Konsep dan Sanksi Pidana Makar dalam Hukum Pidana Islam dan Positif

sementara paling lama dua puluh tahun. Kemudian dalam pasal sebagaimana yang telah saya bahas yaitu menjelaskan barang siapa yang secara melawan hukum dengan lisan, tulisan, dan atau melalui media apapun, menyebarkan atau mengembangkan Komunisme,Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk dan perwujudannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun sesuai dengan apa yang dilakukan. Perbuatan makar dengan maksud menggulingkan pemerintahan yang sah atau mengganti bentuk pemerintah dengan cara menghasut di muka umum secara tertulis melalui brosur, plakat-plakat ataupun lisan melalui orasi pada demonstrasi-demonstrasi, adalah termasuk makar karena wujud perbuatan menghasut itu ditujukan pada maksud yang lebih jauh yakni menggulingkan pemerintahan atau memgganti bentuk pemerintahan. Menghasut dapat dianggap sebagai permulaan pelaksanaan dari suatu bentuk kegiatan yang lebih besar yakni menggulingkan atau mengganti bentuk pemerintahan yang sah. Dan perbuatan menghasut adalah cara yang inkonstitutional atau bertentangan dengan ketentuan hukum ketatanegaraan yang berlaku di Negara RI. Perlu diketahui bahwa makar dengan maksud menggulingkan pemerintahan meniadakan atau mengganti bentuk pemerintahan, tidaklah harus dilakukan dengan kekerasan bersenjata, sudahlah cukup dengan segala perbuatan yang perbuatan mana tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Dengan cara menghasut, asalkan perbuatan itu dapat dipandang sebagai permulaan pelaksaan dari suatu kegiatan yang lebih besar dalam rangka mencapai tujuan yang lebih jauh yaitu meniadakan bentuk pemerintahan atau mengganti bentuk pemerintahan. Inilah salah satu cara hukum pidana untuk melindungi kepentingan hukum atas tegak dan berjalannya suatu pemerintahan negara kita yang sah. Dalam hal ini penulis menyimpulkan bahwa perbuatan makar yang telah dilakukan ataupun dimaksud oleh kelompok Hizbut Tahrir bukanlah makar yang telah disinggung oleh pasal-pasal yang terdapat di KUHP. Maka kelompok Hizbut Tahrir Indonesia bukanlah termasuk makar dalam kategori KUHP.

B. Pandangan Hizbut Tahrir Indonesia Tentang PemberontakanMakar

Perbedaan definisi yang telah dipaparkankan oleh Hizbut Tahrir dalam pandangannya terkait masalah makar yang disebabkan adanya perbedaan syarat yang harus terpenuhi agar sebuah kelompok itu disebut bughat, yaitu : Bughat adalah bentuk jamak al-baghi, berasal dari kata bagha, yabghi, baghyan-bughayatan- bugha’an. Kata bagha maknanya antara lain thalaba mencari, menuntut, zhalama berbuat zalim, i’tadatazawaja al-had melampaui batas, dan kadzaba berbohong. 9 Jadi, secara bahasa, albaghi dengan bentuk jamaknya al-bughat, artinya azh-zalim orang yang berbuat zalim, al- mu’tadi orang yang melampaui batas, atau azh-zhalim al- musta’li orang yang berbuat zalim dan menyombongkan diri. 10 Para ulama beragam dalam mendefinisikan bughat, kadang mendefinisikan bughat secara langsung, kadang mendefinisikan tindakannya, yaitu al- 9 Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, Surabaya: Pustaka Progressif 1997 h.857. 10 Ibrahim Anis, Mu’jam al-Wasith, Jedah: Maktabah Asyuruq Ad-Dauliyah 2011, h.66. baghyupemberontakan. 11 Menurut ulama Hanafiyah al-baghyu adalah keluar dari ketaatan kepada imam khalifah yang haq sah dengan tanpa alasan haq sah. Dan al-baghi adalah orang yang keluar dari ketaatan kepada imam yang haq dengan tanpa haq. 12 Menurut ulama Malikiyah al-baghyu adalah mencegah diri untuk menaati imam khalifah yang sah dalam perkara bukan maksiat dengan menggunakan kekuatan fisik mughalabah sekalipun karena alasan ta’wil penafsiran agama. Dan bughat adalah kelompok firqah dari kaum muslimin yang menyalahi imam a’zham khalifah atau wakilnya, untuk mencegah hak imam yang wajib mereka tunaikan, atau untuk menurunkannya. Menurut ulama Syafi’iyah mengartikan bughat adalah kaum muslimin yang menyalahi imam dengan jalan memberontak kepadanya, tidak menaatinya, atau mencegah hak yang wajib mereka tunaikan kepada imam, dengan syarat mereka mempunyai kekuatan syaukah , ta’wil, dan pemimpin yang ditaati mutha dalam kelompok tersebut. Bughat juga diartikan sebagai orang-orang yang keluar dari ketaatan dengan ta’wil yang fasid keliru, yang tidak bisa dipastikan kefasidannya, jika mereka mempunyai kekuatan syaukah, karena jumlahnya yang banyak atau adanya kekuatan, dan di antara mereka ada pemimpin yang ditaati. Menurut ulama Hanabilah bughat adalah orang-orang yang memberontak kepada imam walaupun i a bukan imam yang adil dengan suatu ta’wil yang diperbolehkan ta’wil sa’igh, mempunyai kekuatan syaukah, meskipun tidak mempunyai pemimpin yang ditaati di antara mereka. 11 Abd Al-Qadir Audah, Al-Tasyri Al- Jinai’I Al-Islami Muqaranan bi Al-Qanun Al-Wad’I, 673-674. 12 Abd Al-Qadir Audah, Al-Tasyri Al- Jinai’I Al-Islami Muqaranan bi Al-Qanun Al- Wad’I, 674. Ibnu Hazm mendefinisikan bughat adalah mereka yang menentang imam yang adil dalam kekuasaannya, lalu mereka mengambil harta zakat dan menjalankan hudud. Al-baghyu adalah memberontak imam yang haq dengan suatu ta’wil yang salah dalam agama, atau memberontak untuk mencari dunia. Sedangkan menurut ulama Syiah Zaidiyah bughat adalah orang yang menampakkan diri bahwa mereka adalah kelompok yang haq sedang imam adalah orang yang batil, mereka memerangi imam tersebut, atau menyita hartanya, mereka mempunyai kelompok dan senjata, serta melaksanakan sesuatu yang sebenarnya hak imam. Sedangkan sy arat merupakan hukum syara’ yang wajib bersandar kepada dalil syar’i, sehingga syarat yang sah adalah syarat syar’iyah, bukan syarat aqliyah atau syarat adiyah syarat menurut adat. Oleh karenanya tentang syarat bughat kita harus merujuk kepada dalil-dali l syar’i. Dalil yang berkenaan dengan masalah bughat terdapat dalam QS Al-Hujurat ayat 9, yaitu:                                  Artinya: “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil. QS.Al- Hujurat : 9. Kemudian diperkuat pula oleh hadits-hadits Nabi SAW sebagaimana terkait dengan masalah pemberontakan kepada imam khalifah. Dan ijma’ sahabat, mengenai wajibnya memerangi bughat. Dengan mengkaji nash- nash syara’ tersebut, dapat disimpulkan ada 3 tiga syarat yang harus ada secara bersamaan pada sebuah kelompok yang dinamakan bughat. 13 yaitu: 1. Pemberontakan kepada khalifahimam 2. Adanya kekuatan yang dimiliki yang memungkinkan untuk mendominasi syatharah 3. Menggunakan senjata untuk mewujudkan tujuan-tujuan politisnya. Syarat pertama, adanya pemberontakan kepada khalifah imam yaitu, misalnya dengan ketidaktaatan mereka kepada khalifah atau menolak hak khalifah yang mestinya mereka tunaikan kepadanya, semisal membayar zakat. Syarat pertama ini, memang tidak secara sharih jelas sebagaimana yang telah disebutkan dalam surah Al-Hujurat ayat 9, yang telah dijelaskan di atas. Syaikhul Islam Zakariyya Al-Anshari dalam Fathul Wahhab ia mengatakan bahwa , “Dalam ayat ini memang tidak disebut „memberontak kepada imam’ secara sharih, akan tetapi ayat tersebut telah mencakupnya berdasarkan keumuman ayatnya, atau karena ayat tersebut menuntutnya. Sebab jika perang dituntut karena kezaliman satu golongan atas golongan lain, maka kezaliman satu golongan atas imam tentu lebih dituntut lagi. 13 Rawwas Qal’ah Jie, Al-Mawsu’ah al-fiqhiyyah al-muyassarah, Beirut: Dar an-Nafais, 2000, h.353.