Logika Makar Hizbut Tahrir Indonesia

mereka saja, maka perlakuan terhadap mereka seperti perlakuan terhadap seorang muslim yang taat kepada khalifah dan di bawah kekuasaan suatu negara. Oleh karena itu memerangi mereka merupakan had dari hudud Allah seperti had pencurian, yang tidak dipengaruhi oleh predikat-predikat atas mereka ataupun hukum-hukum bagi mereka, selama mereka tetap sebagai kaum muslimin dan menegakkan hukum. 42

BAB IV ANALISIS TEMUAN TENTANG KONSEP MAKAR HIZBUT TAHRIR

INDONESIA DALAM TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM

A. Konsep dan Sanksi Pidana Makar dalam Hukum Pidana Islam dan Positif

Makar dalam hukum Islam telah diatur. Dalam Islam makar merupakan suatu perbuatan atau usaha untuk menentang, membunuh seseorang yang tidak disenangi atau dianggap musuhsaingan, baik dalam hal agama maupun duniawi dengan cara tipu daya, tipu muslihat, atau perbuatan lainnya yang bertentangan dengan agama Islam. 1 Ditinjau dalam hukum Islam makar sama dengan Al-Baghyu 2 Makaral-baghyu merupakan tindakan sekelompok orang yang memiliki kekuatan untuk menentang pemerintah, disebabkan terdapat perbedaan paham mengenai masalah kenegaraan 3 . Al-baghyu yang pelakunya disebut al-baghy yang jamaknya al-bughat dikalangan ulama Syafiiyah diartikan dengan: “Sekelompok orang Islam yang menggunakan ideologi tertentu, terorganisir di bawah pimpinan yang dipatuhi, dengan menggunakan kekuatan melawan imam penguasa yang sah dengan cara keluar dari kekuasaannya dan meninggalkan kepatuhan kepadanya atau menolak memberikan hak-haknya. Unsur-unsur Jarimah Pemberontakan ada tiga yaitu: Pembangkangan terhadap kepala negara imam, pembangkangan dilakukan dengan kekuatan, 1 Abdul Halim Barkatullah, Hukum Islam “Menjawab Tantangan Zaman yang terus Berkembang”, Jakarta: Pustaka Pelajar, 2006, h. 268. 2 Zainuddin Ali, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2006, h. 122. 3 Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, Bogor: Kencana, 2003, h. 310. dan adanya niat yang melawan hukum 4 . Imam Syafi’i, dalam kitabnya Al- Umm, menyinggung tentang ketegasan Sayyidina Abu Bakar r.a yang memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat, Imam Syafi’i berpendapat mengenai pemberontakan yang menolak menunaikan apa yang telah diwajibkan oleh Allah SWT, maka pemimpin imam harus membunuhnya atau memeranginya. 5 Firman Allah SWT dalam surat Al-Hujurat ayat 9 َْيِنِمْؤُما َنِم ِناَتَفىآَط ْنِإَو ِيِّا ْاُْوِتَِىَ َ فَىْرُُا اَوَل اَاُمىَىْدِإ ْ َتَ ي ْنِنََ اَاُمَ نْ نَ ي ْاُْْوِوْلَصَ ْاُْوَ تَتْ تا ُِي َها ِنا ْاُْطِسْتَأَو ِل ْىَعّْاِي اَاُمَ نْ نَ ي ْاُْوِوْلَصََ ْتَءاََ ْنِنََ ِهاِىْمَأ ََِإ َءاِفَت ََِد اِتْبَ ت ُب َْيِطِسْىُاّْا Artinya: “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil”. Q.S. Al-hujjarat ayat: 9. Dari penjelasan ayat di atas dapat dipahami bahwa tindakan yang dilakukan terhadap pemberontakan tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, melakukan ishlah atau perdamaain dengan pihak pelaku makar, yang dalam Ishlah tersebut Imam menuntut para pelaku makar untuk menghentikan perlawanannya dan kembali taat kepada Imam telah berlaku zhalim dan menyimpang dari ketentuan agama, maka Imam memberikan penjelasan atau memperbaiki kesalahannya. Kedua, bila cara pertama tidak berhasil dalam arti 4 Ahmad Wardi Muclish, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, h. 162. 5 ]Imam Syafi’i, Abu Abdullah Muhammad Bin Idris, Ringkasan Kitab Al-umm, Terj. Imron Rosadi dkk, Jakarta: Pustaka Azzam, 2004, Buku II, h. 285. perlawanan masih tetap berlangsung maka imam memerangi dan membunuh pelaku makar, sampai selesai dan tidak ada perlawanan. 6 Berdasarkan pendapat ulama Imam Maliki, Imam Hanafi, Ima m Syafi’i dapat disimpulkan Al-baghyu merupakan pembangkang terhadap kepala negara dengan menggunakan kekuatan berdasar argumentasi atau ala san ta’wil lebih mendekatka n sebagai “pemberontakan”. Berbeda dengan KUHP delik pemberontakan diatur sendiri dalam pasal 108. 7 Di dalam KUHP tindak pidana Makar dalam pasal-pasal yang disebutkan penulis di atas, jika pelaku tidak selesai melakukan tindak pidana makar maka dapat diberikan sanksi dan di pidana dengan syarat adanya niat untuk melakukan makar. Dan di dalam Ketentuan Hukum Islam sendiri telah dijelaskan dalam surat Al-Hujjarat ayat 9 di atas tindak pidana makar tersebut pelaku tersebut dapat diberikan nasehat untuk memperbaiki kesalahannya dan apabila masih melakukan pemberontakan maka pelaku tersebut akan diperangi agar kembali ke jalan yang benar. 8 Sebagaimana yang telah tercantum di dalam KUHP terkait permasalahan kejahatan terhadap keamanan Negara yang menjelaskan bahwa makar dengan maksud untuk menghilangkan nyawa, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara 6 M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur ’an, Jakarta: Lentera Hati, 2002, h. 243. 7 Tongat, Hukum Pidana Materiil: Tinjauan atas Tindak Pidana terhadap Subyek Hukum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta: Djambatan, 2003, h. 197. 8 Saleh Al-Fauzan, Fiqh Sehari-Hari, Jakarta: Gema Insani Press, 2005, h. 859. sementara paling lama dua puluh tahun. Kemudian dalam pasal sebagaimana yang telah saya bahas yaitu menjelaskan barang siapa yang secara melawan hukum dengan lisan, tulisan, dan atau melalui media apapun, menyebarkan atau mengembangkan Komunisme,Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk dan perwujudannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun sesuai dengan apa yang dilakukan. Perbuatan makar dengan maksud menggulingkan pemerintahan yang sah atau mengganti bentuk pemerintah dengan cara menghasut di muka umum secara tertulis melalui brosur, plakat-plakat ataupun lisan melalui orasi pada demonstrasi-demonstrasi, adalah termasuk makar karena wujud perbuatan menghasut itu ditujukan pada maksud yang lebih jauh yakni menggulingkan pemerintahan atau memgganti bentuk pemerintahan. Menghasut dapat dianggap sebagai permulaan pelaksanaan dari suatu bentuk kegiatan yang lebih besar yakni menggulingkan atau mengganti bentuk pemerintahan yang sah. Dan perbuatan menghasut adalah cara yang inkonstitutional atau bertentangan dengan ketentuan hukum ketatanegaraan yang berlaku di Negara RI. Perlu diketahui bahwa makar dengan maksud menggulingkan pemerintahan meniadakan atau mengganti bentuk pemerintahan, tidaklah harus dilakukan dengan kekerasan bersenjata, sudahlah cukup dengan segala perbuatan yang perbuatan mana tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Dengan cara menghasut, asalkan perbuatan itu dapat dipandang sebagai permulaan pelaksaan dari suatu kegiatan yang lebih besar dalam rangka mencapai tujuan yang lebih jauh yaitu meniadakan bentuk pemerintahan atau mengganti bentuk