EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER MENGGUNAKAN MEDIA PETA TERHADAP PRESTASI BELAJAR GEOGRAFI KELAS XI IPS SMA NEGERI 3 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012-2013

(1)

(2)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER MENGGUNAKAN MEDIA PETA TERHADAP PRESTASI BELAJAR GEOGRAFI KELAS XI IPS SMA NEGERI 3 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012-2013

Oleh MARIA ALIFAH

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Perbedaan rata-rata nilai pretes geografi pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, (2) Perbedaan yang signifikan rata-rata nilai postes geografi pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, (3) Efektivitas model pembelajaran NHT dengan menggunakan media peta, (4) Perbedaan yang signifikan gain prestasi belajar geografi pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen semu. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS yang berjumlah 120 orang. Pengambilan sampel menggunakan teknik Purposive Sampling, dipilih kelas XI IPS 1 sebagai kelas eksperimen dan XI IPS 2 sebagai kelas kontrol. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah tes prestasi belajar berupa pretes dan postes pada materi lingkungan hidup dan pelestariannya. Untuk mengolah data penelitian digunakan program SPSS versi 20.

Hasil dalam penelitian ini: (1) Tidak ada perbedaan rata-rata nilai pretes geografi pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, ditunjukkan dari hasil perhitungan thitung = 1,099 < ttabel= 1,99 dengan nilai probabilitas = 0,275 > 0,05; (2) Rata-rata postes geografi pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol, ditunjukkan dari hasil perhitungan thitung = 5,609 > ttabel = 1,99 dengan nilai probabilitas = 0,000 < 0,05; (3) Model pembelajaran NHT dengan menggunakan media peta lebih efektif dibandingkan metode ceramah, ditunjukkan dengan hasil perhitungan ketuntasan belajar kelas eksperimen = 85% lebih besar dari ketuntasan belajar kelas kontrol = 47,5% (85% > 47,5%); (4) Gain prestasi belajar geografi pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol, ditunjukkan dari hasil perhitungan thitung = 4,033 > ttabel = 1,99 dengan nilai probabilitas 0,000 < 0,05.


(3)

(4)

(5)

(6)

iv DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Kegunaan Penelitian ... 8

G. Ruang Lingkup Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka ... 10

1. Hakekat Belajar ... 10

2. Hakekat Pembelajaran... 12

3. Pengertian Pembelajaran Geografi ... 15

4. Hakekat Teori Belajar Konstruktivisme ... 16

5. Hakekat Model Pembelajaran Kooperatif ... 18

6. Hakekat Model Pembelajaran Numbered Heads Together ... 22

7. Hakekat Media Pembelajaran Geografi ... 25

8. Hakekat Media Peta ... 26

9. Hakekat Prestasi Belajar ... 28

B. Kerangka Pikir ... 29


(7)

v III. METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian ... 32

B. Desain Penelitian ... 32

C. Prosedur Penelitian dan Rancangan Pembelajaran ... 33

1. Prosedur Penelitian ... 33

2. Rancangan Pembelajaran ... 34

a. Model Pembelajaran NHT Menggunakan Media Peta ... 34

b. Pembelajaran dengan Metode Ceramah ... 36

D. Waktu dan Tempat Penelitian ... 36

1. Waktu Penelitian ... 36

2. Tempat Penelitian ... 37

E. Populasi dan Sampel ... 37

1. Populasi ... 37

2. Sampel ... 37

F. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ... 39

1. Variabel Penelitian ... 39

a. Variabel bebas (independent variable) ... 39

b. Variabel terikat (dependent variable) ... 39

2. Definisi Operasional Variabel ... 39

a. Efektivitas Pembelajaran NHT Menggunakan Media Peta ... 39

b. Prestasi Belajar ... 40

G. Teknik Pengumpulan Data ... 41

1. Data Primer ... 41

a. Observasi ... 41

b. Dokumentasi ... 41

2. Data Sekunder ... 41

H. Instrumen Penelitian ... 42

1. Uji Validitas ... 42

2. Uji Reliabilitas ... 43

3. Uji Daya Pembeda ... 44

4. Uji Taraf Kesukaran ... 44

I. Teknik Analisis Data ... 45

1. Uji Gain (Peningkatan) Prestasi Belajar ... 45

2. Uji Normalitas ... 46

3. Uji Homogenitas ... 46

4. Uji Hipotesis ... 47

a. Uji T ... 47

b. Uji Efektivitas Pembelajaran ... 48

J. Hipotesis Statistik ... 49

1. Hipotesis Pertama ... 49

2. Hipotesis Kedua ... 49

3. Hipotesis Ketiga ... 50


(8)

vi IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 52

1. Sejarah Berdirinya SMA Negeri 3 Bandar Lampung ... 52

2. Lokasi SMA Negeri 3 Bandar Lampung ... 53

3. Visi, Misi, dan Tujuan SMA Negeri 3 Bandar Lampung ... 55

a. Visi Sekolah ... 55

b. Misi Sekolah ... 55

c. Tujuan Sekolah ... 55

4. Situasi dan Kondisi Sekolah ... 56

5. Situasi Pengelolaan Kelas ... 57

B. Uji Persyaratan Instrumen ... 60

1. Uji Validitas ... 60

2. Uji Reliabilitas ... 60

3. Uji Daya Pembeda ... 61

4. Uji Taraf Kesukaran ... 61

C. Teknik Analisis Data ... 62

1. Uji Gain (Peningkatan) Prestasi Belajar ... 62

a. Kelas Eksperimen ... 62

b. Kelas Kontrol ... 64

2. Uji Normalitas ... 68

a. Uji Normalitas Rata-rata Nilai Pretes Geografi ... 68

b. Uji Normalitas Rata-rata Nilai Postes Geografi ... 70

c. Uji Normalitas Nilai Gain Prestasi Belajar Geografi ... 72

3. Uji Homogenitas ... 74

a. Uji Homogenitas Rata-rata Nilai Pretes Geografi ... 75

b. Uji Homogenitas Rata-rata Nilai Postes Geografi ... 75

c. Uji Homogenitas Data Gain Prestasi Belajar Geografi ... 76

4. Uji Hipotesis ... 77

a. Hipotesis Pertama ... 77

b. Hipotesis Kedua ... 79

c. Hipotesis Ketiga ... 83

d. Hipotesis Keempat ... 86

D. Pembahasan ... 90

1. Tidak Ada Perbedaan Rata-rata Nilai Pretes Pada Kelas yang Diberi Perlakuan Model Pembelajaran NHT Menggunakan Media Peta dan Pada Kelas yang Diberi Metode Ceramah ... 90

2. Rata-rata Nilai Postes Pada Kelas yang Diberi Perlakuan Model Pembelajaran NHT Menggunakan Media Peta Lebih Tinggi Dibandingkan dengan Kelas yang Diberi Metode Ceramah ... 91

3. Model Pembelajaran NHT Menggunakan Media Peta Lebih Efektif Dibandingkan dengan Metode Ceramah Pada Mata Pelajaran Geografi Kelas XI IPS SMAN 3 Bandar Lampung... 94

4. Gain (Peningkatan) Prestasi Belajar Geografi Pada Kelas yang Diberi Perlakuan Model Pembelajaran NHT dengan Menggunakan Media Peta Lebih Tinggi Dibandingkan dengan Kelas yang Diberi Metode Ceramah ... 96


(9)

vii V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 100 B. Saran ... 101 DAFTAR PUSTAKA


(10)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran geografi yang dilakukan di SMA Negeri 3 Bandar Lampung menggunakan metode pembelajaran konvensional berupa metode ceramah. Menurut Hasibuan dan Moedjiono (2008:13), metode ceramah adalah cara penyampaian bahan pelajaran dengan komunikasi lisan. Metode ceramah ekonomis dan efektif untuk keperluan penyampaian informasi dan pengertian. Kelemahan metode ceramah adalah siswa cenderung pasif, pengaturan kecepatan secara klasikal ditentukan oleh pengajar, kurang cocok untuk pembentukan keterampilan dan sikap, dan cenderung menempatkan pengajar sebagai otoritas terakhir.

Metode ceramah hanya cocok untuk menyampaikan informasi dan bila bahan ceramah langka. Metode ceramah juga hanya cocok kalau organisasi sajian harus disesuaikan dengan sifat penerima, maksudnya adalah materi pelajaran harus disesuaikan dengan sifat siswa. Begitu pula jika bahan materi pelajaran cukup untuk diingat sebentar saja maka metode yang sebaiknya digunakan adalah metode ceramah. Metode ceramah cocok untuk diterapkan saat memberi pengantar atau petunjuk dalam menyampaikan materi.


(11)

2 Metode ceramah tidak cocok diterapkan pada bahan pembelajaran yang kompleks, terinci, dan abstrak. Metode ceramah juga tidak cocok digunakan apabila pembelajaran bertujuan untuk mengembangkan psikomotor siswa. Apabila tingkat kemampuan dan pengalaman siswa dalam memahami suatu materi kurang, sebaiknya guru tidak menggunakan metode ceramah. Metode ceramah tidak cocok diterapkan apabila pembelajaran bertujuan untuk mengubah sikap dan menanamkan nilai-nilai kepada siswa dan tidak cocok jika keterlibatan siswa penting dalam pencapaian tujuan pembelajaran.

Metode ceramah termasuk ke dalam pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru. Dalam kegiatan pembelajaran yang terjadi di kelas, guru hanya memberikan penjelasan dan tugas untuk dikerjakan, siswa hanya mendengarkan materi yang disampaikan oleh guru, hal ini membuat siswa merasa jenuh sehingga mereka sering keluar-masuk kelas dan menjadikan proses pembelajaran tidak kondusif. Jika pembelajaran yang seperti ini terus terjadi maka prestasi belajar siswa akan rendah.

Penyebab rendahnya prestasi belajar diduga disebabkan oleh cara mengajar guru yang cenderung membosankan yaitu dengan metode ceramah. Aktivitas belajar siswa hanya berupa mencatat dan menyimak materi pelajaran, sehingga menyebabkan siswa cenderung pasif dan menjadikan proses berpikir siswa tidak kritis dan kreatif. Salah satu cara untuk meningkatkan prestasi belajar siswa ialah dengan mengubah cara mengajar guru serta memaksimalkan pemanfaatan media pembelajaran yang ada.


(12)

3 Saat ini guru geografi di SMA Negeri 3 Bandar Lampung hanya menggunakan media pembelajaran berupa modul mata pelajaran geografi untuk kelas XI IPS SMA. Minimnya penggunaan media ini menjadi salah satu penyebab kenapa siswa tidak tertarik mengikuti pembelajaran di kelas, sehingga siswa bersikap pasif dan bosan dalam belajar. Untuk mengatasi sikap pasif dan rasa bosan dari siswa tersebut, guru hendaknya mencoba menggunakan metode yang menarik melalui model pembelajaran yang dapat membuat siswa menjadi lebih aktif selama proses pembelajaran.

Salah satu model pembelajaran yang saat ini cukup menarik adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang saling bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Di dalam model pembelajaran kooperatif ada yang disebut dengan model pembelajaran NHT (Numbered Heads Together). Menurut Trianto (2011:82) model pembelajaran NHT atau penomoran berpikir bersama adalah jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. NHT dilakukan untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

Model pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan kesempatan pada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, NHT juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. NHT merupakan model pembelajaran yang memudahkan untuk


(13)

4 pembagian tugas. Dengan model pembelajaran NHT ini, setiap siswa belajar melaksanakan tanggung jawab pribadinya dalam saling keterkaitan dengan rekan-rekan kelompoknya. Tidak ada siswa yang mendominasi dalam suatu kelompok, baik siswa yang pandai maupun yang kurang pandai sama-sama mempunyai hak dan kewajiban menyatakan pendapat dan ide-idenya untuk kemajuan kelompoknya.

Model pembelajaran kooperatif tipe NHT akan semakin menarik jika disertai dengan penggunaan media pembelajaran. Media pembelajaran yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah media pembelajaran geografi berupa peta. Peta ialah gambaran umum (konvensional) permukaan bumi pada bidang datar yang diperkecil dengan skala tertentu dan dilengkapi dengan tulisan serta simbol sebagai keterangan.

Karena peta merupakan gambaran konvensional, maka peta menggambarkan semua kenampakan yang ada di permukaan bumi, antara lain gunung, danau, sungai, laut, dan jalan. Namun, kenampakan-kenampakan tersebut hanya dilukiskan atau digambarkan dengan simbol-simbol tertentu yang sesuai. Dengan adanya penggambaran tersebut maka siswa akan mudah untuk memahami materi. Model pembelajaran NHT dipercaya mampu merubah sikap siswa yang semula pasif menjadi aktif di kelas. Sikap aktif ini dapat dilihat saat diskusi kelompok, kerja sama dalam diskusi kelompok memungkinkan siswa berpikir lebih kritis dan lebih sering mengutarakan pendapat untuk keberhasilan kelompoknya. Siswa juga aktif ketika mencari informasi dari berbagai sumber untuk mendapatkan jawaban yang tepat dari permasalahan atau soal yang diberikan oleh guru.


(14)

5 Keaktifan ini menjadikan mereka mudah untuk mengingat dan memahami materi, sehingga pada saat tes dilaksanakan, siswa dapat memperoleh nilai yang tinggi yaitu nilai yang berada di atas nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Nilai yang tinggi merupakan indikator dari peningkatan prestasi belajar. Prestasi belajar geografi kelas XI IPS SMA Negeri 3 Bandar Lampung masih tergolong rendah, hal ini dapat dilihat melalui rata-rata nilai prestasi belajar yang berada di bawah nilai KKM. Tabel rata-rata nilai prestasi belajar geografi kelas XI IPS SMA Negeri 3 Bandar Lampung terdapat pada halaman 38.

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan menggunakan media peta, diharapkan mampu meningkatkan prestasi belajar geografi siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Bandar Lampung, sehingga pembelajaran tersebut dapat dikatakan efektif. Penulis ingin mengetahui efektivitas model pembelajaran NHT (Numbered Heads Together) dengan menggunakan media peta terhadap prestasi belajar geografi kelas XI IPS SMA Negeri 3 Bandar Lampung.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul “Efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together menggunakan media peta terhadap prestasi belajar geografi kelas XI IPS SMA Negeri 3 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012-2013”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, dapat diidentifikasi permasalahan dalam penelitian ini yaitu:

1. Guru geografi di SMA Negeri 3 Bandar Lampung masih menggunakan metode ceramah dalam mengajar di kelas XI IPS.


(15)

6 2. Model pembelajaran kooperatif belum diterapkan untuk mata pelajaran

geografi di kelas XI IPS SMA Negeri 3 Bandar Lampung.

3. Media pembelajaran geografi di SMA Negeri 3 Bandar Lampung belum digunakan secara maksimal.

4. Prestasi belajar geografi siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Bandar Lampung masih rendah.

C. Pembatasan Masalah

Sesuai dengan aspek kajian penelitian, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi pada:

1. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT menggunakan media peta pada proses pembelajaran di kelas XI IPS SMA Negeri 3 Bandar Lampung. 2. Efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe NHT menggunakan media peta

pada kelas XI IPS SMA Negeri 3 Bandar Lampung.

3. Prestasi belajar geografi siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Bandar Lampung. Prestasi belajar diukur melalui tes, tes yang digunakan adalah pretes dan postes.

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah ada perbedaan rata-rata nilai pretes antara kelas yang diberi perlakuan model pembelajaran NHT menggunakan media peta dan kelas yang diberi metode ceramah?


(16)

7 2. Apakah rata-rata nilai postes pada kelas yang diberi perlakuan model pembelajaran NHT menggunakan media peta lebih tinggi dibandingkan dengan kelas yang diberi metode ceramah?

3. Apakah model pembelajaran NHT menggunakan media peta lebih efektif dibandingkan dengan metode ceramah pada mata pelajaran geografi kelas XI IPS SMA Negeri 3 Bandar Lampung?

4. Apakah gain (peningkatan) prestasi belajar geografi pada kelas yang diberi perlakuan model pembelajaran NHT menggunakan media peta lebih tinggi dibandingkan dengan kelas yang diberi metode ceramah?

E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui perbedaan rata-rata nilai pretes antara kelas yang diberi perlakuan model pembelajaran NHT menggunakan media peta dan kelas yang diberi metode ceramah.

2. Untuk mengetahui rata-rata nilai postes pada kelas yang diberi perlakuan model pembelajaran NHT menggunakan media peta lebih tinggi dibandingkan dengan kelas yang diberi metode ceramah.

3. Untuk mengetahui model pembelajaran NHT menggunakan media peta lebih efektif dibandingkan dengan metode ceramah pada mata pelajaran geografi kelas XI IPS SMA Negeri 3 Bandar Lampung.

4. Untuk mengetahui gain (peningkatan) prestasi belajar geografi pada kelas yang diberi perlakuan model pembelajaran NHT menggunakan media peta lebih tinggi dibandingkan dengan kelas yang diberi metode ceramah.


(17)

8 F. Kegunaan Penelitian

1. Bagi siswa

Diterapkannya model pembelajaran NHT dengan menggunakan media peta diharapkan dapat menimbulkan suasana belajar yang berbeda, nyaman, aktif, dan menyenangkan. Sehingga siswa mampu memahami dan menguasai materi dengan baik serta dapat menjawab soal dengan benar. Dengan begitu, diharapkan pembelajaran tersebut dapat meningkatkan prestasi belajar geografi siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Bandar Lampung, sehingga pembelajaran tersebut dikatakan efektif.

2. Bagi guru dan sekolah

Sebagai acuan dan bahan pertimbangan guru mengenai variasi model dan media pembelajaran yang dapat digunakan sebagai usaha untuk meningkatkan prestasi belajar siswa sesuai dengan materi pembelajaran. Diharapkan dapat bermanfaat bagi lulusan (output) yang dihasilkan, sehingga kualitas lulusan lebih bermutu dan meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah. Dan juga membantu menjalankan misi sekolah yaitu melaksanakan model pembelajaran yang efektif dan efisien. G. Ruang Lingkup Penelitian

1. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Bandar Lampung. 2. Objek penelitian adalah model pembelajaran NHT dengan menggunakan media

peta (X), dan prestasi belajar (Y).

3. Tempat penelitian di SMA Negeri 3 Bandar Lampung Jalan Khairil Anwar Nomor 30, Kelurahan Durian Payung, Kecamatan Tanjung Karang Pusat, Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung.


(18)

9 4. Waktu penelitian dilaksanakan pada semester genap Tahun Pelajaran

2012-2013 yaitu pada tanggal 25 Maret sampai 6 April 2012-2013.

5. Ruang lingkup ilmu adalah pembelajaran geografi, yaitu pembelajaran yang memberikan pengetahuan tentang aspek-aspek keruangan permukaan bumi yang merupakan keseluruhan gejala alam dan kehidupan umat manusia dengan variasi kewilayahannya.


(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka 1. Hakekat Belajar

Gagne dalam Komalasari (2011:2) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku yang meliputi perubahan kecenderungan manusia seperti sikap, minat, atau nilai dan perubahan kemampuan yakni peningkatan kemampuan untuk melakukan berbagai jenis performance (kinerja). Senada dengan hal tersebut, Hamalik (2011:36) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses, suatu kegiatan, dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni mengalami. Belajar adalah latihan-latihan pembentukan kebiasaan secara otomatis, dan seterusnya.

Sejalan dengan perumusan tersebut, ada pula tafsiran lain tentang belajar, yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Menurut Komalasari (2011:2) belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperoleh dalam jangka waktu yang lama dan dengan syarat bahwa perubahan yang terjadi tidak disebabkan oleh adanya kematangan ataupun perubahan sementara karena suatu hal.


(20)

11 Kemudian, Brunner dalam Trianto (2011:15) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses aktif di mana siswa membangun pengetahuan baru berdasarkan pada pengalaman atau pengetahuan yang sudah dimilikinya. Belajar bukanlah semata-mata mentransfer pengetahuan yang ada di luar dirinya, tetapi belajar lebih kepada bagaimana otak memroses dan menginterpretasikan pengalaman yang baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya dalam format yang baru.

Selanjutnya, Hamalik (2011:51) menyebutkan bahwa ada beberapa unsur belajar yaitu bahan belajar dan alat bantu belajar. Bahan belajar merupakan suatu unsur belajar yang penting mendapat perhatian oleh guru. Dengan bahan itu, para siswa dapat mempelajari hal-hal yang diperlukan dalam upaya mencapai tujuan belajar. Karena itu, penentuan bahan belajar harus berdasarkan tujuan yang hendak dicapai, dalam hal ini adalah hasil-hasil yang diharapkan, misalnya berupa pengetahuan, keterampilan, sikap, dan pengalaman lainnya. Bahan-bahan yang berkaitan dengan tujuan itu telah digariskan dalam RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran). Dalam RPP telah dirumuskan secara rinci materi belajar yang ditentukan untuk dipelajari oleh siswa, berupa topik-topik inti, serta deskripsi dari bahan kajian lainnya.

Sedangkan, alat bantu belajar merupakan semua alat yang dapat digunakan untuk membantu siswa melakukan proses belajar sehingga belajar menjadi efektif dan efisien. Dengan bantuan berbagai alat, maka pelajaran akan lebih menarik, menjadi konkrit, mudah dipahami, hemat waktu dan tenaga, serta prestasi belajar lebih bermakna. Alat bantu belajar disebut juga alat peraga atau media belajar,


(21)

12 misalnya dalam bentuk bahan tercetak, alat-alat yang dapat dilihat (media visual), alat yang dapat didengar (media audio), dan alat-alat yang dapat didengar dan dilihat (audio visual), serta sumber-sumber masyarakat yang dapat dialami secara langsung.

Tujuan belajar adalah sejumlah prestasi belajar yang menunjukkan bahwa siswa telah melakukan perbuatan belajar, yang umumnya meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap yang baru, yang diharapkan tercapai oleh siswa. Lebih lanjut, Hamalik (2011:73) menyebutkan bahwa tujuan belajar merupakan cara yang akurat untuk menentukan prestasi belajar. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas mengenai pengertian, unsur, dan tujuan belajar maka dapat disimpulkan bahwa belajar berkaitan dengan perubahan tingkah laku individu yang melakukannya dan ditandai oleh peningkatan nilai.

2. Hakekat Pembelajaran

Menurut Rombepajung dalam Thobroni dan Mustofa (2011:18) pembelajaran adalah perolehan suatu mata pelajaran atau perolehan suatu keterampilan melalui pelajaran, pengalaman, atau pengajaran. Komalasari (2011:3) menyebutkan bahwa pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan siswa yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.

Selanjutnya, pembelajaran dapat dipandang dari dua sudut, pertama pembelajaran dipandang sebagai sistem, pembelajaran terdiri dari sejumlah komponen yang terorganisasai antara lain tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, strategi dan


(22)

13 metode pembelajaran, media pembelajaran atau alat peraga, pengorganisasian kelas, evaluasi pembelajaran, dan tindak lanjut pembelajaran (remedial dan pengayaan). Kedua, pembelajaran dipandang sebagai suatu proses, maka pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat siswa belajar.

Hamalik (2011:57) menjelaskan bahwa pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling berpengaruh untuk mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistem pembelajaran terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya, misalnya tenaga laboratorium.

Kemudian dikatakan bahwa material tersebut meliputi buku-buku, papan tulis, spidol dan kapur, fotografi, slide dan film, audio dan video tape. Sedangkan fasilitas dan perlengkapan, terdiri dari ruangan kelas, perlengkapan audio visual, juga komputer. Selanjutnya prosedur, meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktek, belajar, ujian, dan sebagainya.

Lebih lanjut Hamalik (2011:58) menyebutkan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses penyampaian pengetahuan yang dilaksanakan dengan cara menuangkan pengetahuan kepada siswa. Tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan pengetahuan. Pengetahuan bersumber dari perangkat mata ajaran yang disampaikan di sekolah. Mata ajaran itu diuraikan, disusun, dan dimuat dalam buku pelajaran dan berbagai referensi lainnya.


(23)

14 Trianto (2011:17) mengungkapkan bahwa pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan siswa, dimana antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun Djamarah (2005:61) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pembelajaran adalah membelajarkan peserta didik menggunakan asas pendidikan dan teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran mempunyai tiga ciri khas, seperti yang disebutkan oleh Hamalik (2011:65) yaitu rencana, saling ketergantungan, dan tujuan. Rencana ialah penataan ketenagaan, material, dan prosedur, yang merupakan unsur-unsur sistem pembelajaran dalam suatu rencana khusus. Jadi, yang dimaksud dengan rencana disini ialah RPP.

Saling ketergantungan (interdependence) adalah keterkaitan antar unsur-unsur pembelajaran yang serasi dalam suatu keseluruhan. Tiap unsur memberikan sumbangannya kepada sistem pembelajaran. Unsur-unsur tersebut meliputi manusia, material, dan prosedur. Kemudian, sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai. Tujuan utama pembelajaran adalah agar siswa belajar sehingga akan berdampak pada perubahan nilai.

Jadi, berdasarkan pendapat-pendapat di atas mengenai pengertian dan tujuan pembelajaran, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk membelajarkan peserta didik sehingga akan terjadi interaksi belajar mengajar yang ditujukan untuk mencapai suatu tujuan kurikulum yang telah ditetapkan.


(24)

15 3. Pengertian Pembelajaran Geografi

Geografi merupakan ungkapan atau kata dari bahasa Inggris “geography” yang terdiri dari dua kata yaitu geo yang berarti bumi dan graphy (dalam bahasa Yunani graphein) yang berarti pencitraan, pelukisan, atau deskripsi. Jadi dalam arti katanya geografi adalah pencitraan, pelukisan, atau deskripsi tentang keadaan bumi.

Lobeck dalam Sumadi (2003:2) menyebutkan geografi adalah ilmu yang mempelajari hubungan-hubungan yang ada antara kehidupan dengan lingkungan fisiknya. Senada dengan hal tersebut, Bintarto dalam Waluya (2009:5) mengatakan bahwa geografi mempelajari hubungan kausal gejala-gejala di permukaan bumi dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di permukaan bumi, baik secara fisik maupun yang menyangkut makhluk hidup beserta permasalahannya melalui pendekatan keruangan, ekologi, dan regional.

Pada Seminar dan Lokakarya Geografi yang diprakarsai oleh IGI (Ikatan Geografi Indonesia) sepakat merumuskan definisi geografi yaitu ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan dan kewilayahan dalam konteks keruangan. Selanjutnya, Sumaatmadja (2001:12) mengemukakan bahwa pembelajaran geografi adalah pembelajaran tentang aspek-aspek keruangan permukaan bumi yang merupakan keseluruhan gejala alam dalam kehidupan manusia dan variasi kewilayahannya yang diajarkan di sekolah sesuai dengan tingkat perkembangan mental anak pada jenjang pendidikan masing-masing.


(25)

16 Berdasarkan pendapat di atas maka dapat diartikan bahwa pembelajaran geografi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang perbedaan dan persamaan fenomena geosfer dengan sudut pandang lingkungan, wilayah, dalam konteks keruangan sesuai dengan perkembangan mental anak.

4. Hakekat Teori Belajar Konstruktivisme

Asal kata konstruktivisme yaitu “to construct” yang berarti “membentuk” atau “membangun”. Dalam proses pembelajaran, konsep konstruktivisme ini menghendaki agar anak didik dapat dibandingkan kemampuannya untuk secara konstruktif menyesuaikan diri dengan tuntutan dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Konstruktivisme berpandangan bahwa pengetahuan merupakan perolehan individu melalui keterlibatan aktif dalam menempuh proses belajar. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar konstruktivisme. Hal ini terlihat pada salah satu teori Gagnon dan Collay dalam Pribadi (2010:156), yaitu penekanan pada hakikat sosiokultural dalam proses pembelajaran. Gagnon dan Collay mengemukakan bahwa pendekatan konstruktivistik merujuk kepada asumsi bahwa manusia mengembangkan dirinya dengan cara melibatkan diri baik dalam kegiatan secara personal maupun sosial dalam membangun ilmu pengetahuan.

Slavin dalam Trianto (2011:74) mengatakan bahwa teori pembelajaran konstruktivisme merupakan teori pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek info baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan-aturan-aturan itu tidak sesuai lagi bagi siswa.


(26)

17 Selanjutnya Riyanto (2010:144) menyatakan bahwa dalam teori ini guru berperan menyediakan suasana dimana siswa dapat memahami dan menerapkan suatu pengetahuan, sehingga siswa bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, dan berusaha dengan ide-ide. Guru dapat memberikan kemudahan dalam proses ini dengan memberikan kesempatan siswa untuk menentukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut. Lebih lanjut dikatakan bahwa sistem pendekatan konstruktivis dalam proses pembelajaran lebih menekankan pada pembelajaran top down daripada bottom up, berarti siswa memulai dengan masalah kompleks untuk dipecahkan, kemudian menemukan keterampilan dasar yang diperlukan dengan bimbingan dari guru. Bangunan pemahaman sekaligus penataan perilaku anak didik menjadi titik perhatian dalam pembelajaran konstruktivis.

Menurut Riyanto (2010:145) praktik pembelajaran konstruktif dilakukan untuk membantu siswa membentuk, mengubah diri atau mentransformasikan informasi baru. Duffy dan Cunningham dalam Pribadi (2010:159) mengemukakan dua hal yang menjadi esensi dari pandangan konstruktivistik dalam aktivitas pembelajaran, yaitu belajar lebih diartikan sebagai proses aktif membangun daripada sekedar proses memperoleh pengetahuan, dan pembelajaran merupakan proses yang mendukung proses pembangunan pengetahuan daripada hanya sekedar mengomunikasikan pengetahuan.


(27)

18 Tujuan dari pendekatakan konstruktivistik adalah dalam proses pembelajaran siswa diharapkan memiliki kemampuan dalam menemukan, memahami, dan menggunakan informasi atau pengetahuan yang dipelajari. Tujuan lain dari konstruktivisme diungkapkan oleh Riyanto (2010:146) yaitu: (1) memotivasi siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri; (2) mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri jawabannya; (3) membantu siswa untuk mengembangkan pengertian atau pemahaman konsep secara lengkap; dan (4) mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.

Dari berbagai pendapat di atas mengenai pengertian dan tujuan konstrukstivisme, maka dapat disimpulkan bahwa konstruktivisme adalah salah satu aliran filsafat yang mempunyai pandangan bahwa pengetahuan yang siswa miliki adalah hasil konstruksi atau bentukan diri siswa itu sendiri. Dengan kata lain, siswa akan memiliki pengetahuan apabila mereka terlibat aktif dalam proses penemuan pengetahuan dan pembentukannya dalam diri siswa.

5. Hakekat Model Pembelajaran Kooperatif

Lie (2010:28) menyebutkan bahwa falsafah yang mendasari model pembelajaran gotong royong atau cooperative learning dalam pendidikan adalah homo homini socius. Falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Menurut Johnson dan Johnson dalam Thobroni dan Mustofa (2011:285) pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara kelompok-kelompok kecil. Siswa belajar dan bekerja sama untuk sampai kepada pengalaman belajar yang berkelompok maupun pengalaman individu.


(28)

19 Menurut Slavin (2005:4) pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pembelajaran di mana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing.

Artz & Newman dalam Trianto (2011:56) menyatakan bahwa dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Jadi, setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab yang sama untuk keberhasilan kelompoknya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa model pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami pelajaran yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu menyelesaikan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakekat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.

Kemudian, Roger dan Johnson dalam Lie (2010:31) menyebutkan bahwa untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Kelima unsur tersebut antara lain: (1) saling ketergantungan positif, setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar siswa yang lain bisa berhasil mencapai tujuan mereka; (2) tanggung jawab perseorangan, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik; (3)


(29)

20 tatap muka, hasil pemikiran beberapa siswa akan lebih kaya daripada hasil pemikiran dari satu siswa saja; (4) komunikasi antar anggota dengan cara saling mendengarkan dan mengutarakan pendapat; dan (5) evaluasi proses kelompok, guru mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.

Selanjutnya Lie (2010:38) menyatakan ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam kelas model cooperative learning, yakni pengelompokan, semangat gotong royong, dan penataan ruang kelas. Pengelompokan dibagi menjadi dua yaitu kelompok homogen dan kelompok heterogen. Pengelompokan homogen sangat praktis dan mudah dilakukan secara administratif. Sedangkan, pengelompokan heterogenitas merupakan ciri-ciri yang menonjol dalam model pembelajaran cooperative learning, biasanya terdiri dari 1 siswa berkemampuan akademis tinggi, 2 siswa berkemampuan sedang, dan 1 siswa berkemampuan akademis kurang.

Selanjutnya semangat gotong royong, hal ini bisa dirasakan dengan membina siswa dalam bekerja sama dengan siswa-siswa lainnya. Dan yang terakhir adalah penataan ruang kelas, di dalam model pembelajaran cooperative learning, bangku perlu ditata sedemikian rupa sehingga semua siswa bisa melihat guru atau papan tulis dengan jelas, bisa melihat rekan-rekan kelompoknya dengan baik, dan berada dalam jangkauan kelompoknya dengan merata.

Komalasari (2011:62) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerja sama siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Selanjutnya, pembelajaran kooperatif dicirikan oleh struktur tugas,


(30)

21 tujuan, dan penghargaan kooperatif. Siswa yang belajar dalam kondisi pembelajaran kooperatif didorong dan atau dikehendaki untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama, dan mereka harus mengoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya.

Trianto (2011:56) lebih lanjut mengatakan selama proses pembelajaran kooperatif, siswa diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar aktif, memberikan penjelasan kepada teman sekelompok dengan baik, berdiskusi, dan sebagainya. Agar terlaksana dengan baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan.

Selanjutnya Komalasari (2011:62) menyebutkan bahwa model pembelajaran kooperatif meliputi NHT, Cooperative Script, STAD, TPS, Jigsaw, TGT, CIRC, dan TSTS. NHT (Numbered Heads Together) merupakan model pembelajaran dimana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa.

Cooperative Script merupakan metode belajar di mana siswa bekerja berpasangan, dan secara lisan bergantian mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari. STAD (Student Teams Achievement Divisions) adalah model pembelajaran yang mengelompokkan siswa secara heterogen, kemudian siswa yang pandai menjelaskan pada anggota lain sampai mengerti.

TPS (Think Pair and Share) merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Jigsaw, pada dasarnya dalam


(31)

22 model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen lebih kecil. Snowball Throwing adalah model pembelajaran yang menggali potensi kepemimpinan siswa dalam kelompok dan keterampilan membuat dan menjawab pertanyaan yang dipadukan melalui suatu permainan imajinatif membentuk dan melempar bola salju.

TGT (Team Games Tournament) adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan serta reinforcement. CIRC (Cooperative Integrative Reading and Composition) adalah model pembelajaran untuk melatih kemampuan siswa secara terpadu antara membaca dan menentukan ide pokok suatu wacana atau kliping tertentu dan memberikan tanggapan terhadap wacana atau kliping secara tertulis. Dan yang terakhir adalah TSTS (Two Stay Two Stray), adalah model pembelajaran kooperatif yang memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lainnya.

6. Hakekat Model Pembelajaran Numbered Heads Together

NHT (Numbered Heads Together) pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagen untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Menurut Trianto (2011:82) NHT atau penomoran berpikir bersama adalah jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Selanjutnya, Huda (2011:130) menjelaskan model pembelajaran NHT


(32)

23 merupakan varian dari diskusi kelompok. Teknis pelaksanaannya hampir sama dengan diskusi kelompok. Pertama-tama, guru meminta siswa untuk duduk berkelompok, dan masing-masing siswa diberi nomor. Setelah selesai, guru memanggil nomor salah satu siswa untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Begitu seterusnya hingga semua nomor terpanggil. Pemanggilan secara acak ini akan memastikan semua siswa benar-benar terlibat dalam diskusi tersebut.

Komalasari (2011:62) menyatakan bahwa model pembelajaran NHT adalah suatu model pembelajaran di mana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor siswa. Selanjutnya, dikemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu: (1) prestasi belajar akademik stuktural, bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik; (2) pengakuan adanya keragaman, bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang memiliki berbagai latar belakang; dan (3) pengembangan keterampilan sosial, bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.

Ciri khas NHT yaitu guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya. Dalam menunjuk siswa tersebut guru tidak memberitahu terlebih dahulu siswa yang akan mewakili kelompok tersebut. Cara tersebut akan menjamin keterlibatan total semua siswa dan merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok.


(33)

24 Trianto (2011:82) menyebutkan ada empat fase dalam model pembelajaran NHT yaitu:

 Fase 1, penomoran (numbering): dalam fase ini, guru membagi siswa dalam beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3 hingga 5 siswa dan memberi mereka nomor, sehingga tiap siswa dalam tim tersebut memiliki nomor yang berbeda.

 Fase 2, mengajukan pertanyaan: guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat amat spesifik hingga yang bersifat umum.

 Fase 3, berpikir bersama (heads together): siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim.

 Fase 4, menjawab: guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.

Selanjutnya, Lie (2010:60) menyebutkan bahwa NHT memudahkan pembagian tugas. Dengan teknik ini, siswa belajar melaksanakan tanggung jawab pribadinya dalam saling keterkaitan dengan rekan-rekan kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan yang dapat dilihat pada Tabel 2.1. di bawah ini.


(34)

25 Tabel 2.1. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran NHT.

No. Kelebihan Model NHT Kekurangan Model NHT 1 Meningkatkan rasa harga diri

siswa

Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.

2 Memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling sharing ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat

Membutuhkan waktu yang cukup lama bagi siswa dan guru sehingga sulit mencapai target kurikulum 3 Meningkatkan semangat kerja

keras siswa

Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru

4 Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh

Penilaian yang diberikan didasarkan kepada hasil kerja kelompok

5 Tidak ada murid yang

mendominasi dalam kelompok 6 Dapat digunakan untuk semua

mata pelajaran dan tingkatan kelas Sumber: Lie (2010:59).

7. Hakekat Media Pembelajaran Geografi

Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara, atau pengantar. Tetapi secara lebih khusus, pengertian media dalam proses pembelajaran diartikan sebagai alat-alat grafis, fotografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. Media juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk menyalurkan pesan, merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa, sehingga dapat terdorong terlibat dalam proses pembelajaran. Menurut Sadiman (2002:6) media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Senada dengan hal tersebut, Munadi (2008:7) menyebutkan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif


(35)

26 dimana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif. Selanjutnya, Solihatin dan Raharjo (2007:23) mengatakan bahwa apa yang dinamakan media sebenarnya adalah bahan dan alat belajar. Bahan sering disebut perangkat lunak atau software, sedangkan alat sering disebut perangkat keras atau hardware. Transparansi, program kaset audio, dan program kaset video adalah beberapa contoh bahan belajar. Bahan belajar tersebut hanya bisa disajikan jika ada alat, misalnya berupa OHP, perangkat lunak (bahan) dan perangkat keras (alat) bersama-sama dinamakan media.

Media pembelajaran geografi digunakan untuk menggambarkan gejala-gejala geografi yang ada di permukaan bumi. Hal ini senada dikemukakan oleh Sumaatmadja (2001:79) yang menyatakan bahwa pembelajaran geografi hakikatnya adalah pembelajaran tentang gejala-gejala geografi yang terjadi di permukaan bumi. Untuk memberikan citra tentang penyebaran dan lokasi gejala-gejala tadi kepada anak didik, tidak dapat hanya diceramahkan, ditanyajawabkan, dan didiskusikan, melainkan harus ditunjukkan dan diperagakan. Mengingat daya jangkau dan pandangan kita terbatas, penunjukan serta peragaan itu dilakukan ke dalam bentuk model permukaan bumi dan bumi itu sendiri berupa peta, atlas, dan globe. Oleh karena itu, ketiga model tersebut menjadi media pembelajaran pada proses belajar mengajar geografi.

8. Hakekat Media Peta

Menurut Sumarmi (2012:37) pembelajaran geografi sulit dibahas hanya secara teoritis di kelas tetapi perlu menghubungkan dengan kondisi lingkungan. Karena pada dasarnya geografi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia


(36)

27 dengan lingkungannya. Pada konteks tempat, fenomena yang dibahas dihubungkan dengan kondisi lingkungan siswa yang dekat maupun yang jauh. Apabila tempatnya jauh maka guru sebaiknya menghadirkan tempat tersebut di kelas melalui media pembelajaran.

Menurut Pribadi (2010:46) media adalah sarana pembelajaran yang dapat digunakan untuk memfasilitasi aktivitas belajar. Media dapat diartikan sebagai “perantara” yang menghubungkan antara guru dengan siswa. Media dapat digunakan untuk mendukung terciptanya proses pembelajaran yang efektif, efisien, dan menarik.

ICA (International Cartographic Association) dalam Rosana (2003:13), mendefinisikan peta sebagai gambaran atau representasi unsur-unsur kenampakan abstrak yang dipilih dari permukaan bumi yang ada kaitannya dengan permukaan bumi atau benda-benda angkasa, yang pada umumnya digambarkan pada suatu bidang datar dan diperkecil atau diskalakan. Selanjutnya, menurut Ariwibowo (2007:2) peta adalah gambaran seluruh atau sebagian permukaan bumi dalam skala tertentu dan digambarkan di atas bidang datar melalui sistem proyeksi. Munadi (2008:96) mengatakan bahwa dengan menggunakan media peta siswa dapat memvisualisasikan apa yang ada di permukaan bumi ini dan menentukan tempat kejadian sesuatu.

Tanpa peta pengetahuan siswa terbatas kepada apa yang ada di sekitar tempat dia tinggal atau di sekitar tempat yang pernah dikunjunginya. Peta merupakan identitas dari pembelajaran geografi. Hal ini senada dikemukakan oleh Sumaatmadja (2001:79) yang menjelaskan bahwa media peta merupakan konsep


(37)

28 (round earth on the flat paper) dan hakekat dasar pada geografi dan pembelajaran geografi. Oleh karena itu, mengajarkan dan mempelajari geografi tanpa peta, tidak akan membentuk citra dan konsep yang baik pada diri siswa yang mempelajarinya. Pembentukan citra dan konsep pada diri siswa yang dapat meningkatkan kognitif, afektif, dan psikomotor mereka, haruslah memanfaatkan peta.

9. Hakekat Prestasi Belajar

Prestasi belajar adalah hasil dari pengukuran terhadap siswa setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan instrumen tes. Menurut Ahmadi (2002:33), prestasi belajar adalah hal yang menyangkut hasil pembelajaran atau hasil yang dicapai anak didik yang diukur melalui aktivitas belajar. Prestasi belajar merupakan suatu indikator dari perkembangan dan kemajuan siswa atas penguasaan dari pelajaran-pelajaran yang telah diberikan guru kepada siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan olah Nasrun Harahap, dkk. sebagaimana dikutip oleh Djamarah (2005:226) bahwa prestasi adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan murid yang berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada mereka serta nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum.

Menurut Tu’u (2004:75) prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran dan lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka. Lebih jelasnya lagi beliau menuturkan bahwa prestasi belajar siswa ditunjukkan melalui nilai dari hasil evaluasi yang dilakukan oleh guru terhadap tugas siswa dan tes atau ujian yang ditempuh.


(38)

29 Arifin (2012:12) menjelaskan prestasi belajar berbeda dengan hasil belajar. Prestasi belajar pada umumnya berkenaan dengan aspek pengetahuan, sedangkan hasil belajar meliputi aspek pembentukan watak peserta didik. Adapun fungsi utama dari prestasi belajar adalah:

a. Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai siswa.

b. Prestasi belajar sebagai hasil lambang pemuasan hasrat ingin tahu. c. Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan.

d. Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan.

e. Prestasi belajar dapat dijadikan indikator terhadap daya serap (kecerdasan) siswa.

B. Kerangka Pikir

Guru geografi di SMA Negeri 3 Bandar Lampung cenderung menggunakan metode ceramah dalam mengajar. Metode ceramah dilakukan dengan menyampaikan materi pelajaran secara lisan. Kelemahan metode ceramah adalah siswa cenderung pasif dan metode ini kurang cocok untuk pembentukan keterampilan dan sikap. Metode ceramah merupakan pembelajaran yang berpusat pada guru. Guru memberikan penjelasan dan tugas untuk dikerjakan, siswa hanya mendengarkan materi yang disampaikan oleh guru. Kegiatan belajar mengajar seperti itu membuat kelas menjadi tidak kondusif dan pembelajaran tidak efektif. Jika pembelajaran seperti ini terus-menerus terjadi maka prestasi belajar siswa akan rendah.

Saat ini banyak diciptakan metode atau model pembelajaran oleh para ahli agar proses belajar mengajar lebih efektif. Salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif banyak jenisnya, dan model pembelajaran NHT (Numbered Heads Together) merupakan salah satu dari


(39)

30 beberapa jenis model pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk memberikan pengaruh pada pola interaksi siswa dalam menelaah materi suatu pelajaran dan mengecek tingkat pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

Model pembelajaran NHT memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk saling membagikan ide-ide yang ada di pikiran mereka dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat pada suatu masalah atau tugas yang diberikan oleh guru. Selain itu, NHT juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka dalam suatu kelompok. Dalam penerapan model pembelajaran NHT, setiap siswa akan belajar melaksanakan tanggung jawab pribadinya dalam saling keterkaitan dengan kelompoknya. Tidak ada siswa yang mendominasi dalam suatu kelompok, baik siswa yang pandai maupun yang kurang pandai sama-sama memberikan peranan untuk kemajuan kelompoknya.

Model pembelajaran NHT akan semakin efektif apabila dibantu oleh penggunaan media peta. Media peta pada dasarnya adalah media pembelajaran geografi yang mampu mendeskripsikan dan menginterpretasikan suatu data. Dengan adanya visualisasi yang dihasilkan oleh peta tersebut, maka siswa diharapkan akan lebih mudah memahami materi pelajaran yang disampaikan. Jika siswa mudah untuk memahami materi pelajaran, maka akan berdampak pada peningkatan prestasi belajar siswa itu sendiri. Berdasarkan kerangka pikir di atas, secara sederhana dapat disajikan dalam paradigma kerangka pikir sebagai berikut.


(40)

31

Gambar 2.1. Kerangka pikir

C. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir di atas, maka hipotesis penelitian yang diajukan, dirumuskan sebagai berikut:

1. Ada perbedaan rata-rata nilai pretes antara kelas yang diberi perlakuan model pembelajaran NHT menggunakan media peta dan kelas yang diberi metode ceramah.

2. Rata-rata nilai postes pada kelas yang diberi perlakuan model pembelajaran NHT menggunakan media peta lebih tinggi dibandingkan dengan kelas yang diberi metode ceramah.

3. Model pembelajaran NHT menggunakan media peta lebih efektif dibandingkan dengan metode ceramah pada mata pelajaran geografi kelas XI IPS SMA Negeri 3 Bandar Lampung.

4. Gain (peningkatan) prestasi belajar geografi pada kelas yang diberi perlakuan model pembelajaran NHT menggunakan media peta lebih tinggi dibandingkan dengan kelas yang diberi metode ceramah.

Model Pembelajaran NHT dengan Menggunakan Media Peta

Efektivitas Pembelajaran Prestasi Belajar


(41)

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu (Quasi Experiment). Eksperimen semu adalah jenis komparasi yang membandingkan pengaruh pemberian suatu perlakuan (treatment) pada suatu objek (kelompok eksperimen) serta melihat besar pengaruh perlakuannya (Arikunto, 2002:77).

B. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pretest - Posttest Control Group Design. Dalam desain ini terdapat dua kelompok, kemudian kedua kelompok diberi pretes. Selanjutnya, kelompok eksperimen diberi perlakuan (X) dan kelas yang tidak diberi perlakuan disebut kelompok kontrol. Setelah itu pada kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi postes (Sugiyono, 2012:76). Desain penelitiannya dapat digambarkan sebagai berikut.

Kelompok Pretes Perlakuan Postes

Eksperimen T1 X T2

Kontrol T1 - T2

Gambar 3.1. Desain Penelitian Keterangan:

T1 : Pretes T2 : Postes


(42)

33

C. Prosedur Penelitian dan Rancangan Pembelajaran 1. Prosedur Penelitian

Prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

a. Melakukan survey awal ke sekolah untuk mengetahui jumlah kelas dan siswa yang akan dijadikan subjek penelitian.

b. Menentukan dua kelas yang akan dijadikan subjek penelitian, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol.

c. Melakukan uji coba instrumen pada kelas yang tidak dijadikan subjek penelitian.

d. Memberikan pretes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

e. Menerapkan perlakuan (X) yaitu model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan menggunakan media peta selama tiga kali pertemuan pada kelas eksperimen.

f. Memberikan postes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengukur prestasi belajar kedua kelas tersebut.

g. Menghitung perbedaan antara nilai pretes, postes, ketuntasan belajar, dan gain prestasi belajar geografi kelas eksperimen dan kelas kontrol.

h. Membandingkan perbedaan-perbedaan tersebut untuk menentukan ada atau tidaknya perbedaan yang timbul, jika ada, sebagai akibat dari perlakuan (X). i. Melakukan uji hipotesis untuk menentukan apakah perbedaan itu signifikan,

dalam penelitian ini dilakukan uji t dan uji efektivitas pembelajaran pada masing-masing kelas. Kalau terdapat perbedaan yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol, maka perlakuan yang diberikan dapat dikatakan efektif.


(43)

34

2. Rancangan Pembelajaran

a. Model Pembelajaran NHT dengan Menggunakan Media Peta

Penerapan model pembelajaran NHT dengan menggunakan media peta dilakukan di kelas eksperimen yaitu kelas XI IPS 1. Media peta ditampilkan melalui slide power point dengan bantuan LCD proyektor. Agar siswa lebih jelas dalam melihat peta, guru membagikan peta berbentuk print out sebagai media yang dijadikan bahan diskusi. Pada pertemuan pertama siswa diberi pretes. Pretes berjumlah 30 soal pilihan jamak yang telah diuji coba sebelumnya dan telah memenuhi uji persyaratan instrumen sehingga soal dapat dikatakan valid. Waktu yang diberikan untuk mengerjakan pretes adalah 30 menit.

Setelah itu guru menerapkan model pembelajaran NHT dengan menggunakan media peta. Ada empat tahap dalam melaksanakan model pembelajaran NHT, pada tahap pertama siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok kecil yang masing-masing berjumlah 5 orang, dimana setiap siswa dalam kelompok mendapatkan nomor yang berbeda. Karena siswa dalam kelas eksperiman berjumlah 40 orang maka kelompok yang terbentuk sebanyak 8 kelompok.

Tahap kedua, guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya. Tugas yang diberikan pada pertemuan pertama adalah tugas menganalisis Peta Kejadian Bencana Kekeringan di Indonesia Tahun 1979 – 2009 dan Peta Ancaman Bencana Banjir di Indonesia Tahun 2011. Tahap ketiga, kelompok berdiskusi menemukan jawaban yang tepat dari soal atau masalah yang didiskusikan. Tahap keempat, guru memanggil salah satu nomor siswa, dan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerja dari kelompoknya.


(44)

35

Pada pertemuan kedua guru tidak melaksanakan pretes melainkan langsung menerapkan model pembelajaran NHT menggunakan media peta. Langkah-langkah yang dilakukan pada pertemuan kedua ini sama dengan pertemuan pertama, jumlah kelompok dan anggotanya juga sama. Yang dibedakan adalah media peta dan materi diskusinya. Media peta yang sekaligus menjadi materi diskusi pada pertemuan kedua adalah Peta Resiko Bahaya Longsor di Indonesia Tahun 2011 dan Peta Ancaman Cuaca Ekstrem di Indonesia Tahun 2011. Siswa diberi tugas untuk menganalisis kedua peta tersebut. Setelah itu guru memanggil salah satu nomor siswa, dan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerja dari kelompoknya.

Pada pertemuan ketiga guru masih menerapkan model pembelajaran NHT menggunakan media peta. Langkah-langkah penerapan model pembelajaran NHT yang dilakukan pada pertemuan ketiga ini sama dengan langkah-langkah yang dilakukan pada pertemuan pertama dan kedua, jumlah kelompok dan anggota yang ada dalam setiap kelompok juga tetap sama. Yang dibedakan adalah media peta dan materi diskusinya.

Media peta yang sekaligus menjadi materi diskusi pada pertemuan ketiga adalah Peta Persebaran Taman Nasional di Indonesia. Dengan adanya media peta tersebut, setiap kelompok ditugaskan untuk menuliskan sebanyak-banyaknya nama provinsi beserta nama taman nasional yang ada di Indonesia dan menjelaskan tentang taman nasional tersebut. Setelah itu guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerja dari kelompoknya. Di akhir proses pembelajaran pada pertemuan ketiga siswa diberi


(45)

36

postes. Soal postes yang diberikan sama dengan soal pretes. Soal tersebut sudah valid dengan jumlah soal sebanyak 30 butir. Waktu yang diberikan kepada siswa untuk mengerjakannya adalah 30 menit.

b. Pembelajaran dengan Metode Ceramah

Pembelajaran dengan metode ceramah diterapkan selama tiga kali pertemuan di kelas kontrol yaitu kelas XI IPS 2 yang membahas tentang materi Lingkungan Hidup dan Pelestariannya. Pada pertemuan pertama, guru memberikan pretes kepada siswa. Soal pretes berjumlah 30 butir dan waktu yang diberikan kepada siswa untuk mengerjakannya adalah 30 menit.

Setelah pretes dilakukan, selanjutnya guru menjelaskan materi tentang lingkungan hidup, ekosistem, dan resiko lingkungan hidup dengan menggunakan metode ceramah. Pertemuan kedua juga dilaksanakan dengan menggunakan metode ceramah dalam penyampaian materi tentang resiko lingkungan hidup. Pada pertemuan ketiga, guru membahas tentang materi pelestarian lingkungan hidup. Di akhir pembelajaran, guru memberikan postes kepada siswa. Soal pretes dan postes yang diberikan di kelas XI IPS 2 sama dengan soal pretes dan postes yang diberikan di kelas XI IPS 1, soal tersebut sudah valid dan layak untuk diujikan. D. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2012-2013 yaitu pada tanggal 25 Maret sampai 6 April 2013.


(46)

37

2. Tempat Penelitian

Tempat penelitian ini di SMA Negeri 3 Bandar Lampung, Jalan Khairil Anwar Nomor 30, Kelurahan Durian Payung, Kecamatan Tanjung Karang Pusat, Kota Bandar Lampung.

E. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPS SMA Negeri 3 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012-2013 sebanyak 120 siswa yang tersebar ke dalam 3 kelas yaitu kelas XI IPS 1, kelas XI IPS 2, dan kelas XI IPS 3 yang masing-masing kelas berjumlah 40 siswa. Data populasi penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.1. Jumlah Siswa Kelas XI IPS Tahun Pelajaran 2012-2013.

No Kelas Populasi

1 XI IPS 1 40

2 XI IPS 2 40

3 XI IPS 3 40

Jumlah 120

Sumber: Data TU SMAN 3 Bandar Lampung.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini ada 2 kelas dan masing-masing kelas berjumlah 40 siswa. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik Purposive Sampling. Menurut Sudjana dan Ibrahim (2010:96) teknik Purposive Sampling digunakan apabila peneliti mempunyai pertimbangan tertentu dalam menetapkan sampel sesuai dengan tujuan penelitiannya. Penentuan sampel penelitian memperhatikan atas ciri-ciri relatif yang dimiliki. Adapun ciri-ciri tersebut yaitu


(47)

38

rata-rata prestasi belajar dan ketuntasan belajar siswa relatif sama. Rata-rata prestasi belajar geografi kelas XI IPS SMA Negeri 3 Bandar Lampung dapat dilihat pada Tabel 3.2. di bawah ini.

Tabel 3.2. Rata-rata Prestasi Belajar Geografi Kelas XI IPS TP 2012-2013. No Kelas Rata-rata Prestasi Belajar Geografi

1 XI IPS 1 69

2 XI IPS 2 71

3 XI IPS 3 75

Sumber: Data Sekunder Nilai Mid Semester Genap.

Dari Tabel 3.2. di atas, terlihat bahwa rata-rata prestasi belajar kelas XI IPS 1 adalah 69 dan kelas XI IPS 2 sebesar 71, berarti kedua kelas tersebut memiliki kesamaan yaitu nilai mereka berada di bawah nilai KKM sehingga dapat dikatakan siswa pada kelas tersebut belum tuntas belajar. Sedangkan, kelas XI IPS 3 memiliki nilai rata-rata sebesar 75 sehingga dapat dikatakan telah tuntas belajar. Berdasarkan pertimbangan tersebut, terpilihlah kelas XI IPS 1 dan XI IPS 2 sebagai sampel penelitian karena mempunyai nilai rata-rata yang relatif sama. Kelas XI IPS 1 ditetapkan sebagai kelas eksperimen yang diberi perlakuan model pembelajaran NHT dengan menggunakan media peta, kemudian kelas XI IPS 2 sebagai kelas kontrol yang diberi perlakuan metode ceramah. Rincian sampel penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.3. Sampel Penelitian. No Kelas Jumlah Siswa

1 XI IPS 1 40

2 XI IPS 2 40

Total 80


(48)

39

F. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel 1. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini ada dua jenis yaitu variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable).

a. Variabel bebas (independent variable)

Variabel bebas adalah variabel yang memberikan pengaruh atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat). Di dalam penelitian ini yang termasuk variabel bebas adalah model pembelajaran NHT mengunakan media peta, yang selanjutnya disebut variabel X.

b. Variabel terikat (dependent variable)

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Di dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah prestasi belajar yang merupakan indikator dari efektivitas pembelajaran dan selanjutnya disebut variabel Y.

2. Definisi Operasional Variabel

a. Efektivitas Pembelajaran NHT Menggunakan Media Peta

Model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) merupakan varian dari diskusi kelompok. NHT merupakan metode struktural yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa.


(49)

40

Media peta adalah hakekat dasar pembelajaran geografi. Melalui media peta, siswa dapat mengamati fenomena fisik dan sosial permukaan bumi secara lebih luas dari batas pandang manusia, meskipun siswa tersebut belum pernah mengenalnya secara langsung atau berkunjung ke wilayah tersebut. Sebab, pada dasarnya peta merupakan gambaran sebagian atau seluruh permukaan bumi dengan semua gejala dan kenampakannya dalam bentuk yang lebih kecil sesuai dengan perbandingan skalanya.

Pembelajaran dikatakan efektif jika memenuhi syarat ketuntasan belajar (ketuntasan klasikal), yaitu jika dalam suatu kelas terdapat ≥ 85% siswa yang telah tuntas belajarnya. Berarti jika dalam suatu kelas terdapat ≥ 85% siswa yang telah tuntas belajarnya maka pembelajaran tersebut dikatakan efektif. Sebaliknya, jika terdapat < 85% siswa yang telah tuntas belajarnya maka pembelajaran tersebut dikatakan tidak efektif.

b. Prestasi Belajar

Prestasi belajar merupakan perubahan yang measurable (dapat diukur). Untuk mengukur perubahan tersebut dilakukan dengan tes prestasi belajar berupa pretes dan postes. Pretes dilakukan pada awal kegiatan belajar mengajar, sedangkan postes dilakukan pada akhir pembelajaran. Prestasi belajar merupakan indikator dari ketuntasan belajar siswa. Nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) mata pelajaran geografi kelas XI IPS SMAN 3 Bandar Lampung adalah 72. Sehingga,

jika nilai siswa ≥ 72 maka dapat dikatakan siswa tersebut telah tuntas belajar. Sebaliknya, jika nilai siswa < 72 maka dapat dikatakan siswa tersebut belum tuntas belajar.


(50)

41

G. Teknik Pengumpulan Data 1. Data Primer

a. Observasi

Hadi dalam Sugiyono (2012:203) mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua di antara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Teknik observasi dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan langsung tentang kegiatan belajar mengajar di kelas XI IPS SMA Negeri 3 Bandar Lampung pada mata pelajaran geografi.

b. Dokumentasi

Menurut Arikunto (2002:132) teknik dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya. Teknik dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data yang berkenaan dengan jumlah siswa dan gambaran umum mengenai sejarah berdirinya sekolah. Data tersebut diperoleh langsung dari pegawai Tata Usaha SMA Negeri 3 Bandar Lampung.

2. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah nilai rata-rata prestasi belajar geografi yang didapat melalui data hasil ujian mid semester kelas XI IPS SMA Negeri 3 Bandar Lampung pada mata pelajaran geografi semester genap tahun pelajaran 2012-2013.


(51)

42

H. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini berupa tes. Menurut Sudijono (2012:67) tes adalah cara mengukur dan menilai dalam bidang pendidikan yang berbentuk pertanyaan-pertanyaan sehingga dapat diperoleh nilai yang melambangkan prestasi belajar siswa. Soal tes diberikan dalam bentuk pilihan jamak yang berjumlah 50 butir soal, dengan 5 alternatif jawaban. Jika siswa menjawab benar maka diberi skor 1 dan jika jawaban siswa salah maka diberi skor 0, skor total atau skor maksimum bagi 50 soal yang dijawab dengan benar adalah 50. Sebelum tes diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, terlebih dahulu diuji cobakan pada siswa kelas XI IPS 3 SMA Negeri 3 Bandar Lampung. Setelah soal diuji cobakan, maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan taraf kesukaran soal.

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkatan-tingkatan kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2007:160). Sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur. Proses input dan pengolahan data validitas uji coba soal dilakukan menggunakan program ANATES 4.0.9.

Suatu soal dikatakan memiliki validitas yang baik apabila mempunyai nilai korelasi yang tinggi. Untuk mengklasifikasikan tingkat validitas maka digunakan kriteria seperti yang terdapat pada tabel di bawah ini.


(52)

43

Tabel 3.4. Kriteria Validitas Soal. No Korelasi Keterangan

1 0,801 - 1,00 Validitas Sangat Tinggi 2 0,601 - 0,800 Validitas Tinggi

3 0,401 - 0,600 Validitas Sedang 4 0,201 - 0,400 Validitas Rendah 5 0,001 - 0,200 Validitas Sangat rendah

6 ≤ 0,00 Tidak Valid

Sumber: Arikunto (2007:70).

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah ketetapan hasil tes apabila diteskan kepada subjek yang sama dalam waktu yang berbeda. Suatu tes dikatakan reliabel jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap terhadap subjek yang sama. Proses input dan pengolahan data menggunakan program ANATES 4.0.9.

Reliabilitas soal yang baik adalah yang memiliki nilai tinggi. Untuk mengklasifikasikan tingkat reliabilitas maka digunakan kriteria seperti yang terdapat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.5. Kriteria Reliabilitas Soal. No Nilai Tes Keterangan

1 0,800 – 1,00 Sangat tinggi 2 0,600 – 0,799 Tinggi 3 0,400 – 0,599 Cukup 4 0,200 – 0,399 Rendah 5 0,00 – 0,199 Sangat Rendah Sumber: Arikunto (2007:75).


(53)

44

3. Uji Daya Pembeda

Menurut Arikunto (2007:211) daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang kurang pandai. Butir-butir soal yang baik adalah butir-butir soal yang memiliki indeks diskriminasi atau indeks daya pembeda 41% sampai 70%. Proses input data dan pengolahan data menggunakan program ANATES 4.0.9.

Untuk mengklasifikasikan tingkat daya pembeda, maka digunakan kriteria seperti yang terdapat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.6. Kriteria Daya Pembeda Soal.

No Indeks Daya Pembeda Keterangan

1 < 0 Soal jelek sekali

2 0 – 20% Soal jelek

3 21 – 40% Soal cukup

4 41 – 70% Soal baik

5 71 – 100% Soal baik sekali Sumber: Arikunto (2007:218).

4. Uji Taraf Kesukaran

Suatu soal yang baik adalah jika soal itu tidak terlalu mudah atau terlalu sukar. Taraf kesukaran soal yang baik jika memiliki taraf kesukaran sedang. Teknik yang digunakan untuk menghitung taraf kesukaran soal adalah membagi banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar dengan jumlah seluruh siswa. Proses input dan pengolahan data menggunakan program ANATES 4.0.9.

Untuk mengklasifikasikan tingkat taraf kesukaran soal maka digunakan kriteria seperti yang terdapat pada tabel di bawah ini.


(54)

45

Tabel 3.7. Kriteria Taraf Kesukaran Soal. No Tingkat Kesukaran Keterangan

1 > 70% Soal mudah

2 30% - 70% Soal sedang

3 < 30% Soal sukar

Sumber: Arikunto (2007:210). I. Teknik Analisis Data

1. Uji Gain (Peningkatan) Prestasi Belajar

Uji gain adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui seberapa besar peningkatan prestasi belajar siswa sebelum dan sesudah dilaksanakan proses pembelajaran, adapun rumus gain adalah:

= ( )

Keterangan: g = gain Spost = postes Spre = pretes

Smax = Nilai maksimum pretes dan postes

Klasifikasi gain (peningkatan) prestasi belajar siswa dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.8. Klasifikasi Gain.

No Nilai Gain (g) Keterangan

1 > 0,7 Tinggi

2 0,3 – 0,7 Sedang

3 < 0,3 Rendah


(55)

46

2. Uji Normalitas

Uji normalitas merupakan syarat pertama yang harus dipenuhi untuk melakukan uji hipotesis dengan uji t. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran data sampel yang akan dianalisis berdistribusi normal atau tidak. Kelompok yang akan diuji normalitasnya berjumlah dua kelompok, yang masing-masing terdiri dari: a. Kelompok siswa yang diberi perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe

NHT dengan menggunakan media peta (kelompok eksperimen).

b. Kelompok siswa yang diberi perlakuan metode ceramah (kelompok kontrol). Perhitungan mengenai normalitas dalam penelitian ini menggunakan program SPSS (Seri Program Statistik) versi 20. Dalam hal ini berlaku ketentuan apabila nilai signifikansi (sig.) < 0,05 berarti distribusi sampel tidak normal, apabila nilai signifikansi (sig.) > 0,05 berarti sampel berdistribusi normal (Santoso, 2012:192).

3. Uji Homogenitas

Uji homogenitas merupakan syarat yang kedua untuk melakukan uji hipotesis dengan uji t. Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah kedua data yang diperoleh dari kedua kelompok tersebut memiliki varians yang sama atau sebaliknya (Arikunto, 2002:136). Perhitungan mengenai homogenitas dalam penelitian ini menggunakan program SPSS versi 20.

Dalam hal ini berlaku ketentuan apabila nilai signifikansi (sig.) < 0,05 berarti data berasal dari populasi-populasi yang mempunyai varians tidak sama, apabila nilai signifikansi (sig.) > 0,05 berarti data berasal dari populasi-populasi yang mempunyai varians sama (Santoso, 2012:193).


(56)

47

4. Uji Hipotesis a. Uji T

Dalam penelitian ini uji t yang digunakan adalah uji t dua sampel bebas (independent sample t test). Menurut Santoso (2012:251) pada prinsipnya tujuan uji dua sampel adalah ingin mengetahui apakah ada perbedaan rata-rata (mean) antara kedua sampel tersebut. Uji t dua sampel bebas digunakan untuk menguji hipotesis pertama, kedua, dan keempat. Data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data dianalisis secara bertahap sesuai dengan tujuan penelitian. Untuk dapat menguji dengan uji t dua sampel bebas (independent sample t test) dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Mengumpulkan data prestasi belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

b. Memberi skor setiap data siswa sesuai dengan ketentuan yang telah dibuat lebih dulu, kemudian data tersebut dirangkum dalam bentuk tabel.

c. Menentukan skor rerata dan standar deviasi dari data yang diperoleh dari masing-masing kelompok dalam bentuk tabel.

d. Melakukan uji normalitas. Uji normalitas dilakukan terhadap seluruh sel yang ada, baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Uji normalitas ini dilakukan untuk mengetahui kenormalan kelompok data (skor).

e. Melakukan uji homogenitas.

f. Melakukan uji hipotesis, dalam perhitunganya menggunakan program SPSS versi 20.


(57)

48

b. Uji Efektivitas Pembelajaran

Untuk hipotesis keempat, dilakukan uji efektivitas pembelajaran. Menurut Uno dan Mohammad (2012:190) indikator pembelajaran efektif dapat diketahui dari prestasi belajar siswa yang baik. Petunjuk keberhasilan belajar siswa dapat dilihat bahwa siswa tersebut menguasai materi pelajaran yang diberikan. Selanjutnya, tingkat penguasaan materi dalam konsep belajar tuntas menurut Trianto (2011:241) adalah ketuntasan klasikal, yaitu pembelajaran dapat dikatakan tuntas

jika dalam suatu kelas terdapat ≥ 85% siswa yang telah tuntas belajarnya. Nilai

KKM mata pelajaran geografi kelas XI IPS SMA Negeri 3 Bandar Lampung adalah 72. Siswa yang memiliki nilai ≥ 72 berarti dikatakan tuntas belajarnya. Sedangkan siswa yang memiliki nilai < 72 berarti dikatakan tidak tuntas belajar. Untuk mengukur ketuntasan klasikal digunakan rumus presentase yaitu:

% = x 100%

Keterangan: % : presentase

f : jumlah siswa yang tuntas belajar N : jumlah seluruh siswa dalam satu kelas

Dengan kriteria jika dalam suatu kelas terdapat ≥ 85% siswa yang telah tuntas

belajarnya maka pembelajaran tersebut dikatakan efektif. Begitu pula jika terdapat < 85% siswa yang telah tuntas belajarnya maka pembelajaran tersebut dikatakan tidak efektif.


(58)

49

J. Hipotesis Statistik 1. Hipotesis Pertama

Ho : Tidak ada perbedaan rata-rata nilai pretes antara kelas yang diberi perlakuan model pembelajaran NHT menggunakan media peta dan kelas yang diberi metode ceramah.

Ha : Ada perbedaan rata-rata nilai pretes antara kelas yang diberi perlakuan model pembelajaran NHT menggunakan media peta dan kelas yang diberi metode ceramah.

Dapat ditulis hipotesis statistiknya sebagai berikut: Ho : µ1 = µ2

Ha : µ1 ≠ µ2 Kriteria pengujian:

 Jika probabilitas (sig.) > 0,025 maka Ho diterima, sebaliknya jika probabilitas (sig.) < 0,025 maka Ho ditolak; atau

 Jika t hitung > t tabel maka Ho ditolak dengan taraf kepercayaan 5% (α = 0,05), sebaliknya jika t hitung < t tabel maka Ho diterima (Rusman, 2011:94).

2. Hipotesis Kedua

Ho : Rata-rata nilai postes pada kelas yang diberi perlakuan model pembelajaran NHT menggunakan media peta lebih rendah dibandingkan dengan kelas yang diberi metode ceramah.

Ha : Rata-rata nilai postes pada kelas yang diberi perlakuan model pembelajaran NHT menggunakan media peta lebih tinggi dibandingkan dengan kelas yang diberi metode ceramah.


(1)

48 b. Uji Efektivitas Pembelajaran

Untuk hipotesis keempat, dilakukan uji efektivitas pembelajaran. Menurut Uno dan Mohammad (2012:190) indikator pembelajaran efektif dapat diketahui dari prestasi belajar siswa yang baik. Petunjuk keberhasilan belajar siswa dapat dilihat bahwa siswa tersebut menguasai materi pelajaran yang diberikan. Selanjutnya, tingkat penguasaan materi dalam konsep belajar tuntas menurut Trianto (2011:241) adalah ketuntasan klasikal, yaitu pembelajaran dapat dikatakan tuntas jika dalam suatu kelas terdapat ≥ 85% siswa yang telah tuntas belajarnya. Nilai KKM mata pelajaran geografi kelas XI IPS SMA Negeri 3 Bandar Lampung adalah 72. Siswa yang memiliki nilai ≥ 72 berarti dikatakan tuntas belajarnya. Sedangkan siswa yang memiliki nilai < 72 berarti dikatakan tidak tuntas belajar. Untuk mengukur ketuntasan klasikal digunakan rumus presentase yaitu:

% = x 100%

Keterangan: % : presentase

f : jumlah siswa yang tuntas belajar N : jumlah seluruh siswa dalam satu kelas

Dengan kriteria jika dalam suatu kelas terdapat ≥ 85% siswa yang telah tuntas belajarnya maka pembelajaran tersebut dikatakan efektif. Begitu pula jika terdapat < 85% siswa yang telah tuntas belajarnya maka pembelajaran tersebut dikatakan tidak efektif.


(2)

49 J. Hipotesis Statistik

1. Hipotesis Pertama

Ho : Tidak ada perbedaan rata-rata nilai pretes antara kelas yang diberi perlakuan model pembelajaran NHT menggunakan media peta dan kelas yang diberi metode ceramah.

Ha : Ada perbedaan rata-rata nilai pretes antara kelas yang diberi perlakuan model pembelajaran NHT menggunakan media peta dan kelas yang diberi metode ceramah.

Dapat ditulis hipotesis statistiknya sebagai berikut: Ho : µ1 = µ2

Ha : µ1 ≠ µ2

Kriteria pengujian:

 Jika probabilitas (sig.) > 0,025 maka Ho diterima, sebaliknya jika probabilitas (sig.) < 0,025 maka Ho ditolak; atau

 Jika t hitung > t tabel maka Ho ditolak dengan taraf kepercayaan 5% (α = 0,05), sebaliknya jika t hitung < t tabel maka Ho diterima (Rusman, 2011:94).

2. Hipotesis Kedua

Ho : Rata-rata nilai postes pada kelas yang diberi perlakuan model pembelajaran NHT menggunakan media peta lebih rendah dibandingkan dengan kelas yang diberi metode ceramah.

Ha : Rata-rata nilai postes pada kelas yang diberi perlakuan model pembelajaran NHT menggunakan media peta lebih tinggi dibandingkan dengan kelas yang diberi metode ceramah.


(3)

50 Dapat ditulis hipotesis statistiknya sebagai berikut:

Ho : µ1 < µ2 Ha : µ1 > µ2

Kriteria pengujian:

 Jika probabilitas (sig.) > 0,05 maka Ho diterima, sebaliknya jika probabilitas (sig.) < 0,05 maka Ho ditolak; atau

 Jika t hitung > t tabel maka Ho ditolak dengan taraf kepercayaan 5% (α = 0,05), sebaliknya jika t hitung < t tabel maka Ho diterima (Rusman, 2011:94).

3. Hipotesis Ketiga

Ho : Model pembelajaran NHT menggunakan media peta kurang efektif dibandingkan dengan metode ceramah pada mata pelajaran geografi kelas XI IPS SMA Negeri 3 Bandar Lampung.

Ha : Model pembelajaran NHT menggunakan media peta lebih efektif dibandingkan dengan metode ceramah pada mata pelajaran geografi kelas XI IPS SMA Negeri 3 Bandar Lampung.

Dapat ditulis hipotesis statistiknya sebagai berikut: Ho : µ1 < µ2

Ha : µ1 > µ2

Dengan kriteria jika ketuntasan belajar kelas eksperimen kurang dari kelas kontrol maka Ho diterima, sebaliknya jika ketuntasan belajar kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol maka Ho ditolak.


(4)

51 4. Hipotesis Keempat

Ho : Gain (peningkatan) prestasi belajar geografi pada kelas yang diberi perlakuan model pembelajaran NHT menggunakan media peta lebih rendah dibandingkan dengan kelas yang diberi metode ceramah.

Ha : Gain (peningkatan) prestasi belajar geografi pada kelas yang diberi perlakuan model pembelajaran NHT menggunakan media peta lebih tinggi dibandingkan dengan kelas yang diberi metode ceramah.

Dapat ditulis hipotesis statistiknya sebagai berikut: Ho : µ1 < µ2

Ha : µ1 > µ2

Kriteria pengujian:

 Jika probabilitas (sig.) > 0,05 maka Ho diterima, sebaliknya jika probabilitas (sig.) < 0,05 maka Ho ditolak; atau

 Jika t hitung > t tabel maka Ho ditolak dengan taraf kepercayaan 5% (α = 0,05), sebaliknya jika t hitung < t tabel maka Ho diterima (Rusman, 2011:94).


(5)

102

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 2002. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Arifin, Zainal. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta:Rineka Cipta.

________________. 2007. Dasar-DasarEvaluasiPendidikan. Jakarta:BumiAksara.

Ariwibowo, Yoga. 2007. Geografi untuk SMA/MA. Jakarta: Ganeca.

Djamarah, SyaifulBahri. 2005.Guru danAnakDidikdalamInteraksiEdukatif. Jakarta: RinekaCipta.

Hamalik, Oemar. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Hasibuan dan Moedjiono. 2008. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Huda, Miftahul. 2011. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Komalasari, Kokom. 2011. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung: Refika Aditama.

Lie, Anita. 2010. Cooperative Learning Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: Gramedia.

Munadi, Yudhi. 2008. Media Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada Press.

Pribadi, Benny Agus. 2010. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat.

Riyanto, Yatim. 2010. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana. Rosana. 2003. BahanAjarKartografi. Bandar Lampung: Universitas Lampung. Rusman, Tedi. 2011. Modul Aplikasi Statistik Penelitian dengan SPSS. Bandar


(6)

Sadiman, Arif dkk. 2002. Media Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Santoso, Singgih. 2012. Panduan Lengkap SPSS Versi 20. Jakarta: Elex Media

Komputindo.

Slavin, Robert E. 2005. Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media.

Solihatin, Etin dan Raharjo. 2007. Cooperative Learning. Jakarta: Bumi Aksara. Sudijono, Anas. 2012. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: RajaGrafindo

Persada.

Sudjana, Nana dan Ibrahim. 2010. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Sugiyono. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D. Bandung:Alfabeta.

Sumaatmadja, Nursid. 2001. Metodologi Pengajaran Geografi. Jakarta: Bumi Aksara.

Sumadi. 2003. Filsafat Geografi. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Sumarmi. 2012. Model-model Pembelajaran Geografi. Malang: Aditya Media Publishing.

Thobroni, Muhammad dan Mustofa. 2011. Belajar & Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-ruz Media.

Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana.

Tu’u, Tulus. 2004. Peran Disiplin Pada Perilaku dan Prestasi Siswa. Jakarta: Gramedia.

Uno, Hamzah B. dan Mohammad, Nurdin. 2012. Belajar dengan Pendekatan Pailkem. Jakarta: Bumi Aksara.

Waluya, Bagja. 2009. Geografi SMA/MA Untuk Kelas X, Semester 1 dan 2. Jakarta: Armico.

Karya Ilmiah

Nurdin, Muhammad. 2012.

PerbedaanPeningkatanPrestasiBelajarMatematikaSiswaDenganKemampuan AwalBerbedaMelaluiPembelajaranKooperatif Di SMAN 1 Purbolinggo.Bandar Lampung:Universitas Lampung.


Dokumen yang terkait

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe numbered head together (NHT) terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep fluida dinamis

0 8 192

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 5 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 15 67

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 5 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 18 64

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR GEOGRAFI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT DAN TIPE NHT BERDASARKAN KEMAMPUAN AWAL SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 12 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 18 67

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP PRESTASI BELAJAR GEOGRAFI SISWA SMA AL-AZHAR 3 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2013-2014

0 5 71

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP PRESTASI BELAJAR GEOGRAFI SISWA SMA AL-AZHAR 3 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2013-2014

0 5 70

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together terhadap Hasil Belajar Fiqih dalam pokok bahasan Riba, Bank, dan Asuransi. (Kuasi Eksperimen di MA Annida Al Islamy, Jakarata Barat)

0 13 150

PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR AKUNTANSI SISWA XI IPS 2 SMA NEGERI 3 BOYOLALI TAHUN AJARAN 2012/2013.

0 0 8

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR SOSIOLOGI SISWA KELAS XI IPS 2 SMA NEGERI 7 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2012/2013.

0 1 12

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN AKUNTANSI MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT (NUMBERED HEADS TOGETHER) KELAS XI IPS SMA NEGERI 3 SRAGEN TAHUN AJARAN 2012/2013.

0 0 19