1.2. Berdasarkan Bahannya. Klasifikasi adsorben berdasarkan bahannya dibagi menjadi dua,yaitu :
Adsorben Organik Adsorben organik adalah adsorben yang berasal dari bahan-bahan yang
mengandung pati. Adsorben ini sudah mulai digunakan sejak tahun 1979 untuk mengeringkan berbagai macam senyawa. Beberapa tumbuhan yang biasa digunakan
untuk adsorben diantaranya adalah ganyong, singkong, jagung, dan gandum. Kelemahan dari adsorben ini adalah sangat bergantung pada kualitas tumbuhan yang
akan dijadikan adsorben. Oleh karena itu, adsorben ini tidak dipilih dalam penelitian yang akan dilakukan.
Adsorben Anorganik Adsorben ini mulai dipakai pada awal abad ke-20. Dalam perkembangannya,
pemakaian dan jenis dari adsorben ini semakin beragam dan banyak dipakai orang. Penggunaan adsorben ini dipilih karena berasal dari bahan-bahan non pangan,
sehingga tidak terpengaruh oleh ketersediaan pangan dan kualitasnya cenderung sama.
2.3. Daun Pisang Batu Musa balbisiana colla
Jika ingin menggunakan daun pisang, pilihlah daun pisang batu. Daunnya lentur, tidak mudah pecah, warnanya hijau tua menarik, dan permukaannya mengilap
kompas.com, 20110601. Pisang Musa sp. merupakan tumbuhan yang berasal dari Asia dan tersebar di
Spanyol, Itali, Indonesia, Amerika, dan bagian dunia lainnya. Tanaman ini
dikelompokkan menjadi pisang liar dan pisang budidaya. Pisang liar pada umumnya ditemukan tumbuh liar di alam, mempunyai banyak biji, dan bersifat diploid.
Sedangkan pisang budidaya pada umumnya tumbuh dipekarangan, bijinya sedikit, dan bersifat triploid atau kadang diploid. Jenis pisang budidaya inilah yang sering
kita manfaatkan, sedangkan pisang liar tidak banyak dimanfaatkan secara ekonomi padahal pisang liar mempunyai potensi yang luar biasa dan masih belum banyak
Universitas Sumatera Utara
digali. Indonesia merupakan salah satu negara pusat asal-usul pisang-pisangan. Jumlah jenis pisang liar di Indonesia sangat melimpah. Sebanyak 12 jenis pisang liar
telah ditemukan di Indonesia mulai dari lembah alas Aceh Tenggara sampai ke daerah Papua bagian utara. Salah satu jenis pisang liar adalah Musa balbisiana
Colla . Masyarakat Indonesia mengenalnya secara umum dengan sebutan pisang batu,
pisang biji, atau pisang klutuk. Jenis ini belum pernah dilaporkan, dan ditemukan tumbuh secara liar di Indonesia. Akan tetapi secara luas telah ditanam di kebun-
kebun Indonesia. Propinsi Lampung menyumbang lebih dari 30 total produksi nasional BPS,
2007. Sentra produksi pisang di Lampung ada di daerah Kedondong, Kalianda, Gading Rejo, Trimurjo, Metro, dan Semulih Raya. Selain jumlahnya yang besar,
Lampung juga mempunyai jenis pisang yang beragam. Hampir semua jenis pisang di Indonesia tumbuh di sini, namun belum seluruhnya dimanfaatkan khususnya pisang
batu. Potensi pisang liar di Indonesia belum mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.
Selama ini tunas atau bonggol pisang muda diberikan sebagai pakan ternak pengganti rumput. Daunnya digunakan sebagai pembungkus makanan. Tangkai daun dan serat
upih daun yang kering digunakan sebagai pengikat. Masyarakat Jawa Tengah menggunakan upih daun kerting sebagai pembungkus daun tembakau, sedangkan di
Sumatera Utara digunakan sebagai pembungkus gula aren. Selain itu upih batang dapat digunakan sebagai pelindung bibit tanaman. Padahal kalau dikaji lebih jauh
lagi, kegunaan pisang liar tidak hanya terbatas pada hal tersebut. Pisang liar mempunyai potensi yang luar biasa, diantaranya sebagai sumber plasma nutfah. Musa
acuminata Colla dan Musa balbisiana Colla merupakan nenek moyang dari pisang-
pisang budidaya yang ada di Indonesia. Tanaman pisang batu berbatang semu nampak di atas tanah tinggi dapat
mencapai ± 30 m. Di atas batang semu tersebut terdapat banyak daun yang menggerombol dengan pelepah daun 1-2 m. Daun mudah robek. Perbungaan keluar
dari ujung batang, dekat daun berbentuk tandan, warna bunga putih. Buah juga
Universitas Sumatera Utara
berbentuk tandan setelah masak berwarna kuning. Pisang biji rasanya manis, tetapi banyak sekali bijinya, dalam 1 buah pisang terdapat ± 50 biji, biji kecil, berwarna
hitam seperti biji kapuk randu. Habitat tanaman ini tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian ± 2200 m dpl. Tanaman pisang ini menyukai daerah yang panas,
subur atau sedikit berbatu, dekat dengan pembuangan sampah. Pisang batu sudah dibudidayakanditanam di kebun dengan skala kecil 0,5 hektar sampai skala sedang
± 2 hektar di Jawa Timur. Tetapi dijumpai pula tumbuh liar di tepi hutan. 2.4. Spektrofotometer Serapan Atom SSA
1. Pengertian Spektrofotometer Serapan Atom SSA adalah suatu alat yang digunakan pada metode analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan metaloid
yang berdasarkan pada penyerapan adsorbsi radiasi oleh atom bebas. 2. Prinsip Dasar
Spektrofotometer serapan atom SSA merupakan teknik analisis kuantitafif dari unsur-unsur yang pemakainnya sangat luas di berbagai bidang karena
prosedurnya selektif, spesifik, biaya analisisnya relatif murah, sensitivitasnya tinggi ppm-ppb, dapat dengan mudah membuat matriks yang sesuai dengan standar, waktu
analisis sangat cepat dan mudah dilakukan. SSA pada umumnya digunakan untuk analisa unsur, spektrofotometer adsorpsi atom juga dikenal sistem single beam dan
double beam layaknya Spektrofotometer UV-VIS. Sebelumnya dikenal fotometer nyala yang hanya dapat menganalisis unsur yang dapat memancarkan sinar terutama
unsur golongan IA dan IIA. Umumnya lampu yang digunakan adalah lampu katoda cekung yang mana penggunaanya hanya untuk analisis satu unsur saja. Metode SSA
berprinsip pada adsorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Metode serapan
atom hanya tergantung pada perbandingan dan tidak bergantung pada temperatur. Setiap alat SSA terdiri atas tiga komponen yaitu unit teratomisasi, sumber radiasi,
sistem pengukur fotometerik. Teknik SSA menjadi alat yang canggih dalam analisis. Ini disebabkan karena sebelum pengukuran tidak selalu memerlukan pemisahan unsur
Universitas Sumatera Utara
yang ditentukan karena kemungkinan penentuan satu unsur dengan kehadiran unsur lain dapat dilakukan, asalkan katoda berongga yang diperlukan tersedia. SSA dapat
digunakan untuk mengukur logam sebanyak 61 logam. Sumber cahaya pada SSA adalah sumber cahaya dari lampu katoda yang berasal dari elemen yang sedang
diukur kemudian dilewatkan ke dalam nyala api yang berisi sampel yang telah teratomisasi, kemudia radiasi tersebut diteruskan ke detektor melalui monokromator.
Chopper digunakan untuk membedakan radiasi yang berasal dari sumber radiasi, dan radiasi yang berasal dari nyala api. Detektor akan menolak arah searah arus DC dari
emisi nyala dan hanya mengukur arus bolak-balik dari sumber radiasi atau sampel. Atom dari suatu unsur pada keadaan dasar akan dikenai radiasi maka atom tersebut
akan menyerap energi dan mengakibatkan elektron pada kulit terluar naik ke tingkat energi yang lebih tinggi atau tereksitasi. Jika suatu atom diberi energi, maka energi
tersebut akan mempercepat gerakan elektron sehingga elektron tersebut akan tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi dan dapat kembali ke keadaan semula.
Atom-atom dari sampel akan menyerap sebagian sinar yang dipancarkan oleh sumber cahaya. Penyerapan energi oleh atom terjadi pada panjang gelombang tertentu sesuai
dengan energi yang dibutuhkan oleh atom tersebut. 3. Bagian-Bagian pada SSA
a. Lampu Katoda Lampu katoda merupakan sumber cahaya pada SSA. Lampu katoda memiliki
masa pakai atau umur pemakaian selama 1000 jam. Lampu katoda pada setiap unsur yang akan diuji berbeda-beda tergantung unsur yang akan diuji, seperti lampu katoda
Cu, hanya bisa digunakan untuk pengukuran unsur Cu. Lampu katoda terbagi menjadi dua macam, yaitu : Lampu Katoda Monologam : Digunakan untuk mengukur
1 unsur Lampu Katoda Multilogam : Digunakan untuk pengukuran beberapa logam sekaligus, hanya saja harganya lebih mahal. Soket pada bagian lampu katoda yang
hitam, yang lebih menonjol digunakan untuk memudahkan pemasangan lampu katoda pada saat lampu dimasukkan ke dalam soket pada SSA. Bagian yang hitam ini
merupakan bagian yang paling menonjol dari ke-empat besi lainnya. Lampu katoda
Universitas Sumatera Utara
berfungsi sebagai sumber cahaya untuk memberikan energi sehingga unsur logam yang akan diuji, akan mudah tereksitasi. Selotip ditambahkan, agar tidak ada ruang
kosong untuk keluar masuknya gas dari luar dan keluarnya gas dari dalam, karena bila ada gas yang keluar dari dalam dapat menyebabkan keracunan pada lingkungan
sekitar. Cara pemeliharaan lampu katoda ialah bila setelah selesai digunakan, maka lampu dilepas dari soket pada main unit SSA, dan lampu diletakkan pada tempat
busanya di dalam kotaknya lagi, dan dus penyimpanan ditutup kembali. Sebaiknya setelah selesai penggunaan, lamanya waktu pemakaian dicatat.
b. Tabung Gas Tabung gas pada SSA yang digunakan merupakan tabung gas yang berisi gas
asetilen. Gas asetilen pada SSA memiliki kisaran suhu ± 20000K, dan ada juga tabung gas yang berisi gas N
2
O yang lebih panas dari gas asetilen, dengan kisaran suhu ± 30000K. regulator pada tabung gas asetilen berfungsi untuk pengaturan
banyaknya gas yang akan dikeluarkan, dan gas yang berada di dalam tabung. Spedometer pada bagian kanan regulator. Merupakan pengatur tekanan yang berada
di dalam tabung. Pengujian untuk pendeteksian bocor atau tidaknya tabung gas tersebut, yaitu dengan mendekatkan telinga ke dekat regulator gas dan diberi sedikit
air, untuk pengecekkan. Bila terdengar suara atau udara, maka menendakan bahwa tabung gas bocor, dan ada gas yang keluar. Hal lainnya yang bisa dilakukan yaitu
dengan memberikan sedikit air sabun pada bagian atas regulator dan dilihat apakah ada gelembung udara yang terbentuk. Bila ada, maka tabung gas tersebut positif
bocor. Sebaiknya pengecekkan kebocoran, jangan menggunakan minyak, karena minyak akan dapat menyebabkan saluran gas tersumbat. Gas didalam tabung dapat
keluar karena disebabkan di dalam tabung pada bagian dasar tabung berisi aseton yang dapat membuat gas akan mudah keluar, selain gas juga memiliki tekanan.
c. Ducting Ducting
merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa pembakaran pada SSA, yang langsung dihubungkan pada cerobong asap bagian luar
pada atap bangunan, agar asap yang dihasilkan oleh SSA, tidak berbahaya bagi
Universitas Sumatera Utara
lingkungan sekitar. Asap yang dihasilkan dari pembakaran pada SSA, diolah sedemikian rupa di dalam ducting, agar polusi yang dihasilkan tidak berbahaya. Cara
pemeliharaan ducting, yaitu dengan menutup bagian ducting secara horizontal, agar bagian atas dapat tertutup rapat, sehingga tidak akan ada serangga atau binatang
lainnya yang dapat masuk ke dalam ducting. Karena bila ada serangga atau binatang lainnya yang masuk ke dalam ducting , maka dapat menyebabkan ducting tersumbat.
Penggunaan ducting yaitu, menekan bagian kecil pada ducting kearah miring, karena bila lurus secara horizontal, menandakan ducting tertutup. Ducting berfungsi untuk
menghisap hasil pembakaran yang terjadi pada SSA, dan mengeluarkannya melalui cerobong asap yang terhubung dengan ducting.
d. Kompresor Kompresor merupakan alat yang terpisah dengan main unit, karena alat ini
berfungsi untuk mensuplai kebutuhan udara yang akan digunakan oleh SSA, pada waktu pembakaran atom. Kompresor memiliki 3 tombol pengatur tekanan, dimana
pada bagian yang kotak hitam merupakan tombol ON-OFF, spedo pada bagian tengah merupakan besar kecilnya udara yang akan dikeluarkan, atau berfungsi sebagai
pengatur tekanan, sedangkan tombol yang kanan merupakan tombol pengaturan untuk mengatur banyaksedikitnya udara yang akan disemprotkan ke burner. Bagian
pada belakang kompresor digunakan sebagai tempat penyimpanan udara setelah usai penggunaan SSA. Alat ini berfungsi untuk menyaring udara dari luar, agar
bersih.posisi ke kanan, merupakan posisi terbuka, dan posisi ke kiri merupakan posisi tertutup. Uap air yang dikeluarkan, akan memercik kencang dan dapat mengakibatkan
lantai sekitar menjadi basah, oleh karena itu sebaiknya pada saat menekan ke kanan bagian ini, sebaiknya ditampung dengan lap, agar lantai tidak menjadi basah., dan uap
air akan terserap ke lap. e. Burner
Burner merupakan bagian paling terpenting di dalam main unit, karena burner
berfungsi sebagai tempat pancampuran gas asetilen, dan aquabides, agar tercampur merata, dan dapat terbakar pada pemantik api secara baik dan merata. Lubang yang
Universitas Sumatera Utara
berada pada burner, merupakan lobang pemantik api, dimana pada lubang inilah awal dari proses pengatomisasian nyala api. Perawatan burner yaitu setelah selesai
pengukuran dilakukan, selang aspirator dimasukkan ke dalam botol yang berisi aquabides selama ±15 menit, hal ini merupakan proses pencucian pada aspirator dan
burner setelah selesai pemakaian. Selang aspirator digunakan untuk menghisap atau
menyedot larutan sampel dan standar yang akan diuji. Selang aspirator berada pada bagian selang yang berwarna oranye di bagian kanan burner. Sedangkan selang yang
kiri merupakan selang untuk mengalirkan gas asetilen. Logam yang akan diuji merupakan logam yang berupa larutan dan harus dilarutkan terlebih dahulu dengan
menggunakan larutan asam nitrat pekat. Logam yang berada di dalam larutan, akan mengalami eksitasi dari energi rendah ke energi tinggi. Nilai eksitasi dari setiap
logam memiliki nilai yang berbeda-beda. Warna api yang dihasilkan berbeda-beda bergantung pada tingkat konsentrasi logam yang diukur. Bila warna api merah, maka
menandakan bahwa terlalu banyaknya gas. Dan warna api paling biru, merupakan warna api yang paling baik, dan paling panas, dengan konsentrasi.
f. Buangan pada SSA Buangan pada SSA disimpan di dalam drigen dan diletakkan terpisah pada
SSA. Buangan dihubungkan dengan selang buangan yang dibuat melingkar sedemikian rupa, agar sisa buangan sebelumnya tidak naik lagi ke atas, karena bila
hal ini terjadi dapat mematikan proses pengatomisasian nyala api pada saat pengukuran sampel, sehingga kurva yang dihasilkan akan terlihat buruk. Tempat
wadah buangan drigen ditempatkan pada papan yang juga dilengkapi dengan lampu indikator. Bila lampu indikator menyala, menandakan bahwa alat SSA atau api pada
proses pengatomisasian menyala, dan sedang berlangsungnya proses pengatomisasian nyala api. Selain itu, papan tersebut juga berfungsi agar tempat atau wadah buangan
tidak tersenggol kaki. Bila buangan sudah penuh, isi di dalam wadah jangan dibuat kosong, tetapi disisakan sedikit, agar tidak kering.
Universitas Sumatera Utara
5. Keuntungan metode SSA Keuntungan metode SSA dibandingkan dengan spektrofotometer biasa yaitu
spesifik, batas deteksi yang rendah dari larutan yang sama bisa mengukur unsur-unsur yang berlainan, pengukurannya langsung terhadap contoh, output dapat langsung
dibaca, cukup ekonomis, dapat diaplikasikan pada banyak jenis unsur, batas kadar penentuan luas dari ppm sampai . Sedangkan kelemahannya yaitu pengaruh kimia
dimana SSA tidak mampu menguraikan zat menjadi atom misalnya pengaruh fosfat terhadap Ca, pengaruh ionisasi yaitu bila atom tereksitasi tidak hanya disosiasi
sehingga menimbulkan emisi pada panjang gelombang yang sama, serta pengaruh matriks misalnya pelarut.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Sumatera Utara FMIPA USU.
3.2. Populasi dan Sampel 3.2.1. Sampel :
Daun pisang batu Larutan standar logam crom
Larutan standar logam nikel
3.2.1. Cara pengambilan sampel :
Pengambilan sampel daun pisang batu di Desa Selemak Hamparan Perak, sampel daun pisang batu yang diambil adalah daun pisang batu yang telah kering
dipohon. 3.3. Alat yang digunakan :
Spektrofotometer Serapan Atom SSAShimadzu tipe : AA-6300 Mode lampu : BGC-D2
Laju alur gas : 15.0 Lmin Gas asetilen
3.4. Bahan-bahan yang digunakan :
NaOH 20 HCl 1 N
Metanol Air suling
Universitas Sumatera Utara