Epidemiologi Faktor Resiko HIVAIDS

dan mulai memasuki fase laten. Pada fase ini jarang ditemukan virion di plasma sehingga jumlah virion di plasma menurun karena sebagian besar virus terakumulasi di kelenjar limfa dan terjadi replikasi di kelenjar limfa. Pada fase ini, jumlah limfosit T-CD4 menurun hingga sekitar 500 sampai 200 selmm 3 . Fase ketiga adalah fase infeksi kronis. Selama berlangsungnya fase ini, di dalam kelenjar limfa terus terjadi replikasi virus yang diikuti kerusakan dan kematian SDF karena banyaknya virus. Fungsi kelenjar limfa sebagai perangkap virus menurun atau bahkan hilang dan virus masuk ke dalam darah. Respon imun tidak mampu meredam jumlah virion yang berlebihan tersebut. Limfosit semakin tertekan karena intervensi HIV yang semakin banyak. Terjadi penurunan jumlah limfosit T-CD4 hingga di bawah 200 selmm 3 . Penurunan limfosit T ini mengakibatkan sistem imun menurun dan pasien semakin rentan terhadap berbagai macam penyakit infeksi sekunder. Perjalanan penyakit semakin progresif yang mendorong ke arah AIDS. Selain tiga fase tersebut ada periode jendela yaitu periode dimana pemeriksaan tes antibodi HIV masih menunjukkan hasil negatif walaupun virus sudah ada dalam darah pasien dengan jumlah yang banyak. Antibodi yang terbentuk belum cukup terdeteksi melalui pemeriksaan laboratorium karena kadarnya masih belum memadai. Periode jendela sangat penting diperhatikan karena pada periode jendela ini pasien sudah mampu dan potensial menularkan HIV kepada orang lain Nasronudin, 2007.

2.2.5. Epidemiologi

HIV-2 lebih prevalen dibanyak negara di Afrika Barat, tetapi HIV-1 merupakan virus predominan di Afrika bagian tengah dan timur, dan bagian dunia lainnya. Menurut The Joint United Nations Program On HIVAIDS. Diperkirakan bahwa 36,1 juta orang terinfeksi HIVAIDS pada akhir tahun 2000. Dari 36,1 juta kasus 16,4 juta adalah perempuan dan 600.000 adalah anak-anak berusia kurang dari 15 tahun. Infeksi HIV telah menyebabkan kematian pada sekitar 21,8 juta orang sejak permulaan epidemi pada akhir tahun 1970 an sampai awal tahun 1980 an. Belahan dunia yang paling parah terjangkit HIVAIDS adalah Afrika Sub- Universitas Sumatera Utara Sahara; di daerah tersebut diperkirakan 25,3 juta orang dewasa dan anak-anak hidup dengan infeksi dan penyakit pada akhir tahun 2000. Daerah lain di dunia yang mengkhawatirkan adalah Asia Selatan dan Tenggara, diperkirakan 5,8 juta orang hidup dengan HIVAIDS pada periode yang sama Price dan Wilson, 2007. Di Indonesia, dalam triwulan Januari sampai dengan Maret 2010 dilaporkan tambahan kasus AIDS sebanyak 591 kasus di Indonesia. Provinsi Sumatera Utara menduduki peringkat sembilan dengan kasus AIDS sebanyak 485 kasus, setelah Jawa Barat, Jawa Timur, Papua, Jakarta, Bali, Kalimantan Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. Sumatera Utara memiliki prevalensi sebesar 3,71 penderita per 100.000 penduduk. Secara kumulatif kasus AIDS berdasarkan provinsi di Indonesia dari tanggal 1 Januari 1987 sampai dengan 31 Maret 2010 adalah 20564 kasus, dengan kematian sebesar 3936 jiwa Depkes RI, 2010.

2.2.6. Faktor Resiko

Faktor resiko epidemiologis infeksi HIV adalah sebagai berikut : 1. Perilaku beresiko tinggi. • Hubungan seksual dengan pasangan beresiko tinggi tanpa menggunakan kondom, • Pengguna narkotika intravena, terutama bila pemakaian jarum secara bersama tanpa sterilisasi yang memadai, • Hubungan seksual yang tidak aman : multipartner, pasangan seks individu yang diketahui terinfeksi HIV. 2. Mempunyai riwayat infeksi menular seksual. 3. Riwayat menerima transfusi darah berulang tanpa tes penapisan. 4. Riwayat perlukaan kulit, tato, tindik, atau sirkumsisi dengan alat yang tidak disterilisasi Nasronudin, 2007.

2.2.7. Patogenesis