor yang diperoleh sebelum kuis/tes jadi skor awal disini mengunakan nilai tes sebelumnya.

g. Penghargaan Kelompok

Penghargaan kelompok diberikan berdasarkan poin peningkatan kelompok. Skor kelompok adalah rata-rata dari peningkatan individu dalam kelompok tersebut. Untuk meningkatkan skor kelompok digunakan rumus (Slavin 1995:92) :

Kelompok Anggota Banyaknya kelompok anggota setiap n Peningkata Point Jumlah Nk


(39)

Kelompok yang memperoleh poin sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan berhak mendapatkan penghargaan berdasarkan tabel berikut (Slavin 1995 : 80).

Tabel 5. Kriteria Penghargaan kelompok

Kriteria Predikt kelompok

NK < 15 15 < NK < 25

NK > 25

Good team Great team Super team

Penghargaan pada kelompok terdiri atas 3 tingkat sesuai dengan nilai perkembangan yang diperoleh kelompok yaitu:

a. Super team = diberikan bagi kelompok yang memperoleh skor rata-rata 25

b. Great team = diberikan bagi kelompok yang memperoleh skor rata-rata 20

c. Goodteam = diberikan bagi kelompok yang memperoleh skor rata-rata 15.

7. Kemampuan Awal

Kemampuan awal merupakan hasil belajar yang didapat sebelum mendapat kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuan awal siswa merupakan prasyarat untuk mengikuti pembelajaran sehingga dapat melaksanakan proses pembelajaran dengan baik. Kemampuan seseorang yang diperoleh dari pelatihan selama hidupnya, dan apa yang dibawa untuk menghadapi suatu pengalaman baru. Menurut Rebber (1988) dalam


(40)

24

Muhibbin Syah (2006: 121) yang mengatakan bahwa “kemampuan awal prasyarat awal untuk mengetahui adanya perubahan”.

Gerlach dan Ely dalam Harjanto (2006:128) “Kemampuan awal siswa ditentukan dengan memberikan tes awal”. Kemampuan awal siswa ini penting bagi pengajar agar dapat memberikan dosis pelajaran yang tepat, tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Kemampuan awal juga berguna untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan.

Senada disampaikan Gagne dalam Nana Sudjana (1996:158) menyatakan bahwa “kemampuan awal lebih rendah dari pada kemampuan baru dalam pembelajaran, kemampuan awal merupakan prasyarat yang harus dimiliki siswa sebelum memasuki pembelajaran materi pelajaran berikutnya yang lebih tinggi.” Jadi seorang siswa yang mempunyai kemampuan awal yang baik akan lebih cepat memahami materi dibandingkan dengan siswa yang tidak mempunyai kemampuan awal dalam proses pembelajaran.

Kemampuan awal juga bisa disebut dengan prior knowledge (PK). PK merupakan langkah penting di dalam proses belajar, dengan demikian setiap guru perlu mengetahui tingkat PK yang dimiliki para peserta didik. Dalam proses pemahaman, PK merupakan faktor utama yang akan mempengaruhi pengalaman belajar bagi para peserta didik. Dari berbagai penelitian terungkap bahwa lingkungan belajar memerlukan suasana stabil, nyaman dan familiar atau menyenangkan. Lingkungan belajar, dalam konteks PK, harus memberikan suasana yang mendukung keingintahuan peserta didik, semangat untuk meneliti atau mencari sesuatu yang baru,


(41)

bermakna, dan menantang. Menciptakan kesempatan yang menantang para

peserta didik untuk ”memanggil kembali” PK merupakan upaya yang

esensial.

Dengan cara-cara tersebut maka pengajar/instruktur/fasilitator mendorong peserta didik untuk mengubah pola pikir, dari mengingat informasi yang pernah dimilikinya menjadi proses belajar yang penuh makna dan memulai perjalanan untuk menghubungkan berbagai jenis kejadian/peristiwa dan bukan lagi mengingat-ingat pengalaman yang ada secara terpisah-pisah. Dalam seluruh proses tadi, PK merupakan elemen esensial untuk menciptakan proses belajar menjadi sesuatu yang bermakna.

Dalam proses belajar, PK merupakan kerangka di mana peserta didik menyaring informasi baru dan mencari makna tentang apa yang sedang dipelajari olehnya. Proses membentuk makna melalui membaca didasarkan atas PK di mana peserta didik akan mencapai tujuan belajarnya.

8. Hasil Belajar

Belajar merupakan proses untuk menuju perubahan, dalam hal ini yang dimaksudkan bahwa belajar berarti usaha merubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan dan akan menghasilkan hasil belajar individu yang belajar. Abdurrahman, M (1999:37) menyatakan bahwa:


(42)

26

“Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap”.

Hasil belajar siswa diperoleh setelah berakhirnya proses pembelajaran Menurut Dimyati dan Mujiono (1994:3):

Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, dari sisi siswa, hasil belajar merupakan puncak proses belajar.

Berdasarkan pendapat Dimyati dan Mujiono, maka dapat dikatakan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang telah diperoleh setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Hasil belajar menunjukkan berhasil tidaknya suatu kegiatan pengajaran yang dicerminkan dalam bentuk skor atau angka setelah mengikuti tes.

2.2 Kerangka Pemikiran

Hasil belajar setiap individu diperoleh oleh pengamatan dan perhatian yang bersangkutan. Setiap siswa pada prinsipnya berhak untuk memperoleh peluang untuk mencapai kinerja akademik yang memuaskan. Agar hasil belajar siswa dapat meningkat dalam pembelajaran geografi maka digunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan NHT dalam proses pembelajaran.


(43)

Keberhasilan pembelajaran di dalam kelas tidak terlepas dari tujuan dan pola berpikir dari guru maupun siswa. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana guru sebagai fasilitor mampu mengarahkan dan memberikan pemahaman kepada siswa. Pemahaman yang dimaksud antara lain apa yang akan dicapai dari sebuah kegiatan pembelajaran. Dalam penelitian ini peneliti mengarahkan sebuah kerangka pikir dari model pembelajaran agar tujuan penelitian berjalan sesuai dengan hasil dan peningkatan prestasi. Sebagai strategi pembelajaran interaksi sosial melalui alur kerangka berpikir tersebut dapat digambarkan dalam bentuk skema yang dapat menunjukkan proses pembelajaran yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran sesuai SK-KD yang ada.

Berdasarkan dari uraian diduga adanya perbedaan model belajar yaitu antara siswa yang belajar Geografi dengan pembelajaran kooperatif tipe TGT dan tipe NHT akan memberi berbagai kemungkinan hasil belajar siswa. Penelitian ini terdiri dari dua variabel.

a. Variabel bebas: pengajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TGT yang dilambangkan dengan X1 dan pembelajaran kooperatif tipe

NHT yang dilambangkan dengan X2.

b. Variabel terikat hasil belajar Geografi yang dilambangkan dengan Y.


(44)

28

Tabel 6. Kerangka Pikir

Keterangan:

X1 = Pembelajaran kooperatif tipe TGT X2 = Pembelajaran kooperatif tipe NHT Y = hasil belajar

2.3 Anggapan Dasar dan Hipotesis

1. Anggapan Dasar

Anggapan dasar yang dapat digunakan dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPS SMA N 12 Bandar Lampung Pelajaran 2012/2013 mempunyai kemampuan yang heterogen dan memperoleh materi pelajaran yang sama kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) SMA Negeri 12 Bandar Lampung.

2. Hipotesis

Menurut Arikunto (2002 : 64) hipotesis dapat diartikan “suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti

melalui data yang terkumpul”.

Berdasarkan kerangka pikir yang penulis paparkan di atas, maka dapat di susun hipotesis :

X1

X2

Y1

Y2


(45)

1. Ada perbedaan hasil belajar pada siswa berkemampuan awal tinggi yang menggunakan model pembelajaran TGT dengan menggunakan model pembelajaran NHT.

2. Ada perbedaan hasil belajar pada siswa berkemampuan awal rendah yang menggunakan model pembelajaran TGT dengan menggunakan model pembelajaran NHT.

3. Hasil belajar pada siswa berkemampuan awal tinggi dan berkemampuan awal rendah yang menggunakan model pembelajaran

TGT lebih tinggi dari rata-rata hasil belajar Geografi siswa yang menggunakan model NHT.

4. Hasil belajar pada siswa berkemampuan awal tinggi dan berkemampuan awal rendah yang menggunakan model pembelajaran

TGT lebih rendah dari rata-rata hasil belajar Geografi siswa yang menggunakan model NHT.


(46)

30

III. METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini tergolong penelitian kooperatif dengan pendekatan eksperimen. Penelitian komparatif adalah suatu penelitian yang bersifat membandingkan. Mengkaji hipotesis komparatif berarti menguji parameter populasi yang berbentuk perbandingan (Sugiyono, 2005:115). Metode ini dipilih karena sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dicapai yaitu mengetahui perbedaan rata-rata hasil belajar Geografi siswa dengan pembelajaran kooperatif tipe TGT dan NHT.

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan eksperimen yaitu suatu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel lain dalam kondisi yang terkontrol secara ketat (Sugiono, 2005:7). Metode eksperimen yang digunakan adalah metode eksperimental semu (quasi eksperimental design). Penelitian kuasi eksperimen dapat diartikan sebagai penelitian yang mendekati eksperimen atau eksperimen semu. Bentuk penelitian ini banyak digunakan di bidang ilmu pendidikan atau penelitian lain dengan subjek yang diteliti adalah manusia. (Sukardi, 2003:16).


(47)

3.2 Variabel Penelitian

Dari pendapat di atas, maka dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu :

3.2.1 Variabel bebas (Independent variable)

Varibel bebas (X) yang mempengaruhi variabel terikat, yang menjadi variabel

bebas dalam penelitian ini adalah “Model Pembelajaran Kooperatif Tipe “Times Games Tournament dan Numbered Heads Together”.

3.2.2 Variabel Terikat (Dependent variable )

Variabel terikat (Y) yang menjadi akibat atau yang dipengaruhi oleh variabel terikat , dalam hal ini adalah “ hasil belajar geografi”.

Dalam desain eksperimen terdapat kelompok yang disebut kelompok eksperimen dan kelompok pembanding.

Tabel 7. Pola desain eksperimen tersebut adalah sebagai berikut :

Sesudah v Sebelum

Kelompok eksperimen

Kelompok pembanding

Keterangan : b = X2 – X1

b’= X’2 –X’1 b = perbedaan

V = Variabel eksperimen

(Dr. S. Nasution, M.A., 2011 : 30) X1 X2


(48)

32

Tabel 8. Rancangan Penelitian

Kemampuan Awal

Tinggi (T)

Kelas XI IPS 1 (A) Kelas XI IPS 2 (B) TGT (C) NHT (D)

T.AC T.BD Rendah (R) R.AC R.BD

3.3 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel adalah definisi yang akan dioperasionalkan dan dapat diukur, setiap variabel akan dirumuskan dalam bentuk rumusan tertentu. Hal ini berguna untuk membatasi ruang lingkup yang dimaksud dan memudahkan pengukurannya, agar setiap variabel dalam penelitian ini dapat diukur atau diamati.

3.3.1 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT

TGT (Teams Games Tournaments) merupakan model pembelajaran dimana siswa memainkan permainan-permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi tim mereka masing-masing. Permainan dapat disusun guru dalam bentuk kuis berupa pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran. Kadang-kadang dapat juga diselingi dengan pertanyaan yang berkaitan dengan kelompok (identitas kelompok mereka).

TGT memiliki komponen-komponen sebagai berikut:

a. Presentasi Kelas

Guru menerangkan garis besar materi di depan kelas dan siswa memperhatikan dengan seksama. Ketika selesai mengerjakan lembar


(49)

kerja kelompok (LKK). Salah seorang siswa mempresentasikan hasil jawaban kelompoknya ke depan kelas dan siswa lainnya memberikan tanggapan atas jawaban tersebut. Selama presentasi kelas berlangsung, setiap siswa harus benar-benar memperhatikan penyelesaian guru ataupun temannya. Hal ini akan sangat membantu keberhasilan siswa saat turnamen.

b. Kelompok

Siswa terdistribusi dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen setelah guru menjelaskan materi setiap kelompok mengerjakan lembar kerja kelompok, berdiskusi memecahkan masalah bersama-sama mencocokkan jawaban, membenarkan teman yang melakukan kesalahan. Setiap anggota kelompok harus yakin bahwa dirinya telah benar-benar menguasai materi, mempertanggung jawabkannya dalam presentasi kelas, dan mempersiapkan diri dalam turnamen.

c. Turnamen

Untuk mengukur hasil belajar siswa, maka diadakan turnamen antar kelompok. Kelompek heterogen dirombak untuk sementara walaupun kemudian dibentuk kelompok yang heterogen dalam hal tingkat kecerdasan. Anak yang cerdas dari setiap kelompok disatukan dalam meja 1, anak yang sedang digabung dalam meja 2 dan meja 3, dan anak yang rendah dipadukan dalam meja 4.


(50)

34

Siswa yang homogen duduk dalam satu meja turnamen untuk menjawab pertanyaan yang ada di meja tersebut secara bergiliran. Apabila siswa yang mendapat giliran pertama menjawab dengan benar maka ia mendapat kartu kemenangan yang di dalamnya terdapat poin. Namun jika jawabannya salah, maka siswa lain (penantang) dalam meja itu boleh menjawab. Apabila jawaban penantang benar, maka kartu kemenangan menjadi miliknya dan jika jawabannya salah, maka ia harus merelakan nilainya berkurang.

d. Penghargaan Kelompok

Kelompok yang memperoleh skor tertinggi berhak memperoleh penghargaan. Kelompok dengan perolehan poin tertinggi dijadikan sebagai.juara pertama, tertinggi kedua sebagai juara kedua dan tertinggi ketiga sebagai juara ketiga. Nilai kelompok dihitung berdasarkan rata-rata nilai yang diperoleh setiap anggota kelompok heterogen semula.

Untuk menentukan skor kelompok digunakan rumus:

Anggota Jumlah

kelompok anggota

setiap Point Jumlah Nk

Nk = skor peningkatan kelompok (Slavin:1, 1995:82)

Kelompok yang memperoleh skor tertinggi berhak memperoleh penghargaan.


(51)

3.3.2 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

NHT (Numbered Heads Together) merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Penerapan model pembelajaran ini sebagai usaha untuk meningkatkan hasil belajar siswa, dimana hasil belajar geografi di SMA Negeri 12 Bandar lampung masih tergolong rendah. Dalam melaksanakan pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT ada beberapa tahap yang harus dilakukan yaitu:

a. Persiapan

Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

b. Pembentukan Kelompok

Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.


(52)

36

c. Diskusi Masalah

Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum.

d. Memanggil Nomor Anggota atau Pemberian Jawaban

Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.

e. Memberi Kesimpulan

Guru memberikan kesimpulan atau jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.

f. Skor Peningkatan Individu

Skor peningkatan adalah memberikan kepada siswa sasaran yang dapat dicapai jika mereka bekerja lebih giat dan memperhatikan prestasi yang lebih baik jika dibandingkan dengan yang dicapai sebelumnya setiap siswa diberi skor awal yang diperoleh dari tes sebelumnya. Hasil tes setiap siswa diberi skor peningkatan yang ditentukan berdasarkan skor tes terdahulu (skor tes awal dan skor tes terakhir).


(53)

g. Penghargaan Kelompok

Penghargaan kelompok diberikan berdasarkan poin peningkatan kelompok. Skor kelompok adalah rata-rata dari peningkatan individu dalam kelompok tersebut. Untuk meningkatkan skor kelompok digunakan rumus (Slavin 1995:92) :

Kelompok Anggota

Banyaknya

kelompok anggota

setiap n Peningkata Point

Jumlah

Nk

Keterangan : Nk= Nilai kelompok

3.3.3 Hasil Belajar Geografi

Merupakan pencapaian dalam penguasaan kompetensi atau materi setelah melalui proses belajar mengajar geografi yang merupakan skor dan nilai yang diukur menggunakan tes. Dalam penelitian ini adalah nilai hasil tes formatif yaitu nilai ujian siswa yang berkisar 0-100 yang dicapai oleh siswa pada mata pelajaran geografi di kelas XI IPS SMAN 12 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013.

3.4 Populasi Penelitian

Sesuai dengan judul tentang study comparative hasil belajar geografi dengan pembelajaran NHT dan TGT pada siswa kelas XI IPS di SMAN 12 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013, maka populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPS di SMAN 12 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 yang terdiri dari 4 kelas.


(54)

38

Pertimbangan penentuan populasi didasarkan pada asumsi bahwa siswa kelas XI IPS di SMAN 12 Bandar Lampung memiliki kemampuan yang heterogen. Selain itu siswa kelas XI IPS diasumsikan memiliki tingkat penyesuaian yang baik terhadap akademik.

Tabel 9. Jumlah Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 12 Bandar Lampung TP 2011/2012

No Kelas

Jumlah Siswa

1 XI IPS 1 31

2 XI IPS 2 31

3 XI IPS 3 31

4 XI IPS 4 31

3.5 Pengukuran Variabel

Pegukuran variabel dalam penelitian ini, penulis melakukan tes. Adapun perangkat tes yang digunakan adalah tes esay. Untuk memudahkan pelaksanaan analisis data, maka diperlukan pengukuran dari variabel-variabel penelitian tersebut. Dan untuk mengetahui data yang diperoleh dalam pengukuran ini perlu rencana pengukuran variabel.

Dalam pengukuran variabel digunakan variabel yang terdiri dari 10 soal tes esay dengan pemberian skor atau bobot nilai untuk setiap soal diberi nilai 10 sehingga siawa yang menjawab benar seluruh soal akan mendapat nilai 100 sedangkan siswa yang menjawab salah diberi nilai 0 (nol). Jadi nilai siswa akan berkisar 0-100.

Untuk mendapatkan nilai akhir digunakan rumus:

N = skor yang didapat x 100 skor maksimal


(55)

3.6 Sampel

Sampel dalam penelitian ini diambil dengan teknik purposive sampling. Maksudnya, peneliti menentukan sendiri sampel yang diambil karena ada pertimbangan tertentu. Sampel diambil tidak secara acak, tetapi ditentukan sendiri oleh peneliti. Cara memilih sampel dengan menggunakan purposive sampling tergantung kriteria apa yang digunakan. Jadi ditentukan dulu apa kriteria-kreteria sampel yang diambil.

Berdasarkan teknik di atas, diperoleh 2 kelas untuk dijadikan penelitian yaitu kelas XI IPS 1 dan kelas XI IPS 2. Berdasarkan hasil pengundian diperoleh hasil bahwa kelas XI IPS 1 yang akan diberikan pembelajaran dengan model

TGT dan kelas XI IPS 2 dengan model NHT.

Tabel 10. Hasil pengundian penentuan untuk penerapan model pembelajaran kooperatif

Pembelajaran Kooperatif tipe TGT XI IPS 1 Pembelajaran Kooperatif tipe NHT XI IPS 2

3.7 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1. Teknik Observasi

Teknik observasi ini untuk pengumpulan data ini dilakukan dengan mengadakan proses belajar mengajar terhadap siswa baik pada kelas XI IPS 1 maupun kelas XI IPS 2. Pada pengumpulan data, dalam proses pembelajaran diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan


(56)

40

NHT. Kemudian dari penerapan model pembelajaran tersebut dapat dibandingkan hasil belajarnya.

2. Teknik Angket

Teknik angket data mengenai prestasi belajar Geografi siswa pada kelas XI IPS 1 dan XI IPS 2yaitu diperoleh dari rata-rata tes formatif. Jenis soal yang digunakan pada tes formatif soal adalah esay. Kemudian dari skor yang diperoleh diubah menjadi nilai dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan: S = skor yang diperoleh R = right (jawaban benar) W= wrong (jawaban yang salah) T = Nilai standar tertinggi (100)

(Arikunto, 2010 :167)

3.8 Instrumen Penelitian

3.8.1 Uji Validitas

Menurut (Arikunto, 2002:144) Validitas adalah “Suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen, jadi alat ukur dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang hendak diukur secara tepat sehingga sesuai kriteria tujuan belajar”.

Validitas alat ukur dilakukan dengan cara validitas isi atau content validity

yaitu mengukur dengan tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi S = R - W


(57)

atau isi pelajaran yang telah diberikan atau sesuai dengan kurikulum dan silabus yang berlaku di sekolah tersebut.

Pengujian validitas alat ukur menggunakan rumus product-moment (Arikunto, 2010:72) :

Keterangan :

Koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y X : Skor butir soal

y : Skor total

xy : Perkalian dari x dan y n : Banyaknya subyek

3.8.2 Uji Reliabilitas

Pengujian reliabilitas alat ukur, akan dilakukan uji coba kepada 10 orang siswa diluar sampel penelitian. Hasil yang diperoleh akan ditabulasikan dengan memakai rumus alfa sebagai berikut:

Keterangan:

: reliabilitas instrument

K : banyaknya butir soal : jumlah varians butir soal. : varians total


(58)

42

Perolehan jumlah varians butir soal terlebih dahulu di cari varians setiap butir soal, baru kemudian dijumlahkan.

Rumus varians adalah sebagai berikut:

=

Keterangan:

n : jumlah subjek

( : jumlah skor total yang dijumlahkan : jumlah kuadrat skor total

Dari harga reliabilitas yang diperoleh, hasilnya dikonsultasikan ke kreteria reliabilitas, yaitu:

Antara 0,800- 1,000 : Sangat tinggi Antara 0,600-0,800 : tinggi

Antara 0,400-0,600 : cukup Antara 0,200-0,400 : rendah Antara 0,000-0.200 : sangat rendah

(Arikunto,2010:110)

Jumlah varians butir soal = 125,75 dan Varians Total = 605,25 sehingga diperoleh r11 = 0,87, yang berarti tes tersebut bereliabilitas sangat tinggi.


(59)

3.9 Uji Persyaratan Analisa

3.9.1 Uji Normalitas Data

Hipotesis yang digunakan statistik data yang berasal dari populasi berdistribusi normal, untuk menguji kenormalan data yang dilakukan, langkah-langkahnya sebagai berikut:

Ho : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal Ha : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal

Rumus yang digunakan:

   k i hit Ei Ei Oi 1 2 2 ( ) 

Keterangan:

: Frekuensi pengamatan : Frekuensi yang diharapkan

Mencari (frekuensi pengamatan) dan (Frekuensi yang diharapkan) dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

- Menentukan rentang kelas interval - Menentukan panjang kelas interval

- Menentukan frekuensi pengamatan dan frekuensi yang diharapkan.

3.9.2 Uji Homogenitas Varians Perumuasan hipotesis :

: = 2 (Kedua sampel berasal dari populasi yang bervarians homogen). : ≠ 2 (Kedua sampel berasal dari populasi yang tidak bervarians


(60)

44

Statistik uji yang dilakukan adalah:

F =

Kriteria uji :

Tolak H0 jika F ≥

(Sudjana, 2005:250)

Untuk menganalisis data penelitian ini, digunakan analisis kontrol. Sebab data yang dikumpulkan adalah kuantitatif atau data berupa angka yang didapat dari hasil belajar geografi siswa yang dalam proses belajarnya menggunakan model pembelajaran TGT dan NHT.

3.10 Uji Analisis Data

Arikunto (1998: 236) menjelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan analisis data adalah pengolahan data yang diperoleh dengan menggunakan rumus-rumus atau aturan-aturan yang ada sesuai dengan pendekatan penelitian atau desain yang diambil. Analisis data yang digunakan dalam penelitian yaitu:

1. Paired Sampel t-test

Statistik parametris yang digunakan untuk menguji hipotesis beda dua rata-rata sampel untuk data yang berbentuk interval atau rasio adalah t-test. Untuk menghitung t-test yang digunakan untuk menguji hipotesis beda rata-rata dua sampel yang berkorelasi dapat menggunakan rumus :


(61)

t =                    2 2 1 1 2 2 2 1 2 1 2 1 2 n s n s r n s n s X X Keterangan : 1

X = Rata- rata sampel 1

2

X = Rata-rata sampel 2

1

s = Deviasi standar sampel 1

2

s = Deviasi standar

2 1

s = Varians sampel 1

2 2

s = Varians sampel 2

r = Korelasi antara dua sampel

Varians dua sampel dapat dirumuskan sebagai berikut :

1

2 1 2   

n x x s

Sedangkan deviasi standar sampel dapat dirumuskan sebagai berikut :

1

2   

n x x s i Keterangan : 2

s = Varians sampel

S = Deviasi standar sampel

i

x = Data sampel

x = Rata-rata sampel N = Jumlah sampel


(62)

90

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari hasil penelitian pada siswa kelas XI semester ganjil SMA Negeri 12 Bandar Lampung ternyata hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran TGT lebih tinggi dari hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran NHT.

Dengan adanya hasil penelitian ini maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1) Ada perbedaan hasil belajar pada siswa berkemampuan awal tinggi yang menggunakan model pembelajaran TGT dengan menggunakan model pembelajaran NHT.

2) Ada perbedaan hasil belajar pada siswa berkemampuan awal rendah yang menggunakan model pembelajaran TGT dengan menggunakan model pembelajaran NHT.

3) Rata-rata hasil belajar geografi pada siswa berkemampuan awal tinggi dan berkemampuan awal rendah yang menggunakan model pembelajaran

TGT lebih tinggi dari rata-rata hasil belajar geografi siswa yang menggunakan model pembelajaran NHT”.


(63)

dan berkemampuan awal rendah yang menggunakan model pembelajaran TGT lebih rendah dari rata-rata hasil belajar geografi siswa yang menggunakan model pembelajaran NHT”. Hipotesis keempat tersebut ditolak karena pada kenyataannya rata-rata hasil belajar geografi siswa berkemampuan awal tinggi dan berkemampuan awal rendah yang menggunakan model pembelajaran TGT lebih tinggi dari rata-rata hasil belajar geografi siswa yang menggunakan model pembelajaran NHT.

5.2 Saran

1. Bagi Guru:

a) Guru dapat menggunakan model atau media pembelajaran yang menarik dan sesuai dengan materi yang akan disampaikan agar siswa benar-benar memusatkan perhatiannya pada pelajaran dan lebih mudah memahami materi yang diberikan.

b) Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru adalah model pembelajaran TGT dan NHT.

2. Bagi Siswa:

a) Bagi siswa yang merasa ada materi yang belum dipahami jangan ragu untuk bertanya pada guru.


(64)

92

3. Bagi Sekolah

a) Sekolah dapat mengembangkan model pembelajaran TGT dan NHT untuk pembelajaran pada mata pelajaran lainnya.

b) Dengan diadakannya penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan rujukan yang bermanfaat untuk perbaikan mutu pembelajaran.


(65)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. 1999. Pendidikan Bagi Anak Kesulitan Belajar. PT. Rineka Cipta. Jakarta

Arikunto, Suharsimi. 1990. Manajemen Penelitian. Rineka Cipta: Jakarta. 645 hlm.

_________________ 2001. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta. 308 hlm.

Darmadi, Hamid. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta. Bandung. 382 hlm.

Dimyati, Mudjiono. 2003. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta: Jakarta E. Slavin, Robert. 2005. Cooperative Learning. Nusa Media: Bandung. 347 hlm. Ibrahim, Muslimin., dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Universitas Negeri

Media Informasi. Jakarta

Karli, Hilda dkk. 2002. Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bina Media Informasi. Jakarta

Mudjiono dan Dimyati. 2002. Belajar dan Pembelajaran. PT. Rineka Cipta. Jakarta

Nasution, 2006. Perencanaan Pembelajaran. Bumi Aksara: Jakarta Pannen, dkk. 2001. Konstruktivisme Dalam Pembelajaran. Dikti. Jakarta

Riyanto, Yatim. 2010. Paradigma Baru Pembelajaran. Prenada Media: Jakarta. 316 hlm

Rusman. 2010. Model-model Pembelajaran. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta Sagala, Syaiful. 2011. Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta: Bandung Slameto, 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta:


(66)

94

Slavin, Robert E. 1995. Cooperative Learning. Theory, Research and Practice, Allyn and Bacon. Boston

Sudjana, 2005. Metode Statistika. PT Tarsito: Bandung. 508 hlm.

Solihatin, Etin dan Raharjo. 2007. Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS. Bumi Aksara: Jakarta. 140hlm.

Suryosubroto, B. 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Rineka Cipta: Jakarta. 300hlm.


(67)

(1)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari hasil penelitian pada siswa kelas XI semester ganjil SMA Negeri 12 Bandar Lampung ternyata hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran TGT lebih tinggi dari hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran NHT.

Dengan adanya hasil penelitian ini maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1) Ada perbedaan hasil belajar pada siswa berkemampuan awal tinggi yang menggunakan model pembelajaran TGT dengan menggunakan model pembelajaran NHT.

2) Ada perbedaan hasil belajar pada siswa berkemampuan awal rendah yang menggunakan model pembelajaran TGT dengan menggunakan model pembelajaran NHT.

3) Rata-rata hasil belajar geografi pada siswa berkemampuan awal tinggi dan berkemampuan awal rendah yang menggunakan model pembelajaran TGT lebih tinggi dari rata-rata hasil belajar geografi siswa yang menggunakan model pembelajaran NHT”.


(2)

4) Rata-rata hasil belajar geografi pada siswa berkemampuan awal tinggi dan berkemampuan awal rendah yang menggunakan model pembelajaran TGT lebih rendah dari rata-rata hasil belajar geografi siswa yang menggunakan model pembelajaran NHT”. Hipotesis keempat tersebut ditolak karena pada kenyataannya rata-rata hasil belajar geografi siswa berkemampuan awal tinggi dan berkemampuan awal rendah yang menggunakan model pembelajaran TGT lebih tinggi dari rata-rata hasil belajar geografi siswa yang menggunakan model pembelajaran NHT.

5.2 Saran

1. Bagi Guru:

a) Guru dapat menggunakan model atau media pembelajaran yang menarik dan sesuai dengan materi yang akan disampaikan agar siswa benar-benar memusatkan perhatiannya pada pelajaran dan lebih mudah memahami materi yang diberikan.

b) Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru adalah model pembelajaran TGT dan NHT.

2. Bagi Siswa:

a) Bagi siswa yang merasa ada materi yang belum dipahami jangan ragu untuk bertanya pada guru.


(3)

3. Bagi Sekolah

a) Sekolah dapat mengembangkan model pembelajaran TGT dan NHT untuk pembelajaran pada mata pelajaran lainnya.

b) Dengan diadakannya penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan rujukan yang bermanfaat untuk perbaikan mutu pembelajaran.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. 1999. Pendidikan Bagi Anak Kesulitan Belajar. PT. Rineka Cipta. Jakarta

Arikunto, Suharsimi. 1990. Manajemen Penelitian. Rineka Cipta: Jakarta. 645 hlm.

_________________ 2001. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta. 308 hlm.

Darmadi, Hamid. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta. Bandung. 382 hlm.

Dimyati, Mudjiono. 2003. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta: Jakarta E. Slavin, Robert. 2005. Cooperative Learning. Nusa Media: Bandung. 347 hlm. Ibrahim, Muslimin., dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Universitas Negeri

Media Informasi. Jakarta

Karli, Hilda dkk. 2002. Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bina Media Informasi. Jakarta

Mudjiono dan Dimyati. 2002. Belajar dan Pembelajaran. PT. Rineka Cipta. Jakarta

Nasution, 2006. Perencanaan Pembelajaran. Bumi Aksara: Jakarta Pannen, dkk. 2001. Konstruktivisme Dalam Pembelajaran. Dikti. Jakarta

Riyanto, Yatim. 2010. Paradigma Baru Pembelajaran. Prenada Media: Jakarta. 316 hlm

Rusman. 2010. Model-model Pembelajaran. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta Sagala, Syaiful. 2011. Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta: Bandung Slameto, 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta:


(5)

Slavin, Robert E. 1995. Cooperative Learning. Theory, Research and Practice, Allyn and Bacon. Boston

Sudjana, 2005. Metode Statistika. PT Tarsito: Bandung. 508 hlm.

Solihatin, Etin dan Raharjo. 2007. Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS. Bumi Aksara: Jakarta. 140hlm.

Suryosubroto, B. 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Rineka Cipta: Jakarta. 300hlm.


(6)

Dokumen yang terkait

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENTS TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DAN MODEL PEMBELAJARAN KONVENSIONAL SISWA KELAS VIII SEMESTER GENAP SMP NEGERI 5 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 7 82

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA DENGAN MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT DAN TIPE TPS

0 6 11

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR GEOGRAFI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT DAN TIPE NHT BERDASARKAN KEMAMPUAN AWAL SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 12 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 18 67

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER MENGGUNAKAN MEDIA PETA TERHADAP PRESTASI BELAJAR GEOGRAFI KELAS XI IPS SMA NEGERI 3 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012-2013

0 12 62

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR GEOGRAFI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE SNOWBALL THROWING DAN TIPE GROUP INVESTIGATION PADA MATERI LINGKUNGAN HIDUP KELAS XI IPS SMA NEGERI 1 SEKAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

1 7 88

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT (NUMBERED HEAD TOGETHER) DAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GI (GROUP INVESTIGATION) PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 14 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 201

0 23 72

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TALKING STICK DAN TIPE SNOWBALL DRILLING DENGAN MEMPERHATIKAN KEMAMPUAN AWAL PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 10 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 9 95

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR GEOGRAFI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER SISWA KELAS XI IPS 1 SMA NEGERI 1 KOTA AGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 7 139

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE SCAFFOLDING DAN LESSON STUDY TERHADAP HASIL BELAJAR KELAS VII DI SMP NEGERI 8, BANDAR LAMPUNG DENGAN MEMPERHATIKAN KEMAMPUAN AWAL SISWA TAHUN AJARAN 2014/2015

0 5 93

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT UNTUK SISWA KELAS IV SDN 2 BAKALAN KRAPYAK TAHUN PELAJARAN 20132014

0 0 24