HUBUNGAN PEMBERIAN EKSTRAK DAUN SENDOK (Plantago major L.) TERHADAP HITUNG EOSINOFIL DARAH TEPI PADA MENCIT Balb C MODEL ASMA ALERGI

(1)

HUBUNGAN PEMBERIAN EKSTRAK DAUN SENDOK (Plantago major L.) TERHADAP HITUNG EOSINOFIL

DARAH TEPI PADA MENCIT Balb/C MODEL ASMA ALERGI

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

SISILIA FITRIA PURNANINGRUM G 0007158

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA


(2)

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul: Hubungan Pemberian Ekstrak Daun Sendok (Plantago major L.) Terhadap Hitung Eosinofil Darah Tepi

pada Mencit Balb/C Model Asma Alergi

Sisilia Fitria Purnaningrum, G0007158, Tahun 2010

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari Selasa, Tanggal 13 Juli, Tahun 2010

Pembimbing Utama

Nama : RP. Andri Putranto, dr., M.Si. ……… NIP : 19630525 199603 1 001

Pembimbing Pendamping

Nama : Martini, Dra., M.Si. ……… NIP : 19571113 198601 2 001

Penguji Utama

Nama : Sri Hartati H, Dra., Apt., SU . ……… NIP : 19490709 197903 2 001

Anggota Penguji

Nama :Ipop Syarifah, Dra., M.Si. ……… NIP : 19560328 198503 2 001

Surakarta, ……….

Ketua Tim Skripsi

Muthmainah, dr., M. Kes. NIP. 19660702 199802 2 001

Dekan FK UNS

Prof. Dr. H. AA. Subijanto, dr., MS. NIP. 19481107 197310 1 003


(3)

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, Juli 2010

Sisilia Fitria Purnaningrum G0007158


(4)

ABSTRAK

Sisilia Fitria Purnaningrum, G0007158, 2010. Hubungan Pemberian Ekstrak

Daun Sendok (Plantago major L.) terhadap Hitung Eosinofil Darah Tepi pada Mencit Balb/C Model Asma Alergi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Tujuan Penelitian: Mengetahui hubungan pemberian ekstrak daun sendok terhadap hitung eosinofil darah tepi pada mencit Balb/C model asma alergi. Metode Penelitian: Eksperimental laboratorik dengan post test only control group design menggunakan 40 ekor mencit Balb/C jantan, dibagi dalam 5 kelompok. Sensitisasi hewan coba hari ke-0 dan 10 dengan 0,15 cc ovalbumin (OVA) dalam Al(OH)3 secara intraperitonial, dilanjutkan hari ke-15, 17, 19, 21 dan 23 dengan OVA secara aerosol selama 20 menit serta hari ke-16, 18, 20, 22 dan 24 dengan sigaret secara aerosol. Hari ke-25 mencit diambil darahnya dari ekor, kemudian dilakukan penghitungan eosinofil dengan apusan darah perwarnaan Wright Giemsa pada 5 lapang pandang. Data dianalisis dengan Uji

Kruskal Wallis menggunakan program SPSS for Window Release 16.0. Tingkat kemaknaan digunakan p<0,05.

Hasil Penelitian: Hitung eosinofil darah tepi kelompok kontrol 3,25 ± 1,83 sel,

asma alergi 5,5 ± 3,74 sel, antihistamin 2,25 ± 1,98 sel,daun sendok 1 mg/mencit 5,25 ± 4,2 sel dan daun sendok 2 mg/mencit 3 ± 2,56 sel. Tidak ada perbedaan hitung eosinofil kelompok kontrol dengan daun sendok 1 mg/mencit (p=0,457), begitu juga antara hitung eosinofil kelompok daun sendok 1 mg/mencit dengan antihistamin (p=0,200).

Simpulan Penelitian: Tidak ada hubungan pemberian ekstrak daun sendok

terhadap hitung eosinofil darah tepi pada mencit Balb/C model asma alergi (p>0,05).


(5)

ABSTARCT

Sisilia Fitria Purnaningrum, G0007158, 2010. Corellation between Daun

Sendok (Plantago major L.) Extract with Eosinophyll Peripheral Blood Count on Balb/C Mice Asthma Allergic Model, Faculty of Medicine, Sebelas Maret Univesity, Surakarta.

Objective: To understand relationship between daun sendok extract with eosinophyll peripheral blood count on Balb/C mice asthma allergic model.

Methods: Experimental laboratoric with post-test only control group design using

40 Balb/C male mice, divided into five groups. Sample was sensitized by 0,15 cc ovalbumin (OVA) in Al(OH)3 on day-0 and day-10 intraperitoneally, continued in day-15, 17, 19, 21 and 23 with OVA aerosolly in 20 minutes, also continued in day-16, 18, 20, 22 and 24 with cigaret aerosolly. In day-25, blood sample was collected from tail , the eosinophyll count was conducted using cell counter after staining a blood smear using Wright Giemsa in 5 view fields. Data analyzed using

SPSS for Window Release 16.0. Statistically significant p<0,05.

Results: Eosinophyll peripheral blood count in control group 3,25 ± 1,83 cells, asthma allergic 5,5 ± 3,74 cells, anti-histamine 2,25 ± 1,98 cells, 1 mg/mice daun sendok extract 5,25 ± 4,2 cells, and 2 mg/mice daun sendok extract 3 ± 2,56 cells. There is no significant difference between control group with daun sendok 1 mg/mice group in eosinophyll count (p=0,457), same as in eosinophyll count between daun sendok 1 mg/mice group with anti-histamine (p=0,200) .

Conclusion: There is no corellation between daun sendok (Plantago major L.)

extract with eosinophyll peripheral blood count on Balb/C mice asthma allergic model (p>0,05).


(6)

PRAKATA

Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Pemberian Ekstrak Daun Sendok terhadap Hitung Eosinofil Darah Tepi pada mencit Balb /C Model Asma Alergi”

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan pengarahan, bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu perkenankanlah dengan setulus hati penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. A.A. Subiyanto, dr., MS. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Muthmainah, dr., M. Kes. selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

3. RP. Andri Putranto, dr., M.Si. selaku Pembimbing Utama yang telah meluangkan waktu dalam membimbing penulis dalam rangka penyelesaian skripsi ini.

4. Martini, Dra., M.Si. selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan banyak bimbingan dan masukan kepada penulis.

5. Sri Hartati H, Dra., Apt., SU. selaku Penguji Utama yang telah berkenan menguji sekaligus memberikan banyak saran dan koreksi bagi penulisan skripsi ini.

6. Ipop Syarifah, Drs., M.Si. selaku Penguji Pendamping yang telah berkenan menguji dan memberikan saran yang berarti bagi penulis.

7. Diding. H. Prasetyo, dr., M.Si. selaku Koordinator Tim Penelitian yang dengan penuh kesabaran meluangkan waktu dan tenaga dalam membimbing, mengarahkan, mengkoreksi, memberi saran, dan nasehat kepada penulis dalam penelitian untuk menyelesaikan skripsi ini.

8. Semua pihak yang telah memberikan bantuan secara langsung maupun tidak langsung sehingga terselesaikannya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu kedokteran pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Surakarta, Juli 2010


(7)

DAFTAR ISI Halaman PRAKATA …………... vi DAFTAR ISI ... vii DAFTAR TABEL …... DAFTAR GAMBAR ... ix x DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN

...

1

A. Latar Belakang Masalah ...

1

B. Perumusan Masalah

...

4

C. Tujuan Penelitian

...

4

D. Manfaat Penelitian

...

4

BAB II LANDASAN TEORI ...

5

A. Tinjauan Pustaka

...

5

1. Imunologi Asma

Alergi...

5

2. Daun Sendok... ...


(8)

3. Eosinofil

...

15

4. Hewan Coba Model

Asma...

16

B. Kerangka Pemikiran

...

19

1. Kerangka Berpikir Konseptual ...

19

2. Kerangka Berpikir Teoritis ... C. Hipotesis

...

20 21

BAB III METODE PENELITIAN ...

A. Jenis penelitian

... B. Lokasi Penelitian

... C. Subjek Penelitian

... D. Teknik Sampling

... E. Identifikasi Variabel Penelitian

... F. Skala Variabel

... G. Definisi Operasional Variabel Penelitian

...

H. Penentuan Dosis Perlakuan ... I. Rancangan Penelitian

22 22 22 22 22 23 23 23 25 27 28 29 30


(9)

... J. Alat dan Bahan Penelitian

... K. Alur Kerja Penelitian

... L. Teknik Analisis Data

... BAB IV HASIL PENELITIAN

...

31

A. Hasil Penelitian

... B. Interpretasi Hasil

...

31 34

BAB V PEMBAHASAN

...

35

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ...

A. Simpulan

... B. Saran

...

39 39 39

DAFTAR PUSTAKA

...


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kandungan Kimia dan Efek Farmakologi Daun Sendok ... 14 Tabel 4.1. Rata-rata Hitung Eosinofil Darah Tepi (sel/5 lp) pada Mencit

Balb/C masing-masing Kelompok Perlakuan ... 32 Tabel 4.2.Hasil Perhitungan UjiMann-Whitney(a=0,05) antar Kelompok.. 34

Formatted: Font: I talic Formatted: Font: Not Bold


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Tanaman Daun Sendok (Plantago major L.)... 12

Gambar 2.2. Skema kerangka berpikir ….…………... 19

Gambar 3.1. Eosinofil. …..………... 25

Gambar 3.2. Sensitisasi Hewan Model Asma…... 26 Gambar 3.3. Skema Rancangan Penelitian………..………...

Gambar 3.4. Alur Kerja Penelitian...

27 29 Gambar 4.1. Eosinofil dengan perbesaran 400x pada K1...

Gambar 4.2. Eosinofil dengan perbesaran 400x pada K2... Gambar 4.3. Eosinofil dengan perbesaran 400x pada K3... Gambar 4.4. Eosinofil dengan perbesaran 1000x pada K3... Gambar 4.5. Eosinofil dengan perbesaran 1000x pada K4... Gambar 4.6. Eosinofil dengan perbesaran 1000x pada K5... Gambar 4.7. Histogram hitung eosinofil darah tepi mencit Balb/C ... .

31 31 31 31 32 32 33


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian dan Pengambilan Sampel (Ethical Clearance)

Lampiran 2. Surat Keterangan Hasil Ekstraksi

Lampiran 3. Analisis Data

Lampiran 4. Nilai Konversi Dosis Manusia ke Hewan

Lampiran 5. Foto Alat dan Bahan dalam Penelitian

Lampiran 6. Foto Kegiatan Penelitian

Lampiran 7. Jadwal Penelitian

BAB I


(13)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Istilah alergi pertama kali dikemukakan oleh Von Pirquet pada tahun 1906, yang pada dasarnya mencakup baik respon imun berlebihan yang menguntungkan seperti yang terjadi pada vaksinasi, maupun mekanisme yang merugikan (Kresno, 2001) sehingga menimbulkan kerusakan jaringan tubuh (Baratawidjaja, 2000). Dalam 20-30 tahun terakhir terjadi peningkatan dalam angka kejadian alergi (Kresno, 2001). Bahan yang menyebabkan alergi biasa dikenal sebagai alergen.

Alergen yang masuk tubuh akan ditangkap oleh fagosit, diprosesnya lalu dipresentasikan ke sel T helper 2 (Th2). Sel Th2 akan melepas sitokin yang merangsang sel B untuk membentuk imunoglobulin E (IgE). Imunoglobulin E akan diikat oleh sel yang memiliki reseptor untuk IgE seperti sel mast, basofil dan eosinofil. Bila tubuh terpajan ulang dengan alergen yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat IgE pada permukaan sel mast yang menimbulkan degranulasi sel mast. Degranulasi tersebut mengeluarkan berbagai mediator antara lain histamin, prostaglandin dan leukotrien (Baratawidjaja, 2007; Abbas and Litchman, 2009) Apabila reaksi alergi terlokalisasi di bronkiolus maka akan timbul asma (Sherwood, 2001).

Di dunia, penyakit asma termasuk 5 besar penyebab kematian - yaitu mencapai 17,4%. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),


(14)

hingga saat ini jumlah pasien asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun 2025. Sementara di Indonesia, penyakit ini masuk dalam sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian. Hasil penelitian

International Study on Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) pada tahun 2005 menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi penyakit asma meningkat dari 4,2% menjadi 5,4%. Diperkirakan prevalensi asma di Indonesia 5% dari seluruh penduduk Indonesia, artinya saat ini ada 12,5 juta pasien asma di Indonesia (DAI, 2009).

Asma adalah suatu kondisi inflamasi kronis di saluran pernapasan yang ditandai dengan terjadinya kesulitan bernafas. Gejala asma antara lain adalah sesak nafas, mengi, dada terasa berat dan batuk. Penyakit saluran pernafasan ini mengganggu kualitas hidup penderitanya (GINA, 2008). Sel yang muncul pada proses inflamasi adalah limfosit, sel plasma, eosinofil dan sel mast. Eosinofil banyak ditemukan disekitar tempat terjadinya reaksi imun yang diperantarai IgE, yang berkaitan dengan alergi (Mitchell dan Cotran, 2007; Shin et al., 2009). Banyaknya eosinofil serta produknya berhubungan dengan keparahan reaktifitas saluran nafas (Rahardjo et al., 2009).

Perjalanan penyakit yang panjang merupakan ciri khas penyakit asma dan keadaan hipereaktivitas bronkus yang menyertai penyakit ini memaksa untuk dilakukan tindakan pengobatan yang memerlukan waktu lama (Solomon, 2005).


(15)

Penggunaan bahan alam sebagai obat cenderung mengalami peningkatan dengan adanya isu back to nature dan krisis berkepanjangan yang mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat terhadap obat-obat modern yang relatif lebih mahal harganya. Obat bahan alam juga dianggap hampir tidak memiliki efek samping yang membahayakan. Pendapat itu belum tentu benar karena untuk mengetahui manfaat dan efek samping obat tersebut secara pasti perlu dilakukan penelitian dan uji praklinis dan uji klinis. Salah satu jenis tanaman obat yang banyak dimanfaatkan masyarakat adalah daun sendok (Plantago major L.), daun urat atau ki urat (Sugiyarto et al., 2006 ; Panggabean et al., 2001).

Ekstrak daun sendok (Plantago mayor L.) memiliki berberapa aktivitas biologi seperti antihistamin, antialergi, antiinflamasi, antiasma, penghambat lipooksigenase, antagonis kalsium, NF-kB-Inhibitor, penghambat sintesis prostaglandin, imunomodulator, dan vasodilator (Duke, 2010). Berbagai kegunaan ini menyebabkan daun sendokdigunakan dalam berbagai obat tradisional (Sugiyarto et al., 2006).

Dengan mempertimbangkan bahwa pemberian ekstrak daun sendok memiliki efek antialergi, antihistamin, dan antiinflamasi penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai fungsi anti alergi yang terkandung dalam ekstrak daun sendok pada mencit Balb/C model asma alergi terhadap jumlah eosinofil darah tepi sebagai petandanya.

B. Perumusan Masalah

Formatted: I ndent: Hanging: 0,95 cm, Numbered + Level: 1 + Numbering Style: A, B, C, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 0,32 cm + Tab after: 0 cm + I ndent at: 0,95 cm


(16)

Adakah hubungan pemberian ekstrak daun sendok terhadap hitung eosinofil darah tepi pada mencit Balb/C model asma alergi?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pemberian ekstrak daun sendok terhadap hitung eosinofil darah tepi pada mencit Balb/C model asma alergi.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi ilmiah mengenai pengaruh pemberian ekstrak herba daun sendok terhadap hitung eosinofil darah tepi pada mencit Balb/C model asma alergi. 2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk penelitian lebih lanjut mengenai pemanfaatan ekstrak herba daun sendok sebagai obat anti asma alergi.

BAB II

Formatted: I ndent: Hanging: 0,95 cm, Numbered + Level: 1 + Numbering Style: A, B, C, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 0,32 cm + Tab after: 0 cm + I ndent at: 0,95 cm

Formatted: I ndent: Hanging: 0,95 cm, Numbered + Level: 1 + Numbering Style: A, B, C, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 0,32 cm + Tab after: 0 cm + I ndent at: 0,95 cm

Formatted: I ndent: Left: 0,95 cm, Hanging: 0,32 cm, Numbered + Level: 2 + Numbering Style: 1, 2, 3, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 1,9 cm + Tab after: 2,54 cm + I ndent at: 2,54 cm, Tabs: Not at 2,54 cm Formatted: I ndent: Left: 0,95 cm, Hanging: 0,32 cm, Numbered + Level: 2 + Numbering Style: 1, 2, 3, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 1,9 cm + Tab after: 2,54 cm + I ndent at: 2,54 cm, Tabs: Not at 2,54 cm


(17)

5

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Imunologi Asma Alergi

Alergi adalah suatu keadaan hipersensitivitas yang diinduksi oleh pajanan terhadap suatu antigen tertentu yang menimbulkan reaksi imunologi yang berbahaya pada pajanan berikutnya (Dorland, 2002). Alergi merupakan akuisisi reaktivitas imun spesifik yang tidak sesuai terhadap bahan-bahan lingkungan yang dalam keadaan normal tidak berbahaya (Sherwood, 2001). Reaksi alergi diperantarai oleh IgE, tetapi sel B dan sel T memerankan peranan yang penting dalam perkembangan dari antibodi (Anand, 2010). Alergi dapat menyerang setiap organ tubuh terutama kulit, saluran pencernaan, dan saluran pernafasan (Tanjung dan Yunihastuti, 2006). Apabila reaksi alergi terlokalisasi di bronkiolus maka akan timbul asma (Sherwood, 2001). Saat ini telah dibuktikan bahwa asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan beberapa sel, menyebabkan pelepasan mediator yang dapat mengaktivasi sel target saluran napas sehingga terjadi bronkokonstriksi, kebocoran mikrovaskular, edema, hipersekresi mukus dan stimulasi refleks saraf (Rahmawati, 2003).

Respon awal, ditandai dengan vasodilatasi, kebocoran vaskular, dan spasme otot polos, yang biasanya muncul dalam rentang waktu 5 hingga 30 menit setelah terpajan oleh suatu alergen dan menghilang

Formatted: I ndent: Hanging: 0,95 cm, Numbered + Level: 1 + Numbering Style: A, B, C, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 0,32 cm + Tab after: 0 cm + I ndent at: 0,95 cm, Tabs: Not at 0,95 cm


(18)

setelah 60 menit. Kedua, reaksi fase lambat, yang muncul 2 hingga 8 jam kemudian dan berlangsung selama beberapa hari. Reaksi fase lambat ini ditandai dengan infiltrasi eosinofil serta sel peradangan akut dan kronis lainnya pada jaringan dan disertai dengan penghancuran jaringan dalam bentuk kerusakan epitel mukosa (Mitchell dan Cotran, 2007).

Reaksi dimulai dengan pajanan awal terhadap antigen tertentu (alergen) yang ditangkap oleh Antigen Presenting Cell (APC), diproses lalu dipresentasikan ke sel T CD4+. Sel T CD4+ dapat berdiferensiasi menjadi dua sel efektor, yaitu sel CD4+ Th1 dan sel CD4+ Th2. Ketidakseimbangan antara sel CD4+ Th1 dan sel CD4+ Th2 merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit imunologi, termasuk penyakit alergi (Baratawidjaja, 2004). Sel CD4+ Th1 menghasilkan interleukin-2 (IL-2), interferon-g ( IFN-g ), tumor-necrosis factor (TNF), dan menghasil sel yang berperan dalam respon imunitas tipe lambat (Anand, 2010; Kresno, 2001).

Pada asma, alergen merangsang induksi sel T CD4+ tipe Th2. Sel T CD4+ tipe Th2 selanjutnya mensekresikan IL- 3, IL-5, dan GM-CSF yang akan mengaktifkan eosinofil dan memperpanjang ketahanan hidup eosinofil. Selain itu juga di produksi IL-13 yang menyebabkan diproduksinya IgE oleh sel B (Kresno, 2001). Sel B berperan sebagai faktor pertumbuhan sel mast, serta merekrut dan mengaktivasi eosinofil. Selanjutnya antibodi IgE berikatan pada reseptor Fc berafinitas tinggi


(19)

yang terdapat pada sel mast dan basofil bersiap untuk menimbulkan hipersensitivitas pada pajanan berikutnya (Abbas and Litchman, 2009).

Pajanan ulang terhadap antigen yang sama mengakibatkan pertautan-silang pada IgE yang terikat sel dan memicu suatu kaskade sinyal intrasel sehingga terjadi pelepasan beberapa mediator (Mitchell dan Cotran, 2007).

Mediator fase awal mencakup leukotrien (C4, D4, dan E4), prostaglandin (D2, E2, dan F2α), histamin, platelet-activating factor, dan triptase sel mast. Leukotrien merupakan produk inflamasi yang dihasilkan dari jalur lipoksigenase. Leukotrien C4, D4, dan E4 merupakan mediator sangat kuat yang menyebabkan bronkokonstriksi berkepanjangan, peningkatan permeabilitas vaskular, dan peningkatan sekresi musin. Dua kejadian yang pertama juga diperparah dengan adanya histamin serta prostaglandin D2, E2, dan F2α yang dihasilkan dari jalur siklooksigenase (Mitchell dan Cotran, 2007). Platelet-activating factor berperan dalam menyebabkan agregasi trombosit dan pembebasan histamin dari granula. Triptase sel mast menginaktifkan peptida yang menyebabkan bronkodilatasi normal (Maitra dan Kumar, 2007).

Reaksi awal ini kemudian dikuti oleh fase lanjut yang didominasi oleh rekrutmen leukosit jenis basofil, neutrofil dan eosinofil. Mediator sel mast yang berperan dalam rekrutmen sel radang ini adalah faktor kemotaktik eosinofilik dan neutrofilik serta leukotrien B4 yang berperan untuk merekrut dan mengaktifkan eosinofil dan neutrofil. Interleukin 4


(20)

dan IL-5, yang berfungsi untuk memperkuat respons sel CD4+ Th2 dengan meningkatkan sintesis IgE serta kemotaksis dan proliferasi eosinofil. Platelet-activating factor yang merupakan faktor kemotaktik kuat untuk eosinofil bila terdapat IL-6. Faktor nekrosis tumor berperan dalam meningkatkan molekul perekat (adhesion molecules) di endotel vaskuler serta di sel radang (Maitra dan Kumar, 2007).

Kedatangan leukosit ditempat degranulasi sel mast menimbulkan dua efek : (1) sel ini kembali mengeluarkan serangkaian mediator yang mengaktifkan sel mast dan memperkuat respon awal, dan (2) sel ini menyebabkan kerusakan epitel yang khas pada serangan asma (Maitra dan Kumar, 2007).

Eosinofil sangat penting pada fase lanjut. Selain faktor kemotaksis sel mast terdapat peran kemokin lain dalam kemotaksis eosinofil yang dihasilkan oleh sel epitel bronkus aktif, makrofag dan otot polos jalan nafas. Eosinofil yang menumpuk menimbulkan beragam efek. Ragam mediator eosinofil sama banyaknya dengan yang dimiliki oleh sel mast dan meliputi major basic protein (MBP) dan protein kationik eosinofil (

eosinophil cationic protein, ECP), yang bersifat toksik terhadap sel epitel. Peroksidase eosinofil menyebabkan kerusakan jaringan melalui stres oksidatif. Eosinofil aktif juga mengandung leukotrien yang berlimpah, tetutama leukotrien C4, serta platelet activating factor. Oleh karena itu, eosinofil dapat memperkuat dan mempertahankan respons


(21)

peradangan tanpa pajanan lebih lanjut ke antigen pemicu (Maitra dan Kumar, 2007).

Prinsip pengobatan pada asma adalah dengan cara mencegah ikatan alergen dengan IgE, mencegah penglepasan mediator inflamasi oleh sel mast, dan mengurangi inflamasi (Sundaru dan Sukamto, 2007).

2. Daun Sendok (Plantago major L.)

a. Sinonim

Daun sendok dikenal dengan nama Plantago major L., tetapi juga disebut Plantago asiatika L. atau Plantagodepressa Willd

(IPTEKnet, 2010).

b. Klasifikasi

Dalam taksonomi tumbuhan, daun sendok diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae- Plants

Subkingdom : Tracheobionta – Vascular plants Superdivision : Spermatophyta – Seed plants Division : Magnoliophyta – Flowering plants Class : Magnoliopsida – Dicotyledons Subclass : Asrteridae

Ordo : Plantaginales


(22)

Genus : Plantago L. - Plantain Species : Plantago major L. (USDA, 2010).

c. Nama daerah

Sunda : Ki urat, ceuli, c. uncal

Jawa : Meloh kiloh, otot-ototan, sangkabuah, sangkuah, sembung otot, suri pandak

Sumatera : Daun urat, daun urat-urat, daun sendok, ekor angin, kuping menjangan

Minahasa : Torongoat (Panggabean et al., 2001)

d. Nama asing

China : Che qian cao Vietnam : Ma de, xa tien Belanda : Weegbree

Inggris : Plantain, greater plantain, broadleaf plantain, rat's tail plantain, waybread, white man's foot

German : Breitwegerich Portugis : Tanchagem-maior Spanyol : Llantén común (McKenzie, 2007)


(23)

e. Deskripsi 1). Habitus :

Daun sendok merupakan gulma di perkebunan teh dan karet, atau tumbuh liar di hutan, ladang, dan halaman berumput yang agak lembab, kadang ditanam dalam pot sebagai tumbuhan obat. Tumbuhan ini berasal dari daratan Asia dan Eropa, dapat ditemukan dari dataran rendah sampai ketinggian 3.300 m dpl. Tumbuhan obat ini tersebar luas di seluruh dunia.

2). Batang :

Tumbuh menahun, tumbuh tegak, tinggi 15 - 20 cm. 3). Daun :

Daun tunggal, bertangkai panjang, tersusun dalam roset akar. Bentuk daun bundar telur sampai lanset melebar, tepi rata atau bergerigi kasar tidak teratur, permukaan licin atau sedikit berambut, pertulangan melengkung, panjang 5 - 10 cm, lebar 4 - 9 cm, warnanya hijau. Daun muda bisa dimasak sebagai sayuran. 4). Bunga :

Perbungaan majemuk rapat tersusun dalam bulir yang panjangnya sekitar 30 cm, kecil-kecil, warna putih. Berbunga dari bulan Mei sampai September. Bunga-bunga hermaprodit. 5). Buah :


(24)

6). Biji :

Bentuk biji elips, panjang 1-1,5 mm, coklat tua hingga hitam. Biji matang dari bulan Juli hingga Oktober.

7). Akar :

Akar serabut, warna putih f. Perbanyakan dan penanaman

Perbanyakan dapat dilakukan secara vegetatif dan melalui biji. Benih dapat tetap hidup selama 60 tahun di dalam tanah. Mereka memiliki periode dormansi satu sampai beberapa bulan, yang dapat rusak oleh penyimpanan kering pada suhu 5 °C selama beberapa minggu atau pada 20 °C selama beberapa bulan. Perkecambahan yang terbaik pada temperatur 25-30 °C, dan fotoperiodik panjang (16 jam) (Sugiyarto et al., 2006).

Gambar 2.1. Tanaman Daun Sendok (Plantago mayor L.)


(25)

g. Kandungan kima dan efek farmakologi

Daun Plantago mayor L. mengandung 3,4 dihydroaucubin, 6’-0-beta-glukosylaucubin, apigenin, apigenin-7-glukoside, aucubin, baicalein, benzoic-acid, catalpol, fumaric-acid, hydroxycinnamic-acid, hispidulin, luteolin, neo-chlorogenic-hydroxycinnamic-acid, nepetin, oleanolic-acid, plantagoside, dan scutellarin, sedangkan bijinya mengandung

9-hydroxy-cis-11-octadecanoic-acid, aucubin, choline, fat, fiber, lignoceric-acid, linoleic-acid, linolenic-acid, oleic-acid, plantease,

dan protein. Bunganya mengandung asperuloside. Untuk seluruh bagian dari tumbuhan daun sendok mengandung allantoin, acetoside, adenine, alkaloid, ascorbic-acid, aucubin, baicalin, cafeic-acid, chlorogenic-acid, cinnamic-acid, citric-acid, d-glukose, emulsin, ferulic-acid, geniposidic-acid, glucoraphenine, indicaine, invertin, l-fructose, loliolid, glucoside, luteolin-7-0-beta-d-glucuronide, mucilage, p-coumaric-acid, p-hydroxy-benzoic-acid, phenolcarbonic-acid, plantagic-acid, plantagonine, planteolic-acid, potassium-salts, resin, rhamnose, saccharose, salicylic-acid, sitosterol, sorbitol, succinic-acid, sulforaphene, syringic-acid, syringin, tannin, tyrosine, tyrosol, ursolic-acid,dan vanillic-acid

(Duke, 2010). Dalam daun sendok kandungan yang paling banyak adalah mucilage (88%), tanic acid (44%), aucubin (66%), allantoin

(33%) dan alkaloid (33%). Untuk kandungan kimia yang lain distribusinya hampir merata (Gotfredsen, 2010).


(26)

Efek farmakologi dari beberapa kandungan kimia daun sendok dapat dilihat pada tabel di bawah ini,

Tabel 2.1. Kandungan Kimia dan Efek Farmakologi Daun Sendok

No. Kandungan kimia Efek farmakologi

1. allantoin antiinflamasi, Immunostimulant

2. ascorbic-acid antialergi, antiasma, antihistamin, antiinflamasi, antispasmodik, asthma preventive, antagonis kalsium Analgesic, angiotensin-receptor-blocker , beta-adrenergic receptor blocker

3. adenine antigranulositopeni, diuretik, vasodilator

4. ferulic-acid antiinflamasi, penghambat sintesis prostaglandin, immunostimulant

5. aucubin antiedemik, antiinflamasi 6. apigenin antialergi, antihistamin,

antiinflamasi, antagonis kalsium, penghambat IL-6, penghambat protein kinase C, penghambat TNF-alpha, penghambat NF-kB-, vasodilator

7. baicalein penghambat lipoksigenase,

antialergi, antiasthma, antihistamin, antiinflamasi, penghambat

siklooksigenase, 17-beta-hydroxysteroid dehydrogenase-Inhibitor

8. baicalin antiagregan, antialergi, antianafilaksis, antiasma, antihistamin, antiinflamasi 9. cafeic-acid antihistamin, antagonis kalsium,

antiinflamasi, antiprostaglandin, penghambat lipoksigenase, antispasmodik, antileukotrin 10. chlorogenic-acid antihistamin, antiinflamasi,

antileukotrien, Immunostimulant, penghambat leukotrien, penghambat lipooksigenase

11. linolenic-acid antiinflamasi, anthistamin, antialergi, penghambat lipooksigenase,

antagonis kalsium, NF-kB-Inhibitor, penghambat sintesis prostaglandin


(27)

12. mucilage cancer-preventive, hypocholesterolemic

13. oleanolic-acid antiPGE2, antiinflamasi, antileukotriene, penghambat siklooksigenase, immunomodulator, NF-kB-Inhibitor, penghambat sintesis prostaglandin

14. oleic-acid antiinflamasi, antileukotriene-D4

15. tannin penghambat siklooksigenase,

penghambat lipooksigenase 16. ursolic-acid antihistamin, antiinflamasi, penghambat siklooksigenase,

Immunomodulator, penghambat lipooksigenase

(Duke, 2010)

3. Eosinofil

Eosinofil adalah granulosit dengan nukleus berlobus dua dan granula reflaktil yang cukup besar yang berwarna merah tua dengan pewarnaan asam eosin. Eosinofil mengandung beberapa enzim menginaktifkan mediator-mediator peradangan, juga mengandung histaminase. Jumlah normal eosinofil adalah 0 sampai 700 sel permikroliter (Sacher, 2004).

Eosinofil disimpan sebagai persediaan dalam sumsum tulang dan marginal dalam vaskuler. Eosinofil mempunyai komponen jaringan yang prominen, terutama dalam jaringan ikat di bawah epitel seperti saluran nafas (Baratawidjaja, 2000). Eosinofil secara khusus ditemukan ditempat radang sekitar terjadinya infeksi parasit atau sebagai bagian reaksi imun yang diperantarai oleh IgE, yang berkaitan khusus dengan alergi (Mitchell dan Cotran, 2007).


(28)

4. Hewan Coba Model Asma

Penelitian epidemiologi dan penyelidikan klinis sangat penting demi majunya pengetahuan dan manajemen penyakit. Namun, isu-isu etik sering menjadi pembatas dalam melakukan studi klinis. Akibatnya, hewan model telah dikembangkan untuk mempelajari patogenesis penyakit, termasuk faktor genetik, untuk menentukan jalur patogenesis penyakit dan menyarankan terapi yang tepat. Hewan model dari asma telah banyak digunakan untuk menguji mekanisme penyakit, aktivitas berbagai gen dan jalur seluler, dan untuk memprediksi keselamatan obat baru atau bahan kimia sebelum digunakan dalam studi klinis. Mencit model asma meniru banyak kejadian yang terjadi pada manusia dengan asma, termasuk hiperreaktivitas jalan napas, dan radang saluran nafas (Shin et al., 2009; Nials and Uddin, 2008).

Mencit model asma alergi menawarkan banyak keuntungan jika dibandingkan dengan penggunaan hewan lainnya (Nials and Uddin, 2008). Imunoglobulin E adalah antibodi alergi utama pada mencit, membuat spesies ini cocok untuk penyelidikan mengenai peran faktor imunologi humoral dalam perkembangan penyakit asma alergi. Lebih jauh, mencit model asma memberikan kesempatan untuk mengetahui mekanisme rinci dari reaksi alergi terhadap sitokin, growth factors, dan cell surface markers. Kemudahan dalam pemuliaan dan periode


(29)

kehamilan pendek juga menjadi keuntungan tambahan (Shin et al., 2009).

Mencit model Balb/C adalah jenis yang paling banyak digunakan karena kemampuannya dalam menunjukkan respon imunologi, terutama respon akibat dominasi Th2, IgE, AHR dan eosinofilia saluran nafas (Shin et al., 2009). Terdapat dua jenis model mencit asma alergi, yaitu model asma akut dan asma kronis (Nials and Uddin, 2008).

a. Model asma alergi akut

Mencit tidak spontan mengalami asma, sehingga untuk mengetahui proses yang mendasari penyakit ini, sebuah reaksi buatan seperti asma harus diinduksi dalam saluran nafasnya. Mencit model alergi akut terhadap alergen inhalasi telah banyak digunakan untuk menjelaskan mekanisme yang mendasari respon kekebalan dan peradangan yang terjadi pada penyakit asma. Sifat mencit model inflamasi akut dapat dipengaruhi oleh pilihan strain mencit, alergen yang digunakan, dan proses sensitisasi. Strain mencit yang banyak digunakan adalah mencit jenis Balb/C, sedangkan alergen yang banyak digunakan adalah ovalbumin (OVA) dengan alumunium hidroksida (Al(OH)3) sebagai adjuvannya (Nials and Uddin, 2008). Model asma alergi disebut akut jika pemaparan terhadap alergen dilakukan kurang dari 1 bulan.


(30)

b. Model asma alergi kronis

Mencit model asma alergi kronis dibuat dengan cara memaparkan alergen saluran nafas dalam jumlah yang lebih rendah dalam jangka waktu 12 minggu dan adjuvan tidak selalu diperlukan. Paparan alergen kronis pada mencit sekarang tampaknya menjadi model pilihan untuk mempelajari peran jenis sel yang spesifik dan sitokin inflamasi, mediator yang terlibat dalam proses peradangan kronis serta, beberapa perubahan struktural saluran nafas karena kasus asma yang banyak terjadi di klinis adalah jenis asma kronis (Nials and Uddin, 2008).


(31)

B. Kerangka Pemikiran

1. Kerangka Berpikir Konseptual


(32)

2. Kerangka Berpikir Teoritis

Alergen yang berupa ovalbumin masuk ke dalam tubuh mencit kemudian ditangkap oleh Antigen Presenting Cell (APC). Antigen tersebut diproses dan dipresentasikan ke sel Th0 CD4+ yang kemudian akan berdeferensiasi menjadi sel CD4+ Th2 dan CD4+ Th1. Aktivasi dari sel CD4+ Th2 akan mensekresikan IL- 3, IL-5, dan GM-CSF yang akan mengaktifkan eosinofil dan memperpanjang ketahanan hidup eosinofil. Interleukin-13 yang dihasilkan sel CD4+ Th2 juga akan merangsang pematangan sel B menjadi sel plasma yang menghasilkan Ig E. Imunoglobulin E tersebut akan berikatan dengan sel mast. Jika ada paparan ulang antigen yang sama maka akan terjadi pertautan silang pada Ig E yang terikat sel mast. Hal ini akan memicu suatu kaskade sinyal intrasel dan infulks Ca2+ sehingga terjadi proses degranulasi dari sel mast yang akan melepaskan mediator inflamasi. Mediator tersebut antara lain histamin, faktor kemotaksis untuk eosinofil, triptase sel mast, sitokin (IL-1, IL-4, IL-5, IL-6, dan TNF), dan mediator lipid (leukotrien C4, D4, dan E; prostaglandin D2 dan PAF). Mediator-mediator tersebut akan menyebabkan reaksi inflamasi yang disebut sebagai asma. Reaksi inflamasi yang terjadi pada asma antara lain bronkokonstriksi, kebocoran mikrovaskular, edema, hipersekresi mukus dan perekrutan sel-sel radang, salah satunya eosinofil.

Kandungan kimia daun sendok memiliki berbagai macam efek farmakologis di antaranya antialergi, antiinflamasi, antihistamin,


(33)

penghambat lipooksigenase, penghambat sintesis prostaglandin, antagonis kalsium dan penghambat IL-6. Berikut tabel beberapa kandungan kimia daun sendok dengan efek farmakologis yang ditimbulkannya:

No. Efek farmakologi Kandungan kimia

1. antagonis kalsium linolenic-acid, ascorbic-acid, apigenin, cafeic-acid

2. antiinflamasi allantoin , ascorbic-acid, ferulic-acid, aucubin, baicalein, baicalin, chlorogenic-acid, linolenic-acid, ursolic-acid, cafeic-acid, oleanolic-acid, oleic-acid

3. antihistamin ascorbic-acid, apigenin, baicalein, baicalin, chlorogenic-acid, linolenic-acid, ursolic-linolenic-acid, oleic-linolenic-acid, cafeic-acid

4. penghambat siklooksigenase

linolenic-acid, oleanolic-acid, ursolic-acid, tannin

5. penghambat lipoksigenase

cafeic-acid, linolenic-acid, oleanolic-acid, ursolic-oleanolic-acid, tannin, baicalein, chlorogenic-acid

6. penghambat IL-6 apigenin

Dengan efek tersebut diharapkan daun sendok mampu memperbaiki keadaan pada peristiwa asma alergi yang ditandai dengan penurunan eosinofil darah tepi.

C. Hipotesis

Ada hubungan pemberian ekstrak daun sendok dengan hitung eosinofil darah tepi pada mencit Balb/C model asma alergi.


(34)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik, dengan post test only control group design.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian berupa 40 ekor mencit Balb/C jantan dengan berat badan + 20 gram, dan berumur 6-8 minggu.

D. Teknik Sampling

Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Sampel merupakan data numerik. Besar sampel indipenden (tidak berpasangan) untuk menaksir perbedaan rerata antara 2 populasi ditentukan berdasarkan rumus:

Keterangan:

n1 : besar sampel kelompok 1 n2 : besar sampel kelompok 2

Zα : nilai pada distribusi normal standar untuk uji dua sisi pada tingkat kemaknaan α. Misalnya 1,96 untuk α = 0,05

s : simpang baku pada dua kelompok d : tingkat ketepatan absolut dari beda rerata (Arief, 2009).


(35)

Dalam penelitian ini, subjek dibagi menjadi 5 kelompok. Karena insiden asma yang belum diketahui maka dianggap s = d. Berdasarkan rumus di atas, didapatkan jumlah subjek masing-masing kelompok sebagai berikut:

n1 = n2 = 2 [Zα]2 n1 = n2 = 2 [1,96 ]2 n1 = n2 = 2 [ 3,8418] n1 = n2 = 7,6832 ó n = 8

Jadi tiap kelompok minimal terdiri dari 8 ekor mencit Balb/C. Pada penelitian kali ini kami menggunakan 8 ekor mencit Balb/C jantan.

E. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : ekstrak daun sendok 2. Variabel terikat : hitung eosinofil darah tepi 3. Variabel perancu

a. Dapat dikendalikan : Genetika, umur, makanan, berat badan b. Tidak dapat dikendalikan : Variasi kepekaan mencit terhadap

suatu zat

F. Skala Variabel

1. Ekstrak daun sendok : skala nominal 2. Hitung eosinofil darah tepi : skala rasio

G. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Variabel bebas: ekstrak daun sendok

Ekstrak daun sendok didapatkan dari herba tanaman daun sendok yang dikeringkan, dihaluskan, dan diekstraksi dengan


(36)

menggunakan cairan penyari etanol 70 %. Daun sendok kering diperoleh dari Merapi Farma, Jl. Kaliurang Km. 21,5 Desa Hargobinangun, Pakem, Yogyakarta. Ekstraksi dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gajah Mada (LPPT-UGM) dengan menggunakan metode perkolasi.

Dosis ekstrak daun sendok yang aman bagi manusia adalah 50 mg/KgBB/hari - 100 mg/kgBB/hari. Sehingga dosis ekstrak daun sendok yang diberikan pada mencit dengan berat 20 gram adalah

50 mg/KgBB/hari = 0,05 mg/gr BB/hari

500 mg/KgBB/hari = 1 mg/20grBB/hari

100 mg/KgBB/hari = 0,15 mg/gr BB/hari

500 mg/KgBB/hari = 2 mg/20grBB/hari

Jadi eksrak daun sendok yang dibutuhan selama percobaan, (1+2)mg x 8 x 15 = 360 mg. Ektrak dibuat dalam konsentrasi 30gr dalam 600 ml aquabides (50mg/1ml). Ektrak di encerkan dengan aquadest dengan perbandingan 1:5. Dengan mempertimbangkan bahwa lambung mencit telah terisi makanan dan minuman maka daun sendok yang diberikan terhadap mencit ialah 0,1 ml untuk dosis 1 mg/20grBB/hari dan 0,2 ml untuk dosis 2 mg/20grBB/hari. Ekstrak daun sendok diberikan pada hari ke-10 sampai hari ke-24.


(37)

2. Variabel terikat : hitung eosinofil darah tepi

Darah mencit diambil dari ekor mencit, kemudian dilakukan hitung jumlah sel eosinofil secara manual menggunakan hapusan darah dengan metode pan-optic stainning “Wright Giemsa”. Hapusan darah dicat dengan Wright dan sebagai pengganti buffer dipakai cat Giemsa yang telah diencerkan dengan larutan penyangga, lalu diperiksa tiap zona hapusan darah dibawah mikroskop dengan perbesaran 400x (Gandasoebrata, 2001). Jumlah eosinofil dihitung per 5 lapang pandang. Penghitungan dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Berikut gambar eosinofil di bawah mikroskop.

Gambar 3.1. Eosinofil

Gambar diambil dari : (Anonim, 2010) kiri dan (Stern, 2001) kanan

H. Penentuan Dosis Perlakuan

1. Pemberian anti histamin generasi III

Antihistamin generasi III yang digunakan dalam penelitian ini adalah Telfast® 120 mg yang mengandung Fexofenadine. Faktor konversi manusia (dengan berat badan ± 70 kg) ke mencit (dengan


(38)

berat badan ± 20 gr) adalah 0,0026 (Suhardjono, 1995). Sehingga dosis yang diberikan kepada mencit

120 x 0,0026 = 0,312 mg ≈ 0,3 mg

Dalam penelitian ini dosis anti histamin yang diberikan ialah 0,1 ml/mencit/hari, sehingga pelarut yang diperlukan:

120/0,3 x 0,1 = 40 ml 2. Sensitisasi hewan model asma

Langkah kerja untuk membuat mencit model asma alergi dilakukan sesuai skema berikut:

Gambar 3.2. Sensitisasi hewan model asma

Untuk membuat model asma alergi pada mencit maka mencit Balb/C jantan disensitisasi intraperitoneal (i.p) pada hari ke-0 dengan 0,15 cc ovalbumin (OVA) dalam Alumunium hidroksida [Al(OH)3] /mencit dari 2,5 mg OVA yang dilarutkan pada 7,75 ml Al(OH)3. Pemaparan ini diulangi lagi pada hari ke-10. Pemaparan OVA aerosol (50 mg OVA dalam 5 ml aquades) dengan nebulizer kecepaan 6 L/menit selama 20 menit diberikan pada hari ke-15, 17, 19, 21 dan 23. Pemaparan dengan sigaret


(39)

aerosol merek Lodjie (50 mg tembakau rokok dalam 5 ml aquades) selama 20 menit diberikan pada hari ke-16, 18, 20, 22 dan 24. Mencit diterminasi pada hari ke-25.

I. Rancangan Penelitian

Gambar 3.3. Skema Rancangan Penelitian

Keterangan :

S = jumlah mencit yang digunakan sebagai sampel K1 = kelompok kontrol

K2 = kelompok asma alergi

K3 = kelompok asma alergi + antihistamin generasi III dosis 0,3 mg/ mencit / hari

K4 = kelompok asma alergi + ekstrak daun sendok dosis 1 mg/ mencit/ hari

K5 = kelompok asma alergi + ekstrak daun sendok dosis 2 mg / mencit / hari

E1 = Jumlah eosinofil darah tepi kelompok kontrol E2 = Jumlah eosinofil darah tepi kelompok asma alergi

E3 = Jumlah eosinofil darah tepi kelompok asma alergi + antihistamin generasi III dosis 0,3 mg/ mencit / oral / hari E4 = Jumlah eosinofil darah tepi kelompok asma alergi + ekstrak

daun sendok dosis 1 mg / mencit / oral / hari

E5 = Jumlah eosinofil darah tepi kelompok asma alergi + ekstrak daun sendok dosis 2 mg/ mencit/ oral/ hari


(40)

J. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian

a. Kandang hewan coba dengan ukuran 30x20x10 cm b. Sonde

c. Spuit injeksi 1 ml d. Nebulizer e. Mortir

f. Pengaduk larutan

g. Tabung ukur dengan volume 10 ml dan 40 ml h. Timbangan elektrik Mettler Toledo

i. Gelas objek j. Deck glass

k. Mikroskop cahaya Olympus 2. Bahan penelitian

a. Ovalbumin

b. Ekstrak herba daun sendok

c. Antihistamin III Telfast® (Fexofenadine dosis @ 120mg) d. Rokok Lodjie

e. Al (OH)3 f. Aquades

g. Pakan mencit BR 1

h. Darah tepi mencit yang diambil dari ekor i. Cat Wright dan Giemsa


(41)

K. Alur Kerja Penelitian

1. Kandang mencit disiapkan. Setiap satu kandang berisi 1 kelompok mencit.

2. Mencit diadaptasikan dengan lingkungan selama 7 hari.

3. Empat puluh ekor mencit dikelompokkan secara acak menjadi 5 kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 8 ekor mencit.

4. Setelah 24 jam pada akhir pemaparan, semua mencit dideterminasi untuk dilakukan pengambilan sampel darah dari ekor mencit. Darah dibuat apusan darah. Selanjutnya apusan darah dicat menggunakan Wright Giemsa, kemudian diamati di bawah mikroskop.

Gambar 3.4. Alur Kerja Penelitian

K1

Kontrol 8 ekor

K3

Asma alergi + AH III 0,3mg/mencit/hr 8 ekor K2 Asma alergi 8 ekor K4

Asma alergi + daun sendok 1mg/mencit/hr

8 ekor

K5

Asma alergi + daun sendok 2 mg/mencit/hr

8 ekor

Terminasi Hari ke-25

Analisa Data Hitung Eosinofil

Darah Tepi Mencit Balb/ C

Adaptasi mencit (7 hari)


(42)

L. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji ANOVA dan dilanjutkan dengan LSD Post Hoc Test menggunakan program

SPSS. Uji ANOVA dipilih karena penulis ingin menguji perbedaan rata-rata pengaruh yang terjadi pada 5 kelompok perlakuan. Adapun syarat yang harus dipenuhi pada uji ANOVA adalah data merupakan data numerik, varians data homogen, sampel berupa kelompok independen, dan data terdistribusi normal. Jika syarat tersebut tidak terpenuhi maka dilakukan uji alternatif non-parametrik yaitu uji Kruskal Wallis.


(43)

Gambar 4.1. Eosinofil dengan perbesaran 400x pada K1

Gambar 4.2. Eosinofil dengan

perbesaran 400x pada K2

Gambar 4.4. Eosinofil dengan

perbesaran 1000x pada K3

Gambar 4.3. Eosinofil dengan

perbesaran 400x pada K3

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

Preparat apusan darah tepi dari masing-masing mencit Balb/C dibuat menggunakan pengecatan Wright Giemsa. Darah diambil dari ekor mencit. Preparat diamati dengan mikroskop cahaya menggunakan perbesaran 400 kali. Eosinofil dihitung jumlahnya setiap 5 lapang pandang. Hasil pengamatan preparat diperlihatkan pada gambar berikut :

Formatted: Centered, I ndent: Left: 0 cm, First line: 0 cm, Tabs: 0 cm, Left + Not at 0,95 cm

Formatted: Font: Bold, I ndonesian

Formatted: I ndent: Left: 0 cm, Hanging: 0,95 cm, Numbered + Level: 1 + Numbering Style: A, B, C, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 0,63 cm + Tab after: 0 cm + I ndent at: 1,27 cm

Formatted: I ndent: First line: 0,63 cm, Tabs: Not at 0,95 cm


(44)

Gambar 4.5. Eosinofil dengan perbesaran 1000x pada K4

Gambar 4.6. Eosinofil dengan

perbesaran 1000x pada K5 31

Setelah dilakukan penelitian hitung eosinofil darah tepi pada mencit Balb/C didapatkan peningkatan rata-rata hitung eosinofil pada kelompok asmaalergi. Pemberian antihistamin menurunkan hitung eosinofil darah tepi begitu juga pada kelompok daun sendok dosis 1 mg/mencit dan kelompok daun sendok dosis 2 mg/mencit. Data hitung eosinofil masing-masing kelompok ditunjukkan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Rata-rata Hitung Eosinofil Darah Tepi (sel/5 LP) pada Mencit

Balb/C masing-masing Kelompok Perlakuan Kelompok Rata – rata ± SD

K1 3,25 ± 1,83

K2 5,5 ± 3,74

K3 2,25 ± 1,98

K4 K5

5,25 ± 4,27 3 ± 2,56 (Sumber : Data Primer, 2010)

Keterangan:

K1 : Kelompok kontrol

K2 : Kelompok asma alergi

K3 : Kelompok asma alergi + antihistamin generasi III

K4 : Kelompok asma alergi + daun sendokdosis 1mg/mencit/hari

Formatted: Font: Not Bold, I ndonesian

Formatted: Font: Not Bold, I ndonesian

Formatted: Font: Not Bold, I ndonesian

Formatted: Font: Bold, I ndonesian

Formatted: I ndent: Left: 0,96 cm, Hanging: 2,06 cm, Line spacing: single, Tabs: Not at 0,95 cm

Formatted Table Formatted: Line spacing: single

Formatted: Line spacing: single

Formatted: Line spacing: single

Formatted: Line spacing: single

Formatted: I ndent: Left: 0,95 cm, First line: 0,04 cm, Line spacing: single

Formatted: Left

Formatted: Left, I ndent: Left: 1,27 cm, First line: 0,63 cm


(45)

rata-rata hitung eosinofil

K5 : Kelompok asma alergi + daun sendokdosis 2 mg/mencit/hari Histogram rata-rata hitung eosinofil darah tepi mencit Balb/C pada tiap-tiap kelompok perlakuan ditunjukkan pada gambar 4.3.

Gambar 4.7. Histogram Rata – Rata Hitung Eosinofil Darah Tepi

Masing-masing Kelompok Perlakuan

B. Intepretasi Hasil

Data yang diperoleh kemudian diuji menggunakan software

program SPSS for Windows Release 16.0. Perhitungan menggunakan

uji Kruskal-Wallis untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rerata lebih dari dua kelompok. Hasil uji Kruskall-Wallis menunjukan p = 0,297 yang berarti tidak didapatkan perbedaan yang bermakna (p > 0,05) pada kelompok perlakuan. Untuk mengetahui perbedaan

kelompok perlakuan

Formatted: Left, I ndent: Left: 1,9 cm, Hanging: 0,63 cm, Line spacing: Double

Formatted: I ndent: First line: 0 cm

Formatted: Centered

Formatted: I ndent: Left: 0,95 cm, Hanging: 2,54 cm, Line spacing: single

Formatted: I ndent: Left: 0 cm, Hanging: 0,95 cm, Numbered + Level: 1 + Numbering Style: A, B, C, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 0,63 cm + Tab after: 0 cm + I ndent at: 1,27 cm

Formatted: Font: Not Bold, Font color: Auto, I ndonesian Formatted: Font: 12 pt, Not Bold, I ndonesian

Formatted: Balloon Text, I ndent: First line: 0,95 cm, Tabs: Not at 0,95 cm


(46)

kemaknaan masing-masing kelompok, maka analisis dilanjutkan dengan Post Hoc Test yaitu uji Mann-Whitney.

Dari Uji Post Hoc didapatkan perbedaan yang bermakna hanya pada kelompok I dengan kelompok III (p = 0,049). Sedangkan untuk kelompok yang lain tidak bermakna.

Hasil analisis statistik antar kelompok perlakuan dapat diringkas dalam tabel berikut ini :

Tabel 4.2. Hasil Perhitungan Uji Mann-Whitney(a=0,05) antar Kelompok

Kelompok P Kemaknaan

K1-K2 0.243 Tidak Bermakna

K2-K3 0.049 Bermakna

K2-K4 0.791 Tidak Bermakna

K2-K5 0.184 Tidak Bermakna

K3-K4 K3-K5 K4-K5

0.200 0.632 0.266

Tidak Bermakna Tidak Bermakna Tidak Bermakna (Sumber : Data Primer, 2010)

Formatted: Font: I talic, I ndonesian

Formatted: Font: Not Bold, I ndonesian

Formatted Table Formatted: I ndonesian

Formatted: I ndent: Left: 0 cm, First line: 0 cm


(47)

BAB V PEMBAHASAN

Asma adalah suatu kondisi inflamasi kronis di saluran pernapasan yang ditandai dengan terjadinya kesulitan bernafas. Gejala asma antara lain adalah sesak nafas, mengi, dada terasa berat, dan batuk (GINA, 2008). Sel yang muncul pada proses inflamasi adalah limfosit, sel plasma, eosinofil dan sel mast. Eosinofil banyak ditemukan di sekitar tempat terjadinya reaksi imun yang diperantarai IgE, yang berkaitan dengan alergi (Mitchell dan Cotran, 2007; Shin et al., 2009). Bahan yang menyebabkan alergi biasa dikenal sebagai alergen. Alergen yang digunakan berupa OVA yang dipaparkan secara inhalasi. Menurut Baratawidjaja (2004) alergen yang masuk akan didegradasi oleh APC menjadi peptida – peptida untuk selanjutnya dipresentasikan pada sel limfosit T CD4+.

Pada penelitian ini didapatkan peningkatan jumlah eosinofil darah tepi pada kelompok asma (Tabel 4.1), meskipun secara statistik tidak bermakna jika dibandingkan kelompok kontrol (p=0.243) (tabel 4.2), sedangkan pada penelitian Meidawati (2010) dengan petanda asma hitung eosinofil bronkus didapatkan perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol dan asma (p=0,000). Hal ini terjadi karena petanda asma alergi tidak hanya hitung eosinofil darah tepi saja. Hasil penelitian Meidawati (2010) dapat dimungkinkan karena reaksi alergi sering bersifat lokal dan jarang bereaksi sistemik. Hal ini didukung oleh pendapat

Formatted: Centered, I ndent: Left: 0 cm, First line: 0 cm, Line spacing: Double, Tabs: 0 cm, Left + Not at 0,16 cm + 1,59 cm

Formatted: Font: Bold, I ndonesian


(48)

Sumadiono (2001) yang menyatakan bahwa eosinofil merupakan sel yang terutama terdapat di jaringan. Jumlah eosinofil pada darah merupakan refleksi keseimbangan antara produksi dari sumsum tulang dan rekruitmen ke jaringan dan bukan jumlah total pada tubuh. Eosinofil berada pada darah tepi hanya sementara dengan waktu yang relatif pendek (Egesten and Malm, 2001). Distribusi dan pelepasan eosinofil dipengaruhi oleh beberapa sistem kontrol. Eosinofil diproduksi oleh sumsum tulang, kemudian setelah 2-6 hari eosinofil yang matang akan meninggalkan sumsum tulang dan berada di sirkulasi darah tepi selama 6-12 jam, kemudian akan menuju jaringan selama beberapa hari. Untuk setiap sel eosinofil yang ditemukan di darah tepi terdapat sekitar 100-1000 eosinofil pada jaringan yang berbeda (Sumadiono, 2001).

Daun Sendok (Plantago major L.) berpotensi untuk dikembangkan sebagai antiasma jika ditinjau dari kandungan yang terdapat di dalamnya seperti ascorbic-acid, apigenin, baicalein, baicalin, chlorogenic-ascorbic-acid, linolenic-ascorbic-acid, ursolic-ascorbic-acid, oleic-acid, dan cafeic-acid. Hasil penelitian memperlihatkan ekstrak daun sendok dosis 1 mg/mencit dapat menurunkan jumlah eosinofil darah tepi (tabel 4.1) tapi penurunan ini tidak bermakna secara statistik (tabel 4.2) (p = 0.791) dibandingkan kelompok asma. Penurunan jumlah eosinofil tersebut dimungkinan akibat adanya kandungan yang dimiliki oleh daun sendok seperti ascorbic-acid, yang menurut Duke (2009) memiliki fungsi sebagai antihistamin dan antagonis kalsium. Efek antagonis kalsium ini akan menghambat proses degranulasi sel mast, sehingga pelepasan mediator inflamasi seperti histamin, leukotrien, dan prostaglandin terhambat yang selanjutnya akan dapat menurunkan jumlah eosinofil darah tepi.


(49)

Selain itu di dalam daun sendok terdapat linolenic-acid, oleanolic-acid, ursolic-acid, dan tannin yang mampu menghambat proses lipooksigenase dan siklooksigenase. Allantoin, ferulic-acid, aucubin, baicalein, baicalin, chlorogenic-acid, dan oleic-acid yang trekandung di dalamnya juga diketahui mempunyai efek anti inflamasi (Duke, 2009). Hal tersebut menyebabkan jumlah eosinofil darah menurun.

Pada kelompok perlakuan dengan antihistamin generasi III (fexofenadine) menunjukkan adanya penurunan rata-rata hitung eosinofil darah tepi (tabel 4.1) yang bermakna dibandingkan kelompok asma alergi (p = 0.049) (tabel 4.2). Dewoto (2007) menyatakan antihistamin bekerja melalui kompetisi dengan histamin untuk menduduki reseptor histamin pada sel. Dengan kompetisi histamin ini menyebabkan perekrutan eosinofil dapat dihambat sehingga terjadi penurunan jumlah eosinofil darah tepi. Jumlah eosinofil kelompok yang diberikan antihistamin lebih sedikit (tabel 4.1) dibandingan kelompok yang diberi ekstrak daun sendok dosis 1 mg/mencit, tetapi pebedaan ini tidak bermakna (p = 0.200) (tabel 4.2). Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun sendok dapat menurunkan hitung eosinofil darah tepi sebanding dengan antihistamin generasi III (fexofenadine).

Pada kelompok daun sendok dosis 1 mg/mencit dengan dosis 2 mg/mencit tidak didapatkan perbedaan bermakna dalam menurunkan hitung eosinofil (p = 0.266) (tabel 4.2). Hasil ini menunjukkan ekstrak daun sendok dosis 1 mg/mencit memiliki kemampuan yang tidak jauh berbeda dengan ekstrak daun sendok dosis 2 mg/mencit dalam menurunkan jumlah eosinofil. Namun jumlah eosinofil pada


(50)

kelompok asma alergi dengan daun sendok dosis 2 mg/mencit lebih rendah jika dibandingkan jumlah eosinofil pada kelompok asma alergi dengan daun sendok dosis 1 mg/mencit sehingga masih diperlukan uji dosis yang lebih besar untuk mendapatkan dosis daun sendok yang bermakna dalam menurunkan eosinofil darah tepi pada asma alergi model akut.

Proses asma akut yang terjadi pada mencit Balb/C penelitian ini kemungkinan menjadi salah satu faktor penyebab diperolehnya hasil yang tidak bermakna . Peningkatan jumlah eosinofil sistemik yang cukup bermakna biasanya didapatkan pada penyakit asma yang sudah berjalan kronis (Bosquet, 1990). Disamping itu perlu dipertimbangkan adanya keterbatasan dan kelemahan dalam cara penghitungan eosinofil yang dilakukan secara manual dan hanya menggunakan 5 lapangan pandang saja.


(51)

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Tidak ada hubungan pemberian ekstrak daun sendok terhadap hitung eosinofil darah tepi pada mencit Balb/C model asma alergi (p>0,05).

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan petanda asma alergi yang lain.

2. Perlu dilakukan uji dosis daun sendok yang lebih besar untuk mengetahui dosis yang bermakna dalam menurunkan eosinofil darah tepi pada mencit model asma akut.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan mencit model asma kronis.

Formatted: Left

Formatted: Justified, I ndent: Hanging: 0,95 cm, Numbered + Level: 1 + Numbering Style: A, B, C, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 0,32 cm + Tab after: 0 cm + I ndent at: 0,95 cm, Tabs: 0,95 cm, Left + Not at 0 cm Formatted: Font: Not Bold, I ndonesian

Formatted: Justified, I ndent: Hanging: 0,95 cm, Numbered + Level: 1 + Numbering Style: A, B, C, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 0,32 cm + Tab after: 0 cm + I ndent at: 0,95 cm, Tabs: 0,95 cm, Left + Not at 0 cm


(1)

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

xlvi

xlvi

kemaknaan masing-masing kelompok, maka analisis dilanjutkan dengan Post Hoc Test yaitu uji Mann-Whitney.

Dari Uji Post Hoc didapatkan perbedaan yang bermakna hanya pada

kelompok I dengan kelompok III (p = 0,049). Sedangkan untuk kelompok

yang lain tidak bermakna.

Hasil analisis statistik antar kelompok perlakuan dapat diringkas

dalam tabel berikut ini :

Tabel 4.2. Hasil Perhitungan Uji Mann-Whitney(a=0,05) antar Kelompok

Kelompok P Kemaknaan

K1-K2 0.243 Tidak Bermakna

K2-K3 0.049 Bermakna

K2-K4 0.791 Tidak Bermakna

K2-K5 0.184 Tidak Bermakna

K3-K4 K3-K5 K4-K5

0.200

0.632

0.266

Tidak Bermakna

Tidak Bermakna

Tidak Bermakna (Sumber : Data Primer, 2010)

Formatted: Font: I talic, I ndonesian

Formatted: Font: Not Bold, I ndonesian

Formatted Table

Formatted: I ndonesian

Formatted: I ndent: Left: 0 cm, First line: 0 cm


(2)

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

xlvii

xlvii

BAB V PEMBAHASAN

Asma adalah suatu kondisi inflamasi kronis di saluran pernapasan yang

ditandai dengan terjadinya kesulitan bernafas. Gejala asma antara lain adalah

sesak nafas, mengi, dada terasa berat, dan batuk (GINA, 2008). Sel yang muncul

pada proses inflamasi adalah limfosit, sel plasma, eosinofil dan sel mast. Eosinofil

banyak ditemukan di sekitar tempat terjadinya reaksi imun yang diperantarai IgE,

yang berkaitan dengan alergi (Mitchell dan Cotran, 2007; Shin et al., 2009).

Bahan yang menyebabkan alergi biasa dikenal sebagai alergen. Alergen yang

digunakan berupa OVA yang dipaparkan secara inhalasi. Menurut Baratawidjaja

(2004) alergen yang masuk akan didegradasi oleh APC menjadi peptida – peptida

untuk selanjutnya dipresentasikan pada sel limfosit T CD4+.

Pada penelitian ini didapatkan peningkatan jumlah eosinofil darah tepi pada

kelompok asma (Tabel 4.1), meskipun secara statistik tidak bermakna jika

dibandingkan kelompok kontrol (p=0.243) (tabel 4.2), sedangkan pada penelitian

Meidawati (2010) dengan petanda asma hitung eosinofil bronkus didapatkan

perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol dan asma (p=0,000). Hal ini

terjadi karena petanda asma alergi tidak hanya hitung eosinofil darah tepi saja.

Hasil penelitian Meidawati (2010) dapat dimungkinkan karena reaksi alergi sering

bersifat lokal dan jarang bereaksi sistemik. Hal ini didukung oleh pendapat

Formatted: Centered, I ndent: Left: 0 cm, First line: 0 cm, Line spacing: Double, Tabs: 0 cm, Left + Not at 0,16 cm + 1,59 cm

Formatted: Font: Bold, I ndonesian


(3)

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

xlviii

xlviii

Sumadiono (2001) yang menyatakan bahwa eosinofil merupakan sel yang

terutama terdapat di jaringan. Jumlah eosinofil pada darah merupakan refleksi

keseimbangan antara produksi dari sumsum tulang dan rekruitmen ke jaringan dan

bukan jumlah total pada tubuh. Eosinofil berada pada darah tepi hanya sementara

dengan waktu yang relatif pendek (Egesten and Malm, 2001). Distribusi dan

pelepasan eosinofil dipengaruhi oleh beberapa sistem kontrol. Eosinofil

diproduksi oleh sumsum tulang, kemudian setelah 2-6 hari eosinofil yang matang

akan meninggalkan sumsum tulang dan berada di sirkulasi darah tepi selama 6-12

jam, kemudian akan menuju jaringan selama beberapa hari. Untuk setiap sel

eosinofil yang ditemukan di darah tepi terdapat sekitar 100-1000 eosinofil pada

jaringan yang berbeda (Sumadiono, 2001).

Daun Sendok (Plantago major L.) berpotensi untuk dikembangkan sebagai

antiasma jika ditinjau dari kandungan yang terdapat di dalamnya seperti

ascorbic-acid, apigenin, baicalein, baicalin, chlorogenic-ascorbic-acid, linolenic-ascorbic-acid, ursolic-ascorbic-acid, oleic-acid, dan cafeic-acid. Hasil penelitian memperlihatkan ekstrak daun sendok

dosis 1 mg/mencit dapat menurunkan jumlah eosinofil darah tepi (tabel 4.1) tapi

penurunan ini tidak bermakna secara statistik (tabel 4.2) (p = 0.791) dibandingkan

kelompok asma. Penurunan jumlah eosinofil tersebut dimungkinan akibat adanya

kandungan yang dimiliki oleh daun sendok seperti ascorbic-acid, yang menurut

Duke (2009) memiliki fungsi sebagai antihistamin dan antagonis kalsium. Efek

antagonis kalsium ini akan menghambat proses degranulasi sel mast, sehingga

pelepasan mediator inflamasi seperti histamin, leukotrien, dan prostaglandin


(4)

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

xlix

xlix

Selain itu di dalam daun sendok terdapat linolenic-acid, oleanolic-acid,

ursolic-acid, dan tannin yang mampu menghambat proses lipooksigenase dan

siklooksigenase. Allantoin, ferulic-acid, aucubin, baicalein, baicalin,

chlorogenic-acid, dan oleic-acid yang trekandung di dalamnya juga diketahui mempunyai

efek anti inflamasi (Duke, 2009). Hal tersebut menyebabkan jumlah eosinofil

darah menurun.

Pada kelompok perlakuan dengan antihistamin generasi III (fexofenadine)

menunjukkan adanya penurunan rata-rata hitung eosinofil darah tepi (tabel 4.1)

yang bermakna dibandingkan kelompok asma alergi (p = 0.049) (tabel 4.2).

Dewoto (2007) menyatakan antihistamin bekerja melalui kompetisi dengan

histamin untuk menduduki reseptor histamin pada sel. Dengan kompetisi histamin

ini menyebabkan perekrutan eosinofil dapat dihambat sehingga terjadi penurunan

jumlah eosinofil darah tepi. Jumlah eosinofil kelompok yang diberikan

antihistamin lebih sedikit (tabel 4.1) dibandingan kelompok yang diberi ekstrak

daun sendok dosis 1 mg/mencit, tetapi pebedaan ini tidak bermakna (p = 0.200)

(tabel 4.2). Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun sendok dapat menurunkan

hitung eosinofil darah tepi sebanding dengan antihistamin generasi III

(fexofenadine).

Pada kelompok daun sendok dosis 1 mg/mencit dengan dosis 2 mg/mencit

tidak didapatkan perbedaan bermakna dalam menurunkan hitung eosinofil (p =

0.266) (tabel 4.2). Hasil ini menunjukkan ekstrak daun sendok dosis 1 mg/mencit

memiliki kemampuan yang tidak jauh berbeda dengan ekstrak daun sendok dosis


(5)

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

l

l

kelompok asma alergi dengan daun sendok dosis 2 mg/mencit lebih rendah jika

dibandingkan jumlah eosinofil pada kelompok asma alergi dengan daun sendok

dosis 1 mg/mencit sehingga masih diperlukan uji dosis yang lebih besar untuk

mendapatkan dosis daun sendok yang bermakna dalam menurunkan eosinofil

darah tepi pada asma alergi model akut.

Proses asma akut yang terjadi pada mencit Balb/C penelitian ini

kemungkinan menjadi salah satu faktor penyebab diperolehnya hasil yang tidak

bermakna . Peningkatan jumlah eosinofil sistemik yang cukup bermakna biasanya

didapatkan pada penyakit asma yang sudah berjalan kronis (Bosquet, 1990).

Disamping itu perlu dipertimbangkan adanya keterbatasan dan kelemahan dalam

cara penghitungan eosinofil yang dilakukan secara manual dan hanya

menggunakan 5 lapangan pandang saja.


(6)

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

li

li

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Tidak ada hubungan pemberian ekstrak daun sendok terhadap hitung

eosinofil darah tepi pada mencit Balb/C model asma alergi (p>0,05).

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan petanda asma alergi yang lain.

2. Perlu dilakukan uji dosis daun sendok yang lebih besar untuk

mengetahui dosis yang bermakna dalam menurunkan eosinofil darah tepi

pada mencit model asma akut.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan mencit model asma

kronis.

Formatted: Left

Formatted: Justified, I ndent: Hanging: 0,95 cm, Numbered + Level: 1 + Numbering Style: A, B, C, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 0,32 cm + Tab after: 0 cm + I ndent at: 0,95 cm, Tabs: 0,95 cm, Left + Not at 0 cm

Formatted: Font: Not Bold, I ndonesian

Formatted: Justified, I ndent: Hanging: 0,95 cm, Numbered + Level: 1 + Numbering Style: A, B, C, … + Start at: 1 + Alignment: Left + Aligned at: 0,32 cm + Tab after: 0 cm + I ndent at: 0,95 cm, Tabs: 0,95 cm, Left + Not at 0 cm