Transmisi Infeksi HIV Patogenesis

Sahara; di daerah tersebut diperkirakan 25,3 juta orang dewasa dan anak-anak hidup dengan infeksi dan penyakit pada akhir tahun 2000. Daerah lain di dunia yang mengkhawatirkan adalah Asia Selatan dan Tenggara, diperkirakan 5,8 juta orang hidup dengan HIVAIDS pada periode yang sama Price dan Wilson, 2007. Di Indonesia, dalam triwulan Januari sampai dengan Maret 2010 dilaporkan tambahan kasus AIDS sebanyak 591 kasus di Indonesia. Provinsi Sumatera Utara menduduki peringkat sembilan dengan kasus AIDS sebanyak 485 kasus, setelah Jawa Barat, Jawa Timur, Papua, Jakarta, Bali, Kalimantan Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. Sumatera Utara memiliki prevalensi sebesar 3,71 penderita per 100.000 penduduk. Secara kumulatif kasus AIDS berdasarkan provinsi di Indonesia dari tanggal 1 Januari 1987 sampai dengan 31 Maret 2010 adalah 20564 kasus, dengan kematian sebesar 3936 jiwa Depkes RI, 2010.

2.2.6. Faktor Resiko

Faktor resiko epidemiologis infeksi HIV adalah sebagai berikut : 1. Perilaku beresiko tinggi. • Hubungan seksual dengan pasangan beresiko tinggi tanpa menggunakan kondom, • Pengguna narkotika intravena, terutama bila pemakaian jarum secara bersama tanpa sterilisasi yang memadai, • Hubungan seksual yang tidak aman : multipartner, pasangan seks individu yang diketahui terinfeksi HIV. 2. Mempunyai riwayat infeksi menular seksual. 3. Riwayat menerima transfusi darah berulang tanpa tes penapisan. 4. Riwayat perlukaan kulit, tato, tindik, atau sirkumsisi dengan alat yang tidak disterilisasi Nasronudin, 2007.

2.2.7. Patogenesis

2.2.7.1. Transmisi Infeksi HIV

Pada awalnya transmisi terjadi dari cara homoseksual dari pasangan pria homoseksual dan biseksual di California, kemudian menyebar ke berbagai negara Universitas Sumatera Utara terutama melalui heteroseksual. Kini transmisi lebih tergeser ke kontak antardarah, cairan tubuh, maupun penggunaan jarum suntik. Berikut beberapa transmisi infeksi HIV : a. Transmisi melalui kontak seksual, kontak seksual merupakan salah satu cara utama transmisi HIV diberbagai belahan dunia. Virus ini dapat ditemukan dalam cairan semen, cairan vagina, dan cairan serviks. Pada kontak seks pervaginal, kemungkinan transmisi HIV dari laki-laki ke perempuan diperkirakan sekitar 20 kali lebih besar daripada perempuan ke laki-laki. Hal ini disebabkan oleh paparan HIV secara berkepanjangan pada mukosa vagina, serviks, serta endometrium dengan semen yang terinfeksi. Transmisi infeksi HIV melalui hubungan seksual lewat anus lebih mudah karena hanya terdapat membran mukosa yang tipis dan mudah robek sehingga anus sering terjadi lesi. b. Transmisi melalui darah atau produk darah, HIV dapat ditransmisikan melalui darah dan produk darah. Terutama pada individu pengguna narkotika intravena dengan pemakaian jarum suntik secara bersama dalam satu kelompok tanpa mengindahkan asas sterilisasi. Dapat juga pada individu yang menerima transfusi darah atau produk darah yang mengabaikan tes penapisan HIV. c. Transmisi secara vertikal, dapat terjadi dari ibu yang terinfeksi HIV kepada janinnya sewaktu hamil, sewaktu persalinan, dan setelah melahirkan melalui pemberian Air Susu Ibu ASI. Diperkirakan penularan ibu kepada janin atau bayi terutama terjadi pada masa perinatal. Hal ini didasarkan saat identifikasi infeksi oleh teknik kultur atau Polymerase Chain Reaction PCR pada bayi setelah lahir. Virus dapat ditemukan dalam ASI sehingga ASI merupakan perantara penularan HIV dari ibu kepada bayi pascanatal. Bila mungkin pemberian ASI oleh ibu yang terinfeksi sebaiknya dihindari. d. Potensi transmisi melalui cairan tubuh lain, Walaupun HIV pernah ditemukan dalam air liur pada sebagian kecil orang yang terinfeksi, tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa air liur dapat menularkan infeksi HIV baik melalui ciuman. Selain itu, air liur dibuktikan mengandung inhibitor terhadap Universitas Sumatera Utara aktivitas HIV. Demikian juga belum ada bukti bahwa cairan tubuh lain misalnya air mata, keringat, dan urine dapat merupakan media transmisi HIV. e. Transmisi pada petugas kesehatan dan petugas laboratorium, meskipun resiko penularan kecil tetapi resiko tetap ada bagi kelompok pekerjaan beresiko terpapar HIV seperti petugas kesehatan, petugas laboratorium, dan orang yang bekerja dengan spesimen atau bahan yang terinfeksi HIV, terutama bila menggunakan benda tajam Nasronudin, 2007.

2.2.7.2. Perlekatan Virus