Manfaat Penelitian Parasitoid Telur Penggerek Batang Padi

4 2. Diskripsi hubungan antara dinamika populasi parasitoid telur dengan populasi penggerek batang padi kuning di lapang sebagai dasar penetapan parasitotid telur sebagai agens pengendalian alami hama penggerek batang padi kuning antar ruang dan waktu 3. Deskripsi respon parasitoid telur terhadap kepadatan popualsi penggerek batang padi kuning sebagai parasitoid potensial dalam pengaturan populasi penggerek batang padi kuning di lapang. 4. Manuscript untuk dipresentasikan pada pertemuan ilmiah nasional atau internasional 5. Manuscript untuk dipublikasikan di Jurnal nasional terakreditasi atau jurnal internasional.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat dipakai dasar untuk pengembangan taktik dan strategi pengendalian hayati hama penggerek batang padi kuning. 5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penggerek Batang Padi Kuning

S. incertulas

2.1.1 Klasifikasi

Dhuyo 2009 mengklasifikasikan penggerek batang padi kuning sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Klas : Insecta Ordo : Lepidoptera Familia : Pyralidae Genus : Scirpophaga Spesies :

S. incertulas

Walker Gambar 2.1 Gambar 2.1. Penggerek Batang Padi Kuning Scirpophaga incertulas Walker Penggerek batang padi kuning disebut dengan berbagai nama. Kapur 1964 menyatakan bahwa pada tahun 1863 penggerek batang padi kuning dikenal dengan nama Chilo incertulas Walker, Scirpophaga punctellus Zeller, Scirpophaga minutellus Zeller dan Tipanaea bipunctifera Walker, kemudian tahun 1864 dikenal dengan nama Chilo gratiosellus Walker dan tahun 1880 bernama Apurima gratiosella Butler. Pada tahun 1895 - 1896 dikenal dengan nama Scirpophaga Walker dan digunakan sampai tahun 1958. Tahun 1960 dikenal dengan nama Tryporyza incertulas Walker dan tahun 1963 diberi nama Schoenobius incertulas Walker. Tahun 1977 penggerek batang padi dikenal dengan nama yellow rice borer atau yellow stem borer Pathak, 1977. Tahun 6 1991 dikenal kembali dengan nama Scirpophaga incertulas Walker sampai saat ini Dhuyo, 2009.

2.1.2. Morfologi

Kelompok telur penggerek batang padi kuning berbentuk oval berwarna putih kekuningan dan tertutup oleh bulu halus berwarna kecoklatan Gambar 2.1. Telur berukuran panjang 0,6±0,03dan lebarnya 0,43±0,02mm sedangkan kelompok telurnya berukuran panjang 5,6±1,36dan lebar 3,37±0,7mm Hugar et al ., 2009. Larva yang baru menetas berwarna hijau kekuningan dan kepalanya berwarna gelap. Larva instar kedua, ketiga dan keempat berwarna putih krim dan kepalanya berwarna hitam. Larva terdiri dari lima instar. Larva instar akhir berwarna putih kotor dengan panjang tubuh 19,9±0,30mm.Pupa berwarna coklat gelap. Panjang tubuhnya 12.61 ±1,30mm Hugar et al ., 2009. Imago penggerek batang padi kuning mempunyai ukuran panjang tubuh berkisar antara 13-16 mm. Imago jantan berukuran lebih kecil dari betina dengan sayap berwarna kuning jerami. Pada imago betina, sayap depannya memiliki bintik hitam Gambar 2.1, sedangkan pada imago jantan bintik tersebut berwarna kecoklatan atau tampak samar-samar Reissig et al ., 1986; Hugar et al ., 2009.Panjang sayap jantan saat membuka berukuran 21 mm dan yang betina berukuran 30 mm Kalshoven, 1981

2.1.3. Biologi

Imago penggerek batang padi kuning aktif pada malam hari antara pukul 19.00-22.00 dan siang hari bersembunyi di bawah daun tanaman padi. Imago tertarik cahaya dan mempunyai daya terbang yang kuat berkisar antara 6-10 km. Aktivitas imago penggerek mencapai puncaknya pada suhu 21,6 - 30,6 C, pada kelembapan nisbi 82,7 di daerah tropis Kalshoven, 1981. Perkembangan hama tersebut dapat terus terjadi apabila terdapat pertanaman padi pada tiap musim tanam. Agus 1991 menyatakan bahwa sesaat setelah imago muncul, segera berkopulasi dan siap meletakkantelur. Kopulasi hanya terjadi sekali tetapi peletakan telur dapat berlangsung tiga sampai lima hari. Peletakan telur berlangsung berkisar antara 10-35 menit dalam bentuk kelompok-kelompok. Kelompok telur diletakkan pada bagian ujung daun bendera, pada permukaan atas 7 daun dekat pucuk atau pada permukaan bawah daun. Agus 1991 juga menyatakan bahwa banyaknya telur per kelompok bervariasi tergantung dari daerahnya Gambar 2.2. Di Indonesia banyaknya telur per kelompok berkisar antara 50-150 butir, sedangkan di Filipina antara 36-95 butir. Kalshoven 1981 melaporkan bahwa seekor imago betina mampu bertelur sebanyak 200-300 butir, sementara Pathak 1977 hanya 100-200 butir dan Hugar et al. 2009 adalah159,3±39,8 butir . Telur-telur sebelum menetas berubah warna menjadi gelap dengan bintik hitam Agus,1991. Kalshoven 1981 menyatakan bahwa stadium telur berkisar antara 4-5 hari dengan suhu optimum untuk penetasan telur antara 25 -32 C pada kelembapan nisbi 85, sedangkan Hugar et al . 2009 menemukan bahwa lama stadium telur 6,5 hari. Larva yang baru menetas membuat dua sampai tiga lubang pada bulu sisik kelompok telur atau dari dasar kelompok telur dengan melubangi daun padi. Larva tersebut akan menggerek jaringan daun atau seludang daun sebelum masuk ke arah titik tumbuh. Perkembangan larva berlangsung antara 22-43 hari pada suhu optimum sekitar 17-35 C Wijaya, 1992, sedangkan menurut Hugar et al . 2009 periode larva berlangsung selama 28,7± 1.10hari. Sesaat sebelum membentuk pupa, larva instar akhir membuat lubang keluar pada ruas pangkal batang dekat permukaan tanah atau air. Lubang tersebut kemudian ditutupi dengan benang sutera. Stadium pupa beragam, berkisar antara 8-14 hari Soehardjan, 1976 dan 8,6± 0,49hari Hugar et al ., 2009. Gambar 2.2 Kelompok telur penggerek yang belum a dan sudah terparasit b Sumber : Chakraborty, 2012 a b 8 Imago muncul dari bagian tanaman padi setinggi 12,5 cm dari permukaan air. Kemampuan hidupnya berkisar antara 5-7 hari Kalshoven, 1981. Hugar et al . 2009 menyatakan bahwa rata-rata kemampuan hidup imago betina adalah 68,3± 3,07 jam dan 59,0± 0,71 jam untuk imago jantan. Total siklus hidupnya adalah 42,8± 1,73 hari.

2.1.4 Ekologi

Populasi penggerek batang padi sangat dipengaruhi oleh keadaan musim. Pada curah hujan tinggi serangga hama banyak yang mati. Demikian juga pada suhu dan kelembaban tinggi penggerek batang padi tidak dapat bertahan hidup.Meningkatnya populasi penggerek batang padi di suatu daerah dapat disebabkan oleh tersedianya tanaman padi secara terus-menerus.Umur tanaman juga mempengaruhi tingkat populasi hama penggerek batang padi. Larva penggerek batang padi lebih menyukai tanaman padi muda dibandingkan dengan tanaman padi tua. Menurut Israel dalam Supartha et al ., 1991, kondisi tanaman pada fase generatif secara anatomis mempunyai jaringan sklerenkim lebih tebal, ikatan vaskuler lebih rapat dan batang lebih keras sehingga larva penggerek batang padi sering mengalami kegagalan dalam menggerek. Kandungan nutrisi tanaman pada fase generatif juga menurun sehingga cenderung kurang disukai oleh larva. Perubahan beberapa cara bercocok tanam padi juga berpengaruh terhadap populasi hama. Perubahan tersebut seperti jarak tanam, penggunaan varietas baru dan pemupukanmempengaruhi perkembangan populasi hama dan tingkat kerusakan dari waktu ke waktu Wijaya, 1992.

2.1.5 Gejala Serangan

Gejala serangan yang ditimbulkan oleh penggerek batang padi dikenal dengan sundep dan beluk. Penyebabnya dapat di identifikasi setelah mencabut dan membuka bagian tanaman yang terserang. Larva yang baru menetas membuat lubang pada sisik bulu yang menutupi kelompok telur. Larva menggerek dan memakan bagian dalam batang sambil memotong titik tumbuhnya. Gejala sundep terjadi apabila hama menyerang padi fase vegetatif. Pangkal daun muda terpotong,daun akan layu kemudian mengering dan mudah sekali untuk dicabut. Sedangkan gejala beluk terjadi pada fase generatif yakni waktu tanaman padi mulai bunting atau berbunga sehingga malai akan terpotong. Malai 9 menjadi hampa dan berwarna putih serta berdiri tegak akibat terhambatnya mineral dari dalam tanah yang akan digunakan untuk proses fotosintesis Dhuyo, 2009.

2.1.6 Pengendalian

Pengendalian penggerek batang padi dilakukan dengan berbagai cara. Cara terbaik untuk memenuhi harapan tersebut adalah dengan PHT yaknicara pengendalian secara terintegrasi dan ramah lingkungan. Pengendalian hayati merupakan satu komponennya Untung, 2002. Pengendalian hayati merupakan fenomena alamiah yakni pengaturan kelimpahan serangga hama oleh musuh alami Kartosuwondo, 1995. DeBach 1971 menyatakan bahwa pengendalian hayati adalah aktivitas parasitoid, predator dan patogen dalam mengendalikan kepadatan populasi hama. Kartosuwondo 1995 menyatakan bahwa pengendalian hayati mempunyai beberapa kelebihan antara lain mempunyai selektivitas yang tinggi, organisme yang digunakan sudah ada di alam, tidak menimbulkan hama baru, hama tidak menjadi resisten dan tidak menghasilkan pengaruh samping yang buruk seperti halnya penggunaan insektisida. Namun demikian, pengendalian hayati mempunyai beberapa kekurangan antara lain kemampuan agen hayati menekan populasi hama terbatas, pencarian agen hayati yang tepat cukup rumit, tidak semua agen biotik dapat dibiakkan di laboratorium, pengendalian hayati memerlukan waktu yang lama dan penerapan cara pengendalian hayati membutuhkan tenaga yang terampil.

2.2 Parasitoid Telur Penggerek Batang Padi

Menurut Supartha 2001, musuh alami yang sering dijumpai berasosiasi dengan hama penggerek batang padi adalah dari golongan parasitoid telur yaitu, Trichogrammajaponicum Ashm Hymenoptera: Trichogrammatidae, Telenomus rowani Gahan Hymenoptera: Scelionidae dan Tetrastichus schoenobii Ferr Hymenoptera: Eulophidae. 2.2.1. Trichogrammajaponicum Ashm Daerah sebarannya mencakup Madagaskar, Indonesia, Malaysia, India Filipina, Thailand, Cina, Jepang dan beberapa daerah di Amerika Kalshoven, 1981. Menurut Kalshoven 1981, parasitoid telur T. japonicum Gambar 2.2.1 diklasifikasikan sebagai berikut: 10 Kingdom : Animalia Philum : Arthropoda Klas : Insecta Ordo : Hymenoptera Familia : Trichogrammatidae Genus : Trichogramma Spesies : T. japonicum Ashm. Gambar 2.2.1 T. japonicum Foto: Sumiartha Parasitoid T. japonicum mengalami metamorfosis sempurna dan merupakan parasitoid dengan ukuran imago terkecil dari ketiga spesies parasitoid telur penggerek batang padi. Panjang badannya kurang lebih satu mm. Panjang sayap 0,8 mm dengan rambut pada sisinya. Imago jantan pada bagian ujung antena memiliki rambut seperti sisir, sedangkan imago betina tidak. Imago T. japonicum mampu mendeteksi peletakan telur penggerek dengan radius 10 meter Trichoplus, 2000 Telur diletakkan kira-kira 24-48 jam setelah imago parasitoid muncul Agus, 1991. Budana 1996 menyatakan bahwa satu hari setelah telur diletakkan, telur akan menetas menjadi larva. Masa peneluran memerlukan waktu singkat yakni 1,53 hari. Stadium larva berlangsung selama 4 hari. Larva T.japonicum terdiri dari tiga instar Agus, 1991. Memasuki fase pupa, larva terlebih dahulu mengalami fase prapupa.Fase prapupa T. japonicum terdiri atas fase eonimfa dan pronimfa yang memerlukan waktu 1 -2 hari. Pupa berwarna putih kekuningan dengan bentuk agak memanjang, terdapat penyempitan pada 11 bagian toraks. Pupa berukuran antara 0,44 - 0,62 mm. Siklus hidup parasitoid T. japonicum berkisar antara 7 - 9 hari Agus, 1991. 2.2.2. Telenomus rowani Gahan Penyebarannya meliputi negara Cina, Indonesia, India, Jepang, Malaysia, Thailand, Filipina, Pakistan dan Kamboja Agus, 1991.Kalshoven 1981 mengklasifikasi T.rowani adalah sebagai berikut Gambar 2.2.2 : Kerajaan : Animal Philum : Arthropoda Klas : Insecta Ordo : Hymenoptera Familia : Scelionidae Genus : Telenomus Spesies : Telenomus rowani Gahan. Gambar 2.2.2 T. rowani Foto: Sumiartha T. rowani berwarna hitam kecoklatan dengan panjang tubuh kurang lebih 2 dua mm. Sayap datar sepanjang 0,28 mm terletak pada toraks. Antena berbentuk menyiku, pada ujung antena betina membesar sedangkan pada imago jantan ujungnya simetris. Parasitoid ini tergolong dalam parasitoid solitaria yaitu parasitoid yang hanya meletakkan satu telur pada inang dan berkembang sampai dewasaKalshoven, 1981. Seekor imago betina memproduksi telur sekitar 143-275 butir Clausen, 1940. Stadium telur kurang lebih 9 jam Budana, 1996.Telur T. rowani diletakkan pada inang yang berumur 1 -2 hari. Larva berwarna putih susu, 12 berukuran panjang antara 0,69-0,76 mm. Stadium larva berlangsung selama 6-7 hari.Pupa berwarna kehitaman, berukuran 0,65 - 0,76 mm dengan caput, toraks, abdomen dan tungkai yang sudah tampak. Stadium pupa berlangsung selama 3-4 hari, kemudian dilanjutkan dengan stadium imago.Imago jantan muncul terlebih dahulu daripada betina. Umur imago jantan berkisar antara 1-3 hari dan betina 3 - 5 hari Agus, 1991. 2.2.3 Tetrastichus schoenobii Ferr Kalshoven 1981 mengklasifikasi

T. schoenobii

sebagai berikut Gambar 2.2.3: Kerajaan : Animal Filum : Arthropoda Klas : Insecta Ordo : Hymenoptera Familia : Eulophidae Genus : Tetrastichus Spesies :

T. schoenobii

Ferr. Gambar 2.2.3

T. schoenobii

Foto: Sumiartha Parasitoid telur

T. schoenobii

berwarna biru, hijau metalik atau hijau terang. Caput pendek tumpul dengan rambut halus dan occeli oval. Antena berwarna coklat kehitaman memiliki delapan segmen. Mulut bagian bawah 13 berwarna coklat mengkilat. Thorak berwarna cerah dan lembut, terdapat sayap depan dan sayap belakang berbentuk pedang dengan pinggir melengkung. Abdomen bulat silindris dengan delapan ruas. Ovipositor berwarna coklat kekuningan, sangat pendek dan tebal. Tungkainya berwarna kuning dengan tarsus bersegmen empat. Daur hidupnya berlangsung selama kurang lebih 14 hari Kalshoven, 1981. Seekor imago betina

T. schoenobii

mampu memproduksi 10-60 butir telur. Telur –telur tersebut akan menetas setelah berumur 1-2 hari. Larva berbentuk silindris memanjang. Perkembangan larva

T. schoenobii

terjadi di dalam telur inang. Seekor larva parasitoid

T. schoenobii

dalam menyelesaikan satu siklus hidupnya membutuhkan tiga telur inang. Stadium larva berlangsung selama 7 hari, kemudian larva dewasa membentuk pupa. Stadium pupa berlangsung selama 6 hari, selanjutnyamuncul imago 1 - 2 hari berikutnya IRRI, 1998.

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Parasitoid dan