Latar Belakang Sosial dan Pendidikan
pengorbanan pribadi. Dia menerima kehidupan yang menyedihkan dengan makan yang paling sederhana, sementara menyiapkan makanan yang cukup bagi anggota
keluarganya. Tanpa memperdulikan kualitas dan model pakaiannya, dia memastikan bahwa semua anggota keluarganya yang lain akan kelihatan bisa terhormat. Dari
sinilah Ali mewarisi karakter dan sifat ibunya, sensitivitas mistik, kerja keras, tegas, toleran, dan halus. Sedangkan dari ayahnya telah memberi kepercayaan diri melalui
ilmu pengetahuan dan status sosial serta spirit politik dan etika.
14
Taqi Syari’ati adalah merupakan model dan pengaruh formative bagi sang anak dalam pandangan
keagamaan dan sosial-politik: Bapakku itu membentuk dimensi-dimensi yang pertama bagi semangatku. Dialah yang mengajarkanku seni berfikir dan seni
makhluk manusiawi... Saya berangsur besar dan matang dalam perpustakaannya yang baginya merupakan keseluruhan hidupnya dan keluarga.
15
Ali memasuki sekolah dasar Ibnu Yamin sebulan setelah sekutu menginvansi Iran tahun 1941. Walaupun Ali hanya seorang anak laki-laki kecil, ia menyaksikan
keberadaan dan gerakan tentara-tentara Uni Soviet di Masyhad. Ini merupakan kondisi yang memprihatinkan karena makanan sulit didapat.
Di sekolah dasar Ali pendiam dan pemalu, ia lebih suka memisahkan dirinya dari aktivitas kawan-kawannya. Bahkan ketika kumpul dalam keluarganya ia juga
sering melamun, berbicara dan hidup dalam pikirannya sendiri dengan tidak memperdulikan dunia di sekitarnya. Di sekolah Syari’ati tidak tertarik pada
pelajaran dan tidak termotivasi untuk belajar keras, bahkan ia sering bolos. Sering kali pergi ke sekolah tetapi bersembunyi di suatu tempat dalam gedung sekolah
untuk menghindari masuk kelas. Guru-gurunya banyak mengeluh kepada ayahnya
14
Ali Rahnema, Ali Syariati: Biografi Politik Intelektual Revolusioner, terj. Dien Wahid dkk., Jakarta: Erlangga, 2000 h. 53
15
Ali Syariati, On the Sociology of Islam, Bandung: Mizan Pers, 1979 h. 17
10
mengenai kemalasan Syari’ati. Prestasi dia biasa-biasa saja tetapi cukup untuk membuat dia naik kelas, padahal Ayahnya yang juga guru dalam sekolah itu
mengharapkan ia menjadi murid yang teladan namun Syari’ati muda tidak memenuhi harapan itu.
Meskipun Syari’ati malas di sekolah, namun dia senang membaca. Sejak dia kelas lima dan enam sekolah dasar Syari’ati sering terjaga dan membaca dengan
ayahnya sampai larut malam. Ia menenggelamkan dirinya di perpustakaan ayahnya yang mengoleksi buku 2000 jilid.
16
Dalam praktik, kelihatanya Syari’ati mengganti belajar di kelas dengan belajar dan membaca buku di rumah yang membuatnya
tertarik dan senang. Ini menjadikan Syari’ati pintar dan lebih terdidik dibanding teman-temannya meskipun ia tidak harus ranking satu.
Dalam masa studi selanjutnya sifat pendiam dan kesendirian Syari’ati masa- masa kecil berubah menjadi sosok yang ceria dan nakal. Ia suka mengorganisir
anak-anak tetangganya untuk bermain. Ia menghabiskan waktu untuk bermain layang-layang, melatih merpati, dan berputar-putar di jalan. Di kelas ia sering
membuat lelucon bahkan ketika ada gurunya. Sampai ia terpengaruh dengan teman kecil terdekatnya, Falsafi yang membuat Syari’ati meninggalkan perilaku bebasnya
dan tertarik dengan studinya. Setelah menyelesaikan sekolah dasar di Ibnu Yamin, pada bulan September
1947 Syari’ati memasuki sekolah Menengah Firdaus. Di lingkungan sekolah ada perpustakaan, laboratorium ilmu pengetahuan, fasilitas olah raga dan teater. Di
sekolah menengah, Syari’ati terkenal di antara teman-temannya sebagai murid pemalas, tetapi bisa bersosialisasi dan sangat menyenangkan untuk dijadikan teman.
16
Ali Rahnema, Ali Syariati: Biografi Politik Intelektual Revolusioner, h. 58
11
Di lain sisi dia dikenal sebagai anak kalem, bijaksana, dan cerdas. Tahun 1956, Ali Mazinani melanjutkan studi di Fakultas Sastra universitas Masyhad.
17
Tahun 1960 ia mendapat beasiswa dari pemerintah Iran dan melanjutkan pendidikan di
Universitas Sorbonne, Perancis. Kembali ke Iran Syariati menjadi dosen di sebuah perguruan tinggi di Teheran.
18