Analisis Pembangunan Manusia Di Indonesia

(1)

T E S I S

Oleh

CHARISMA KURIATA GINTING S.

067018046/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains

dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

CHARISMA KURIATA GINTING S.

067018046/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(3)

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

Irsyad Lubis, M.Soc.Sc, Ph.D. Kasyful Mahalli, SE, M.Si. Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana

Dr. Murni Daulay, M.Si. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc.

Tanggal Lulus : 1 September 2008


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : 1. Irsyad Lubis, M.Soc.Sc, Ph.D.

Anggota : 2. Kasyful Mahalli, S.E, M.Si.

3. Dr. Murni Daulay, M.Si.

4. Dr. Rahmanta, M.Si.

5. Drs. Rujiman, M.A.


(5)

Charisma Kuriata Ginting S, 2008, Analysis of Human Development in Indonesia, under the guidance of Irsyad Lubis, M.Soc.Sc, Ph.D. (Head) dan Kasyful Mahalli, S.E, M.Si. (Member).

Most of study of human development focused on human capital as a factor of economic growth. Meanwhile specific factors that determine human development itself unexplored systematically. This research aims to analyze influence of household consumption for food and non-food, government expenditure for education, headcount of poverty ratio and economic crisis in Indonesia.

This research used data of time series and cross section to each research variable covering 26 provinces in year 1996, 1999, 2002, 2004, 2005 and 2006, according to the availability of data for particular variables. Quantitative analysis using random effect method to test the hypothesis. This method have advantage because it able to explain the variance of characteristic of each province behaviors of human development.

Result from this research shows quite significance influence among household consumption for food and non-food, government expenditure for education, headcount of poverty ratio and economic crisis to human development in Indonesia. Amount of influence showed by coefficient of regression of independent variables, which are: –0,9829 for household consumption for food, 1,2774 for household consumption for non-food, 26,6791 for government expenditure for education, –0.214 for rate of poverty. The dummy shows negative influence.

Key words: human development, household consumption, poverty, government expenditure, economic crisis.


(6)

Charisma Kuriata Ginting S, 2008, Analisis Pembangunan Manusia di Indonesia, di bawah bimbingan Irsyad Lubis, M.Soc.Sc, Ph.D. (Ketua) dan Kasyful Mahalli, S.E, M.Si. (Anggota).

Studi tentang pembangunan manusia pada umumnya lebih menekankan pada modal manusia sebagai salah satu faktor pertumbuhan ekonomi. Sementara faktor-faktor spesifik yang mempengaruhi pembangunan manusia itu sendiri kurang dieksplorasi secara sistematis. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh konsumsi rumah tangga untuk makanan dan bukan makanan, pengeluaran pemerintah untuk pendidikan, rasio penduduk miskin dan krisis ekonomi terhadap pembangunan manusia di Indonesia.

Penelitian ini menggunakan data runtun waktu (time series) dan silang tempat (cross section) atas 26 propinsi pada periode 1996, 1999, 2002, 2004, 2005 dan 2006. Analisis data menggunakan metode efek efek acak (random effect). Penggunaan metode ini dapat menjelaskan perbedaan karakteristik pembangunan manusia masing-masing propinsi, sehingga lebih representatif.

Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara konsumsi rumah tangga untuk makanan dan bukan makanan, pengeluaran pemerintah untuk pendidikan, rasio penduduk miskin dan krisis ekonomi terhadap pembangunan manusia di Indonesia. Besarnya pengaruh tersebut ditunjukkan oleh nilai koefien regresi variabel-variabel bebas, yakni: –0,9829 untuk variabel konsumsi rumah tangga untuk makanan, 1,2774 untuk konsumsi rumah tangga untuk bukan makanan, 26,6791 untuk pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan –0.214 untuk rasio penduduk miskin. Variabel dummy menunjukkan pengaruh negatif.

Kata kunci: pembangunan manusia, konsumsi rumah tangga, kemiskinan, pengeluaran pemerintah, krisis ekonomi.


(7)

Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hanya dengan kasih karuniaNya yang begitu besar sehingga Penulis dapat menjalani perkuliahan dan menyelesaikan tesis tentang “Analisis Pembangunan Manusia di Indonesia” ini dengan baik. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa banyak pihak yang telah membantu dalam penulisan tesis ini. Dalam kesempatan ini dengan hati tulus Penulis hendak menghaturkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada:

1. Direktorat Pendidikan Tinggi yang telah memberikan fasilitas beasiswa program pasca sarjana (BPPS) kepada saya, sehingga saya dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang magister.

2. Bapak Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, SpA(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis untuk mengikuti dan merampungkan pendidikan program magister.

3. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc., selaku direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan yang diberikan kepada Penulis boleh menjadi mahasiswa program magister pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si., selaku ketua Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah menyetujui usulan penulisan tesis ini.

5. Bapak Irsyad Lubis, M.Soc.Sc, Ph.D., dan Bapak Kasyful Mahalli, S.E, M.Si., selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, perhatian dan dukungan dalam penyelesaian tesis ini.

6. Seluruh Guru Besar dan Dosen Sekolah Pascasarjana pada umumnya dan Program Studi Ekonomi Pembangunan pada khususnya.


(8)

8. Para staf Perpustakaan dan ICT Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan BPS Sumatera Utara, Perpustakaan BPS Pusat, atas kerja samanya.

9. Seluruh rekan mahasiswa Angkatan XI Ekonomi Pembangunan, atas kebersamaan yang indah dan saling membantu.

10. Elysabeth Kembaren, isteri tercinta, Charel Erenos Rafael Gintings, putra tersayang, atas dukungan cinta kasihnya. Kedua orang tua Penulis, atas dukungan dan doanya. Kristina, adik Penulis dan suaminya, atas keletihannya membantu mengumpulkan data.

Akhir kata, Penulis menyadari masih banyak kelemahan dan kekurangan Penulis dalam menjelaskan fenomena pembangunan manusia di Indonesia. Oleh karena itu Penulis berharap adanya penelitian lanjutan dan lebih mendalam demi kemajuan bangsa.

Medan, 1 – 9 – 2008 Penulis

Charisma Kuriata Ginting S.


(9)

1. NAMA : CHARISMA KURIATA GINTING S. 2. TEMPAT / TGL LAHIR : MEDAN / 30 – 01 – 1970

3. PEKERJAAN : PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS)

4. AGAMA : KRISTEN

5. ORANG TUA :

a. AYAH : PDT. EM. G. GINTING S, M.MIN.

b. IBU : R. BANGUN

6. ALAMAT : JL. MERAK NO. 71 MEDAN

7. PENDIDIKAN :

a. SD : SD METHODIST 1 MEDAN

b. SMP : SMP METHODIST 1 MEDAN

c. SMA : SMA NEGERI 1 MEDAN

d. S-1 : FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS

PADJADJARAN BANDUNG

e. S-2 : MAGISTER EKONOMI PEMBANGUNAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(10)

Halaman

ABSTRACT ………... v

ABSTRAK ………..……….. vi

KATA PENGANTAR ……….. vii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ………... viii

DAFTAR ISI ………... ix

DAFTAR TABEL ………... x

DAFTAR GAMBAR ………... xi

DAFTAR LAMPIRAN ………. xii

DAFTAR SINGKATAN ………..……… xiii

BAB I PENDAHULUAN ………1

1.1 Latar Belakang ………... 1

1.2 Perumusan Masalah ………..………... 8

1.3 Tujuan Penelitian ……….……..………8

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Definisi Pembangunan Manusia ... ...10

2.2. Indeks Pembangunan Manusia ... 11

2.2.1. Indeks Harapan Hidup ... 13


(11)

2.4. Penelitian-Penelitian Sebelumnya ... 22

2.4.1. Farhad Noorbakhsh ... 22

2.4.2. Gustav Ranis & Frances Stewart (2002) ... 24

2.4.3. Aloysius Gunadi Brata (2004) ...25

2.4.4. Aloysius Gunadi Brata (2005) ...26

2.4.5. Gustav Ranis & Frances Stewart (2005) ... 27

2.4.6. Valeria Constantini & Salvatore Monni (2006) ... 29

2.4.7. Peter Lanjouw dan kawan-kawan ...30

2.5. Kerangka Pemikiran ...32

2.6. Hipotesis Penelitian ... 32

BAB III METODE PENELITIAN ...34

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 34

3.2. Jenis dan Sumber Data ...35

3.3. Model Analisis ...35

3.4. Metode Analisis ... 36

3.5. Uji Kesesuaian ... 38

3.6. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ...39

3.7. Batasan Operasional ... 40

BAB IV PEMBAHASAN ... 42


(12)

4.1.2.1. Untuk Makanan ... 55

4.1.2.2. Untuk Bukan Makanan ... 58

4.1.3. P. Pengeluaran Pemerintah untuk Pendidikan ...65

4.1.4. Perkembangan Rasio Penduduk Miskin ...71

4.2. Hasil Estimasi Model Pembangunan Manusia ... 74

4.3. Hasil Uji Kesesuaian Model ... 75

4.4. Hasil Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 77

4.5. Analisis Hasil Estimasi ... 78

4.5.1. Pengeluaran Konsumsi RT untuk Makanan ... 79

4.5.2. Pengeluaran Konsumsi RT untuk B. Makanan ... 80

4.5.3. Pengeluaran Pemerintah untuk Pendidikan ... 80

4.5.4. Rasio Penduduk Miskin ...81

4.5.5. Krisis Ekonomi (Dummy) ... 82

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

5.1. Kesimpulan ... 83

5.2. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85

LAMPIRAN ... 88


(13)

1. Rasio Penduduk di Bawah Garis Kemiskinan Negara- Negara

ASEAN Tahun 2005 ... .1 2. Nilai & Peringkat HDI dan GDP/capita Negara-Negara ASEAN

Tahun 2005 ... .2 3. Perbandingan Pengeluaran Pemerintah Bidang Kesehatan dan

Pendidikan Negara-Negara ASEAN Periode 2002-2005 ...6 4. Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM ……… 13 5. Jenjang Pendidikan dan Faktor Konversi untuk Menghitung

Rata-Rata Lama Sekolah (MYS) ………..…16 6. Daftar Komoditas yang Digunakan untuk Menghitung Purchasing

Power Parity (PPP) ……….. 18 7. Hasil Estimasi Penelitian Farhad Noorbakhsh (1999) ... 23 8. Hasil Estimasi Penelitian Gustav Ranis & Frances Stewart (2002) .... 24 9. Hasil Estimasi Penelitian Aloysius Gunadi Brata (2004) ... 26 10. Hasil Estimasi Penelitian Aloysius Gunadi Brata (2005) ... 27 11. Hasil Estimasi Penelitian Gustav Ranis & Frances Stewart (2005) .... 28 12. Hasil Estimasi Penelitian Valeria Constantini dan Salvatore

Monni (2006) ... 30 13. Hasil Penelitian Peter Lanjouw, Menno Pradhan, Fadia Saadah,

Hanen Sayed, Robert Sparrow (2001) ... 31 14. Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia Regional Periode

1996-2006 ... 43


(14)

17. IPM Indonesia dan Beberapa IPM Negara di Dunia Tahun 2005…… 51 18. Pengeluaran Pangan di Indonesia Menurut Kelompok Barang

Tahun 2002-2005 (Rupiah/kapita/bulan) ……….………….... 57 19. Pengeluaran Bukan Pangan di Indonesia Menurut Kelompok

Barang Tahun 2002-2005 (Rupiah/kapita/bulan) ……….... 59 20. Perkembangan Proporsi Konsumsi Pendidikan Rumah Tangga

Periode 1996-2002 ………... 61 21. Perkembangan Proporsi Konsumsi Kesehatan Rumah Tangga

Periode 1996-2002 ………... 63 22. Konsumsi Kesehatan Rumah Tangga di Negara-Negara ASEAN

Tahun 2004 (% PDB) ………... 64 23. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan Per

Propinsi Periode 1996-2006 (dalam Rp/kapita) ………... 69 24. Rata-Rata Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan di

Negara-Negara ASEAN Periode 2002-2005 ………... 71 25. Perkembangan Rasio Penduduk Miskin Per Provinsi Periode

1996-2006 (dalam %) ………... 73

26. Hasil Estimasi Metode GLS ………. 74

27. Koefisien Determinasi di Antara Variabel-Variabel Bebas …………. 77


(15)

No. Gambar Judul Halaman 1. Hubungan Pendapatan dan Permintaan Barang ... 21 2. Perkembangan IPM Regional Tahun 2006 ... 44 3. Perkembangan Indikator-Indikator Komposit IPM Periode

1996-2006 ... 50 4. Perkembangan Proporsi Konsumsi Pangan dan Non Pangan

di Indonesia Periode 1996-2006 ……….. 53 5. Perkembangan Konsumsi Pangan Rumah Tangga Tahun 2006 …….. 55 6. Hasil Uji Hausman pada Distribusi Chi-Kuadrat ………...75


(16)

1. Data Penelitian ………..………... 88

2. Hasil Estimasi: Metode Efek Random ………... 92

3. Hasil Estimasi: Metode Efek Tetap ………... 93

4. Hasil Uji Hausman ………... 94

5. Hasil Uji Hausman (Penghitungan Invers Matriks Koefisien Kovarian) ………....………... 96

6. Regresi Uji Korelasi Parsial Variabel Bebas: PRM ………... 98

7. Regresi Uji Korelasi Parsial Variabel Bebas: PRB ………. 99

8. Regresi Uji Korelasi Parsial Variabel Bebas: PPD ……… 100

9. Regresi Uji Korelasi Parsial Variabel Bebas: RPM ………..…. 101

10. Regresi Uji Korelasi Parsial Variabel Bebas: D ………... ….102

11. Regresi Uji Heteroskedasitas ……..………..……. 103


(17)

ASEAN = Association of South East Asia Nation APBN-P = Anggaran Pendapatan Belanja Negara –

Perubahan

BAPPENAS = Badan Perencanaan Pembangunan Nasional BPS = Badan Pusat Statistik

GDP = Gross Domestic Product

GNP = Gross National Product

GLS = General Least Square

HDI = Human Development Index

ICT = International Comparison Project

IPM = Indeks Pembangunan Manusia

MYS = Mean Years of Schooling

OLS = Ordinary Least Square

PDB = Produksi Domestik Bruto

PDRB = Produksi Domestik Regional Bruto

PPP = Purchasing Power Parity

SDM = Sumber Daya Manusia

SUSENAS = Survey Sosial Ekonomi Nasional UNDP = United Nation Development Program


(18)

1

1.1. Latar Belakang

Di tengah semakin membaiknya kinerja perekonomian nasional sepanjang

tahun 2007, persoalan pengangguran dan kemiskinan masih saja tak terselesaikan. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengatasinya. Kebanyakan upaya yang dilakukan pemerintah adalah bagaimana melapangkan perkembangan investasi sektor riil yang pada gilirannya akan membuka akses pada lapangan kerja yang semakin luas. Untuk itu pemerintah bekerja keras membenahi sistem dan aturan agar lebih ringkas, murah dan memiliki kepastian hukum. Tetapi semua itu tidak

Tabel 1. Rasio Penduduk di Bawah Garis Kemiskinan Negara-Negara ASEAN Tahun 2005

Populasi di Bawah Garis Kemiskinan (%) Negara*

US$1 per hari

US$2 per hari

Malaysia <2,0 9,3

Thailand <2,0 25,2

Philippines 14,8 43,0

Indonesia 7,5 52,4

Lao People's Democratic Republic 27,0 74,1

Cambodia 34,1 77,7

*Empat negara lainnya tidak tersedia data

Sumber: UNDP, 2007. Human Development Report 2007/2008

C

op

yr

ig

ht

b

y

C

H

AR


(19)

memberikan hasil yang memuaskan bagi kesejahteraan rakyat pada umumnya. Angka kemiskinan sampai dengan Juni 2007 berjumlah 37,17 juta jiwa atau 17,75 persen populasi penduduk Indonesia (Kompas, 11/12/2007).

Berdasarkan publikasi UNDP dalam Human Development Report 2007/2008,

rasio penduduk berpenghasilan maksimal US$2 mencapai 52,4 persen, lebih buruk dibandingkan negara tetangga Malaysia, Thailand dan Filipina (Tabel 1). Fenomena ini membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak dengan sendirinya menjamin

terciptanya kesejahteraan masyarakat (trickle down effect).

Tabel 2. Nilai & Peringkat IPM dan PDB/kapita Negara-Negara ASEAN Tahun 2005

I P M PDB/kapita (US$)

Negara

2005 Rank 2005 Rank

Singapore 92,2 25 29.663 19

Brunei Darussalam 89,4 30 28.161 22

Malaysia 81,1 63 10.882 57

Thailand 78,1 78 8.677 65

Philippines 77,1 90 5.137 101

Viet Nam 73,3 105 3.071 122

Indonesia 72,8 107 3.843 113

Lao People's Democratic Republic 60,1 130 2.039 139

Cambodia 59,8 131 2.727 124

Myanmar 58,3 132 1.027 164


(20)

Banyak negara – termasuk Indonesia – menerapkan strategi pembangunan yang menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi sebagai upaya untuk memulihkan keadaan pasca Perang Dunia II. Dalam kondisi rekontruksi pasca perang, penyediaan kebutuhan hajat hidup orang banyak menjadi sangat penting untuk diprioritaskan. Tujuan pembangunan adalah bagaimana meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang

diukur dengan indikator gross domestic product/gross national product (GDP/GNP).

Jadi, dalam hal ini, disadari atau tidak disadari, manusia adalah sebagai input dalam proses pertumbuhan, bukan sasaran pertumbuhan ekonomi.

Pada tahun 1990 United Nation Development Program (UNDP) memperkenalkan ”Human Development Index” (HDI) atau Indeks Pembangunan

Manusia (IPM). Menurut Drapper (1990) dalam kata pengantarnya pada Human

Development Report 1990, munculnya HDI bukan berarti mengenyampingkan peran

GDP, tetapi bagaimana menerjemahkan GDP tersebut ke dalam pembangunan manusia. Proses penerjemahan itu kadang-kadang berhasil, tetapi tidak jarang yang gagal. Ada beberapa negara yang berhasil mencapai tingkat pembangunan manusia yang tinggi dengan pendapatan per kapita yang rendah. Demikian pula sebaliknya, seperti ditunjukkan Tabel 2.

Pembangunan manusia, menurut definisi UNDP, adalah proses memperluas

pilihan-pilihan penduduk (people’s choice). Dari sekian banyak pilihan, ada tiga

pilihan yang dianggap paling penting, yaitu: panjang umur dan sehat, berpendidikan, dan akses ke sumber daya yang dapat memenuhi standar hidup yang layak. Pilihan lain yang dianggap mendukung tiga pilihan di atas adalah kebebasan politik, hak asasi


(21)

manusia, dan penghormatan hak pribadi. Dengan demikian, pembangunan manusia lebih dari sekedar pertumbuhan ekonomi, lebih dari sekedar peningkatan pendapatan dan lebih dari sekedar proses produksi komoditas serta akumulasi modal.

Alasan mengapa pembangunan manusia perlu mendapat perhatian adalah: pertama, banyak negara berkembang – termasuk Indonesia – yang berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi gagal mengurangi kesenjangan sosial ekonomi dan kemiskinan. Kedua, banyak negara maju yang mempunyai tingkat pendapatan tinggi ternyata tidak berhasil mengurangi masalah-masalah sosial, seperti: penyalahgunaan obat, AIDS, alkohol, gelandangan, dan kekerasan dalam rumah tangga. Ketiga, beberapa negara berpendapatan rendah mampu mencapai tingkat pembangunan manusia yang tinggi, jika negara-negara itu mampu menggunakan secara bijaksana semua sumber daya untuk mengembangkan kemampuan dasar manusia.

Untuk mengukur ketiga pilihan tersebut, UNDP menyusun suatu indeks komposit berdasarkan tiga indikator, yaitu: angka harapan hidup pada waktu lahir

(life expectancy at birth), angka melek huruf penduduk dewasa (adult literacy rate)

dan rata-rata lama sekolah (mean years of schooling), dan kemampuan daya beli

(purchasing power parity). Indikator angka harapan hidup mengukur kesehatan,

indikator angka melek huruf penduduk dewasa dan rata-rata lama sekolah mengukur pendidikan dan terakhir indikator daya beli mengukur standar hidup.

Modal manusia (human capital) merupakan salah satu faktor penting dalam


(22)

berkualitas kinerja ekonomi diyakini akan lebih baik. Kualitas modal manusia ini dapat diamati dari aspek tingkat pendidikan, kesehatan dan tingkat kemiskinan. Demi memacu pertumbuhan ekonomi perlu pula dilakukan pembangunan manusia. Dibutuhkan kebijakan pemerintah yang mendorong peningkatan kualitas SDM.

Dalam kasus Indonesia, seperti disebutkan dalam Indonesia Human

Development Report 2004, perkembangan pembangunan manusia selama ini sangat

bergantung pada pertumbuhan ekonomi dari awal 1970-an sampai akhir 1990-an. Pertumbuhan tersebut berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan yang memungkinkan penduduk untuk mengalokasikan pengeluaran untuk kesehatan dan pendidikan lebih banyak. Sementara pengeluaran pemerintah untuk pelayanan kesehatan dan pendidikan relatif sedikit. Alokasi pengeluaran pemerintah untuk kedua bidang tersebut kalah jauh dibandingkan negara tetangga kita seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina (Tabel 3).

Rumah tangga masyarakat memegang peranan penting dalam pembangunan manusia, di mana pengeluaran rumah tangga memiliki kontribusi langsung terhadap pembangunan manusia, seperti: makanan, kesehatan dan pendidikan. Pengeluaran rumah tangga ditentukan oleh pendapatan. Penduduk miskin akan lebih banyak atau bahkan seluruh pendapatannya digunakan untuk kebutuhan makanan, dibandingkan penduduk kaya. Akibatnya penduduk miskin tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan dan pelayanan kesehatan yang layak jika hanya mengandalkan pendapatannya. Di sinilah perlunya campur tangan pemerintah untuk membantu penduduk yang kurang mampu atau miskin.


(23)

Tabel 3. Perbandingan Pengeluaran Pemerintah Bidang Kesehatan dan

Pendidikan Negara-Negara ASEAN Periode 2002-2005

Pengeluaran Publik untuk

Kesehatan

Pengeluaran Publik untuk

Pendidikan

(%PDB) (%PDB)

Negara

2004 2002-05*

Singapore 1,3 3,7

Brunei Darussalam 2,6 n.a.

Malaysia 2,2 6,2

Thailand 2,3 4,2

Philippines 1,4 2,7

Viet Nam 1,5 n.a.

Indonesia 1 0,9

Lao People's Democratic Republic 0,8 2,3

Cambodia 1,7 1,9

Myanmar 0,3 1,3

Catatan: n.a. = not available (tidak tersedia). *Rata-rata

Sumber: Idem.

Lanjouw, dkk. (2001) menyatakan pembangunan manusia di Indonesia adalah identik dengan pengurangan kemiskinan. Investasi di bidang pendidikan dan kesehatan akan lebih berarti bagi penduduk miskin dibandingkan penduduk tidak miskin, karena bagi penduduk miskin aset utama adalah tenaga kasar mereka. Adanya fasilitas pendidikan dan kesehatan murah akan sangat membantu untuk meningkatkan produktifitas, dan pada gilirannya meningkatkan pendapatan.

Noorbakhsh (1999) melakukan penelitian terhadap 86 negara nasabah Bank Dunia dan menemukan bahwa GDP/kap negara-negara berstatus debitur non


(24)

restrukturisasi berpengaruh signifikan terhadap pembangunan manusia, sedangkan debitur dengan fasilitas restrukturisasi intensif justru tidak. Brata (2004) dalam penelitiannya menemukan bahwa distribusi pendapatan adalah determinan paling berperan dalam pembangunan manusia pada seluruh kabupaten/kota di Indonesia, di samping determinan pendapatan per kapita dan rata-rata lama sekolah perempuan. Ranis dan Stewart (2002) menyatakan hal yang sama kecuali adanya tambahan determinan pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan. Ranis dan Stewart melakukan penelitian atas 22 negara di Amerika Latin. Brata (2005) menyimpulkan bahwa pengeluaran pemerintah, investasi dan distribusi pendapatan sebagai determinan-determinan pembangunan manusia atas penelitiannya terhadap seluruh provinsi di Indonesia. Investasi sebagai penentu pembangunan manusia dipertegas oleh Ranis dan Stewart (2005) dalam studinya atas 85 negara di dunia, di samping determinan pendapatan per kapita dan jumlah penduduk miskin.

Atas dasar pemikiran tersebut, penulis terdorong untuk mendalami faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia di Indonesia. Besar harapan penulis, kesimpulan akhir dari tulisan ini bisa lebih membuka pikiran dan nurani para elit bangsa untuk lebih arif dan segera memperhatikan pembangunan manusia Indonesia serta kaum intelektual untuk lebih intensif lagi mencari cara dan jalan keluar yang efektif agar pembangunan manusia di Indonesia dapat maju pesat. Bagaimana pun kesejahteraan rakyat adalah visi tunggal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).


(25)

1.2. Perumusan Masalah

Masalah-masalah yang dirumuskan dalam studi ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pengaruh pengeluaran rumah tangga untuk makanan terhadap

pembangunan manusia?

2. Bagaimanakah pengaruh pengeluaran rumah tangga untuk bukan makanan terhadap pembangunan manusia?

3. Bagaimanakah pengaruh pengeluaran pemerintah bidang pendidikan terhadap pembangunan manusia?

4. Bagaimanakah pengaruh rasio penduduk miskin terhadap pembangunan manusia? 5. Bagaimanakah pengaruh krisis ekonomi terhadap pembangunan manusia?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis pengaruh pengeluaran rumah tangga untuk makanan terhadap pembangunan manusia.

2. Untuk menganalisis pengaruh pengeluaran rumah tangga untuk bukan makanan terhadap pembangunan manusia.

3. Untuk menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah bidang pendidikan terhadap pembangunan manusia.

4. Untuk menganalisis pengaruh rasio penduduk miskin terhadap pembangunan manusia.


(26)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Permasalahan strategis yang paling mendesak dan sangat dibutuhkan dalam upaya peningkatan pembangunan manusia dapat diidentifikasi, sehingga dapat menjadi acuan bagi semua pihak (pemerintah, LSM, parpol, legislatif, swasta/dunia usaha, dan masyarakat lainnya) untuk meningkatkan kinerja pembangunan manusia di Indonesia pada masa yang akan datang.

2. Masukan bagi pemerintah sebagai alat bantu perencanaan (planning tool)

pembangunan yang lebih mengakomodasi dimensi pembangunan manusia. Misalnya melalui peningkatan anggaran pada sektor-sektor yang berhubungan langsung dengan pembangunan manusia, seperti pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat pra sejahtera agar dapat mandiri secara ekonomi.

3. Dalam jangka panjang, analisis ini dapat dijadikan alat evaluasi (evaluating tool)

dalam kerangka penilaian arah pembangunan apakah berperspektif pembangunan manusia atau tidak.

4. Ajakan bagi kaum akademisi untuk lebih banyak lagi melakukan kajian dan penelitian tentang pembangunan manusia di Indonesia yang relatif masih jarang dilakukan. Diharapkan dengan semakin banyaknya penelitian akan semakin terbuka informasi dan cara-cara yang efektif guna mencapai pembangunan manusia di Indonesia agar dapat maju dengan pesat.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Pembangunan Manusia

Menurut UNDP (1990), pembangunan manusia adalah suatu proses untuk

memperbesar pilihan-pilihan bagi manusia (”a process of enlarging peoples’s

choices”). Dari definisi ini dapat ditarik kesimpulan bahwa fokus pembangunan suatu

negara adalah manusia sebagai aset negara yang sangat berharga. Definisi pembangunan manusia tersebut pada dasarnya mencakup dimensi pembangunan yang sangat luas. Definisi ini lebih luas dari definisi pembangunan yang hanya menekankan pada pertumbuhan ekonomi. Dalam konsep pembangunan manusia, pembangunan seharusnya dianalisis serta dipahami dari sisi manusianya, bukan hanya dari sisi pertumbuhan ekonominya.

Sebagaimana laporan UNDP (1995), dasar pemikiran konsep pembangunan manusia meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

a. Pembangunan harus mengutamakan penduduk sebagai pusat perhatian;

b. Pembangunan dimaksudkan untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi penduduk, bukan hanya untuk meningkatkan pendapatan mereka. Oleh karena itu, konsep pembangunan manusia harus berpusat pada penduduk secara komprehensif dan bukan hanya pada aspek ekonomi semata;


(28)

c. Pembangunan manusia memperhatikan bukan hanya pada upaya meningkatkan kemampuan/kapasitas manusia, tetapi juga pada upaya-upaya memanfaatkan kemampuan/kapasitas manusia tersebut secara optimal;

d. Pembangunan manusia didukung empat pilar pokok, yaitu: produktifitas, pemerataan, kesinambungan dan pemberdayaan;

e. Pembangunan manusia menjadi dasar dalam penentuan tujuan pembangunan dan dalam menganalisis pilihan-pilihan untuk mencapainya.

Konsep pembangunan manusia yang diprakarsai dan ditunjang oleh UNDP ini mengembangkan suatu indikator yang dapat menggambarkan perkembangan pembangunan manusia secara terukur dan representatif, yang dinamakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM diperkenalkan pertama sekali pada tahun 1990. IPM mencakup tiga komponen yang dianggap mendasar bagi manusia dan secara operasional mudah dihitung untuk menghasilkan suatu ukuran yang merefleksikan upaya pembangunan manusia. Ketiga komponen tersebut adalah peluang hidup

(longevity), pengetahuan (knowledge) dan hidup layak (living standards). Peluang

hidup dihitung berdasarkan angka harapan hidup ketika lahir; pengetahuan diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf penduduk berusia 15 tahun ke atas; dan hidup layak diukur dengan pengeluaran per kapita yang didasarkan pada

paritas daya beli (purchasing power parity).

2.2. Indeks Pembangunan Manusia


(29)

dari 3 (tiga) indeks yang menggambarkan kemampuan dasar manusia dalam memperluas pilihan-pilihan, yaitu:

1. Indeks Harapan Hidup 2. Indeks Pendidikan

3.Indeks Standart Hidup Layak

Rumus umum yang dipakai adalah sebagai berikut :

Di mana :

X1 = Indeks Harapan Hidup

X2 = Indeks Pendidikan

X3 = Indeks Standart Hidup Layak

Masing-masing komponen tersebut terlebih dahulu dihitung indeksnya sehingga bernilai antara 0 (terburuk) dan 1 (terbaik). Untuk memudahkan dalam analisa biasanya indeks ini dikalikan 100. Teknik penyusunan indeks tersebut pada dasarnya mengikuti rumus sebagai berikut:

3 Xi - Min Xi

IPM =

Σ

Ii ; Ii =

i=1 Max Xi - Min Xi

Di mana:

Ii = Indeks komponen IPM ke i di mana i = 1,2,3

Xi = Nilai indikator komponen IPM ke i


(30)

MaxXi = Nilai maksimum Xi Min Xi = Nilai minimum Xi

Tabel 4. Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM

Indikator Komponen IPM Nilai

Minimum

Nilai Maksimum

Angka Harapan Hidup (e0) 25,0 85,0

Angka Melek Huruf (Lit) 0 100

Rata-rata Lama Sekolah (MYS) 0 15

Purchasing Power Parity (PPP) 360.000 737.720

Sumber: BPS, BAPPENAS, UNDP, 2004

2.2.1. Indeks Harapan Hidup

Indeks Harapan Hidup menunjukkan jumlah tahun hidup yang diharapkan dapat dinikmati penduduk suatu wilayah. Dengan memasukkan informasi mengenai

angka kelahiran dan kematian per tahun variabel e0 diharapkan akan mencerminkan

rata-rata lama hidup sekaligus hidup sehat masyarakat.

Sehubungan dengan sulitnya mendapatkan informasi orang yang meninggal pada kurun waktu tertentu, maka untuk menghitung angka harapan hidup digunakan metode tidak langsung (metode Brass, varian Trussel). Data dasar yang dibutuhkan dalam metode ini adalah rata-rata anak lahir hidup dan rata-rata anak masih hidup dari wanita pernah kawin. Secara singkat, proses penghitungan angka harapan hidup ini disediakan oleh program Mortpak. Untuk mendapatkan Indeks Harapan Hidup


(31)

Σ fi x si MYS =

Σ fi

dengan cara menstandartkan angka harapan hidup terhadap nilai maksimum dan minimumnya.

2.2.2. Indeks Pendidikan

Penghitungan Indeks Pendidikan (IP) mencakup dua indikator yaitu angka melek huruf (Lit) dan rata-rata lama sekolah (MYS). Populasi yang digunakan adalah penduduk berumur 15 tahun ke atas karena pada kenyataannya penduduk usia tersebut sudah ada yang berhenti sekolah. Batasan ini diperlukan agar angkanya lebih mencerminkan kondisi sebenarnya mengingat penduduk yang berusia kurang dari 15 tahun masih dalam proses sekolah atau akan sekolah sehingga belum pantas untuk rata-rata lama sekolahnya.

Kedua indikator pendidikan ini dimunculkan dengan harapan dapat mencerminkan tingkat pengetahuan (cerminan angka Lit), dimana Lit merupakan proporsi penduduk yang memiliki kemampuan baca tulis dalam suatu kelompok penduduk secara keseluruhan. Sedangkan cerminan angka MYS merupakan gambaran terhadap keterampilan yang dimiliki penduduk.

MYS dihitung secara tidak langsung, pertama-tama dengan memberikan Faktor Konversi pada variabel “Pendidikan yang Ditamatkan” sebagaimana disajikan pada Tabel 2.2. Langkah selanjutnya adalah dengan menghitung rata-rata tertimbang dari variabel tersebut sesuai dengan bobotnya.


(32)

Di mana :

MYS = Rata – rata lama sekolah

fi = Frekuensi penduduk berumur 10 tahun ke atas pada jenjang pendidikan i, i

= 1,2,…,11

si = Skor masing-masing jenjang pendidikan

Angka melek huruf pengertiannya tidak berbeda dengan definisi yang telah secara luas dikenal masyarakat, yaitu kemampuan membaca dan menulis. Pengertian rata-rata lama sekolah, secara sederhana dapat diilustrasikan sebagai berikut: misalkan di Provinsi Sumatera Utara ada 5 orang tamatan SD, 5 orang tamatan SMP, 5 orang tamatan SMA, 5 orang tidak sekolah sama sekali, maka rata- rata lama sekolah di Provinsi Sumatera Utara adalah {5 (6) + 5 (9) +5 (12) +5 (0) } : 20 = 6,25 tahun.

Setelah diperoleh nilai Lit dan MYS, dilakukan penyesuaian agar kedua nilai ini berada pada skala yang sama yaitu antara 0 dan 1. Selanjutnya kedua nilai yang telah disesuaikan ini disatukan untuk mendapatkan indeks pendidikan dengan perbandingan bobot 2 untuk Lit dan 1 untuk MYS, sesuai ketentuan UNDP. Dengan demikian untuk menghitung indeks pendidikan digunakan rumus:


(33)

Tabel 5. Jenjang Pendidikan dan Faktor Konversi untuk Menghitung Rata-Rata Lama Sekolah (MYS)

Jenjang Pendidikan Faktor Konversi

1. Tidak; belum pernah sekolah 0

2. Belum tamat SD 3

3. Tamat Sd sederajat 6

4. Tamat SLTP 9

5. Tamat SLTA 12

6. Tamat D I 13

7. Tamat D II 14

8. Tamat D III/Sarjana Muda/Akademi 15

9. Tamat D IV/Sarjana 16

10. Tamat S2 18

11. Tamat S3 21

Sumber: BPS, BAPPENAS, UNDP, 2001

2.2.3. Purchasing Power Parity / Paritas Daya Beli (PPP)

Untuk mengukur dimensi standar hidup layak (daya beli), UNDP mengunakan

indikator yang dikenal dengan real per kapita GDP adjusted. Untuk perhitungan IPM

sub nasional (provinsi atau kabupaten/kota) tidak memakai PDRB per kapita karena PDRB per kapita hanya mengukur produksi suatu wilayah dan tidak mencerminkan

daya beli riil masyarakat yang merupakan concern IPM. Untuk mengukur daya beli

penduduk antar provinsi di Indonesia, BPS menggunakan data rata-rata konsumsi 27 komoditi terpilih dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dianggap paling dominan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dan telah distandarkan agar


(34)

bisa dibandingkan antar daerah dan antar waktu yang disesuaikan dengan indeks PPP dengan tahapan sebagai berikut (berdasarkan ketentuan UNDP):

a. Menghitung rata-rata pengeluaran konsumsi perkapita per tahun untuk 27 komoditi dari SUSENAS Kor yang telah disesuaikan (=A).

b. Menghitung nilai pengeluaran riil (=B) yaitu dengan membagi rata-rata pengeluaran (A) dengan IHK tahun yang bersangkutan.

c. Agar indikator yang diperoleh nantinya dapat menjamin keterbandingan antar daerah, diperlukan indeks ”Kemahalan“ wilayah yang biasa disebut dengan daya beli per unit (= PPP/ Unit). Metode penghitungannya disesuaikan dengan metode

yang dipakai International Comparsion Project (ICP) dalam menstandarkan GNP

per kapita suatu negara. Data yang digunakan adalah data kuantum per kapita per tahun dari suatu basket komoditi yang terdiri dari 27 komoditi yang diperoleh dari Susenas Modul sesuai ketetapan UNDP (Tabel 6). Penghitungan PPP/unit dilaksanakan dengan rumus :

Di mana:

E (i,j ) = Pengeluaran untuk komoditi j di Provinsi i

P ( i,j ) = Harga komoditi j di Provinsi i

Q (i,j) = Jumlah komoditi j (unit) yang dikonsumsi di Provinsi i

27

Σ

E(i,j) j=1

27

Σ

P(i,j) Q(i,j) j=1


(35)

Tabel 6. Daftar Komoditas yang Digunakan untuk Menghitung Purchasing Power Parity (PPP)

Komoditi Unit

1. Beras lokal Kg

2. Tepung terigu Kg

3. Ketela pohon Kg

4. Ikan tongkol Kg

5. Ikan teri Ons

6. Daging sapi Kg

7. Daging ayam kampung Kg

8. Telur ayam Butir

9. Susu kental manis 397 Gram

10. Bayam Kg

11. Kacang panjang Kg

12. Kacang tanah Kg

13. Tempe Kg

14. Jeruk Kg

15. Pepaya Kg

16. Kelapa Butir

17. Gula pasir Ons

18. Kopi bubuk Ons

19. Garam Ons

20. Merica/lada Ons

21. Mie instant 80 Gram

22. Rokok kretek filter 10 Batang

23. Listrik Kwh

24. Air minum M3

25. Bensin Liter

26. Minyak tanah Liter

27. Sewa rumah Unit


(36)

Untuk kuantitas sewa rumah ditentukan berdasarkan Indeks Kualitas Rumah yang dihitung berdasarkan kualitas dan fasilitas rumah tinggal 7 (tujuh) yang diperoleh dari daftar isian Susenas.

1. Lantai : keramik, marmer, atau granit =1, lainnya =0 2. Luas lantai perkapita : > 10 m2 =1, lainnya =0 3. Dinding : tembok = 1, lainnya = 0

4. Atap : kayu /sirap, beton = 1, lainnya = 0 5. Fasilitas penerangan : Listrik = 1, lainnya = 0 6. Fasilitas air minum : Ledeng = 1, lainnya = 0 7. Jamban : Milik sendiri = 1, lainnya = 0 h. Skor awal untuk setiap rumah = 1

Indeks Kualitas Rumah merupakan penjumlahan dari skor yang dimiliki oleh suatu rumah tangga tinggal dan bernilai antara 1 s/d 8. Kualitas dari rumah yang di konsumsi oleh suatu rumah tangga adalah Indeks Kualitas Rumah dibagi 8. Sebagai contoh, jika suatu rumah tangga menempati suatu rumah tinggal yang mempunyai Indeks Kualitas Rumah = 6, maka kualitas rumah yang dikonsumsi oleh rumah tangga tersebut adalah 6/8 atau 0,75 unit (=C).

d. Untuk mendapatkan nilai pengeluaran riil yang dapat dibandingkan antar waktu dan antar daerah maka nilai B dibagi dengan PPP/unit (=C).

e. Menyesuaikan nilai C dengan Formula Aktinson sebagai upaya untuk


(37)

untuk penyesuaian rata-rata konsumsi riil, dinyatakan sebagai berikut (berdasarkan ketentuan UNDP):

D = C Jika C ≤ Z

= Z + 2(C– Z)(1/2) Jika Z < C ≤ 2Z

= Z + 2(Z)(1/2) + 3(C-2Z)(1/3) Jika 2Z < C ≤ 3Z

= Z + 2(Z)(1/2) + 3(Z)(1/3) + 4(C - 3Z)(1/4) Jika 3Z < C ≤ 4Z

Di mana :

C = konsumsi per kapita riil yang telah disesuaikan dengan PPP/unit

Z = threshold atau tingkat pendapatan tertentu yang digunakan sebagai batas kecukupan yang ditetapkan Rp 1.040.250,- per kapita setahun atau Rp 2.850,- per hari (BPPS, 2005).

2.3. Teori Engel

Engel (1857) melakukan studi tentang prilaku konsumsi rumah tangga terhadap 153 rumah tangga di Belgia. Engel menetapkan lima jenis konsumsi yang umumnya dilakukan rumah tangga, yaitu konsumsi makanan, sandang, perumahan (termasuk penerangan dan bahan bakar minyak), jasa (meliputi pendidikan, kesehatan dan perlindungan hukum) dan rekreasi. Terhadap konsumsi makanan, peningkatan pendapatan tidak diikuti dengan peningkatan permintaan yang progresif. Berdasarkan hal tersebut dan dengan asumsi harga makanan yang dibayar rumah tangga adalah sama, maka Engel menyimpulkan bahwa pangsa pengeluaran makanan terhadap


(38)

Q2

Kurva Engel

Y″

Y′

KI3

Y KI2

KI1

Q1 Y Y′ Y″

pengeluaran rumah tangga akan semakin berkurang dengan meningkatnya pendapatan; disebut juga dengan Hukum Engel (Nicholson, 1992).

Gambar 1. Hubungan Pendapatan dan Permintaan Terhadap Barang

dengan Asumsi Harga Barang Tetap; Makanan (Q1)

dan Bukan Makanan (Q2).

Hukum Engel dapat dijelaskan dengan Kurva Engel seperti ditunjukkan Gambar 2.1. Kurva Engel berdasarkan asumsi harga barang tetap, peningkatan kesejahteraan penduduk yang ditunjukkan oleh garis anggaran dan kurva indeferen yang bergeser ke kanan atas akan meningkatkan konsumsi barang dengan proporsi

yang semakin berkurang untuk makanan (Q1) dan proporsi yang semakin meningkat


(39)

pengeluaran untuk belanja makanan yang merupakan barang normal akan semakin berkurang.

Menurut Engel, pangsa pengeluaran makanan rumah tangga miskin lebih besar dari rumah tangga kaya, sehingga pangsa pengeluaran makanan terhadap pengeluaran total dapat dijadikan indikator tidak langsung terhadap kesejahteraan.

2.4. Penelitian-Penelitian Sebelumnya

2.4.1. Farhad Noorbakhsh (1999)

Penelitian Noorbakhsh ditujukan untuk menganalisis pengaruh restrukturisasi hutang yang diselenggarakan Bank Dunia (Word Bank) terhadap indeks

pembangunan manusia (human development index = HDI) negara-negara sedang

berkembang. Penelitian dilakukan terhadap 86 negara sedang berkembang pada tahun 1992. Noorbakhsh menyusun model menurut klasifikasi negara-negara yang

dikeluarkan World Bank, yakni: (a) restrukturisasi intensif (early-intensive

adjustment lending = EAL), (b) restrukturisasi (other adjustment lending = OAL) dan

(c) non restrukturisasi (non-adjustment lending = NAL).

Model yang dibangun adalah sebagai berikut:

HDI=α0 +α1d1 +α2d2 +α3dLI+β1GDP+β2(d1GDP)+β3(d2GDP)+β4(dLIGDP)+u

Di mana: d1 adalah dummy untuk negara-negara EAL (=1 untuk EAL dan =0 untuk

lainnya); d2 untuk negara-negara OAL (=1 untuk OAL dan =0 untuk lainnya); dLI


(40)

dan =0 untuk lainnya). GDP untuk negara-negara EAL dikalikan dummy d1, OAL

dikalikan d2 dan GDP low income dikalikan dLI, sedangkan GDP untuk NAL tetap.

Hasil estimasi model pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Estimasi Penelitian Farhad Noorbakhsh (1999)

Koefisien t-tes

GDP 0,00003222 5,56**

d1GDP 0,00000512 0,67

d2GDP 0,00002394 2,62**

dLIGDP 0,00008241 3,68**

d1 -0,010 -0,27

d2 -0,078 -2,23*

dLI -0,293 -6,90**

Konstanta 0,550 17,15**

R2

N

Variabel Independen

Variabel Dependen: HDI

86 0,86 *Koefisien signifikan pada tingkat 5% **Koefisien signifikan pada tingkat 1%

Hasil regresi (Tabel 7) memberikan kesimpulan bahwa negara-negara yang termasuk kategori EAL tidak signifikan mempengaruhi HDI. Ini menjadi pukulan bagi World Bank, di mana semestinya negara-negara EAL menerima pengaruh lebih besar terhadap pembangunan manusianya. Dalam penelitian ini, Indonesia termasuk


(41)

2.4.2. Gustav Ranis & Frances Stewart (2002)

Ranis dan Stewart melaksanakan penelitian tentang pengaruh timbal-balik

antara pertumbuhan ekonomi (economic growth) dan pembangunan manusia (human

development) di negara-negara Amerika Latin. Mereka menggunakan model

persamaan simultan, masing-masing untuk persamaan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia. Pembangunan manusia dengan proksi tingkat kematian bayi (HD) dipengaruhi oleh variabel-variabel tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita

(GDP growth rate = GDP), persentase belanja pemerintah untuk pendidikan terhadap

PDB (public expenditure on education as a percentage of GDP = PEE) dan tingkat

partisipasi kasar sekolah tingkat dasar perempuan (gross female primary school

enrollment rate = FPS). Hasil regresi ditampilkan pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Estimasi Penelitian Gustav Ranis &

Frances Stewart (2002)

Koefisien t-rasio

GDP 1,23 0,15

PEE 0,25 0,22

FPS 1,74 1,74*

d1970 9,80 2,54**

d1980 12,07 2,63**

d1990 9,32 2,34**

Konstanta 5,75 0,63

R2

N

Variabel Independen

Variabel Dependen: HD

0,22 76 *Koefisien signifikan pada tingkat 5% **Koefisien signifikan pada tingkat 1%


(42)

Pada model di atas, pembangunan manusia tidak signifikan dipengaruhi pertumbuhan ekonomi, sehingga penelitian ini memiliki kelemahan dalam menjelaskan pengaruh imbal-balik antara pembangunan manusia dan pertumbuhan

ekonomi. Hanya variabel FPS di luar dummy yang signifikan menjelaskan

pembangunan manusia di negara-negara Amerika Latin. Penggunaan tingkat kematian bayi sebagai proksi pembangunan manusia diperkirakan sebagai penyebab tidak baiknya hasil estimasi. Terutama dikaitkan dengan PEE yang relatif tidak berhubungan dengan tingkat kematian bayi. Akan lebih baik jika menggunakan variabel pengeluaran pemerintah di bidang kesehatan.

2.4.3. Aloysius Gunadi Brata (2004)

Penelitian Brata ini dilakukan untuk mengkaji secara empiris hubungan imbal-balik antara pembangunan manusia dan kinerja ekonomi kabupaten/kota di Indonesia. Brata dalam model penelitiannya menggunakan variabel-variabel output regional (Y) proksi kinerja ekonomi, angka harapan hidup (LER) proksi pembangunan manusia, persentase rumah tangga yang memiliki air bersih (WATER) proksi distribusi

pendapatan, dummy untuk daerah penghasil migas (dOIL) dan dummy untuk daerah

perkotaan (dCITY). Hasil estimasinya ditampilkan pada Tabel 9.

Pada hasil estimasi ditemukan dua variabel penjelas yang berpengaruh

signifikan di luar dummy, yaitu WATER dan Y. WATER berpengaruh negatif terhadap

LER. Secara teoritis antara distribusi pendapatan dan pembangunan manusia berlaku


(43)

sebagai proksi variabel distribusi pendapatan. Sementara koefisien positif dari

variabel Y menunjukkan bahwa kinerja ekonomi yang baik memungkinkan

pembangunan manusia yang baik pula.

Tabel 9. Hasil Estimasi Penelitian Aloysius Gunadi

Brata (2004)

Koefisien t-rasio

Y 2,313 8,321**

WATER -0,00293 -2,645**

dOIL 0,601 1,326

dCITY -0,737 -1,410

Konstanta 68,100 110,059**

Adj R2

N

Variabel Independen

Variabel Dependen: LER

0,216 632

*Koefisien signifikan pada tingkat 5%

**Koefisien signifikan pada tingkat 1%

2.4.4. Aloysius Gunadi Brata (2005)

Pada penelitian ini Brata menguji bagaimana pengaruh pengeluaran

pemerintah daerah khususnya bidang pendidikan dan kesehatan (IPP), investasi

swasta (IS) dan distribusi pendapatan proksi indeks Gini (IG) terhadap indeks

pembangunan manusia (IPM) dalam konteks regional (antar provinsi) di Indonesia.

Hasil estimasi sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 10.

Variabel pengeluaran pemerintah bidang pendidikan dan kesehatan memberikan pengaruh positif terhadap pembangunan manusia. Semakin besar alokasi


(44)

pengeluaran bidang pendidikan dan kesehatan semakin baik pula IPM dicapai. Variabel investasi swasta berpengaruh negatif terhadap IPM. Hal ini dimungkinkan karena karakteristik investasi swasta tidak dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pembangunan manusia. Variabel IG berpengaruh positif terhadap IPM, artinya semakin merata distribusi pendapatan semakin baik pula pembangunan manusia. Variabel lagIG menunjukkan pengaruh negatif yang berarti pada jangka panjang akan semakin sulit meningkatkan kualitas SDM melalui distribusi pendapatan.

Tabel 10. Hasil Estimasi Penelitian Aloysius Gunadi

Brata (2005)

Koefisien t-rasio

IPP 0,09 1,99

lagIPP 0,72 8,86**

lagIS -0,99 -2,27*

IG 27,85 2,89**

lagIG -19,72 -1,86

Konstanta 25,51 3,92**

Adj R2

F-stat N

Variabel Independen

Variabel Dependen: IPM

0,66 51 20,58

*Koefisien signifikan pada tingkat 5%

**Koefisien signifikan pada tingkat 1%

2.4.5. Gustav Ranis & Frances Stewart (2005)

Dalam penelitian lanjutannya, Ranis dan Stewart memperluas cakupan kajiannya meliputi hampir seluruh negara di dunia di mana telah didata oleh UNDP


(45)

dalam hal indeks pembangunan manusianya (IPM). Faktor-faktor yang

mempengaruhi indeks pembangunan manusia (human development index = HDI),

mereka menggunakan variabel penjelas pertumbuhan PDB per kapita (GDP per

capita growth rate = GDP), tingkat melek huruf (literacy shortfall reduction = LIT),

persentase investasi gross domestik terhadap PDB (gross domestic investment as

percentage of GDP = GDI), persentase ekspor terhadap PDB (exports as percentage

of GDP = EXP), jumlah penduduk miskin (poverty headcount = POV) dan dummy

untuk regional Timur Tengah (dME), Asia (dAS) dan Amerika Latin (dAL).

Penelitian dilakukan terhadap 85 negara di dunia. Hasil estimasi penelitian mereka sebagaimana ditampilkan pada Tabel 11.

Tabel 11. Hasil Estimasi Penelitian Gustav Ranis & Frances Stewart (2005)

Koefisien t-rasio

GDP 2,96 3,81**

LIT 1,94 1,53

GDI 2,80 2,39*

EXP 1,80 0,42

POV 16,4 4,94**

dME 0,21 1,00

dAS 0,42 3,14**

dAL 0,36 2,40*

Konstanta 1,89 3,77**

Adj R2

N

Variabel Independen

Variabel Dependen: IPM

0,79 85 *Koefisien signifikan pada tingkat 5% **Koefisien signifikan pada tingkat 1%


(46)

Hasil estimasi menunjukkan tidak semua variabel penjelas (independent

variables) signifikan terhadap indeks pembangunan manusia (HDI). Hanya variabel

pertumbuhan ekonomi (GDP), investasi domestik bruto (GDI) dan jumlah penduduk

miskin (POV) yang signifikan, di luar variabel dummy. Model ini memiliki

kelemahan karena memasukkan variabel penjelas tingkat melek huruf, di mana variabel tersebut merupakan komponen dari komposit HDI. Di samping itu, variabel GDP dan GDI sebaiknya tidak dimasukkan bersama-sama karena GDI adalah bagian dari GDP (kesalahan estimasi akibat multikolinearitas).

2.4.6. Valeria Constantini dan Salvatore Monni (2006)

Constantini dan Monni (2006) menganalisa keterkaitan antara pertumbuhan

ekonomi dan pembangunan manusia dengan menggunakan model Resource Curse

Hypothesis (RCH) untuk menjelaskan dampak pertumbuhan ekonomi terhadap

kualitas lingkungan hidup. Penelitian dilakukan dengan memanfaatkan data panel dengan menggabungkan data 70 negara di dunia pada periode 1970 dan 2003. Model yang disusun Constantini dan Monni ini berupaya menerangkan bahwa indeks

pembangunan manusia (Human Development Index = HDI) dipengaruhi oleh variabel

PDB per kapita tahun 1970 (gross domestic product year 1970 = GDP70), rata-rata

aliran modal privat (investment = INV), umur harapan hidup tahun 1970 (life

expectation year 1970 = LE70), tingkat partisipasi sekolah menengah tahun 1970


(47)

2003 (gross domestic product year 2003 = GDP03). Hasil penelitiannya selengkapnya ditampilkan pada Tabel 12.

Pada hasil estimasi hanya satu variabel bebas yang signifikan mempengaruhi HDI, yaitu LE70. Model yang dibangun Constantini dan Monni ini mengandung beberapa kelemahan, yakni: variabel bebas LE dan SE merupakan komponen dari komposit HDI, begitu pula INV adalah bagian dari GDP.

Tabel 12. Hasil Estimasi Penelitian Valeria Constantini

dan Salvatore Monni (2006)

Koefisien t-rasio

GDP70 0,004 0,14

INV 0,082 1,43

LE70 0,841 6,45**

SE70 0,065 0,85

GDP03 -0,002 -0,08

Konstanta 0,379 2,91*

Adj R2

N

Variabel Independen

Variabel Dependen: IPM

0,86 70

*Koefisien signifikan pada tingkat α 5%

**Koefisien signifikan pada tingkat α 1%.

2.4.7. Peter Lanjouw, Menno Pradhan, Fadia Saadah, Hanen Sayed, Robert Sparrow (2001)

Studi ini bermaksud menganalisis bagaimana hubungan antara kemiskinan, pendidikan dan kesehatan dan kaitannya dengan pengeluaran pemerintah untuk


(48)

pelayanan publik. Penelitian dengan metode statistik deskriptif ini menemukan bahwa penduduk miskin sangat membutuhkan pelayanan/subsidi pendidikan dan kesehatan.

Lanjouw dan kawan-kawan juga hendak membuktikan report Bank Dunia tahun 1990

bertajuk ”Indonesia: Strategy for a sustained Reduction in Poverty” yang menyatakan

bahwa pendidikan dan kesehatan adalah hal yang ciritical (sangat mendesak) untuk

diberikan kepada penduduk miskin di Indonesia, sehingga sangat dibutuhkan peningkatan investasi di kedua bidang tersebut.

Tabel 13. Hasil Penelitian Peter Lanjouw, Menno Pradhan, Fadia Saadah, Hanen Sayed, Robert Sparrow (2001)

1 (miskin) 2 3 4 5 (kaya)

Dasar 47.898 45.324 40.004 34.375 25.270

Menengah

Pertama 10.446 13.235 14.072 14.299 13.472

Menengah

Atas 4.505 6.708 8.849 11.336 15.987

Pendidikan 62.849 65.267 62.925 60.010 54.729

Puskesmas 10.785 10.734 10.192 10.553 9.097

Rumah Sakit 1.825 2.015 3.656 3.445 7.167

Kesehatan 12.610 12.749 13.848 13.998 16.264 Kuantil

Konsumsi per Kapita

Subsidi Pemerintah (Rp per kapita)

Pada kenyataannya, berselang sepuluh tahun kemudian (terhitung sejak riset Bank Dunia 1990), sebagian besar pengeluaran pemerintah untuk pelayanan publik


(49)

tersebut justru dinikmati oleh penduduk bukan miskin bahkan kaya (Tabel 13). Temuan ini menjadi bukti empiris bahwa perhatian pemerintah terhadap penduduk miskin masih memerlukan pembenahan; tidak sekedar meningkatkan kuantitas, tetapi juga perlu diperhatikan pengalokasiannya agar benar-benar menyentuh penduduk

miskin. Sense of social responsibility pemerintah masih sangat lemah.

2.5. Kerangka Pemikiran

2.6. Hipotesis Penelitian

1. Konsumsi rumah tangga untuk makanan berpengaruh negatif terhadap

pembangunan manusia, ceteris paribus.

PEMBANGUNAN MANUSIA DI

INDONESIA PENGELUARAN

PEMERINTAH BIDANG PENDIDIKAN

RASIO PENDUDUK MISKIN

KRISIS EKONOMI (DUMMY)

PENGELUARAN RUMAH TANGGA UNTUK

MAKANAN

PENGELUARAN RUMAH TANGGA UNTUK BUKAN MAKANAN


(50)

2. Konsumsi rumah tangga untuk bukan makanan berpengaruh positif terhadap

pembangunan manusia, ceteris paribus.

3. Pengeluaran pemerintah bidang pendidikan berpengaruh positif terhadap

pembangunan manusia, ceteris paribus.

4. Rasio penduduk miskin berpengaruh negatif terhadap pembangunan manusia,

ceteris paribus.


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Konsentrasi penelitian ini adalah pada analisis perkembangan pembangunan manusia di Indonesia dengan representasi variabel Indeks Pembangunan Manusia (IPM) karena hingga saat ini IPM adalah alat ukur pembangunan manusia yang terbaik dan paling banyak digunakan dalam berbagai penelitian sejenis. Dalam

penelitian ini akan dikaji 4 (empat) variabel penjelas dan 1 (satu) variabel dummy

yang dianggap mempengaruhi pembangunan manusia di Indonesia, yaitu:

a) Pengeluaran Rumah Tangga untuk Makanan (PRM)

PRM dianggap mempengaruhi IPM berdasarkan publikasi UNDP dalam

Indonesia Human Development Report 2004 dan hasil penelitian Lanjouw, dkk.

(2001).

b) Pengeluaran Rumah Tangga untuk Bukan makanan (PRB). Penetapan variabel PRB sama halnya dengan PRM.

c) Pengeluaran Pemerintah bidang Pendidikan (PPD)

Variabel PPD dinilai mempengaruhi pembangunan manusia berdasarkan hasil penelitian Ranis-Stewart (2002) dan Brata (2005) serta publikasi UNDP.

d) Rasio Penduduk Miskin (RPM)

Variabel RPM ditentukan berdasarkan hasil penelitian Brata (2004) dan Ranis-Stewart (2005) dan publikasi UNDP dalam beberapa penerbitan.


(52)

e) Krisis Perekonomian (dummy)

Pemilihan variabel dummy ini berdasarkan pertimbangan bahwa data empiris memang mengalami perubahan tren akibat krisis perekonomian dan juga

berdasarkan publikasi UNDP dalam Indonesia Human Development Report 2001

serta hasil penelitian Brata (2005).

3.2. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang dikeluarkan oleh BPS, Bappenas dan UNDP dalam beberapa publikasi. Berhubung terbatasnya data serial,

maka penelitian ini menggunakan pooled data (data panel) yaitu dengan

menggabungkan data tahun 1996, 1999, 2002, 2004, 2005 dan 2006 (T=6) atas 26 provinsi (N=26). Maka banyaknya data dalam penelitian adalah N x T = 6 x 26 sama dengan 156.

3.3. Model Analisis

Spesifikasi model yang digunakan diadaptasi dari beberapa penelitian sebelumnya dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian yang dianggap akan memberikan hasil yang lebih baik untuk menjelaskan faktor-faktor penentu pembangunan manusia Indonesia. Model yang dibangun merupakan suatu fungsi matematis sebagai berikut:


(53)

Dari fungsi (1) tersebut dapat dimodifikasi ke dalam model linear dengan spesifikasi model sebagai berikut:

IPM = x0 + x1 PRM + x2 PRB + x3 PPD + x4 RPM + x5 D + ε1 ... (2)

Di mana:

IPM = pembangunan manusia di Indonesia, indeks.

PRM = pengeluaran rumah tangga untuk makanan per kapita riil menurut harga konstan 2000, juta rupiah.

PRB = pengeluaran rumah tangga untuk bukan makanan per kapita riil menurut harga konstan 2000, juta rupiah.

PPD = pengeluaran pemerintah bidang pendidikan per kapita riil menurut harga konstan 2000, juta rupiah.

RPM = rasio penduduk miskin, persen.

D = dummy krisis perekonomian, sebelum krisis = 0 dan setelah krisis = 1

3.4. Metode Analisis

Mengingat data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data panel, maka untuk menguji hipotesis digunakan model Efek Tetap dan Efek Random (Greene, 2000). Penjelasan model Efek Tetap dan Efek Random adalah sebagai berikut:

1. Model Efek Tetap (Fixed Effect)


(54)

masing, maka model ini memungkinkan adanya intercept yang tidak konstan untuk tiap-tiap individu. Tetapi model ini memiliki kekurangan di mana tidak

dihasilkan satu estimasi umum (general estimates) karena tidak terdapat general

intercept atau konstanta untuk mewakili seluruh individu.

2. Model Efek Random (Random Effect)

Pada Efek Tetap perbedaan antar individu dicerminkan oleh intercept atau

konstanta, tetapi pada metode Efek Random perbedaan tersebut diakomodasi oleh

error terms masing-masing individu. Metode ini memiliki keuntungan karena

menghilangkan heterokedasitas jika memang ada.

Penetapan model yang digunakan, apakah Efek Tetap (Fixed Effect) atau Efek

Random (Random Effect) didasarkan pada uji Hausman (Hausman’s test of

specification model) yang mengikuti distribusi X2. Hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : Estimator random konsisten

H1 : Estimator random tidak konsisten

Apabila H0 diterima, artinya model Efek Random lebih baik digunakan dari

pada model Efek Tetap, demikian sebaliknya. H0 diterima/ditolak jika:

X2hit < X2tab artinya H0 diterima,

X2hit > X2tab artinya H0 ditolak.

Nilai X2hit atau nilai Hausman (H) diperoleh dari perbedaan nilai koefisien dan

kovarian antara kedua metode. Rumusan statistik uji Hausman adalah sebagai berikut (Greene, 2000):


(55)

H = ( βFE – βRE )1

[

cov (βFE) – cov (βRE)

]

-1 ( βFE – βRE ) Di mana:

βFE = Matriks koefisien estimator dari model Efek Tetap

βRE = Matriks koefisien estimator dari model Efek Random

cov (βFE) = Matriks kovarian koefisien estimator dari model Efek Tetap

cov (βRE) = Matriks kovarian koefisien estimator dari model Efek Random

Statistik uji Hausman ini mengikuti distribusi chi-square dengan degree of

freedom sebanyak k, di mana k adalah jumlah variabel bebas. Jika nilai statistik

Hausman lebih besar dari nilai kritisnya, maka model yang tepat adalah Efek Tetap. Demikian pula sebaliknya jika nilai statistik Hausman lebih kecil dari nilai kritisnya, maka model yang tepat adalah model Efek Random.

Selanjutnya, pengolahan data sekunder dan penerapan ketiga metode di atas

akan menggunakan program (software) statisitik EViews versi 4.1.

3.5. Uji Kesesuaian

1. Uji serempak (F-test), dimaksudkan untuk menguji pengaruh variabel-variabel

bebas (independent variables) secara bersama-sama (uji serempak) terhadap

variabel terikat (dependent variable).

2. Koefisien determinasi (R2), berguna untuk menguji kekuatan variabel-variabel


(56)

3. Uji parsial (t-test), yaitu menguji pengaruh tiap-tiap variabel bebas (secara parsial) terhadap variabel terikat.

3.6. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

Agar pengujian hipotesis berdasarkan model analisis tersebut tidak bias atau bahkan menyesatkan, maka perlu dilakukan uji penyimpangan klasik. Uji penyimpangan asumsi klasik terdiri dari:

1. Uji Multikolinearitas

Uji ini berguna untuk mengetahui ada tidaknya hubungan (korelasi) yang sempurna atau hampir sempurna di antara beberapa atau semua variabel bebas. Analisis regresi yang baik bilamana tidak terdapat korelasi antar variabel bebas. Multikolinearitas dapat dideteksi dengan cara sebagai berikut (Gujarati, 2003):

a. R2 relatif tinggi (0,70 – 1,00) tetapi hanya sebagian kecil atau bahkan tidak

ada variabel bebas yang signifikan menurut t-test, maka diduga terdapat

multikolinearitas.

b. Koefisien korelasi parsial (r2) relatif tinggi (lebih tinggi dari R2), maka cenderung

terdapat multikolinearitas.

2. Uji Heteroskedasitas

Mengingat data yang digunakan adalah pooled data, maka perlu dilakukan uji

heteroskedasitas untuk menguji apakah variabel gangguan (disturbance/error terms)


(57)

analisis yang baik adalah jika varians gangguan adalah sama (homoskedastik). Heteroskedasitas dapat dideteksi dengan metode grafik (Gujarati, 2003), yakni:

a. Jika terdapat pola tertentu pada penyebaran titik-titik variabel gangguan, maka

telah terjadi heteroskedasitas.

b. Sebaliknya, jika tidak terdapat pola yang jelas, titik-titik variabel gangguan

menyebar di atas dan di bawah 0 (nol), maka tidak terjadi heterokedasitas. Permasalahan heteroskedasitas ini dapat diatasi dengan menggunakan

software EViews untuk melakukan transformasi atas data yang mengandung

heterokedasitas dan menghasilkan estimasi regresi yang masalah heterokedasitasnya

telah dieliminasi (white heteroskedasticity).

3. Uji Autokorelasi

Autokorelasi merupakan korelasi yang terjadi pada error antar serial waktu

(time series), sehingga diperlukan uji autokorelasi ini untuk memastikan model yang

dibangun adalah baik dan representatif. Model analisis yang baik bilamana tidak terdapat autokorelasi. Mengingat data yang digunakan adalah data panel, maka uji autokorelasi tidak diperlukan. Ditambah lagi, tidak adanya variabel lag dalam model penelitian, sehingga uji autokorelasi tidaklah kompeten.

3.7. Batasan Operasional

Untuk memudahkan pemahaman terhadap variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini, maka perlu dibuat batasan operasional yaitu sebagai berikut:


(58)

a. Pembangunan Manusia adalah ukuran agregat kualitas manusia yang dikuantifikasi dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), dihitung dalam angka 0 – 100.

b. Pengeluaran Rumah tangga untuk Makanan (PRM) adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk makanan per kapita menurut harga konstan 2000, dalam juta rupiah.

c. Pengeluaran Rumah tangga untuk Bukan makanan (PRB) adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk non-makanan per kapita menurut harga konstan 2000, dalam juta rupiah.

d. Pengeluaran Pemerintah bidang Pendidikan (PPD) adalah pengeluaran pembangunan untuk bidang pendidikan per kapita menurut harga konstan 2000, dalam juta rupiah.

e. Rasio Penduduk Miskin (RPM) adalah persentase jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan per provinsi menurut standar yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik, dalam persen.

f. Krisis Perekonomian (D) adalah dummy variable sebagai representasi krisis

perekonomian yang terjadi sejak tahun 1999, di mana sebelum krisis diberi nilai 0 (nol) dan setelah krisis diberi nilai 1 (satu).


(59)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1. Perkembangan Pembangunan Manusia di Indonesia dan

Variabel-Variabel yang Mempengaruhinya

4.1.1. Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia

Perkembangan pembangunan manusia di Indonesia, seperti disebutkan dalam

Indonesia Human Development Report 2004” (UNDP, 2004), sangat tergantung

pada pertumbuhan ekonomi dari awal tahun 1970-an sampai akhir 1990-an. Pertumbuhan ekonomi memungkinkan penduduk untuk mengalokasikan pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan menjadi lebih banyak. Sementara itu, pengeluaran pemerintah untuk pelayanan kesehatan dan pendidikan relatif sedikit. Kebutuhan akan peningkatan alokasi pengeluaran pemerintah untuk kedua bidang sosial tersebut makin sangat dibutuhkan sejak krisis ekonomi menerpa.

Sampai dengan tahun 1996 tingkat pembangunan manusia regional cukup mengagumkan, seperti tampak dari berkurangnya kemiskinan dan membaiknya tingkat harapan hidup dan melek huruf (BPS-Bappenas-UNDP, 2001). Namun pencapaian tersebut segera mendapatkan tantangan ketika krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1997. Akibat krisis ekonomi, tidak satu propinsi pun yang tidak mengalami penurunan IPM, sehingga IPM 1999 menjadi lebih rendah dari IPM 1996 (Tabel 4.1.). Tahun 2002 IPM kembali mengalami perbaikan, namun perbaikan tersebut pada umumnya belum mampu menyamai tingkat IPM tahun 1996. Hanya


(60)

ada satu provinsi yang mampu melampaui IPM 1996, yakni Nusa Tenggara Barat (NTB) yang merupakan salah satu kantung kemiskinan di Indonesia (Tabel 14). Karena IPM Provinsi NTB berada pada tingkat yang relatif sangat rendah, sehingga terpaan krisis ekonomi tidak begitu besar pengaruhnya. Dengan sedikit stimulus akan relatif mudah untuk kembali ke kondisi awal.

Tabel 14. Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia Regional

Periode 1996-2006

1996 1999 2002 2004 2005 2006

1. NAD 69,4 65,3 66,0 68.7 69,0 69,4

2. Sumut 70,5 66,6 68,8 71.4 72,0 72,5

3. Sumbar 69,2 65,8 67,5 70.5 71,2 71,6

4. Riau 70,6 67,3 69,1 72.2 73,6 73,8

5. Jambi 69,3 65,4 67,1 70.1 71,0 71,3

6. Sumsel 68,0 63,9 66,0 69.6 70,2 71,1

7. Bengkulu 68,4 64,8 66,2 69.9 71,1 71,3

8. Lampung 67,6 63,0 65,8 68.4 68,8 69,4

9. DKI 76,1 72,5 75,6 75.8 76,1 76,3

10. Jabar 68,2 64,6 65,8 69.1 69,9 70,3

11. Jateng 67,0 64,6 66,3 68.9 69,8 70,3

12. DIY 71,8 68,7 70,8 72.9 73,5 73,7

13. Jatim 65,5 61,8 64,1 66.8 68,4 69,2

14. Bali 70,1 65,7 67,5 69.1 69,8 70,1

15. NTB 56,7 54,2 57,8 60.6 62,4 63,0

16. NTT 60,9 60,4 60,3 62.7 63,6 64,8

17. Kalbar 63,6 60,6 62,9 65.4 66,2 67,1

18. Kalteng 71,3 66,7 69,1 71.7 73,2 73,4

19. Kalsel 66,3 62,2 65,3 66.7 67,4 67,7

20. Kaltim 71,4 67,8 70,0 72.2 72,9 73,3

21. Sulut 71,8 67,1 71,3 73.4 74,2 74,4

22. Sulteng 66,4 62,8 64,4 67.3 68,5 68,8

23. Sulsel 66,0 63,6 65,3 67.8 68,1 68,8

24. Sultra 66,2 62,9 64,1 66.7 67,5 67,8

25. Maluku 68,2 67,2 66,5 69.0 69,2 69,7

26. Papua 60,2 58,8 60,1 60.9 62,1 62,8

Indeks Pembangunan Manusia Provinsi


(61)

UNDP membedakan tingkat IPM berdasarkan tiga klasifikasi yakni: low (IPM

kurang dari 50), lower-medium (IPM antara 50 dan 65,99), upper-medium (IPM

antara 66 dan 79,99) dan high (IPM 80 ke atas). Memperhatikan Tabel 4.1. dapat

dilihat rentang IPM provinsi-provinsi di Indonesia adalah dari 54,2 (NTB, 1999) sampai dengan 76,3 (DKI, 2006). Berarti IPM regional Indonesia termasuk kategori

menengah-bawah (lower-medium) sampai menengah-atas (upper-medium). Tahun

2006, IPM regional tingkat menengah-bawah masih diduduki provinsi Papua, NTB dan NTT (Gambar 2). Ketiga provinsi ini termasuk regional dengan rasio penduduk miskin tertinggi di Indonesia.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 D KI S u lut R

iau DIY

K a lte ng K a ltim S u m ut S u m b ar J a m bi B e n g k u lu S u m s el J a b ar J a te ng B a li M a lu ku N AD La m p u ng J a tim S u lte ng S u ls el S u ltra K a ls el K a lb ar N TT N TB P a p ua Provinsi I P M

Gambar 2. Perkembangan IPM Regional Tahun 2006

Gambar 2 juga memperlihatkan bahwa kemajuan IPM ternyata tidak didominasi oleh provinsi-provinsi di Pulau Jawa atau Indonesia bagian barat saja,


(62)

tetapi relatif menyebar. IPM tertinggi setelah DKI adalah Provinsi Sulut dan diikuti oleh Riau. Lebih jauh tentang karakteristik pembangunan manusia tiap-tiap regional akan dibahas pada hasil estimasi model.

Anjloknya IPM Indonesia sebagai akibat dari krisis ekonomi sebenarnya disebabkan oleh faktor daya beli masyarakat yang terpuruk disebabkan membumbungnya inflasi. Daya beli masyarakat merupakan salah satu komponen dalam komposit IPM. Tabel 15 jelas menunjukkan bahwa hanya komponen

purchasing power parity (paritas daya beli) yang mengalami penurunan setelah

terjadi krisis ekonomi. Komponen lainnya sama sekali tidak terganggu secara

signifikan. Bahkan indeks pendidikan yang direpresentasi oleh adult literacy rate

(tingkat melek huruf dewasa) dan mean years schooling (rata-rata lama sekolah)

menunjukkan pertumbuhan yang signifikan.

Fakta di atas memberikan kesimpulan bahwa krisis ekonomi hanya mempengaruhi pembangunan manusia pada aspek ekonomi saja. Siapakah yang paling bertanggung jawab dalam hal ini? Yang menguasai perekonomian bangsa ini tentulah yang mesti bertanggung jawab. Kenyataan ini membuktikan pertumbuhan ekonomi tidak dengan sendirinya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Mengamati perkembangan purchasing power parity (Tabel 15), sampai

dengan tahun 2005, mengalami pertumbuhan yang signifikan dan telah melampaui IPM sebelum krisis (tahun 1996). Tetapi pada tahun 2006, mengalami penurunan hingga lebih rendah dibandingkan sebelum krisis ekonomi (tahun 1996), meskipun selisihnya kurang dari 1 persen. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada


(63)

Oktober 2005 berimbas terhadap kenaikan inflasi tahun 2006. Tingginya inflasi berpengaruh langsung terhadap kemampuan daya beli masyarakat. Inilah yang

menyebabkan mengapa purchasing power parity tahun 2006 mengalami penurunan.

Tabel 15. Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia

dan Komponen Periode 1996-2006

1996 1999 2002 2005 2006

Harapan hidup (tahun) 64,4 66,2 66,2 68,1 68,5

Tingkat melek huruf

dewasa (%) 85,5 88,4 89,5 90,9 91,5

Rata-rata lama sekolah

(tahun) 6,3 6,7 7,1 7,3 7,5

Daya beli (Rp 000) 587,4 550,4 560,6 591,2 586,6

Indeks Pembangunan

Manusia 67,7 64,3 65,8 69,6 70,1

Sumber: BPS, UNDP, beberapa publikasi

Satu hal yang sering kali dikaitkan dengan pembangunan manusia adalah pertumbuhan ekonomi. Para ahli ekonomi banyak mengamati sejauh mana hubungan dan pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pembangunan manusia. Demikian pula halnya dengan UNDP yang menyatakan bahwa hingga akhir tahun 1990-an, pembangunan manusia di Indonesia ditentukan terutama oleh pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB). Pertumbuhan PDB akan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan dan kesehatan yang lebih baik. Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya pengaruh yang sifgnifikan antara


(64)

pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia. Tetapi ada baiknya juga untuk mengetahui bagaimana kondisi yang terjadi antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia pada era 2000-an ini.

Perkembangan IPM regional dan pendapatan regional domestik bruto (PDRB) relatif tidak seirama. Perkembangan PDBR yang tinggi tidak selalu diikuti oleh perkembangan IPM yang tinggi pula. Sebaliknya, pertumbuhan PDRB yang rendah belum tentu diikuti oleh perkembangan IPM yang rendah pula. Pada Tabel 16. tampak jelas bahwa Provinsi DIY memiliki prestasi terbaik dalam menerjemahkan pertumbuhan ekonomi ke dalam pembangunan manusia, dengan hanya urutan 17 pada PDRB per kapita tetapi mencapai urutan 4 pada IPM. Prestasi ini tetap bertahan sejak tahun 2002 (Tabel 16). Keberhasilan ini tidak terlepas predikat DIY sebagai provinsi dengan derajat kesehatan kedua terbaik nasional setelah DKI (Dinkes DIY,

2005). Hal ini didukung oleh political will pemerintah provinsi di mana anggaran

untuk kesehatan mencapai 93 persen APBD Kabupaten/Kota (Dinkes DIY, 2005). Sesuai himbauan UNDP bahwa tujuan utama dari pada pertumbuhan ekonomi adalah agar sedapat mungkin diterjemahkan ke dalam pembangunan manusia, DIY telah mampu dan berhasil mewujudkannya. Dengan kata lain, setiap sen pertumbuhan ekonomi dapat dinikmati sebanyak mungkin penduduk.

Provinsi Papua dengan PDRB menempati urutan 4, tetapi hanya menempati urutan paling rendah, 26, pada IPM (Tabel 16). Ini adalah bukti bahwa sumber daya alam yang begitu besar yang dimiliki Provinsi Papua tidak dinikmati oleh sebagian besar rakyatnya. Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) bahwa


(65)

Tabel 16. Perkembangan PDRB dan IPM Tahun 2006 Rank (2002) Provinsi PDRB per kapita PDRB rank IPM IPM rank PDRB rank minus IPM rank

1 (1) DIY 5.174.604,79 17 73,7 4 13

2 (3) Sulut 6.261.864,54 14 74,4 2 12

3 (5) Bengkulu 4.214.593,64 22 71,3 10 12

4 (4) Jambi 4.980.313,79 18 71,3 9 9

5 (2) Maluku 2.706.329,71 24 69,7 15 9

6 (6) Jateng 4.682.581,73 20 70,3 13 7

7 (7) Lampung 4.277.425,73 21 69,4 17 4

8 (10) Sultra 2.442.350,23 25 67,8 21 4

9 (9) Sumbar 6.681.547,98 11 71,6 8 3

10 (15) Sumut 7.381.670,74 9 72,5 7 2

11 (12) NTT 2.357.261,37 26 64,8 24 2

12 (11) Kalteng 7.665.434,49 6 73,4 5 1

13 (13) DKI 34.887.057,60 1 76,3 1 0

14 (8) Riau 17.503.036,29 3 73,8 3 0

15 (14) Jabar 6.495.458,40 12 70,3 12 0

16 (19) Bali 6.464.848,92 13 70,1 14 -1

17 (16) Sulsel 4.868.280,36 19 68,8 20 -1

18 (25) NTB 3.647.098,17 23 63,0 25 -2

19 (21) Sulteng 5.239.289,74 16 68,8 19 -3

20 (18) Kaltim 32.892.611,88 2 73,3 6 -4

21 (17) Sumsel 7.567.551,60 7 71,1 11 -4

22 (24) Kalbar 6.014.624,48 15 67,1 23 -8

23 (20) Jatim 7.412.421,71 8 69,2 18 -10

24 (22) NAD 9.123.780,65 5 69,4 16 -11

25 (23) Kalsel 7.255.293,10 10 67,7 22 -12

26 (26) Papua 9.318.288,79 4 62,8 26 -22


(1)

Lampiran 6. Regresi Uji Korelasi Parsial Variabel Bebas: PRM

Dependent Variable: PRM?

Method: GLS (Variance Components) Date: 09/07/08 Time: 12:26

Sample: 1 6

Included observations: 6

Number of cross-sections used: 26 Total panel (balanced) observations: 156

Variable Coefficient Std, Error t-Statistic Prob, C 0,790107 0,207357 3,810365 0,0002 PRB? 0,657154 0,056377 11,65641 0,0000 PPD? 2,346400 1,400525 1,675371 0,0959 RPM? 0,002723 0,006818 0,399350 0,6902 D? 0,080635 0,128785 0,626116 0,5322 Random Effects

_NAD--C 0,145652 _SUMUT--C 0,126965 _SUMBAR--C 0,061797 _RIAU--C 0,386080 _JAMBI--C 0,050174 _SUMSEL--C 0,161734 _BENGKULU--C -0,087718 _LAMPUNG--C -0,115286 _DKI--C 0,111831 _JABAR--C -0,001914 _JATENG--C -0,120743 _DIY--C -0,277209 _JATIM--C 0,041432 _BALI--C -0,152590 _NTB--C -0,204964 _NTT--C -0,211847 _KALBAR--C 0,059365 _KALTENG--C 0,282723 _KALSEL--C 0,027777 _KALTIM--C 0,180361 _SULUT--C -0,118134 _SULTENG--C -0,084023 _SULSEL--C -0,107453 _SULTRA--C -0,211073 _MALUKU--C -0,204183 _PAPUA--C 0,261246 GLS Transformed Regression

R-squared 0,778887 Mean dependent var 1,957538 Adjusted R-squared 0,773030 S,D, dependent var 1,195510 S,E, of regression 0,569557 Sum squared resid 48,98372 Durbin-Watson stat 2,207899


(2)

99

Lampiran 7. Regresi Uji Korelasi Parsial Variabel Bebas: PRB

Dependent Variable: PRB?

Method: GLS (Variance Components) Date: 09/07/08 Time: 12:27

Sample: 1 6

Included observations: 6

Number of cross-sections used: 26 Total panel (balanced) observations: 156

Variable Coefficient Std, Error t-Statistic Prob, C 1,013292 0,239372 4,233134 0,0000 PRM? 0,486870 0,064794 7,514150 0,0000 PPD? 4,463668 1,202382 3,712354 0,0003 RPM? -0,029235 0,008038 -3,636969 0,0004 D? -0,048740 0,111929 -0,435450 0,6639 Random Effects

_NAD--C -0,323005 _SUMUT--C -0,156107 _SUMBAR--C -0,284101 _RIAU--C -0,477011 _JAMBI--C -0,306250 _SUMSEL--C -0,077924 _BENGKULU--C -0,147727 _LAMPUNG--C -0,069821 _DKI--C 2,597436 _JABAR--C 0,004784 _JATENG--C 0,023357 _DIY--C 0,123830 _JATIM--C 0,284983 _BALI--C -0,118671 _NTB--C -0,064167 _NTT--C 0,079946 _KALBAR--C -0,273287 _KALTENG--C -0,493869 _KALSEL--C -0,484721 _KALTIM--C -0,028264 _SULUT--C -0,283402 _SULTENG--C -0,035928 _SULSEL--C -0,213641 _SULTRA--C -0,097123 _MALUKU--C 0,235744 _PAPUA--C 0,584940 GLS Transformed Regression

R-squared 0,877247 Mean dependent var 1,488423 Adjusted R-squared 0,873995 S,D, dependent var 1,383021 S,E, of regression 0,490933 Sum squared resid 36,39326 Durbin-Watson stat 2,444700


(3)

Lampiran 8. Regresi Uji Korelasi Parsial Variabel Bebas: PPD

Dependent Variable: PPD?

Method: GLS (Variance Components) Date: 09/07/08 Time: 12:27

Sample: 1 6

Included observations: 6

Number of cross-sections used: 26 Total panel (balanced) observations: 156

Variable Coefficient Std, Error t-Statistic Prob, C -0,025355 0,009977 -2,541402 0,0120 PRM? 0,010248 0,004291 2,388469 0,0182 PRB? 0,011128 0,003733 2,980817 0,0034 RPM? -0,000189 0,000275 -0,688089 0,4925 D? 0,026250 0,007472 3,513235 0,0006 Random Effects

_NAD--C -0,004619 _SUMUT--C 0,003053 _SUMBAR--C 0,002312 _RIAU--C -0,004352 _JAMBI--C 0,002992 _SUMSEL--C 0,002844 _BENGKULU--C 0,001023 _LAMPUNG--C -0,000308 _DKI--C 0,005669 _JABAR--C 0,004185 _JATENG--C 0,001589 _DIY--C -0,000232 _JATIM--C 0,004263 _BALI--C 0,002129 _NTB--C -0,001702 _NTT--C -0,001093 _KALBAR--C 0,000313 _KALTENG--C 0,001953 _KALSEL--C -0,001809 _KALTIM--C -0,015999 _SULUT--C -0,001018 _SULTENG--C -3,98E-05 _SULSEL--C 0,000543 _SULTRA--C -0,000152 _MALUKU--C -0,000663 _PAPUA--C -0,000881 GLS Transformed Regression

R-squared 0,427986 Mean dependent var 0,029466 Adjusted R-squared 0,412834 S,D, dependent var 0,045155 S,E, of regression 0,034601 Sum squared resid 0,180781 Durbin-Watson stat 0,978625


(4)

101

Lampiran 9. Regresi Uji Korelasi Parsial Variabel Bebas: RPM

Dependent Variable: RPM?

Method: GLS (Variance Components) Date: 09/07/08 Time: 12:28

Sample: 1 6

Included observations: 6

Number of cross-sections used: 26 Total panel (balanced) observations: 156

Variable Coefficient Std, Error t-Statistic Prob, C 20,87568 2,204079 9,471382 0,0000 PRM? 0,978835 0,620961 1,576321 0,1170 PRB? -2,419943 0,723013 -3,347023 0,0010 PPD? -10,99126 9,922574 -1,107703 0,2698 D? 0,710083 0,874738 0,811767 0,4182 Random Effects

_NAD--C 3,408890 _SUMUT--C -4,394409 _SUMBAR--C -8,184262 _RIAU--C -6,605249 _JAMBI--C -5,307176 _SUMSEL--C 0,604546 _BENGKULU--C 0,392494 _LAMPUNG--C 3,720525 _DKI--C -4,181887 _JABAR--C -5,318579 _JATENG--C 2,482498 _DIY--C 1,012769 _JATIM--C 3,424641 _BALI--C -11,55197 _NTB--C 6,973970 _NTT--C 12,27664 _KALBAR--C -1,888687 _KALTENG--C -8,071825 _KALSEL--C -10,71451 _KALTIM--C -4,271198 _SULUT--C -6,529752 _SULTENG--C 3,731307 _SULSEL--C -4,105835 _SULTRA--C 4,109067 _MALUKU--C 15,69820 _PAPUA--C 23,28979 GLS Transformed Regression

R-squared 0,849521 Mean dependent var 19,45776 Adjusted R-squared 0,845535 S,D, dependent var 9,701651 S,E, of regression 3,812948 Sum squared resid 2195,325 Durbin-Watson stat 1,307895


(5)

Lampiran 10. Regresi Uji Korelasi Parsial Variabel Bebas: D

Dependent Variable: D?

Method: GLS (Variance Components) Date: 09/07/08 Time: 12:29

Sample: 1 6

Included observations: 6

Number of cross-sections used: 26 Total panel (balanced) observations: 156

Variable Coefficient Std, Error t-Statistic Prob, C 0,833333 6,43E-15 1,30E+14 0,0000 PRM? -2,73E-14 5,35E-15 -5,101934 0,0000 PRB? 5,85E-15 3,70E-15 1,578946 0,1164 PPD? 3,44E-13 1,38E-13 2,484772 0,0141 RPM? -1,68E-15 1,82E-16 -9,210543 0,0000 Random Effects

_NAD--C -1,31E+13 _SUMUT--C 1,33E+13 _SUMBAR--C 5,70E+13 _RIAU--C 9,38E+11 _JAMBI--C 4,03E+13 _SUMSEL--C -2,72E+13 _BENGKULU--C 3,55E+13 _LAMPUNG--C 2,22E+13 _DKI--C -7,31E+13 _JABAR--C 3,92E+13 _JATENG--C 2,32E+13 _DIY--C 6,84E+13 _JATIM--C -3,32E+13 _BALI--C 1,20E+14 _NTB--C 2,52E+13 _NTT--C -1,24E+13 _KALBAR--C 2,36E+13 _KALTENG--C 1,54E+13 _KALSEL--C 9,77E+13 _KALTIM--C 5,04E+13 _SULUT--C 9,52E+13 _SULTENG--C 1,36E+13 _SULSEL--C 7,12E+13 _SULTRA--C 4,10E+13 _MALUKU--C -4,13E+13 _PAPUA--C -2,00E+14 GLS Transformed Regression

R-squared -7,839410 Mean dependent var 0,833333 Adjusted R-squared -8,073567 S,D, dependent var 0,373878 S,E, of regression 1,126210 Sum squared resid 191,5206 Durbin-Watson stat 0,161663


(6)

103

Lampiran 11. Regresi Uji Heterokedasitas

Dependent Variable: IPM? Method: Pooled Least Squares Date: 09/07/08 Time: 12:36 Sample: 1 6

Included observations: 6

Number of cross-sections used: 26 Total panel (balanced) observations: 156

Variable Coefficient Std, Error t-Statistic Prob, C 72,24274 0,889787 81,19102 0,0000 PRM? -0,904895 0,371020 -2,438939 0,0159 PRB? 0,948127 0,333613 2,841998 0,0051 PPD? 27,68824 6,741130 4,107360 0,0001 RPM? -0,220493 0,025437 -8,668240 0,0000 D? -0,719771 0,632399 -1,138161 0,2569 R-squared 0,542792 Mean dependent var 67,80833 Adjusted R-squared 0,527551 S,D, dependent var 4,085663 S,E, of regression 2,808276 Sum squared resid 1182,962 F-statistic 35,61561 Durbin-Watson stat 0,312828 Prob(F-statistic) 0,000000

Keterangan: Hasil Estimasi Menggunakan EViews 4.1

Dependent Variable: IPM? Method: Pooled Least Squares Date: 09/07/08 Time: 12:37 Sample: 1 6

Included observations: 6

Number of cross-sections used: 26 Total panel (balanced) observations: 156

White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance

Variable Coefficient Std, Error t-Statistic Prob, C 72,24274 0,763062 94,67482 0,0000 PRM? -0,904895 0,390580 -2,316800 0,0219 PRB? 0,948127 0,360895 2,627156 0,0095 PPD? 27,68824 4,661527 5,939737 0,0000 RPM? -0,220493 0,029336 -7,516238 0,0000 D? -0,719771 0,635890 -1,131911 0,2595 R-squared 0,542792 Mean dependent var 67,80833 Adjusted R-squared 0,527551 S,D, dependent var 4,085663 S,E, of regression 2,808276 Sum squared resid 1182,962 F-statistic 35,61561 Durbin-Watson stat 0,312828 Prob(F-statistic) 0,000000