Sejarah Perkembangan Hukum Acara Pidana Indonesia

I. Pendahuluan I.1 Pengertian dan Tujuan Hukum Acara Pidana Menurut Wirjono Prodjodikoro, hukum acara pidana merupakan rangkaian peraturan- peraturan yang memuat cara bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa, yaitu kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan harus bertindak guna mencapai tujuan negara degan mengadakan hukum pidana. Hukum acara pidana sebagai salah satu instrumen dalam sistem peradilan pidana pada pokoknya memiliki fungsi utama, yaitu: 1. Mencari dan menemukan kebenaran; 2. Pengambilan keputusan oleh hakim, dan 3. Pelaksanaan daripada putusan yang telah diambil itu. Dari ketiga fungsi tersebut, yang paling penting adalah fungsi untuk mencari dan menemukan kebenaran, yakni kebenaran materiil. Kebenaran materiil merukan kebeneran yang selengkap-lengkapnya atau setidaknya yang mendekati kebenaran dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang didakwa itu dapat dipersalahkan. Tujuan hukum acara pidana untuk mencari dan menemukan kebenaran materiil itu hanya merupakan tujuan awal, artinya ada tujuan akhir yaitu yang menjadi tujuan seluruh tertib hukum nasional, dalam hal ini mencapai suatu masyarakat tertib, tenteram, damai, adil, dan sejahtera.

I.2 Sejarah Perkembangan Hukum Acara Pidana Indonesia

Sebelum era KUHAP, mengenai hukum acara pidana berturut-turut berlaku: a. Inlands Reglement Inlands Reglement IR adalah peraturan perundang-undangan yang berlaku pertanggal 1 Mei 1848 berdasarkan pengumuman Gubernur Jenderal tanggal 3 Desember 1847 Stbld Nomor 57. IR berisi hukum acara pidana sekaligus hukum acara perdata dalam satu perundang-undangan yang dalam pelaksanaannya menemui banyak permasalahan dan sulit diterapkan. Permasalahan yang muncul adalah di Jawa dan Madura masyarakat masih memberlakukan hukum adat, sehingga kebijakan untuk menggantikan hukum adat menjadi hukum Eropa yang tertulis bukanlah pilihan politis yang bagus. b. Herziene Inland Reglement Semenjak diundangkan pertama kali tahun 1847, IR mengalami banyak penyesuaian sampai akhirna, dengan Stbld 1941 Nomor 44 diumumkan kembali dengan nama Herziene Inland Reglement. Pada prinsipnya HIR ini berlaku di Jawa dan Madura sebagaimana IR, namun dalam praktiknya masih berlaku dualisme hukum acara di Jawa dan Madura, yaitu di kota-kota besar menggunakan HIR, sedangkan di kota-kota kecil masih menggunakan IR. c. Rechtsreglement voor de Buitengewesten Di tahun-tahun yang tidak jauh dengan diundangkannya HIR di Jawa dan Madura, di pulau-pulau lain diberlakukan Rechtsreglement voor de Buitengewesten RBg berdasarkan Stbld 1927 Nomor 227 yang berlaku efektif per tanggal 1 Juli 1927. Jadi sebelum Indonesia merdeka berlaku dualisme hukum acara di wilayah Hindia Belanda, yaitu HIR di Jawa dan Madura serta RBg untuk wilayah kekuasaan Hindia Belanda di luar Jawa dan Madura. d. Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Drt tahun 1951 HIR dan RBg masih berlaku secara bersamaan pasca Indonesia merdeka sampai dengan berlakunya Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Drt tahun 1951 tentang Tindakan-Tindakan Sementara untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan Kekuasaan dan Acara Pengadilan –Pengadilan Sipil yang menghapuskan undang- undang hukum acara di luar Jawa dan Madura. Dengan demikian berdasarkan undang-undang ini, maka HIR berlaku secara menyeluruh di wilayah Indonesia. e. Berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana HIR yang diberlakukan di Indonesia dengan prinsip konkordansi tidak sejalan dengan kondisi bangsa Indonesia setelah merdeka, khususnya dalam hal untuk melindungi hak asasi dari tersangkaterdakwaterpidana. Berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana KUHAP secara langsung mencabut berlakunya HIR sebagai undang-undang hukum acara pidana, namun HIR masih berlaku sebagai undang-undang hukum acara perdata.

I.3 Hukum Acara Pidana dan Sistem Peradilan Pidana