Uji Kesesuaian Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

38 H = β FE – β RE 1 [ cov β FE – cov β RE ] -1 β FE – β RE Di mana: β FE = Matriks koefisien estimator dari model Efek Tetap β RE = Matriks koefisien estimator dari model Efek Random cov β FE = Matriks kovarian koefisien estimator dari model Efek Tetap cov β RE = Matriks kovarian koefisien estimator dari model Efek Random Statistik uji Hausman ini mengikuti distribusi chi-square dengan degree of freedom sebanyak k, di mana k adalah jumlah variabel bebas. Jika nilai statistik Hausman lebih besar dari nilai kritisnya, maka model yang tepat adalah Efek Tetap. Demikian pula sebaliknya jika nilai statistik Hausman lebih kecil dari nilai kritisnya, maka model yang tepat adalah model Efek Random. Selanjutnya, pengolahan data sekunder dan penerapan ketiga metode di atas akan menggunakan program software statisitik EViews versi 4.1.

3.5. Uji Kesesuaian

1. Uji serempak F-test, dimaksudkan untuk menguji pengaruh variabel-variabel bebas independent variables secara bersama-sama uji serempak terhadap variabel terikat dependent variable. 2. Koefisien determinasi R 2 , berguna untuk menguji kekuatan variabel-variabel bebas dalam menjelaskan variabel terikat. 39 3. Uji parsial t-test, yaitu menguji pengaruh tiap-tiap variabel bebas secara parsial terhadap variabel terikat.

3.6. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

Agar pengujian hipotesis berdasarkan model analisis tersebut tidak bias atau bahkan menyesatkan, maka perlu dilakukan uji penyimpangan klasik. Uji penyimpangan asumsi klasik terdiri dari: 1. Uji Multikolinearitas Uji ini berguna untuk mengetahui ada tidaknya hubungan korelasi yang sempurna atau hampir sempurna di antara beberapa atau semua variabel bebas. Analisis regresi yang baik bilamana tidak terdapat korelasi antar variabel bebas. Multikolinearitas dapat dideteksi dengan cara sebagai berikut Gujarati, 2003: a. R 2 relatif tinggi 0,70 – 1,00 tetapi hanya sebagian kecil atau bahkan tidak ada variabel bebas yang signifikan menurut t-test, maka diduga terdapat multikolinearitas. b. Koefisien korelasi parsial r 2 relatif tinggi lebih tinggi dari R 2 , maka cenderung terdapat multikolinearitas. 2. Uji Heteroskedasitas Mengingat data yang digunakan adalah pooled data, maka perlu dilakukan uji heteroskedasitas untuk menguji apakah variabel gangguan disturbanceerror terms yang muncul dalam fungsi regresi memiliki varians yang sama atau tidak. Model 40 analisis yang baik adalah jika varians gangguan adalah sama homoskedastik. Heteroskedasitas dapat dideteksi dengan metode grafik Gujarati, 2003, yakni: a. Jika terdapat pola tertentu pada penyebaran titik-titik variabel gangguan, maka telah terjadi heteroskedasitas. b. Sebaliknya, jika tidak terdapat pola yang jelas, titik-titik variabel gangguan menyebar di atas dan di bawah 0 nol, maka tidak terjadi heterokedasitas. Permasalahan heteroskedasitas ini dapat diatasi dengan menggunakan software EViews untuk melakukan transformasi atas data yang mengandung heterokedasitas dan menghasilkan estimasi regresi yang masalah heterokedasitasnya telah dieliminasi white heteroskedasticity. 3. Uji Autokorelasi Autokorelasi merupakan korelasi yang terjadi pada error antar serial waktu time series, sehingga diperlukan uji autokorelasi ini untuk memastikan model yang dibangun adalah baik dan representatif. Model analisis yang baik bilamana tidak terdapat autokorelasi. Mengingat data yang digunakan adalah data panel, maka uji autokorelasi tidak diperlukan. Ditambah lagi, tidak adanya variabel lag dalam model penelitian, sehingga uji autokorelasi tidaklah kompeten.

3.7. Batasan Operasional