Aplikasi konkret dari prinsip tersebut dapat dilihat dalam Pasal 18, Pasal 21 ayat 2, Pasal 33 ayat 1 dan 2, dan Pasal 38 ayat 1 KUHAP. Kewajiban lain yang menyertai
penegak hukum dalam melakukan upaya paksa tersebut adalah menyusun berita acara terhadap surat perintah yang telah diberikan dan dilaksanakan sebagaimana tercantum
dalam Pasal 75 KUHAP. Prinsip ini ditujukan untuk menghindari kesewenangan penegak hukum dalam
menjalankan kewenangannya untuk mengadakan upaya paksa kepada seseorang maupun tersangkaterdakwa baik itu penangkapan, penahanan, penggeledahan maupun penyitaan.
II.3 Praduga Tak Bersalah Presumption of Innocence
Makna dari prinsip ini adalah bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah
sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap. Di dalam KUHAP, pasal yang menunjukkan prinsip ini adalah
Pasal 158 KUHAP, yang berbunyi : “Hakim dilarang menunjukkan sikap atau mengeluarkan pernyataan di sidang tentang keyakinan mengenai salah atau tidaknya
terdakwa”.
II.4 Ganti Kerugian dan Rehabilitasi
Ganti kerugian dan rehabilitasi diatur di dalam Pasal 95-97 KUHAP jo Pasal 7-15 PP Nomor 27 tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP. Ganti kerugian dapat diajukan
dengan syarat dan ketentuan antara lain: a. Diajukan oleh tersangka, terdakwa, atau terpidana karena penangkapan, penahanan,
penuntutan, pemeriksaan persidangan atau karena tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum
yang diterapkan; b. Gamti kerugian ditentukan serendah-rendahnya Rp 5.000,- lima ribu rupiah dan
setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- satu juta rupiah serta apabila karena tindakan tersebut mengakibatkan cacat sehingga tidak mampu melakukan pekerjaan atau
meninggal dunia ganti kerugian ditentukan setinggi-tingginya Rp 3.000.000,- tiga juta rupiah
c. Tuntutan ganti kerugikan diajukan ke pengadilan negeri yang berwenang memeriksa perkara
II.5 Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan
Makna cepat berhubungan dengan waktu, makna sederhana berhubungan dengan prosesnya dan makna biaya ringan berhubungan dengan biaya dalam berperkara di
pengadilan.
II.6 Kewajiban Memberikan Bantuan Hukum
Pasal 54 KUHAP menyebutkan: “guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seseorang atau lebih penasihat hukum
selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini”
Kemudian, kewajiban negara untuk memberikan bantuan hukum kepada tersangkaterdakwa dapat dilihat dalam rumusan Pasal 56 KUHAP, yang berbunyi:
1 Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas
tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri,
pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat bagi mereka;
2 Setiap penasihat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 memberikan bantuan hukum dengan Cuma-Cuma.
II.7 Aqusatoir dan Inqusatoir
Di era prinsip HIR yang dipergunakan adalah prinsip Inqusatoir dimana dapat dilihat dalam Pasal 164 HIR tentang alat bukti “pengakuan”. Makna pengakuan adalah adanya
pernyataan dari terdakwa untuk mengakui atau tidak mengakui perbuatannya dalam persidangan. Adanya bukti pengakuan ini, bahwa terdakwa adalah sebagai objek dari
pemeriksaan, terdakwa tidak bebas dalam memberikan keterangan melainkan terbatas untuk mengakui atau tidak mengakui perbuatannya.
Setelah KUHAP berlaku, bukti pengakuan sudah ditiadakan, dan berganti dengan alat bukti “keterangan terdakwa” dalam Pasal 184 KUHAP. Makna “keterangan terdakwa”
menurut Pasal 189 ayat 1 KUHAP adalah apa yang terdakwa nyatakan di sidang entang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri. Keterangan
terdakwa itu tidak selalu berisi pengakuan melakukan atau tidak melakukan tindak pidana yang didakwakan.
Prinsip aqusatoir selain pasal tentang alat bukti dalam KUHAP, antara lain: a. Tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti
tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai Pasal 51 ayat 1 KUHAP;
b. Terdakwa berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang didakwakan kepadanya Pasal 51 ayat 2 KUHAP;
c. Dalam pemeriksaan di tingkat penyidikan dan pengadilan tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim Pasal 52
KUHAP; d. Tersangka atau terdakwa berhak memilih sendiri penasihat hukumnya Pasal 55
KUHAP; e. Tersangka atau terdakwa berhak untuk menghubungi dan menerima kunjungan dokter
pribadinya untuk kepentingan kesehatan baik yang ada hubungannya dengan proses perkara maupun tidak selama masa penahanan Pasal 58 KUHAP;
f. Penuntut umum, penasihat hukum serta hakim dilarang untuk memberikan pertanyan kepada terdakwa atau saksi yang bersifat menjerat, yang artinya terdakwa maupun
saksi tidak memiliki jawaban bebas atas pertanyaan yang diberikan Pasal 166 KUHAP;
g. Dan lain sebagainya. Namun, terdapat Pasal dalam KUHAP yang dapat ditafsirkan menyerupai dengan
prinsip Inqusatoir yaitu Pasal 175 KUHAP, yang berbunyi:”jika terdakwa tidak mau menjawab atau menolak untuk menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya, hakim
ketua sidang menganjurkan untuk menjawab dan setelah itu pemeriksaan dilanjutkan. Pasal ini dapat ditafsirkan bahwa terdakwa harus menjawab pertanyaan yang diajukan
kepadanya, hal ini berarti terdakwa tidak memiliki hak untuk memiilih menjawab atau tidak menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya atau yang disebut dengan right
to remain ini silence.
II.8 Pemeriksaan dengan Hadirnya Terdakwa