1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap
masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan
kemiskinan. Pembangunan pada hakekatnya harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan, tanpa
mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok sosial yang ada di dalamnya, untuk bergerak maju menuju
suatu kondisi kehidupan yang lebih baik, secara material maupun spiritual Todaro, 2000.
Kesenjangan pembangunan antara kawasan di Indonesia sangat nyata Pendekatan pembangunan yang sentralistik pada kenyataannya telah banyak
menciptakan ketimpangan antara kaya dan miskin, ketimpangan antar daerah, dan ketimpangan antara desa dan kota. Memperhatikan kenyataan ini maka banyak
negara berkembang telah mengalihkan perhatiannya terhadap strategi pembangunan yang mengarah kepada kebijakan pembangunan yang
desentralistik. Menurut Kartasasmita Dalam Waryono, 1999, kesenjangan pembangunan antara Kawasan Barat Indonesia KBI dengan Kawasan Timur
Indonesia KTI cukup signifikan. KBI yang mempunyai luas wilayah 32 persen dari luas wilayah Indonesia dengan jumlah penduduk 82 persen dari jumlah
penduduk telah menikmati kue pembangunan yang cukup besar. Di lain pihak, KTI yang memiliki luas wilayah 68 persen dari luas wilayah nasional dengan
jumlah penduduk 18 persen dari jumlah penduduk nasional hanya memperoleh lebih sedikit kue pembangunan.
Ketimpangan yang terjadi pada saat pelaksanaan pembangunan yang telah berjalan selama kurun waktu memasuki dasa warsa ke lima ini jelas tidak wajar.
Upaya untuk mengatasi kesenjangan pembangunan ternyata mengalami hambatan yang cukup serius dengan terjadinya krisis ekonomi nasional sebagai akibat dari
lemahnya fundamen ekonomi yang rentan terhadap perubahan perekonomian global. Pertumbuhan ekonomi yang selama ini diindikasikan sebagai performance
keberhasilan pembangunan telah mengalami penurunan. Upaya mengatasi persoalan pembangunan, khususnya masalah
kesenjangan distribusi pendapatan, sebenarnya bukan merupakan hal yang baru. Negara-negara berkembang dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi ternyata belum memberikan pengaruh yang berarti bagi kesejahteraan masyarakat, bahkan terjadi penururnan tingkat kehidupan riil. Tingkat
pengangguran dan pengangguran semu meningkat di daerah pedesaan dan perkotaan, ketimpangan distribusi pendapatan antara kaum kaya dan kelompok
miskin, dan ketimpangan regional telah melahirkan kesenjangan yang semakin melebar Yustika, 2004:23.
Pembangunan pada hakekatnya adalah suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik dengan indikator meningkatnya kesejahteraan ekonomi dan sosial
masyarakat melalui pelaksanaan program dan kegiatan. Selaras dengan semangat
perubahan, saat ini sedang berkembang paradigma pelaksanaan pembangunan, yaitu setiap program kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah hendaknya dilaksanakan secara transparan dan tingkat keberhasilan pelaksanaan program dan kegiatan hendaknya terukur. Pembangunan
daerah yang merupakan sub sistem pembangunan nasional, dan juga merupakan agen pembangunan nasional di daerah selain melaksanakan pembangunan untuk
dirinya sendiri, juga bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat di daerah yang selaras dengan tujuan pembangunan secara
nasional. Untuk tercapainya tujuan tersebut, berbagai alokasi sumber daya
pembangunan yakni sumber daya alam, sumber daya manusia, kapital dan teknologi telah dimanfaatkan secara maksimal namun hasil-hasil yang dicapai
ternyata masih menimbulkan kesenjangan, baik antar daerah, antar kawasan, antar sektor, antar golongan, maupun antar kota dan desa. Pelaksanaan pembangunan
selama ini, sekalipun telah menunjukkan hasil yang positif namun masih banyak dirasakan adanya inefisiensi alokasi sumber daya ekonomi.
Demikian pula halnya untuk daerah Bali yang memiliki luas wilayah sebesar 5.636,66 km
2
atau 0,29 persen dari luas wilayah kepulauan Indonesia di mana 95 persen dari total investasi masyarakat melalui Penanaman Modal Asing
PMA dan Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN terkonsentrasi di Kabupaten Badung dan Kota Madya Denpasar Data Bali Membangun, 2007:VII-
99. Secara sektoral, hampir 80 persen dari investasi total tersebut ada di sektor pariwisata.
Untuk perekonomian daerah Bali, berbagai perubahan telah dialami menjadikan pertumbuhan ekonomi Bali mengalami pasang surut. Krisis ekonomi
dan moneter tahun 1998 di susul bom Bali I tahun 2002, bom Bali II tahun 2005, dan merebaknya penyakit flu burung serta krisis keuangan global menyebabkan
perekonomian Bali pertumbuhannya tidak stabil BPS Bali, 2008. Sebelum terjadi krisis ekonomi dan moneter tahun 1998, ekonomi Bali pernah mengalami
pertumbuhan rata-rata 7 persen. Namun pasca krisis, ekonomi Bali mengalami keterpurukan atau kontraksi minus 4,04 persen. Upaya pemulihan yang dilakukan
berangsur-angsur perekonomian Bali bangkit dari keterpurukan tumbuh mencapai 0,67 persen di tahun 1999 dan 3,05 persen di tahun 2000. Pada tahun 2006,
pertumbuhan ekonomi Bali sebesar 5,28 persen mengalami perlambatan dari tahun sebelumnya sebesar 5,56 persen. Perlambatan ini merupakan dampak
langsung bom Bali II tahun 2005. Adanya krisis global yang menimpa Amerika Serikat dan Eropa tahun
2008 menimbulkan kekhawatiran terhadap perekonomian Indonesia pada umumnya dan perekonomian Bali pada khususnya. Namun, kekhawatiran tersebut
tidak terbukti dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi Bali di tahun 2008 menjadi 5,97 persen jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi Bali di tahun 2007
yang tumbuh sebesar 5,92 persen. Pertumbuhan ekonomi Bali lima tahun terakhir mengalami peningkatan di atas pertumbuhan ekonomi nasional dengan rata-rata
meningkat sebesar 6,07 persen. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum membaiknya kinerja perekonomian Bali.
Kota Denpasar merupakan salah satu daerah tingkat dua di Provinsi Bali memiliki jumlah penduduk pada pertengahan tahun 2013 sebesar 833.900 jiwa
atau 18,66 persen dari total penduduk di Provinsi Bali yang menjadikan Denpasar sebagai daerah dengan penduduk terbanyak sekaligus terpadat di Bali, Kota
Denpasar mengalami tantangan tersendiri dalam membentuk PDRB per kapitanya. Salah satu penyebab besarnya jumlah penduduk Kota Denpasar adalah
tingginya arus pendatang. Daya tarik Kota Denpasar sebagai ibu kota provinsi mendorong penduduk daerah lain untuk tinggal di Denpasar baik untuk mecari
pekerjaan maupun untuk keperluan lain seperti halnya untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik.
Tingginya arus pendatang tentu membawa permasalahan yang sangat komplek. Daya saing ekonomi yang cukup tinggi serta kedatangan para pendatang
yang sering kali tidak disertai dengan keahlian yang cukup justru membawa pada permasalahan baru bagi perekonomian Kota Denpasar. Oleh karena itu, meskipun
dengan sumbangan PDRB sebesar 18,86 persen dari total PDRB Provinsi Bali , jumlah dan pertumbuhan penduduk yang tinggi menjadikan tugas khusus bagi
Kota Denpasar untuk terus meningkatkan kesejahteraanya melalui peningkatan PDRB per kapitanya.
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, secara umum perekonomian Bali dan Kota Denpasar mengalami peningkatan dengan pola yang sama. Hal ini
menunjukkan perekonomian Kota Denpasar yang sekaligus sebagai Ibu Kota Provinsi Bali memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap kinerja
perekonomian Bali. Laju pertumbuhan ekonomi Kota Denpasar paling tinggi terjadi pada tahun 2012 yang disumbangkan dari sektor tersier sebesar 5,73
persen, sektor sekunder sebesar 1,27 persen, dan sektor primer hanya sebesar 0,18 persen. Hanya pada tahun 2013 mengalami perlambatan sebesar 6,54 persen dari
7,18 persen pada tahun 2012. Jadi, struktur perekonomian Kota Denpasar selama kurun waktu memasuki dasa warsa kelima mengalami pertumbuhan yang
tidak seimbang yang didominasi oleh sektor tersier. Gambaran kinerja ekonomi Provinsi Bali dan Kota Denpasar disajikan pada gambar berikut.
Gambar 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Bali dan Kota Denpasar Tahun 2009- 2013
Sumber: Publikasi BPS Provinsi Bali Dan Kota Denpasar Tahun 2014
1.2 Rumusan Masalah