commit to user
17 17
5
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Imunologi Asma Alergi
Alergi adalah suatu keadaan hipersensitivitas yang diinduksi oleh pajanan terhadap suatu antigen tertentu yang menimbulkan reaksi
imunologi yang berbahaya pada pajanan berikutnya Dorland, 2002. Alergi merupakan akuisisi reaktivitas imun spesifik yang tidak sesuai
terhadap bahan-bahan lingkungan yang dalam keadaan normal tidak berbahaya Sherwood, 2001. Reaksi alergi diperantarai oleh IgE, tetapi
sel B dan sel T memerankan peranan yang penting dalam perkembangan dari antibodi Anand, 2010. Alergi dapat menyerang setiap organ tubuh
terutama kulit, saluran pencernaan, dan saluran pernafasan Tanjung dan Yunihastuti, 2006. Apabila reaksi alergi terlokalisasi di bronkiolus
maka akan timbul asma Sherwood, 2001. Saat ini telah dibuktikan bahwa asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang
melibatkan beberapa sel, menyebabkan pelepasan mediator yang dapat mengaktivasi sel target saluran napas sehingga terjadi bronkokonstriksi,
kebocoran mikrovaskular, edema, hipersekresi mukus dan stimulasi refleks saraf Rahmawati, 2003.
Respon awal, ditandai dengan vasodilatasi, kebocoran vaskular, dan spasme otot polos, yang biasanya muncul dalam rentang waktu 5
hingga 30 menit setelah terpajan oleh suatu alergen dan menghilang
Formatted: I ndent: Hanging: 0,95 cm, Numbered + Level: 1
+ Numbering Style: A, B, C, … + Start at: 1 + Alignment: Left
+ Aligned at: 0,32 cm + Tab after: 0 cm + I ndent at: 0,95
cm, Tabs: Not at 0,95 cm
commit to user
18 18
setelah 60 menit. Kedua, reaksi fase lambat, yang muncul 2 hingga 8 jam kemudian dan berlangsung selama beberapa hari. Reaksi fase lambat ini
ditandai dengan infiltrasi eosinofil serta sel peradangan akut dan kronis lainnya pada jaringan dan disertai dengan penghancuran jaringan dalam
bentuk kerusakan epitel mukosa Mitchell dan Cotran, 2007. Reaksi dimulai dengan pajanan awal terhadap antigen tertentu
alergen yang ditangkap oleh Antigen Presenting Cell APC, diproses lalu dipresentasikan ke sel T CD4
+
. Sel T CD4
+
dapat berdiferensiasi menjadi dua sel efektor, yaitu sel CD4
+
Th1 dan sel CD4
+
Th2. Ketidakseimbangan antara sel CD4
+
Th1 dan sel CD4
+
Th2 merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit imunologi,
termasuk penyakit alergi Baratawidjaja, 2004. Sel CD4
+
Th1 menghasilkan interleukin-2 IL-2, interferon-g IFN-g , tumor-necrosis
factor TNF, dan menghasil sel yang berperan dalam respon imunitas tipe lambat Anand, 2010; Kresno, 2001.
Pada asma, alergen merangsang induksi sel T CD4
+
tipe Th2. Sel T CD4
+
tipe Th2 selanjutnya mensekresikan IL- 3, IL-5, dan GM-CSF yang akan mengaktifkan eosinofil dan memperpanjang ketahanan hidup
eosinofil. Selain itu juga di produksi IL-13 yang menyebabkan diproduksinya IgE oleh sel B Kresno, 2001. Sel B berperan sebagai
faktor pertumbuhan sel mast, serta merekrut dan mengaktivasi eosinofil. Selanjutnya antibodi IgE berikatan pada reseptor Fc berafinitas tinggi
commit to user
19 19
yang terdapat pada sel mast dan basofil bersiap untuk menimbulkan hipersensitivitas pada pajanan berikutnya Abbas and Litchman, 2009.
Pajanan ulang terhadap antigen yang sama mengakibatkan pertautan-silang pada IgE yang terikat sel dan memicu suatu kaskade
sinyal intrasel sehingga terjadi pelepasan beberapa mediator Mitchell dan Cotran, 2007.
Mediator fase awal mencakup leukotrien C
4
, D
4
, dan E
4
, prostaglandin D
2
, E
2
, dan F
2
α, histamin, platelet-activating factor, dan triptase sel mast. Leukotrien merupakan produk inflamasi yang
dihasilkan dari jalur lipoksigenase. Leukotrien C
4
, D
4
, dan E
4
merupakan mediator
sangat kuat
yang menyebabkan
bronkokonstriksi berkepanjangan, peningkatan permeabilitas vaskular, dan peningkatan
sekresi musin. Dua kejadian yang pertama juga diperparah dengan adanya histamin serta prostaglandin D
2
, E
2
, dan F
2
α yang dihasilkan dari jalur siklooksigenase Mitchell dan Cotran, 2007. Platelet-activating
factor berperan dalam menyebabkan agregasi trombosit dan pembebasan histamin dari granula. Triptase sel mast menginaktifkan peptida yang
menyebabkan bronkodilatasi normal Maitra dan Kumar, 2007. Reaksi awal ini kemudian dikuti oleh fase lanjut yang didominasi
oleh rekrutmen leukosit jenis basofil, neutrofil dan eosinofil. Mediator sel mast yang berperan dalam rekrutmen sel radang ini adalah faktor
kemotaktik eosinofilik dan neutrofilik serta leukotrien B
4
yang berperan untuk merekrut dan mengaktifkan eosinofil dan neutrofil. Interleukin 4
commit to user
20 20
dan IL-5, yang berfungsi untuk memperkuat respons sel CD4
+
Th2 dengan meningkatkan sintesis IgE serta kemotaksis dan proliferasi
eosinofil. Platelet-activating factor yang merupakan faktor kemotaktik kuat untuk eosinofil bila terdapat IL-6. Faktor nekrosis tumor berperan
dalam meningkatkan molekul perekat adhesion molecules di endotel vaskuler serta di sel radang Maitra dan Kumar, 2007.
Kedatangan leukosit ditempat degranulasi sel mast menimbulkan dua efek : 1 sel ini kembali mengeluarkan serangkaian mediator yang
mengaktifkan sel mast dan memperkuat respon awal, dan 2 sel ini menyebabkan kerusakan epitel yang khas pada serangan asma Maitra
dan Kumar, 2007. Eosinofil sangat penting pada fase lanjut. Selain faktor kemotaksis
sel mast terdapat peran kemokin lain dalam kemotaksis eosinofil yang dihasilkan oleh sel epitel bronkus aktif, makrofag dan otot polos jalan
nafas. Eosinofil yang menumpuk menimbulkan beragam efek. Ragam mediator eosinofil sama banyaknya dengan yang dimiliki oleh sel mast
dan meliputi major basic protein MBP dan protein kationik eosinofil eosinophil cationic protein, ECP, yang bersifat toksik terhadap sel
epitel. Peroksidase eosinofil menyebabkan kerusakan jaringan melalui stres oksidatif. Eosinofil aktif juga mengandung leukotrien yang
berlimpah, tetutama leukotrien C
4
, serta platelet activating factor. Oleh karena itu, eosinofil dapat memperkuat dan mempertahankan respons
commit to user
21 21
peradangan tanpa pajanan lebih lanjut ke antigen pemicu Maitra dan Kumar, 2007.
Prinsip pengobatan pada asma adalah dengan cara mencegah ikatan alergen dengan IgE, mencegah penglepasan mediator inflamasi oleh sel
mast, dan mengurangi inflamasi Sundaru dan Sukamto, 2007.
2. Daun Sendok Plantago major L.