Daya Saing Produk Unggulan Dalam Pembangunan Ekonomi di Kutacane Aceh Tenggara

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Fitri. 2012. Artikel. Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah Kabupaten Bone Bolango. Jurnal Ekonomi: Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia.

Arikunto dan Suharsimi. 2006. Penelitian Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta Arsyad, Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: STIM YKPN

Badan Pusat Statistik. 2015. Provinsi Nanggro Aceh Darusalam dalam Angka 2010-2014. BPS, Aceh

______. 2015. Kabupaten Aceh Tenggara dalam Angka 2010-2015. BPS, Aceh Tenggara. Basri, Faisal. 2002. Perekonomian Indonesia, Tantangan dan Harapan Bagi Bangsa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Fachrurrazy. 2009. Skripsi. Analisis Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah Kabupaten Aceh Utara Dengan Pendekatan Sektor Pembentukan PDRB. Medan: USU Fufrizal. 2014. Pengembangan Produk Unggulan Sebagai Strategi Pembangunan Daerah. Jakarta: Bumi Aksara.

Graham. 2014. Pembangunan Ekonomi Kerakyatan. Surabaya: Usaha Nasional. Hadi, Sutrisno. 2001. Penelitian Ilmiah. Jakarta: Bumi Aksara.

Haezer, Eben. 2011. Daya Saing dan Indikator Daya Saing. Jakarta: Armico. Handoko. 2010. Daya Saing Pembangunan Daerah. Jakarta: BI

Huseini. Martani. 2014. Komoditas Unggulan. Bandung: IPB

Iqbal, Ahmad. 2013. Menghadapi Perdagangan Bebas. Purwokerto: FE Universitas Sudiman.

Jhingan, M.L. 2002. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Maramis. 2012. Produk Unggulan, Kompetensi Inti dan Daya Saing Perekonomian Daerah. Manado: FE Universitas Sam Ratulangi.

Maulana. 2011. Pembangunan Ekonomi Masyarakat. Jakarta: Usaha Nasional.

Novrilasari, Dylla. 2008. Skripsi. Analisis Sektor Unggulan Dalam Meningkatkan Perekonomian dan Pembangunan Wilayah di Kabupaten Kuantan Singingi. Bogor: IPB


(2)

Pantow, Srkandi, etc. 2015. Analisis Potensi Unggulan dan Daya Saing Sub Sektor Pertanian di Kabupaten Minahasa. Manado: Universitas Sam Ratulangi.

Putra, Ardiansya. 2015. Opini. Sektor Pertanian di Aceh Tenggara. Aceh: Harian Aceh, 30 Desember 2015.

Pambudhi. 2007. Daya Saing Investasi. Jakarta: Depeartemen Perindustrian.

Satia, Rudi. 2013. Analisis Sektor Unggulan Dalam Meningkatkan Perekonomian dan Pembangunan Kota Bandung Tahun 2008-2011. Bandung: UNIKOM

Satriagung. 2011. Kendala dan Tantangan Pembangunan Daerah. Jakarta: Potret Sirojuzilam. 2015. Pembangunan Ekonomi Regional. Medan: USU Press

______.2005. Beberapa Aspek Pembangunan Regional. Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia. Bandung

Soemarno. 2010. Pembangunan Sumber Daya Manusia. Surabaya: Usaha Nasional.

Tarmizi, Hasan Basri. 2013. Pertumbuhan Ekonomi dan Implikasinya. Medan: USUpress. Yulia, Evi Purwanti. 2001. Pembangunan Ekonomi Daerah. Jakarta: Off


(3)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini hanya mengkaji hal-hal yang menyangkut daya saing produk unggul dalam pembangunan ekonomi di Kutacane. Produk unggul dalam penelitian ini yaitu berupa produk unggul yang berasal dari sektor pertaian. Penelitian ini tidak bermaksud untuk menguji hipotesis karena penelitian ini bersifat eksploratif.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitan ini dilakukan di Kutacane yang berada di daerah Kabupaten Aceh Tenggara. Waktu penelitian ini dilaksankan selama 6 bulan mulai sejak bulan Maret-September 2016.

3.3 Definisi Operasional

 Daya Saing

Daya saing merupakan kemampuan menghasilkan produk barang dan jasa yang memnuhi pengujian internasional dan dalam saat bersamaan juga dapat memelihara tingkat pendapatan yang tinggi dan berkelanjutan atau kemampuan daerah menghasilkan tingkat pendapatan dan kesempatan kerja yang tnggi dengan tetap terbuka terhadap persaingan ekstrenal.

 Produk Unggulan

Produk unggulan adalah produk yang potensial dikembangkan pada suatu wilayah dengan memanfaatkan SDA dan SDM lokal yang berorientasi pasar dan ramah lingkungan.


(4)

 Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan per kapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara dan pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu negara.

3.4 Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian digunakan jenis data kuantitatif yang berarti data berupa bilangan, nilainya bisa berubah-ubah atau bersifat vareatif (Pantow, etc: 2015). Data yang digunakan diperoleh dari literatur serta dari instansi terkait yang bersumber dari Badan Pusat Statistik Kutacane dan Dinas Pertanian Kutacane. Metode perpustakaan digunakan juga untuk mempelancar kegiatan dalam melengkapi data serta teori devinisi yang mendukung penelitian ini.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunkan pendekatan deskriptif eksploratif yaitu metode penelitian yang bertujuan menghimpun informasi awal yang akan membantu uapaya menetapkan dan merumuskan hipotetsis (Kolter:2006). Pendekatan ini bertujuan mendeskripsikan berbagai hal, terkait penelitian ini adalah bertujuan untuk menganalisis produk unggulan dalam rangka peningkatan pembangunan ekonomi di Kutacane Aceh tenggara.

Sedangkan data dan informasi yang digunakan adalah data saries ekspor dan impor selama 3 tahun terakhir. Dalam menganalisis daya saing komoditas


(5)

unggulan yang akan dijadikan salah satu produk ekspor dapat digunakan rumus seperti dibawh ini :

 Untuk mengetahui ekspor share produk daerah

...(Tambunan:2001) Dimana :

xij : Nilai ekspor komoditi pada Negara J xtj : Nilai total ekspor Negara J

xiw : Nilai ekspor komoditi I untuk seluruh dunia xtw : Nilai total ekspor

 Untuk mengetahui besarnya kontribusi produk unggulan dalam perdagangan

internasional (ekspor)

...(Tambunan:2001) Dimana :

xi : Nilai ekspor pada komoditi i xt : Nilai total ekspor

 Untuk menentukan keunggulan komperatif atau daya saing unggulan produk

...(Tambunan:2001) Dimana :

x : Ekspor atau nilai ekspor i : Jenis komoditi

a : Negara asal w : Dunia

Apabila nilai RCA < 1 atau sampai mendekati 0, maka daya saing komoditi lemah, dan sebaliknya apabila RCA > 1 atau menjauhi angka 0 maka daya saing komoditi tinggi. Untuk mengetahui ketergantungan produk unggulan terhadap daerah mitra dagang maka digunakan perhitungan Indeks Konsentrasi Pasar (IPK). Nilai intensitas tersebut didapat dengan cara mengkuadratkan persentase perdangan antara satu daerah dengan daerah yang lain. Semakin besar nilai intensitas perdagangan (0-1) maka semakin besar ketergantungan suatu daerah


(6)

dengan daerah yang lain, dengan demikian akan semakin rentan terhadap kondisi perekonomian mitra dagangnya.

3.6 Teknik Analisis Data

Untuk mengukur kerentanan terhadap pasar digunakan Indeks Konsentrasi Pasar (Index of Trade Cobcentration) atau Hirschman Herfindahl Index (HHI), dengan rumus sebagai berikut :

√ ∑ ( ) Dimana :

Hi : Hirschaman index

xi : Nilai ekspor produk tertentu x : Nilai total ekspor Negara tertentu

Setelah daya saing produk serta ketentuannya terhadap pasar daerah tertentu, kemudian untuk mengetahui apakah daerah tersebut lebih baik menjadi eksportir atau importir digunakan Indeks Spesialisasi Perdangan (ISP) dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

[ ] [ ] Dimana :

ISP : Indeks spesialisasi perdagangan xi : Ekspor barang tertentu

Mi : Impor barang tertentu

Rantang hasil perhitungan ini antara 0-1, apabila nilai ISP ≥ 0,5 maka cenderung sebagai eksportir dan apabila nilai ISP ≤ 0,5 atau sampai mendekati 0 maka lebih cenderung sebagai importir.


(7)

1. Teknik Analisis Location Quotient

Teknik ini memiliki asumsi bahwa semua penduduk di suatu daerah mempunyai pola permintaan yang sama dengan pola permintaan nasional (regional). Bahwa produktivitas tiap pekerja di setiap sector industri di daerah adalah sama dengan produktivitas pekerja dalam industri nasional. Setiap industri menghasilkan barang yang homogen pada setiap sektor, dan bahwa perekonomian bangsa yang bersangkutan adalah suatu perekonomian tertutup.

Selain itu dapat digunaka juga analisis Location Quotient, analisis ini digunakan untuk mengidentifikasi dan merumuskan komposisi dan pergeseran sektor basis suatu wialayah dengan menggunakan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebagai indikator Pertumbuhan wilayah ( Adisasmita, 2005:29, dalam Pantow, etc, 2015). Analisis Location Quotient merupakan salah satu alat analisis yang dapat digunakan untuk mengetahui sektor basis dan non-basis yang berada di Kutacane. Secara sistematis perhitungan LQ dinyatakan sebagai berikut:

Dimana :

li : Jumlah kontribusi PDRB pada sektor i di Kutacane e : Jumlah kontribusi PDRB Seluruh sektor di Kutacane Li : Jumlah kontribusi PDRB pada sektor i di Provinsi Aceh E : Jumlah kontribusi PDRB seluruh sektor di Provinsi Aceh Hasil analisis LQ adalah sebagai berikut :

i. Apabila LQ > 1, menunjukka bahwa sektor i merupakan sektor unggulan diwilayah tersebut, artinya sektor tersebut memiliki peran sektor ekspor diwilayah tersebut dan dapat di simpulkan merupakan sektor basis.


(8)

ii. Apabila LQ < 1, menunjukkan bahwa sektor i bukan merupakan sektor unggulan diwilayah tersebut, artinya sektor tersebut tidak mempunyai peran sektor ekspor diwilayah tersebut justru akan mendatangkan impor dari wilayah lain, dan dapat disimpulkan bukan merupakan sektor basis (non basis)

iii. Apabila LQ = 1, artinya peran sektor i tersebut di Kutacane setara dengan peran sektor i di Provinsi Aceh.

2. Analisis Shift Share

Analisis ini digunakan untuk menentukan kinerja atau produktivitas suatu daerah, pergeseran struktur, posisi relatif sektor-sektor ekonomi dan identifikasi sektor-sektor ekonomi potensial suatu daerah kemudian membandingkannya dengan daerah yang lebih besar (regional/nasional). Analisis ini memberikan data tentang kinerja perekonomian dalam 3 bidang yang berhubungan satu sama lain (Arsyad 1999). Tiga bidang yang saling berhubungan itu meliputi:

1. Pertumbuhan ekonomi daerah diukur dengan cara menganalisis perubahan pengerjaan agregat secara sektoral kemudian dibuat perbandingan dengan sektor perekonomian yang sama sebagai acuan, sehingga diketahui perubahan-perubahan dan perbandingannya.

2. Pergeseran proporsional (proportional shift) digunakan untuk mengukur perubahan relatif, pertumbuhan atau penurunan, pada daerah dibandingkan dengan perekonomian yang lebih besar yang dijadikan acuan. Pengukuran ini memungkinkan kita untuk mengetahui apakah perekonomian daerah


(9)

terkonsentrasi pada industri-industri yang tumbuh lebih cepat ketimbang perekonomian yang dijadikan acuan.

3. Pergeseran diferensial (differential shift) digunakan untuk membantu dalam menentukan seberapa jauh daya saing industri daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadikan acuan. Oleh karena itu jika pergeseran diferensial dari satu industri adalah positif, maka industri tersebut lebih tinggi daya saingnya dibanding industri yang sama pada perekonomian yang dijadikan acuan.

Glasson (1990) merumuskan analisis shift share adalah sebagai berikut: Gj : Yjt – Yjo (1)

: (Nj + Pj + Dj) (2) Nj : Yjo (Yt / Yo) – Yjo (3) (P + D)j : Yjt - (Yt / Yo) Yjo (4) : (Gj - Nj) (5)

Pj : Σi [(Yit / Yio) - (Yt / Yo)] Yijo (6) Dj : Σt [Yijt - (Yit / Yio) Yijo] (7) : (P + D)j – Pj (8)

Dimana :

Gj : Pertumbuhan PDRB Total Kabupaten Aceh Tenggara Nj : Komponen Share di Kabupaten Aceh Tenggara (P + D)j : Komponen Net Shift di Kabupaten Aceh Tenggar Pj : Proportional Shift Kabupaten Aceh Tenggara Dj : Diferential Shift Kabupaten Aceh Tenggara Yj : PDRB total Kabupaten Aceh Tenggara

Yjo : PDRB total Kabupaten Aceh Tenggara periode awal Yjt : PDRB total Kabupaten Aceh Tenggara periode akhir Y : PDRB Total Propinsi Aceh

i : Subsektor pada PDRB.

Hasil analisis LQ adalah sebagai berikut :

1. Jika Dj > 0, maka pertumbuhan sektor i di Kabupaten Aceh Tenggara lebih cepat dari pertumbuhan sektor yang sama di Propinsi Aceh dan bila Dj < 0,


(10)

berarti pertumbuhan sektor i di Kabupaten Aceh Tenggara relatif lebih lambat dari pertumbuhan sektor yang sama di Propinsi Aceh.

2. Bila Pj > 0, maka Kabupaten Aceh Tenggara akan berspesialisasi pada sektor yang di tingkat propinsi tumbuh lebih cepat. Sebaliknya jika Pj < 0, maka Kabupaten Aceh Tenggara akan berspesialisasi pada sektor yang di tingkat propinsi tumbuh lebih lambat.


(11)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum

Kabupaten Aceh Tenggara berada di daerah pegunungan dengan ketinggian 1.000 meter diatas permukaan laut, yakni bagian dari pegunungan Bukit Barisan. Secara geografis, Kabupaten Aceh tenggaraterletak pada posisi 3055’230-4016’370 LU dan 96043’230-98010’320 BT. Disebalah utara berbatasan dengan Kabupaten Gayo Lues, disebelah timur berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Aceh Timur, diseblah selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceg Selatan, Kabupaten Aceh Singkil dan Provinsi Sumatera Utara, dan diseblah barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Selatan.

Aceh Tenggara adalah salah satu Kabupaten Provinsi Aceh yang merupakan daerah cagar alam nasional terbesar yang terdapat di Aceh. Pada dasarnya wilayah Kabupaten Aceh Tenggara kaya akan potensi alam, salah satu diantaranya adalah Sungain Alas. Secara umum ditinjau dari potensi pengembangan ekonomi, wilayah ini termasuk zona pertanian. Kabupaten Aceh Tenggara memeiliki luas wilayah sebesar 4.242,04 km2.


(12)

Tabel 4.1

Nama dan Luas Kecamatan Kabupaten Aceh Tenggara

No Kecamatan Luas

Hektar %

1 Lawe Alas 10.271,10 24,21

2 Babul Rahmah 850,28 20,04

3 Tanoh Alas 38,70 0.,91

4 Lawe Sigala-gala 72,39 1.71

5 Babul Makmur 83,49 1,97

6 Semadam 42,98 1,01

7 Lauser 212,93 5,02

8 Bambel 23,30 0,55

9 Bukit Tusam 40,32 0,95

10 Lawe Sumur 36,88 0,87

11 Babussalam 9,48 0,22

12 Lawe Bulan 37,14 0,88

13 Bandur 93,18 2,20

14 Darul Hasanah 1.346,72 31,75

15 Ketambe 255,07 6,01

16 Dateng Pokhisen 72,08 1,70

Total 4.242,04 100

Sumber: Bappeda Aceh Tenggara, 2014

Dari tabel diatas dapat dilihat luas wilayah kabupaten Aceh Tenggara berdasarkan kecamatan yang ada di Kabupaten Aceh Tenggara. Di daerah ini terdapat 16 kecamatan, dari 16 kecamatan tersebut kecamatan Darul Hasanah adalah kecamatan yang terluas wilayahnya yaitu 1.346,72 km2, sedangkan kecamatan Babussalam merupakan kecamatan yang wterkecil yaitu 9,48 km2. Kabupaten Aceh Tenggara memiliki 386 Desa serta 51 mukim.


(13)

Gambar 4.1

Proporsi Luas Kecamatan di Kabupaten Aceh Tenggara

Aceh Tenggara yang memiliki jumlah penduduk sebesar 196.249 jiwa yang terdiri dari beberapa suku antara lain, suku alas, singkil, aceh, karo, batak toba, gayo, jawa, minangkabau, mandailing, nias, dan suku aneuk jamee. Dari tabel 4.2 keamatan Babussalam memiliki jumlah penduduk yang terbesar yaitu 27.043 jiwa, sedangkan kecamatan Tanoh Alas memiliki jumlah penduduk yang kecil yaitu 4.582. hal ini tidak sebanding dengan luas wilayah kecamatan di Kabupaten Aceh Tenggara karena luas wilayah yang kecil tetapi memiliki jumlah penduduk yang besar sedangkan luas wilayah yang besar memiliki jumlah penduduk yang kecil.

1,97% 1,01%

5,02% 0,55%

0,95% 0,87%

0,22%

0,88% 2,2%

31,75% 6,01%

1,7%

Babul Makmur Semadam Lauser Bambel Bukit Tusam Lawe Sumur Babussalam

Lawe Bulan

Bandur Darul Hasanah


(14)

Tabel 4.2

Jumlah Penduduk Aceh Tenggara

Sumber: Data Olahan BPS Aceh Tenggara, 2014

4.2 Perekonomian Provinsi Aceh dan Kabupaten Aceh Tenggara

Sektor pertanian menjadi usaha andalan bagi penduduk Provinsi Aceh. Perekonimian Provinsi Aceh sangat dipengaruhi oleh sektor pertanian, dalam hal ini sektor pertanian merupakan salah satu sumber yang memberikan kontribusi cukup besar terhadap pembentukan pertumbuhan ekonomi di Aceh. Kinerja sektor pertanian juga menunjukkan peningkatan yang signifikan dilihat dari pendapatan yang semakin meningkat yang diperoleh dari sektor pertanian begitu juga di Kabupaten Aceh Tenggara.

No Kecamatan Penduduk

1 Lawe Alas 17.177

2 Babul Rahmah 8.327

3 Tanoh Alas 4.582

4 Lawe Sigala-gala 18.407

5 Babul Makmur 13.910

6 Semadam 11.651

7 Lauser 6.980

8 Bambel 15.752

9 Bukit Tusam 8.382

10 Lawe Sumur 7.394

11 Babussalam 27.043

12 Lawe Bulan 12.733

13 Bandur 14.244

14 Darul Hasanah 12.905

15 Ketambe 9.385

16 Dateng Pokhisen 7.387


(15)

Tabel 4.3

Pendapatan Berdasarkan Sektor Pertanian N

o Daerah

Pendapatan Sektor Pertanian

2010 2011 2012 2013 2014

1 Provinsi Aceh 19.445.637,4 21.100.406,4 22.856.797,4 25.207.879,2 27.508.546,7 2 Kabupaten

Aceh Tenggara 834.553,2 943.225,2 1.036.556,7 1.180.758,9 1.266.584,6 Sumber: Data Olahan BPS

Tabel 4.4

PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku N

o Daerah

Pendapatan Sektor Pertanian

2010 2011 2012 2013 2014

1 Provinsi Aceh 101.545.237 104.874.211 108.914.898 111.992.282 113.836.046 2 Kabupaten

Aceh Tenggara 2.337.741,7 2.464.436,1 2.578.093 2.721.063,7 2.821.939 Sumber: Data Olahan BPS

Dari tabel diatas dapat dilihat peningkatan yang cukup besar setiap tahunnya baik dari Provinsi Aceh maupun Kabupaten Aceh Tenggara. Pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian dalam 3 tahun terakhir rata-rata mencapai 5% dengan kontribusi pangsa pasar sebesar 27%. Sektor pertanian memberikan kontribusi cukup besar terhadap pembentukan pertumbuhan ekonomi.

4.3 Menganalisis Daya Saing Komoditas Unggulan

Dalam menganalisis daya saing komoditas unggulan yang akan dijadikan salah satu produk ekspor, maka dapat dilakukan dengan cara :

Ekspor Share Produk

Ekspor share produk dapat diperoleh dengan cara membandingkan nilai ekspor komiditas suatu negara dengan total ekspor dunia, berikut dapat dilihat nilai ekspor share produk.


(16)

Tabel 4.5 Ekspor Share Produk

No Keteranga 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata 1 Ekspor Share

Produk 0,034 0.032 0,036 0,038 0.040 0.036

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa setiap tahunnya eskpor share mengalami fluktuasi atau naik turunnya nilai. Hal ini disebabkan karena jumlah ekspor negara juga mengalami penurunan setiap tahunnya. Untuk meningkatkan nilai ekspor share produk maka diperlukannya peran pemerintah agar membantu serta membuat kebijakan-kebijakan yang dapat membantu meningkatnya nilai ekspor negara.

Kontribusi Produk Unggulan dalam Perdagangan Internasional (Ekspor) Nilai kontribusi produk unggulan dalam perdagangan internasional (ekspor) dapat dilihat pada tabel 4.6

Tabel 4.6

Kontribusi Produk Unggulan dalam Perdagangan Internasional

No Keteranga 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata 1 Kontribusi

Produk Unggulan dalam

Perdagangan Internasional


(17)

Gambar 4.2

Kontribusi Produk Unggulan dalam Perdagangan Internasional

Dari diagram diatas dapat jelaskan bahwa kontribusi produk unggulan dalam perdagangan internasional setiap tahunnya mengalami peningkatan, hal ini berarti memiliki dampak positif dalam upaya meningkatkan neraca perdangan Indonesia dan sangat diperlukan peran pemerintah agar lebih dapat menjalin kerja sama ekonomi baik bilateral maupun regional.

Revealled Comparative Advantage (RCA)

Keunggulan kompearatif atau daya saiang ungguan produk dapat dilihat pada tabel 4.7

Tabel 4.7

Revealled Comparative Advantage (RCA)

No Keteranga 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata 1 Revealled

Comparative

Advantage (RCA) 0,034 0,032 0,036 0,038 0,040 0.036

3,41%

4,47%

4,31% 4,46%

5,25%

2010 2011 2012 2013 2014


(18)

Dari tabel diatas dapat lihat bahwa nilai Recealled Comparative Advantage hampir setiap tahunnya mengalami peningkatan, hal ini berarti daya saiang komuditas memiliki nilai yang positif tetapi secara teori daya saing komuditas ini dikatakan lemah karena nilai RCA < 1atau sampai mendekati angka 0.

Index of Trade Cincentration

Indek ini digunakan untuk mengukur kerentanan terhadap pasar, nilai indeks ini dapat dilihat pada tabel 4.8

Tabel 4.8

Index of Trade Cincentration

No Keteranga 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-rata 1 Index of Trade

Cincentration 0,0341 0,0319 0,0363 0,0381 0,0395 0.0359

Tabel diatas merupakan nilai untuk mengukur kerentanan terhadap pasar, setiap tahunnya nilai tersebut mengalami peningkatkan tetapi ini belum memberikan gambaran yang baik dalam persaingan pasar.

Indek Spesialisasi Perdagangan (ISP)

Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) digunakan untuk menganalisis posisi atau tahapan perkembangan suatu produk. ISP ini dapat menggambarkan apakah untuk suatu jenis produk, Indonesia cenderung menjadi negara eksportir atau importir, hal ini dapat dilihat pada tabel 4.9

Tabel 4.9

Indek Spesialisasi Perdagangan (ISP)

No Keteranga 2010 2011 2012 2013 2014

Rata-rata 1 Indek Spesialisasi


(19)

Dari hasil perhitungan indek spesialisasi perdagangan (IPS) yang dapat dilihat pada tabel 4.9 maka dapat disimpulkan bahwa negara Indonesia merupakan negara yang cendung sebagai importir dikarenakan nilai rata-rata indek spesialisasi perdagangan kurang dari 0,5 ( ISP < 0,5).

4.4 Metode Location Quotient

Identitifikasi sektor unggul yang dilihat dari nilai PDRB bertujuan untuk melihat sektor unggulan atau basis dan non basis di Kutacane. Berikut merupakan hasil nilai PDRB Kutacane dengan Munggunakan analisis Location Quotient.

Tabel 4.10

Hasil Analisis Location Quotient Kutacane No Lapangan

Usaha 2010 2011 2012 2013 2014

Rata-rata

1 Pertanian 1,89 1,90 1,90 1,87 1,88 1,89

Sektor pertanian dalam perekonomian Kutacane dapat dikategorikan kedalam sektor basis atau sektor unggulan. Berdasarkan hasil perhitungan analisi LQ pada tahaun 2010-2014 nilai LQ lebih dari 1 (LQ>1) yaitu dengan rata-rata nilai sebesar 1,89. Dengan demikian sektor pertanian dapat dikategorikan sebagai sektor basis Kutacane yang dapat menjadi andalan dalam mengembangkan perekonomian Kutacane.


(20)

Gambar 4.3

Trend Sektor Unggulan Kutacane Berdasarkan Hasil Perhitungan PDRB Berdasarkan Harga BerlakuTahun 2010-2014

Pada gambar diatas dapat dilihat trend sektor unggulan di Kutacane mengalami fluktuasi atau kenaikan dan penurunan setiap tahunnya. Berdasarkan perkiraan trend yang telah terjadi sektor uanggulah kutacane memiliki nilai paling besar pada tahun 2011 dan 2012 sebasar 1,90, sedangkan yang terkecil pada tahun 2013 sebesar 1,87.

4.5 Analisi Shift Share

Analisi Shift Share merupakan teknik yang sangat berguna dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah yang ada di Kabupaten aceh tenggara dibandingkan dengan perekonomian yang ada di Provinsi Aceh. Tujuan analisis ini sendiri adalah untuk menentukan kinerja atau produktivitas kerja perekonomian daerah Kabupaten Aceh Tenggara dengan membandingkannya

1,85

1,86

1,87 1,88 1,89 1,9

2010

2011

2012

2013

2014 1,89

1,9 1,9

1,87


(21)

dengan daerah Provinsi Aceh serta melihat keunggulan kompetitif yang ada di Kabupaten Aceh Tenggara.

 Pertumbuhan PDRB Kabupaten Aceh Tenggara

Gambar 4.4 Pertumbuhan PDRB

Pada gambar diatas dapat dilihat pertumbuhan PDRB Kabupaten Aceh Tenggara yang dihitung berdasarkan analisis shift-share mengalami fluktuasi yang cukup tinggi. Pada tahun 2014 pertumbuhan PDRB Kabupaten Aceh Tenggara mengalami penurunan sebesar 1,84% yang disebabkan rendahnya realisasi serapan Anggaran Pendapatan dan Belanja. Meskipun sektor pertanian mengalami peninggatan akan tetapi disektor yang lainnya mengalami penurun sehingga tidak dapat dapat mempertahankan atau meningkatkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Tenggara.

 Komponen Analisis Pertanian di Kabupaten Aceh Tenggara

0 50 100 150 200 250

2010 2011 2012 2013 2014

204,82

5,42 4,61 5,55 3,71


(22)

Dalam analisis shift-share kompenen share di Kabupaten Aceh Tenggara memiliki nilai negatif yang setiap tahunnya semakin meninggkat, dengan demikian komponen share sektor pertanian di Kabupaten Aceh Tenggara dapat dikatakan belum stabil. Hasil perhitungan kompenen analisis pertanian dapat dilihat pada gambar 4.4 dibawah ini.

Gambar 4.5

Komponen Share Sektor Pertanian di Kabupaten Aceh Tenggara

 Komponen Net Shift di Kabupaten Aceh Tenggara

Berdasarkan perhitungan Analisis shift Share nilai komponen net shift Kabupaten aceh tenggara setiap tahunnya memliki nilai yang negatif, meskipun mengalami fluktuasi setiap tahunnya, hal ini berarti sektor pertanian di Kabupaten Aceh tenggra belum stabil masih harus dilakukan penyuluhan dan perhatian dari pemerintah setempat. Hasil perhitungan komponen net shift dapat dilihat pada gambar 4.5 dibawah ini.

-70.000,00 -60.000,00 -50.000,00 -40.000,00 -30.000,00 -20.000,00 -10.000,00 0,00


(23)

Gambar 4.6

Komponen Net Shift Kabupaten Aceh Tenggara

 Proposional Shift Kabupaten Aceh Tenggara

Berdasarkan hasil perhitungan analisis shift-sahre nilai proposional Kabupaten Aceh Tenggara bervariasi ada yang bernilai negatif dan bernilai positif. Ini berarti apabila nilai proposional Kabupaten Aceh Tenggara negatif dapat diartikan bahwa Kabupaten Aceh Tenggara akan berspesialisasi pada sektor pertanian yang di tingkat propinsi tumbuh lebih lambat, sedangkan apabila nilai proposional Kabupaten Aceh Tenggara negatif dapat diartikan bahwa Kabupaten Aceh Tenggara akan berspesialisasi pada sektor pertanian yang di tingkat propinsi tumbuh lebih cepat. Hasil perhitungan proposional shift Kabupaten Aceh Tenggara dapat dilihat pada tabel 4.11 dibawah ini.

-70.000,00 -60.000,00 -50.000,00 -40.000,00 -30.000,00 -20.000,00 -10.000,00 0,00


(24)

Tabel 4.11

Proposional Shift Kabupaten Aceh Tenggara

Tahun Komponen Shift Kabupaten Aceh Tenggara

2010 834.552,88

2011 -47.161,26

2012 -41.462,27

2013 -70.845,53

2014 -75.993,08

Rata-Rata 119.818,15

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai proposional shift Kabupaten Aceh Tenggara hampir setiap tahun memiliki nilai negatif ini berati bahwa Kabupaten Aceh Tenggara akan berspesialisasi pada sektor pertanian yang di tingkat propinsi tumbuh lebih lambat. Akan tetapi jika dilihat dari nilai rata-rata proposional shift Kabupaten Aceh Tenggara di lima tahu terakhir memiliki nilai positif sebesar 119.818,15 ini berarti bahwa Kabupaten Aceh Tenggara akan berspesialisasi pada sektor pertanian yang di tingkat propinsi tumbuh lebih cepat.

Different Shift Kabupaten Aceh Tenggara

Berdasarkan hasil perhitungan analisis shift-sahre nilai different shift Kabupaten Aceh Tenggara bervariasi ada yang bernilai negatif dan bernilai positif. Ini berarti apabila nilai different shift Kabupaten Aceh Tenggara negatif dapat diartikan bahwa pertumbuhan sektor pertanian di Kabupaten Aceh Tenggara lebih lambat dari Provinsi Aceh, sedangkan apabila nilai different shift Kabupaten Aceh Tenggara poasitif dapat diartikan bahwa pertumbuhan sektor pertanian di Kabupaten Aceh Tenggara lebih cepat dari Provinsi Aceh. Hasil perhitungan different shift Kabupaten Aceh Tenggara dapat dilihat pada tabel 4.3 dibawah ini.


(25)

Tabel 4.12

Different Shift Kabupaten Aceh Tenggara

Tahun Different Shift Kabupaten Aceh Tenggara

2010 -815.697,004

2011 -5.626,247

2012 30.955,468

2013 9.506,745

2014 -20.665,354

Rata-Rata -160.305,278

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai different shift Kabupaten Aceh Tenggara hampir setiap tahun memiliki nilai negatif, tetapi pada tahun 2012 dan 2013 Kabupaten Aceh Tenggara memiliki nilai positif, akan tetapi pada tahu 2014 kembali bernilai negatif hal ini dapa diartikan bahwa pertumbuhan sektor pertanian di Kabupaten Aceh Tenggara lebih lambat dari Provinsi Aceh.


(26)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil pembahasan pada bab iv berdasarkan analisis teori lokasi dan shift share dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Berdasarkan analisis Location Quotient, Sektor pertanian dalam perekonomian Kabupaten Aceh Tenggara (Kutacane) merupakan sektor basis atau sektor unggulan karena memiliki nilai LQ lebih dari 1 (LQ>1) yaitu dengan rata-rata nilai sebesar 1,89.

2. Berdasarkan analisi shift share sektor pertanian di Kabupaten Aceh Tenggara (Kutacane) tidak menunjukan sektor yang kompetitif dan karena nilai different shift Kabupaten kurang dari nol (Dj>0) yaitu dengan rata-rata nilai sebesar -160.305,278.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil pembahasan di atas, penulis menyarankan beberapa hal untuk pihak-pihak terkait, yaitu:

1. Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Tenggara dalam upaya meningkatkan PDRB agar lebih mengutamakan pengembangan sektor unggulan dengan tidak mengabaikan sektor dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.

2. Sektor pertanian sebagai sektor unggulan dan memiliki kontribusi terbesar dalam perekonomian wilayah Kabupaten Aceh Tenggara perlu mendapatkan


(27)

prioritas pengembangan, sehingga memberikan dampak yang tinggi bagi peningkatan pendapatan masyarakat dan lapangan pekerjaan.

3. Penelitian ini masih terbatas pada tahapan menentukan sektor unggulan, kepada peneliti lainnya disarankan untuk melanjutkan penelitian dengan menambah sektor dan subsektor unggulan yang lainnya sampai pada tahapan menentukan komoditi unggulan.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daya Saing Produk Unggulan 2.1.1 Pengertian Daya Saing

Pada umumnya seatu wilayah yang memiliki suatu produk akan berhasil bila suatu produk yang dibuat memiliki sesuatu yang lebih dari yang lain sehingga memiliki nilai/harga yang tinggi. Maka dari itu banya produk yang dipasarkan yang memiliki daya saing yang ketat serta dapat memenuhi syarat pengujian. Daya saing merupakan kemampuan menghasilkan produk barang dan jasa yang memenuhi pengujian internasional, dan dalam saat bersamaan juga dapat memelihara tingkat pendapatan yang tinggi dan berkelanjutan, atau kemampuan daerah dalam menghasilkan tingkat pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan tetap terbuka terhadap persaingan eksternal.

2.1.2 Dimensi Daya Saing dan Indikator Daya Saing

Dimensi daya saing suatu perusahaan yang dikemukakan oleh Muhardi (2007:40) terdiri dari biaya (cost), kualitas (quality), waktu penyampaian (delivery), dan fleksibilitas (flexibility).

Biaya adalah dimensi daya saing operasi yang meliputi empat indikator yaitu biaya produksi, produktifitas tenaga kerja, penggunaan kapasitas produksi dan persediaan. Unsur daya saing yang terdiri dari biaya merupakan modal yang mutlak dimiliki oleh suatu perusahaan yang mencakup pembiayaan produksinya, produktifitas tenaga kerjanya, pemanfaatan kapasitas produksi perusahaan dan


(29)

adanya cadangan produksi (persediaan) yang sewaktu-waktu dapat dipergunakan oleh perusahaan untuk menunjang kelancaran perusahaan tersebut.

Kualitas seperti yang dimaksudkan oleh Muhardi adalah merupakan dimensi daya saing yang juga sangat penting, yaitu meliputi berbagai indikator diantaranya tampilan produk, jangka waktu penerimaan produk, daya tahan produk, kecepatan penyelesaian keluhan konsumen, dan kesesuaian produk terhadap spesifikasi desain. Tampilan produk dapat tercermin dari desain produk atau layanannya, tampilan produk yang baik adalah yang memiliki desain sederhana namun mempunyai nilai yang tinggi. Jangka waktu penerimaan produk dimaksudkan dengan lamanya umur produk dapat diterima oleh pasar, semakin lama umur produk di pasar menunjukkan kualitas produk tersebut semakin baik. Adapun daya tahan produk dapat diukur dari umur ekonomis penggunaan produk .

Waktu penyampaian merupakan dimensi daya saing yang meliputi berbagai indikator diantaranya ketepatan waktu produksi, pengurangan waktu tunggu produksi, dan ketepatan waktu penyampaian produk. Ketiga indikator tersebut berkaitan, ketepatan waktu penyampaian produk dapat dipengaruhi oleh ketepatan waktu produksi dan lamanya waktu tunggu produksi.

Adapun fleksibilitas merupakan dimensi daya saing operasi yang meliputi berbagai indikator diantaranya macam produk yang dihasilkan, kecepatan menyesuaikan dengan kepentingan lingkungan.


(30)

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Saing

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing adalah : 1. Lokasi

Memperhatikan lokasi usaha sangat penting untuk kemudahan pembeli dan menjadi faktor utama bagi kelangsungan usaha. Lokasi usaha yang strategis akan menarik perhatian pembeli. Menurut Frans (2003:439) : letak atau lokasi akan menjadi sangat penting untuk memenuhi kemudahan pelanggan dalam berkunjung, konsumen tentu akan mencari jarak tempuh terpendek. Walau tidak menutup kemungkinan konsumen dari jarak jauh juga akan membeli, tapi persentasenya kecil.

2. Harga

Menurut Sunarto (2004:206) Harga adalah jumlah dari seluruh nilai yang ditukar konsumen atas manfaat-manfaat memiliki atau menggunakan produk atau jasa tersebut. Harga menentukan apakah sebuah supermarket, minimarket, atau swalayan banyak dikunjungikonsumen atau tidak. Faktor harga juga berpengaruh pada seorang pembeli untuk mengambil keputusan. Harga juga berhubungan dengan diskon, pemberian kupon berhadiah, dan kebijakan penjualan. Harga adalah nilai suatu barang atau jasa yang diukur dengan sejumlah uang. Demi mendapatkan sebuah barang atau jasa yang diinginkannya seorang konsumen harus rela membayar sejumlah uang. Bagi pelangggan yang sensitif bias anya harga murah adalah sumber kepuasan yang penting


(31)

karena mereka akan mendapatkan value for moneyyang tinggi (Irawan, 2008:38).

3. Pelayanan

Program pelayanan/serviceseringkali menjadi pokok pemikiran pertama seorang pengelola supermarket/minimarket. Pelayanan melalui produk berarti konsumen dilayani sepenuhnya melalui persediaan produk yang ada, produk yang bermutu. Pelayanan melalui kemampuan fisik lebih mengacu kepada kenyamanan peralatan (trolleyatau keranjang belanja), tempat parkir yang nyaman, penerangan ruangan yang baik, juga keramahan dari karyawan.

4. Mutu atau kualitas

Keyakinan untuk memenangkan persaingan pasar akan sangat ditentukan oleh kualitas produk yang dihasilkan perusahaan. Berkenaan dengan kualitas produk,Muhardi dalam bukunya Strategi Operasi Untuk Keunggulan Bersaing mengutip pendapat Adam dan Ebert yang menyatakan : “product quality is the appropriateness of design specifications to function and use as well as the degree to which the product conforms to the design specifications”. Kualitas produk ditunjukkan oleh kesesuaian spesifikasi desain dengan fungsi atau kegunaan produk itu sendiri, dan juga kesesuaian produk dengan spesifikasi desainnya. Jadi suatu perusahaan memiliki daya saing apabila perusahaan itu menghasilkan produk yang berkualitas dalam arti sesuai dengan kebutuhan pasarnya.


(32)

5. Promosi

Semakin sering suatu supermarket/swalayan melakukan promosi, semakin banyak pengunjung dalam memenuhi kebutuhannya. Promosi bisa dilakuka n melalui berbagai iklan baik di media cetak, elektronik, maupun media lain. Sunarto (2004:298) mengatakan bahwa promosi penjualan terdiri dari insentif jangka pendek untuk mendorong pembelanjaan atau penjualan produk atau jasa, yang mana promosi penjualan ini mencakup suatu variasi yang luas dari alat-alat promosi yang didesain untuk merangsang respons pasar yang lebih cepat, atau yang lebih kuat.

2.2 Sektor Unggulan Daerah

Sektor unggulan adalah sektor yang salah satunya dipengaruhi oleh keberadaan faktor anugerah (endowment factors). Selanjutnya faktor ini berkembang lebih lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuan kegiatan ekonomi. Kriteria sektor unggulan akan sangat bervariasi. Hal ini didasarkan atas seberapa besar peranan sektor tersebut dalam perekonomian daerah, diantaranya: pertama, sektor unggulan tersebut memiliki laju tumbuh yang tinggi; kedua, sektor tersebut memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang relatif besar; ketiga, sektor tersebut memiliki keterkaitan antar sektor yang tinggi baik ke depan maupun kebelakang; keempat, dapat juga diartikan sebagi sektor yang mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi (Sambodo dalam Usya, 2006).

Dalam rangka upaya pembangunan ekonomi daerah,inventarisasi potensi wilayah/masyarakat/daerah mutlak diperlukan agar dapat ditetapkan kebijakan


(33)

pola pengebangan baik secara sektoral maupun secara multisektoral. Salah satu langkah inventarisasi/identifikasi potensi ekonomi daerah adalah dengan mengidentifikasi produk-produk potensial, andalan dan unggulan daerah pada tiap-tiap sub sektor.

Produk unggulan daerah menggambarkan kemampuan daerah menghasilkan produk, menciptakan nilai, memanfaatkan sumberdaya secara nyata, memberi kesempatan kerja, mendatangkan pendapatan bagi masyarakat maupun pemerintah, memiliki prospek untuk meningkatkan produktivitas dan investasinya. Sebuah produk dikatakan unggul jika memiliki daya saing sehingga mampu untuk menangkal produk pesaing di pasar domestic dan /atau menembus pasar ekspor (Sudarsono, 2001).

Kriteria produk unggul menurut Unkris Satya Wacana salatiga, adalah komoditi yang memenuhi persyaratan kecukupan sumberdaya local, keterkaitan komoditas, posisi bersaing dan potensi bersaing. Dari kriteria ini memunculkan pengelompokkan komoditas berikut:

a. Komoditas potensial adalah komoditas daerah yang memiliki potensi untuk berkembang karena keunggulan komparatif. Keunggulan komparatif terjadi misalnya karena kecukupan ketersediaan sumberdaya, seperti bahan baku local, keterampilan sumberdaya local, teknologi produksi local serta sarana dan prasarana local lainnya.

b. Komoditas andalan adalah komoditas potensial yang dipandang dapat dipersandingkan dengan produk sejenis di daerah lain, karena disamping memiliki keunggulan komparatif juga memiliki efisiensi usaha yang tinggi.


(34)

Efisiensi usaha itu tercermin dari efisiensi produksi, produktivitas pekerja, profitabilitas dan lain-lain.

c. Komoditas unggulan adalah komoditas yang memiliki keunggulan kompetitif, karena telah memenangkan persaingan dengan produk sejenis di daerah lain. Keunggulan kompetitif demikian dapat terjadi karena efisiensi produksinya yang tinggi akibat posisi tawarnya yang tinggi baik terhadap pemasok, pembeli, serta daya saignya yang tinggi terhadap pesaing, pendatang baru maupun barang substitusi. Menurut direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Depdagri, bahwa berdasarkan Surat Edaran Nomor 050.05/2910/III/BANDA tanggal 7 Desember 1999, ditentukan kriteria kooditas unggulan sebgai berikut: 1. empunyai kandungan lokal yang menonjol dan inovatif di sektor pertanian,

industri, dan jasa.

2. Mempunyai daya saing tinggi di pasaran, baik ciri, kualitas maupun harga yang kompetitif serta jangkauan pemasaran yang luas, baik di dalam negeri maupun global

3. Mempunyai ciri khas daerah karena melibatkan masyarakat banyak (tenaga kerja setempat)

4. Mempunyai jaminan dan kandungan bahan baku yang cukup banyak, stabil, dan berkelanjutan.

5. Difokuskan pada produk yang mempunyai nilai tambah yang tinggi, baik dalam kemasan maupun pengolahannya

6. Secara ekonomi menguntungkan dan bermanfaat untuk meningkatkan pendapatan dan kemampuan SDM masyarakat


(35)

7. Ramah lingkungan, tidak merusak lingkungan, berkelanjutan serta tidak merusak budaya setempat.

2.3 Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan gambaran mengenai dampak kebijakan pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Perumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui keberhasilan pembangunan di masa yang akan datang (Sirojuzilam: 2015).

Salah indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja perekonomian wilayah adalah perumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu tujuan penting yang harus dicapai dalam setiap kebijakan ekonomi yang direncanakan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi diharapkan disertai dengan pemerataan pembangunan, sehingga akan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat. Dalam melaksanakan pembangunan akan dapat meningkatkan pendapatan perkapita akan mendorong aktivitas ekonomi, karena permintaan yang meningkat sebagai akibat dari peningkatan daya beli masyarakat, dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Menurut Boediono (1999) pertumbuhan ekonimi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Penekanan pada proses tersebut, karena proses mengandung unsur dinamis. Para teoritis ilmu ekonomi pembangunan hingga sekarang, masih terus menyempurnakan makna, hakikat dan konsep pertumbuhan ekonomi. Para teoritisi tersebut menyatakan bahwa pertumbuhan


(36)

ekonomi tidak hanya diukur dengan pertambahan PDB dan PDRB saja, tetapi juga diberi bobot yang immaterial seperti kenikmatan, kepuasan dan kebahagiaan dengan rasa aman dan tenteram yang dirasakan masyarakat luas.

Todaro (2008) menyatakan bahwa ada tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi di setiap negara adalah :

1. Akumulasi modal (capital accumulation), meliputi semua jenis investasi baru yang ditanamkan pada pabrik baru, tanah, peralatan fisik dan pembinaan sumber daya manusia juga dapat meningkatkan kualitasnya, sehingga pada akhirnya akan membawa dampak dampak positif yang sama terhadap angka produksi. Akumulasi modal apabila sebagian dari pendapatan diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar output atau pendapatan pada masa yang akan datang.

2. Pertumbuhan penduduk (growth in population) maksudnya adalah dengan pertumbuhan penduduk diikuti oleh pertumbuhan tenaga kerja sebagai salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Ini berarti dengan pertambahan penduduk akan menambah jumlah produktivitas pertumbuhan penduduk yang lebih besar akan menyababkan pertumbuhan pasar domestik akan lebih besar, namun positif atau negatifnya pertumbuhan penduduk dalam pembangunan ekonomi sepenuhnya tergantung pada kemampuan sistem perekenomian tersebut untuk menyerap setiap tambahan angkatan kerja.

3. Kemajuan teknologi (technological progress) merupakan sumber pertumbuhan ekonomi yang paling penting, karena dengan kemajuan


(37)

teknologi akan ditentukan cara baru ataupun teknologi baru untuk menggantikan cara-cara lama sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan cepat

Robert Solow dikutip oleh Todaro dan Smith (2006), mengembangkan model pertumbuhan ekonomi yang disebut sebagai Model Pertumbuhan Solow. Model tersebut berangkat dari fungsi produksi agregat sebagai berikut :

dimana Y adalah pendapatan domestik bruto, K adalah stok modal fisik dan modal manusia (akumulasi pendidikan dan pelatihan), L adalah tenaga kerja, dan A merupakan produktivitas tenaga kerja, yang pertumbuhannya ditentukan secara eksogen. Faktor penting yang mempengaruhi modal fisik adalah investasi. Adapun simbol α melambangkan elastisitas output terhadap modal (atau persentase kenaikan GDP yang bersumber dari 1 persen penambahan modal fisik dan modal manusia).

Arsyad (2005), menyebutkan bahwa teori kutub pertumbuhan yang dipopulerkan oleh ekonom Perroux menyatakan bahwa pertumbuhan tidak muncul di berbagai daerah pada waktu yang sama. Pertumbuhan hanya terjadi di beberapa tempat yang merupakan pusat (kutub) pertumbuhan dengan intensitas yang berbeda. Inti teori dari Perroux adalah sebagai berikut :

1. Dalam proses perubahan akan timbul industri unggulan yang merupakan industri penggerak utama dalam pengembangan suatu wilayah. Karena ketertarikan antar industri sangat erat, maka perkembangan industri unggulan akan mempengaruhi perkembangan industri lain yang berhubungan erat dengan industri unggulan terse


(38)

2. Pemusatan industri pada suatu wilayah akan mempercepat pertumbuhan perekonomian, karena pemusatan industri akan menciptakan pola konsumsi yang berbeda antarwilayah sehingga perkembangan industri di wilayah tersebut akan mempengaruhi perkembangan wilayah-wilayah lainnya.

3. Perekonomian merupakan gabungan dari sistem industri yang relatif aktif (industri unggulan) dengan industri-industri yang relatif pasif yaitu industri yang tergantung dengan industri unggulan/pusat pertumbuhan. Wilayah yang relatif maju/aktif akan mempengaruhi wilayah-wilayah yang relatif pasif.

Menurut Mankiw (2004) suatu negara memberikan perhatian lebih kepada pendidikan terhadap masyarakatnya cateris paribus akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik daripada tidak melakukannya. Dengan kata lain, investasi terhadap sumberdaya manusia melalui kemajuan pendidikan akan menghasilkan pendapatan nasional atau pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Apabila investasi tersebut dilaksankan secra relatif merata, termasuk terhadap golongan berpendapatan rendah, maka kemiskinan akan berkurang.

2.4 Pertumbuhan ekonomi regional

Pembangunan derah berkenaan dengan tingkat dan perubahan selama kurun waktu tertentu suatu set variabel-variabel seperti produksi, penduduk, angkatan kerja, rasio modal tenaga, dan imbalan bagi faktor dalam daerah dibatasi secara jelas. Laju pertumbuhan daerah-daerah dapat diukur menurut output atau tingkat pendapatan yang berbeda-beda, dan beberapa daerah mengalami kemunduran jangka panjang.


(39)

Menurut models Export-Base, pertumbuhan suatu daerah ditentukan oleh eksploitas kemanfaatan alamiah dan pertumbuhan basis eksport daerah yang bersangkutan yang juga dipengaruhi oleh tingkat permintaan eksternal dari daerah-daerah lain. Pendapatan yang diperoleh dari penjualan ekspor akan mengakibatkan berkembangnya kegiatan-kegiatan penduduk setempat, perpindahan modal dan tenaga kerja, keuntungan-keuntungan eksternal, dan perumbuhan regional lebih lanjut. Dengan demikian untuk meningkatkan pertumbuhan suatu daerah memerlukan strategi pembagunan yang harus sesuai dengan keuntungan lokasi yang dimilikinya dan tidk harus sama dengan strategi pembangunan pada tingkat nasional.

Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau perkembangan jika tingkat kegiatan ekonominya meningkat atau lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya baru terjadi jika jumlah barang dan jasa secara fisik yang dihasilkan perekonomian tersebut bertambah besar pada tahun-tahun berikutnya. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah dapat ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan pendapatan masyarakat secara keseluruhan sebagai cerminan kenaikan seluruh nilai tambah (value added) yang tercipta di suatu wilayah.

2.5 Teori Pertumbuhan Ekonomi

Teori-teori pertumbuhan ekonomi yang berkembang antara lain: (Sadono Sukirno, 2006:243-270).


(40)

2.5.1 Teori Pertumbuhan Klasik

Teori ini dipelopori o leh Adam Smit h, David Ricardo, Malthus, dan John Stuart Mill. Menurut teori ini pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu jumlah penduduk, jumlah barang modal, luas tanah dan kekayaan alam serta teknologi yang digunakan. Mereka lebih menaruh perhatiannya pada pengaruh pertambahan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi. Mereka asumsikan luas tanah dan kekayaan alam serta teknologi tidak mengalami perubahan. Teori yang menjelaskan keterkaitan antara pendapatan perkapita den gan jumlah penduduk disebut dengan teori penduduk optimal.

Menurut teori ini,pada mulanya pertambahan penduduk akan menyebabkan kenaikan pendapatan perkapita. Namun jika jumlah penduduk terus bertambah maka hukum hasil lebih yang semakin berkurang akan mempengaruhi fungsi produksi yaitu produksi marginal akan mengalami penurunan, dan akan membawa pada keadaan pendapatan perkapita sama dengan produksi marginal.Pada keadaan ini pendapatan perkapita mencapai nilai yang maksimal. Jumlah penduduk pada waktu itu dinamakan penduduk optimal. Apabila jumlah penduduk terus meningkat melebihi titik optimal maka pertumbuhan penduduk akan menyebabkan penurunan nilai pertumbuhan ekonomi.

2.5.2 Teori Pertumbuhan Harrod-Domar

Teori ini dikembangkan hampir pada waktu yang bersamaan oleh Roy F. Harrod (1984) di Inggris dan Evsey D. Domar (1957) di Amerika Serikat. Mereka menggunakan proses perhitungan yang berbeda tetapi memberikan hasil yang sama, sehingga keduanya dianggap mengemukakan ide yang sama dan disebut


(41)

teori Harrod-Domar. Teori ini melengkapi teori Keynes, dimana Keynes melihatnya dalam jangka pendek (kondisi statis), sedangkan Harrod-Domar melihatnya dalam jangka panjang (kondisi dinamis). Teori Harrod-Domar didasarkan pada asumsi :

a) Perkonomian bersifat tertutup.

b) Hasrat menabung (MPS = s) adalah konstan.

c) Proses produksi memiliki koefisien yang tetap (constant return to scale).

d) Tingkat pertumbuhan angkatan kerja adalah konstan dan sama dengan tingkat pertumbuhan penduduk.

Model ini menerangkan dengan asumsi supaya perekonomian dapat mencapai pertumbuhan yang kuat (steady growth)dalam jangka panjang. Asumsi yang dimaksud di sini adalah kondisi dimana barang modal telah mencapai kapasitas penuh, tabungan memiliki proposional yang ideal dengan tingkat pendapatan nasional, rasio antara modal dengan produksi (Capital Output Ratio/COR) tetap perekonomian terdiri dari dua sektor (Y = C + I).Atas dasar asumsi-asumsi khusus tersebut, Harrod-Domar membuat analisis dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut :

g = K = n Dimana :

g = Growth (tingkat pertumbuhan output) K = Capital (tingkat pertumbuhan modal) n = Tingkat pertumbuhan angkatan kerja


(42)

Harrod-Domar mendasarkan teorinya berdasarkan mekanisme pasar tanpa campur tangan pemerintah. Akan tetapi kesimpulannya menunjukkan bahwa pemerintah perlu merencanakan besarnya investasi agar terdapat keseimbangan dalam sisi penawaran dan permintaan barang.

2.5.3 Teori Pertumbuhan Neo-klasik

Teori pertumbuhan neo-klasik dikembangkan oleh Robert M. Solow (1970) dan T.W. Swan (1956). Model Solow-Swan menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi, dan besarnya output yang saling berinteraksi.Perbedaan utama denganmodel Harrod-Domar adalah dimasukkannya unsur kemajuan teknologi dalam modelnya. Selain itu, Solow-Swan menggunakan model fungsi produksi yang memungkinkan adanya substitusi antara kapital (K) dan tenaga kerja (L). Dengan demikian, syarat-syarat adanya pertumbuhan ekonomi yang baik dalam model Solow-Swan kurang restriktif disebabkan kemungkinan substitusi antara tenaga kerja dan modal. Hal ini berarti ada fleksibilitas dalam rasio modal-output dan rasio modal-tenaga kerja.

Teori Solow-Swan melihat bahwa dalam banyak hal mekanisme pasar dapat menciptakan keseimbangan, sehingga pemerintah tidak perlu terlalu banyak mencampuri atau mempengaruhi pasar. Campur tangan pemerintah hanya sebatas kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Tingkat pertumbuhan berasal dari tiga sumber yaitu, akumulasi modal, bertambahnya penawaran tenaga kerja, dan peningkatan teknologi. Teknologi ini terlihat dari peningkatan skill atau kemajuan teknik, sehingga produktivitas capital meningkat. Dalam model tersebut, masalah


(43)

teknologi dianggap sebagai fungsi dari waktu.

Teori neo-klasik sebagai penerus dari teori klasik menganjurkan agar kondisi selalu diarahkan untuk menuju pasar sempurna. Dalam keadaan pasar sempurna, perekonomian bisa tumbuh maksimal. Sama seperti dalam ekonomi model klasik, kebijakan yang perlu ditempuh adalah meniadakan hambatan dalam perdagangan, termasuk perpindahan orang, barang, dan modal. Harus dijamin kelancaran arus barang, modal, dan tenaga kerja, dan perlunya penyebarluasan informasi pasar. Harus diusahakan terciptanya prasarana perhubungan yang baik dan terjaminnya keamanan, ketertiban, dan stabilitas politik. Analisis lanjutan dari paham neoklasik menunjukkan bahwa untuk terciptanya suatu pertumbuhan yang mantap (steady growth ), diperlukan suatu tingkat saving yang tinggi dan seluruh keuntungan pengusaha diinvestasikan kembali.

2.5.4 Teori Schumpeter

Teori ini menekankan pada inovasi yang dilakukan oleh para pengusaha dan mengatakan bahwa kemajuan teknologi sangat ditentukan oleh jiwa usaha (enterpreneurship) dalam masyarakat yang mampu melihat peluang dan berani mengambil risiko membuka usaha baru, maupun memperluas usaha yang telah ada. Dengan pembukaan usaha baru dan perluasan usaha, tersedia lapangan kerja tambahan untuk menyerap angkatan kerja yang bertambah setiap tahunnya. Didorong oleh adanya keinginan untuk memperoleh keuntungan dari inovasi tersebut, maka para pengusaha akan meminjam modal dan mengadakan investasi. Investasi ini akan mempertinggi kegiatan ekonomi suatu negara. Kenaikan


(44)

tersebut selanjutnya juga akan mendorong pengusaha-pengusaha lain untuk menghasilkan lebih banyak lagi sehingga produksi agregat akan bertambah.

Selanjutnya Schumpeter menyatakan bahwa jika tingkat kemajuan suatu perekonomian semakin tinggi maka keinginan untuk melakukan inovasi semakin berkurang, hal ini disebabkan oleh karena masyarakat telah merasa mencukupi kebutuhannya. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi akan semakin lambat jalannya dan pada akhirnya tercapai tingkat keadaan tidak berkembang (stationary state). Namun keadaan tidak berkembang yang dimaksud di sini berbeda dengan pandangan klasik. Dalam pandangan Schumpeter keadaan tidak berkembang itu dicapai pada tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi. Sedangkan dalam pandangan klasik, keadaan tidak berkembang terjadi pada waktu perekonomian berada pada kondisi tingkat pendapatan masyarakat sangat rendah.

2.6 Pendapatan Regional

Informasi hasil pembangunan ekonomi yang telah dicapai dapat dimanfaatkan sebagai bahan perencanaan maupun evaluasi pembangunan. Untuk dapat mengukur seberapa jauh keberhasilan pembangunan, khususnya di bidang ekonomi salah satu alat yang dapat dipakai sebagai indikator pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah adalah melalui penyajian angka-angka pendapatan regional. Pendapatan regional didefinisikan sebagai nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam suatu wilayah selama satu tahun (Sukirno, 1985:17). Sedangkan menurut Tarigan (2007:13), pendapatan regional adalah tingkat pendapatan masyarakat pada suatu wilayah


(45)

analisis. Tingkat pendapatan regional dapat diukur dari total pendapatan wilayah ataupun pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut.

Beberapa istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan pendapatan regional, diantaranya adalah:

1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

PDRB adalah jumlah nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu. Pengertian nilai tambah bruto adalah nilai produksi (output) dikurangi dengan biaya antara (intermediate cost). Komponen-komponen nilai tambah bruto mencakup komponen-komponen faktor pendapatan (upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan keuntungan), penyusutan dan pajak tidak langsung netto. Jadi dengan menghitung nilai tambah bruto dari dari masing-masing sektor dan kemudian menjumlahkannya akan menghasilkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Sektor-sektor perekonomian berdasarkan lapangan usaha yang tercakup dalam PDRB, yaitu:

a. Pertanian.

b. Pertambangan dan Penggalian. c. Industri Pengolahan.

d. Listrik, Gas dan Air Bersih. e. Bangunan/Konstruksi.

f. Perdagangan, Hotel dan Restoran. g. Pengangkutan dan Komunikasi.


(46)

i. Jasa-jasa.

2. Produk Domestik Regional Netto (PDRN) atas Dasar Harga Pasar. PDRN dapat diperoleh dengan cara mengurangi PDRB dengan penyusutan. Penyusutan yang dimaksud di sini adalah nilai susut (aus) atau pengurangan nilai barang-barang modal (mesin-mesin, peralatan, kendaraan dan lain-lainnya) karena barang modal tersebut dipakai dalam proses produksi. Jika nilai susut barang-barang modal dari seluruh sektor ekonomi dijumlahkan, hasilnya merupakan penyusutan keseluruhan.

3. Produk Domestik Regional Netto (PDRN) atas Dasar Biaya Faktor. Jika pajak tidak langsung netto dikeluarkan dari PDRN atas Dasar Harga Pasar, maka didapatkan Produk Regional Netto atas Dasar Biaya Faktor Produksi. Pajak tidak langsung meliputi pajak penjualan, bea ekspor, bea cukai, dan pajak lain-lain, kecuali pajak pendapatan dan pajak perseroan. Perhitungan pendapatan regional metode langsung dapat dilakukan melalui tiga pendekatan (Tarigan, 2007:24), yaitu:

1. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach).

Pendekatan pengeluaran adalah penentuan pendapatan regional dengan menjumlahkan seluruh nilai penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi di dalam suatu wilayah. Total penyediaan barang dan jasa dipergunakan untuk konsumsi rumah tangga, konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto (investasi), perubahan stok dan eskpor netto (ekspor-impor). 2. Pendekatan Produksi (Production Approach).


(47)

Perhitungan pendapatan regional berdasarkan pendekatan produksi dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai produksi yang diciptakan oleh tiap-tiap sektor produksi yang ada dalam perekonomian. Maka itu, untuk menghitung pendapatan regional berdasarkan pendekatan produksi, maka pertama-tama yang harus dilakukan ialah menentukan nilai produksi yang diciptakan oleh tiap-tiap sektor di atas. Pendapatan regional diperoleh dengan cara menjumlahkan nilai produksi yang tercipta dari tiap-tiap sektor.

3. Pendekatan Penerimaan (Income Approach).

Dengan cara ini pendapatan regional dihitung dengan menjumlahkan pendapatan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam memproduksi barang-barang dan jasajasa. Jadi yang dijumlahkan adalah: upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, dan pajak tidak langsung netto.

2.7 Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi merupakan kemampuan ekonomi nasional, dimana keadaan ekonomi yang mula-mula relatif statis selama jangka waktu cukup lama, untuk dapat menaikan dan mempertahankan laju pertumbuhan GNP-nya hingga mencapai angka 5-7% atau lebih per tahun. Menurut Todaro & Smith (2003) keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara ditunjukkan oleh tiga nilai pokok yaitu berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, meningkatnya rasa harga diri masyarakat sebagai manusia, dan meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memilih yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia. Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa


(48)

pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan rill per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan.

2.7.1 Indikator pembangunan ekonomi

Indikator pembangunan ekonomi diperlukan untuk mengukur kemanjuan pembangunan ekonomi suatu negara. Manfaat utama dari indikator tersebut adalah agar dapat digunakan untuk memperbandingkan tingkat kemajuna pembangunan atau tingkat kesejahteraan masyarakat antar wilayah atau negara dan mengtahui corak pembangunan setiap wilayah atau negara.indikator-indikator dapat dibedakan menjadi 3 yaitu (Arsyad:2010:31)

1. Indikaor moneter

a. Pendapatan Per Kapita, merupakan indikator yang paling sering digunakan sebagai tolok ukur tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk suatu negara. Pendapatn per kapita merupakan indikator atas kinerja perekonomian secara keseluruhan. Pendapata per kapita adalah indikator moneter atas setiap kegiatan ekonomi penduduk suatu negara.

b. Indikator Kesejahteraan Ekonomi Bersih, indikator ini merupakan penyempurna metode perhitungan GNP dalam upaya untuk memperoleh suatu indikator pembangunan ekonomi yang lebih baik yaitu dengan mengenal konsep Net Economic Welfare (NEW). Penyempurnaan metode perhitungan GNP dilakukan dengan dua cara yaitu dengan koreksi postif dan negatif. Koreksi positif ini mengharuskan untuk memperhatikan waktu senggang dan perkembangan sektor ekonomi informal, sedangkan koreksi


(49)

negatif berkaitan dengan masalah kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan-kegiatan disektor produktif.

2. Indikator Non-Moneter

a. Indikator Sosial, indikator ini digunakan untuk mengelompokkan berbagai studi mengenai metode untuk membandingkan tingkat kesejahteraan suatu negara kedalam tiga kelompok yaitu kelompok yang membandingkan tingkat kesejahteraan di beberapa negara dengan memperbaiki metode yang digunakan dalam perhitungan pendapatan konvensional, dan kelompok yang membandingkan tingkat kesejahteraan setiap negara berdasarkan pada data yang tidak bersifat moneter seperti jumlah kendaraan bermotor, tingkat elektrifikasi, konsumsi minyak, jumlah penduduk yang bersekolah, dan sebagainya.

b. Indeks kualitas hidup, dalam indikator ini ada tiga indikator utama yang dijadikan acuan pada indeks ini yaitu indeks harapan hidup, indeks kematian bayi, dan indeks melek huruf.

3. Indikator Campuran

a. Indikator susenas inti merupakan mengembangan suatu indikator kesejahteraan rakyat yang meliputi aspek pendidikan, kesehatan, perumahan, angkatan kerja, keluarga berencana dan fertilitas, ekonomi, kriminalitas, perjalanan wisata, akses ke media massa.

b. Indeks pembangunan manusia, yang diukur berdasarkan tiga indikator sebagai acuannya yaitu tingkat harapan hidup, tingkat melek huruf, dan pendapatan rill per kapita berdasarkan paritas daya beli.


(50)

2.8 Konsep Basis Ekonomi

Pengertian ekonomi basis di suatu wilayah tidak bersifat statis melainkan dinamis. Artinya pada tahun tertentu mungkin saja sektor tersebut merupakan sektor basis, namun pada tahun berikutnya belum tentu sekor tersebut secara otomatis menjadi sektor basis. Sektor basis bisa mengalami kemajuan ataupun kemunduran. Adapun sebab-sebab kemajuan sektor basis adalah: (1) perkembangan jaringan transportasi dan komunikasi, (2) perkembangan pendapatan dan penerimaan daerah, (3) perkembangan teknologi, dan (4) adanya pengembangan prasarana ekonomi dan sosial. Sedangkan penyebab kemunduran sektor basis adalah: (1) adanya perubahan permintaan di luar daerah, dan (2) kehabisan cadangan sumberdaya.

Menurut Glasson (1977) semakin banyak sektor basis dalam suatu wilayah akan menambah arus pendapatan ke wilayah tersebut menambah permintaan terhadap barang dan jasa didalamnya dan menimbulkan kenaikan volume sektor non basis. Dengan kata lain sektor basis berhubungan langsung dengan permintaan dari luar, sedangkan sektor non basis berhubungan secara tidak langsung, yaitu melalui sektor basis terlebih dahulu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sekor basis merupakan penggerak utama dalam perekonomian suatu wilayah.

Analisis basis dan non basis pada umumnya didasarkan atas nilai tambah atau lapangan kerja. Penggabungan lapangan kerja basis dan lapangan kerja non basis merupakan total lapangan kerja yang tersedia untuk wilayah tersebut. Demikian pula penjumlahan pendapatan sektor basis dan pendapatan sektor non


(51)

basis (Tarigan, 2005). Menurut Richarson (2001), konsep ekonomi basis pada dasarnya pertumbuhan ekonomi dalam suatu daerah terjadi karena ada efek pengganda dari pembelanjaan kembali pendapatan yang diperoleh melalui penyediaan barang dan jasa yang dihasilkan oleh wilayah dan dipasarkan keluar wilayah.

2.9 Penelitian Terdahulu

Sebagai pelajaran dan acuan perbandingan untuk landasan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, maka peneliti menggunakan beberapa penelitian terdahulu yang memiliki kemiripan dengan judul yang diambil peneliti. Penelitian tersebut diantaranya :

1. Jurnal yang berjudul “Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah Kabupaten Bone Bolango Dengan Pendekatan Sektor Pembentukan PDRB” oleh Fitri Amalia (2012) dengan hasil penelitian sektor unggulan ekonomi di Kabupaten Bone Bolango sebagai pertimbangan perencanaan pembangunan ekonomi, dengan menggunakan analisis Location Quotient (LQ) dapat di identifikasi bahwa sektor pertanian, manufaktur, keuangan, penyewaan, dan jasa perusahaan sebagai sektor basis di Bone Bolango. Hasil yang di dapat menunjukkan bahwa sektor keuangan dan jasa dapat menjadi sektor ekonomi unggulan di Bone Bolango.

2. Skripsi yang berjudul “Analisis Penentu Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah Kabupaten Aceh Utara Dengan Pendekatan Sektor Pembentukan PDRB” oleh Fachrurrazy (2009) dengan hasil penelitian


(52)

sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat yaitu sektor pertanian dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Hasil analisis Location Quotient (LQ)menunjukkan sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, dan sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor basis di Kabupaten Aceh Utara. Dapat disimpulkan bahwa sektor yang merupakan sektor unggulan di Kabupaten Aceh Utara dengan kriteri sektor maju dan tumbuh pesat. Sektor basis dan kompetitif adalah sektor pertanian.

3. Skripsi yang berjudul “ Analisis Sektor Unggulan Dalam Meningkatkan Perekonomian dan Pembangunan wilayah di Kabupaten Kuantan Singingi” oleh Dylla Novrilasari (2008) dengan hasil penelitian dari analisis Klassen Typologi dengan pendekatan sektural menunjukkan sektor pertambangan dan penggalian menduduki kuadran I yaitu sektor maju dan tumbuh cepat. Disusul oleh sektor pertanian pada kuadran II yaitu sektor maju tetapi tertekan, setealah diketahui klasifikasi pertumbuhan sektor ekonomi, selanjutnya analisis LQ melihat surplus pendapatan dan penggandaan dari sektor basis. Hasil perhitungan LQ diseluruh sektor perekonomian berdasarkan indikator pendapatan terdapat dua sektor yang menjadi basis perekonomian Kabupaten Kuantan Singingi yang dapat diprioritaskan menjadi sektor unggulan yaitu sektor pertanian dan sektor pertambangan.


(53)

2.10 Kerangka Konseptual

Adapun kerangka konseptual penulis sebagai landasan berpikir dalam membuat skripsi ini ialah sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Perekonomia

n Wilayah

Penentuan Sektor Unggulan

Pembangunan Daerah


(54)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang bersifat multidimensional yang melibatkan kepada perubahan besar baik terhadap perubahan struktur ekonomi, perubahan sosial, mengurangi atau menghapuskan kemiskinan, menurangi ketimpangan, dan pengangguran dalam konteks pertumbuhan ekonomi (Todaro, 2003: dalam Sirojuzilam, 2015).

Masalah pokok dalam pembangunan daerah terletak pada penekanan kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan dan sumber daya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi (Purwati: 2001:9)

Salah satu pembahasan ini mengenai produk unggulan daerah yang merupakan ciri khas daerah tersebut. Dalam arti yang lebih dalam suatu produk yang merupakan pendorong angka PDRB yang nantinya merupakan indikator kesejahteraan masyarakat daerah. Produk unggulan adalah produk yang potensial dikembangkan pada suatu wilayah dengan memanfaatkan SDA dan SDM lokal yang berorientasi pasar dan ramah lingkungan sehingga memiliki keunggulan kompetitif dan siap menghadapi persaingan global (Kementerian Koperasi & UKM), sedangkan menurut Soemarno (2011:38) dalam bahan kajian strategi


(55)

pengembangan wilayah berbasis agribisnis memaparkan produk unggulan atau komoditi unggulan itu merupakan hasil usaha masyarakat pedesaan dengan kriteria:

1. Mempunyai daya saing yang tinggi di pasaran (keunikan/ciri spesifik, kualitas bagus, harga murah);

2. Memanfaatkan potensi sumber daya lokal yang potensial dapat dikembangkan;

3. Mempunyai nilai tambah tinggi bagi masyarakat perdesaan;

4. Secara ekonomi menguntungkan dan bermanfaat untuk meningkatkan pendapatan dan kemampuan sumber daya manusia;

5. Layak didukung oleh modal bantuan atau kredit.

Setiap daerah menginginkan perekonomian yang maju untuk meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu sangat penting dilakukan pembangunan ekonomi guna mencapai tujuan ter sebut. Pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup, kecerdasan, kesejahteraan masyarakat serta sebagai landasan yang kuat untuk pembangunan selanjutnya. Kegiatan stabilisasi perlu dilakukan agar pembangunan perekonomian suatu daerah akan lebih meningkat (maju).

Pertumbuhan ekonomi memiliki peran penting, sehingga perlu adanya perencanaan yang matang dalam meningkatkan kinerja dan otoritas pembangunan serta menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan sehingga dapat tercapainya pembangunan yang efisien dan efektif.


(56)

Pembangunan merupakan proses berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan selalu menimbulkan dampak positif dan negatif, oleh karena diperlukan suatu acuan untuk menilai keberhasilan pembangunan suatu wilayah. Pembangunan suatu wilayah dikatakan berhasil bila pertumbuhan ekonomi suatu wilayah relatif tinggi, pertumbuhan ekonomi suatu wilayah akan berdampak terhadap wilayah lainnya yang memiliki keterkaitan ekonomi wilayah tersebut.

Dalam hal ini pemerintah harus berperan aktif untuk melihat apa saja yang dibutuhkan dalam menyusun kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan perencanaan pembangunan yang sesuai dengan kondisi daerah tersebut, serta pemerintah juga dapat menjadi motivator bagi masyarakat agar mampu memahami keuntungan dalam melaksanakan pembangunan karena akan memberikan dampak positif baik untuk daerah mapun masyarakat setempat.

Provinsi Aceh memiliki sektor pertanian yang berperan penting dalam pembangunan daerah, antara lain dalam meningkatkan pendapatan daerah, serta berperan dalam penyerapan tenaga kerja di Provinsi Aceh berdasarkan indikator ketenagakerjaan. Hal ini dapat dijelaskan dari persentase penduduk yang berusia 15 tahun ke atas yang bekerja disektor pertanian mencapai 47,15% pada tahun 2014 (Kompasiana, 21 November 2014). Maka dari itu pemerintah harus lebih memperhatikan sektor pertanian untuk kedepannya, menurut BPS tahun 2015 sektor pertanian dapat menyerap tenaga kerja paling besar di Aceh yaitu sebesar 44,09% dari jumlah angkatan kerja sebanyak 2.123.120 orang


(57)

Peran sektor pertanian berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku tahun 2013 yaitu sebesar 27,22% dari total PDRB dimana subsektor tanaman bahan makanan merupakan kontributor utama di sektor tersebut. Dengan demikian sektor pertanian begitu dominan dalam pembentukan PDRB Provinsi Aceh. Laju pertumbuhan sektor pertanian dilihat dari PDRB atas dasar harga konstan tahun 2013 meningkat 3,26% dibandingkan tahun 2012 yang melambat dari laju pertumbuhan pada tahun yang lalu.

Kutacane Aceh Tenggara ini yang masyarakatnya masih menggangtungkan kehidupannya pada sektor pertanian yaitu sekitar 87,72%. Kegiatan pertanian yang diusahakan masyarakat Aceh Tenggara meliputi bercocok tanam padi, jagung, budidaya kakao, karet, perikanan, pertenakan, dan masih banyak usaha tani yang lainnya. Pertumbuhan ekonomi kabupaten Aceh Tenggara semakin tahun semakin membaik di tahun 2014, membaiknya pertumbuhan ekonomi dinilai dari berbagai subsektor mulai dari pertanian, perkebunan, perikanan, perternakan, serta UKM.

Kabupaten Aceh Tenggara memiliki sektor pertanian yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan daerah antara lain dalam meningkatkan pendapatan daerah, penyediaan lapangan kerja serta dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi masyarakat . Hal tersebut dilihat dari rata–rata kontribusi yang diberikan sektor pertanian terhadap PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) sangat besar yang sesuai dengan tabel 1.1 dibawah ini.


(58)

Tabel 1.1

Rata-Rata Kontribusi PDRB Tahun 2010-2014 (%)

No Lapangan Usaha

Rata-Rata Kontribusi PDRB Tahun 2010-2014 (%)

Provinsi Aceh Kabupaten Aceh Tenggara 1 Pertanian, Peternakan,

Perburuan, dan Jasa Pertanian 19,55% 37,03% 2 Kehutanan dan Penebangan

Kayu 1,52% 1,56%

3 Perikanan 4.50% 5,28%

4 Pertambangan dan Penggalian 13,52% 1,14%

5 Industri Pengolahan 8,22% 1,17%

6 Pengadaan Listrik dan Gas 0,11% 0,10%

7 Pengadaan Air dan Pengolahan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

0,03% 0,02%

8 Kontruksi 8,56% 5,60%

9 Perdagangan Besar dan Eceran 14,29% 13,40%

10 Transportasi dan Pergudangan 7,50% 5,03%

11 Penyediaan Akomodaasi dan

Makanan Minuman 0,97% 0,59%

12 Informasi dan Komunikasi 3,38% 2,06%

13 Jasa Keuangan dan Tranportasi 1,92% 3,20%

14 Real Estant 3,12% 3,89%

13 Jasa Perusahaan 0,55% 0,50%

14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan,, dan Jaminan Sosial Wajib

7,17% 11,71%

15 Jasa Pendidikan 1,97% 2,62%

16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan

Sosial 2,29% 3,26%

17 Jasa Lainnya 1,15 1,86%

Total 100% 100%

Sumber: BPS Aceh Tenggara,2010-2014

Pada tabel 1.1 diatas, sektor pertanian cukup dominan dalam menggerakkan roda perekonomian atau leading sector serta memberikan kontribusi baik untuk Provinsi Aceh yaitu 19,55% dan khususnya pada


(59)

Kabupaten Aceh Tenggara sebesar 37,03%. Maka perlu adanya perhatian khusus dalam upaya mengoptimakan pembangunan ekonomi untuk sektor pertanian.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti menyusun penelitian yang berjudul “Daya Saing Produk Unggulan Dalam Pembangunan Ekonomi di Kutacane Aceh Tenggara”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah “ Bagaimana daya saing produk unggulan dalam pembangunan ekonomi di Kutacane Aceh Tenggara?”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu untuk menjawab rumusan masalah yaitu untuk mengedentifikasi daya saing produk unggulan dalam pembangunan ekonomi di Kutacane Aceh Tenggara.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian dapat memberikan manfaat antara lain

1. Bagi penulis untuk dapat memberikan tambahan masukan terhadap pemerintah Kutacane dengan melihat komoditas apa saja yang dapat diprioritaskan dalam meningkatkan perekonomian daerah.

2. Sebagai bahan referensi bagi penulis lain yang mempunyai keterkaitan untuk mengembangkan penelitiannya.


(60)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya saing produk unggul dalam pembangunan ekonomi di Kutacane Aceh tenggara.

Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari literatur serta dari instansi terkait yang bersumber dari Badan Pusat Statistik Kutacane dan Dinas Pertanian Kutacane. Metode yang digunakan adalah deskriptif eksploratif dimana menggunakan analisis Location Quotient dan analisis Shift Share.

Hasil penelitian ini berdasarkan analisis Location Quotient, Sektor pertanian dalam perekonomian Kabupaten Aceh Tenggara (Kutacane) merupakan sektor basis atau sektor unggulan karena memiliki nilai LQ lebih dari 1 (LQ>1) yaitu dengan rata-rata nilai sebesar 1,89, Sedangkan Berdasarkan analisi shift share sektor pertanian di Kabupaten Aceh Tenggara (Kutacane) tidak menunjukan sektor yang kompetitif dan karena nilai different shift Kabupaten kurang dari nol (Dj>0) yaitu dengan rata-rata nilai sebesar -160.305,278.


(61)

ABSTRACT

This study aims to determine the superior product competitiveness in economic development in Aceh Kutacane southeast.

The data used is secondary data obtained from the literature and from the relevant agencies are sourced from the Central Bureau of Statistics and the Department of Agriculture Kutacane Kutacane. The method used is descriptive explorative where using Location Quotient and Shift Share analysis.

The results of this study based on the Location Quotient, the agricultural sector in the economy of Southeast Aceh Regency (Kutacane) is a sector basis or dominant sector because it has more than one value LQ (LQ> 1) is the average value of 1.89, while Based on analysis shift share of agriculture sector in Southeast Aceh district (Kutacane) did not show a competitive sector and for different values of less than zero shifts District (Dj> 0) is the average value of -160,305.278.


(62)

SKRIPSI

DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DI KUTACANE

ACEH TENGGARA

OLEH

SATRIA 100501014

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2016


(1)

iii ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya saing produk unggul dalam pembangunan ekonomi di Kutacane Aceh tenggara.

Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari literatur serta dari instansi terkait yang bersumber dari Badan Pusat Statistik Kutacane dan Dinas Pertanian Kutacane. Metode yang digunakan adalah deskriptif eksploratif dimana menggunakan analisis Location Quotient dan analisis Shift Share.

Hasil penelitian ini berdasarkan analisis Location Quotient, Sektor pertanian dalam perekonomian Kabupaten Aceh Tenggara (Kutacane) merupakan sektor basis atau sektor unggulan karena memiliki nilai LQ lebih dari 1 (LQ>1) yaitu dengan rata-rata nilai sebesar 1,89, Sedangkan Berdasarkan analisi shift share sektor pertanian di Kabupaten Aceh Tenggara (Kutacane) tidak menunjukan sektor yang kompetitif dan karena nilai different shift Kabupaten kurang dari nol (Dj>0) yaitu dengan rata-rata nilai sebesar -160.305,278.

Kata Kunci : Daya Saing, Pembangunan Ekonomi


(2)

ABSTRACT

This study aims to determine the superior product competitiveness in economic development in Aceh Kutacane southeast.

The data used is secondary data obtained from the literature and from the relevant agencies are sourced from the Central Bureau of Statistics and the Department of Agriculture Kutacane Kutacane. The method used is descriptive explorative where using Location Quotient and Shift Share analysis.

The results of this study based on the Location Quotient, the agricultural sector in the economy of Southeast Aceh Regency (Kutacane) is a sector basis or dominant sector because it has more than one value LQ (LQ> 1) is the average value of 1.89, while Based on analysis shift share of agriculture sector in Southeast Aceh district (Kutacane) did not show a competitive sector and for different values of less than zero shifts District (Dj> 0) is the average value of -160,305.278.


(3)

v DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daya Saing Produk Unggulan ... 7

2.1.1 Pengertian Daya Saing ... 7

2.1.2 Dimensin Daya Saing dan Indikator Daya Saing .. 7

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Saing .. 9

2.2 Sektor Unggulan Daerah ... 11

2.3 Pertumbuhan Ekonomi ... 14

2.4 Pertumbuhan Ekonomi Regional ... 17

2.5 Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 18

2.4.1 Teori Pertumbuhan Klasik ... 19

2.4.2 Teori Pertumbuhan Harrod-Domar ... 19

2.4.3 Teori Pertumbuhan Neo-Klasik... 21

2.4.4 Teori Schumpeter ... 22

2.6 Pendapatan Regional ... 23

2.7 Pembangunan Ekonomi ... 26

2.7.1 Indikator Pembangunan Ekonomi ... 27

2.8 Konsep Basis Ekonomi ... 29

2.9 Penelitian Terdahulu ... 30

2.10 Kerangka Konseptual ... 32

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 33

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 33

3.3 Definisi Operasional... 33

3.4 Jenis dan Sumber Data ... 34

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 34

3.6 Teknik Analisis Data ... 36


(4)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum ... 41

4.2 Perekonomian Provinsi Aceh dan Kabupaten Aceh Tenggara ... 44

4.3 Menganalisis Daya Saing Komuditas Unggulan... 45

4.4 Metode Location Quotient ... 49

4.5 Analisis Shift Share ... 50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 56

5.2 Saran ... 56


(5)

vii DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman 1.1 Rata-Rata Kontribusi PDRB Tahun 2010-

2011 (%) ... 5

4.1 Nama dan Luas Kecamatan Kabupaten Aceh Tenggara ... 42

4.2 Jumlah Penduduk Aceh Tenggara ... 44

4.3 Pendapatan Berdasarkan Sektor Pertanian ... 45

4.4 PDRB Menurut Lapangan Usaha atas Dasar Harga Konstan ... 45

4.5 Ekspor Share Produk ... 46

4.6 Kontribusi Produk Unggulan dalam Perdagangan Internasional ... 46

4.7 Revealled Comperative Advantage (RCA) ... 47

4.8 Index of Trade Cincentration ... 48

4.9 Indek Spesialisasi Perdagangan (ISP) ... 48

4.10 Hasil Analisis LQ Kutacane ... 49

4.11 Proposional Shift Kabupaten Aceh Tenggara... 54

4.12 Different Shift Kabupaten Aceh Tenggara ... 55


(6)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman 4.1 Proporsi Luas Kecamatan di Kabupaten Aceh

Tenggara ... 43 4.2 Kontibusi Produk Unggulan dalam Perdagangan

Internasional ... 47 4.3 Trand Sektor Unggulan Kutacane Berdasarkan Hasil

Perhitungan PDRB Berdasarkan Harga Berlaku Tahun

2010-2014 ... 50 4.4 Pertumbuhan PDRB ... 51 4.5 Komponen Share Sektor Pertanian di Kabupaten Aceh

Tenggara ... 52 4.6 Komponen Net Shift Kabupaten Aceh Tenggara... 53