oleh mereka perlu dihancurkan, demi kelancaran serangan dan upaya pemberontakan. Adapun perusakan harta yang tidak berkaitan dengan
pemberontakan, misalnya harta kekayaan individu maka mereka tetap dibebani pertanggungjawaban perdata. Dengan demikian, barang yang
diambil harus dikembalikan dan yang dihancurkan harus diganti. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Abu Hanifah, dan pendapat yang
shahih dikalangan mazhab Syafi’i. Namun, dikalangan mazhab Syafi’i ada yang berpendapat bahwa pemberontak harus bertanggungjawab atas
semua barang yang dihancurkannya, baik ada kaitannya dengan pemberontak atau tidak, karena hal itu mereka lakukan dengan melawan
hukum.
11
Apabila para pemberontak itu meminta bantuan kepada orang kafir dzimmi maka orang kafir dzimmi itu dikategorikan sebagai
pemberontak dan hukumannya pun sama. Hanya saja menurut Imam Abu Hanifah, kafir dzimmi yang turut serta di dalam pemberontakan
perjanjian akad dzimmahnya tidak rusak batal. Akan tetapi, dikalangan mazhab Syafi’i dan Hanbali berkembang dua pendapat.
Pendapat pertama sama dengan pendapat Imam Abu Hanifah, sedangkan menurut
pandapat yang
kedua, keikutsertaan
mereka dalam
pemberontakan menyebabkan rusaknya batalnya akad dzimmah mereka.
12
Apabila para pemberontak itu meminta bantuan kepada kafir harbi
maka jika ia musta’man, batallah perjanjian keamanannya dan statusnya kembali seperti semula sebagai kafir harbi, kecuali
11
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, juz II, h.699
12
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, juz II, h. 702-203
keikutsertaannya itu dipaksa. Apabila kafir harbi tersebut murni, bukan musta’man maka status hukumnya sesuai dengan status hukum asalnya
sebagai kafir harbi yang setiap saat boleh dialirkan darahnya atau dirampas hartanya, karena mereka itu tidak memiliki perjanjian
keamanan. Adapun pertanggungjawaban perdata bagi para pemberontak tidak
ada, bila mereka menghancurkan beberapa kekayaan negara yang dianggap perlu dihancurkan demi kelancaran serangan. Adapun
pengrusakan harta yang tidak berkaitan dengan pemberontakan, maka mereka tetap bertanggungjawab secara perdata, sehingga barang yang
diambil harus mereka kembalikan dan barang yang dihancurkan harus mereka ganti. Apabila para pemberontak itu minta bantuan kepada kafir
dzimmi, maka dzimmi itu dikategorikan sebagai pemberontak, dan hukumannya pun sama. Hanya ada tambahan, yakni menurut Imam Abu
Hanifah, kafir dzimmi yang turut serta dalam pemberontakan tidaklah rusak akad dzimminya. Menurut Mazhab Syaf
i’i dan Mazhab Ahmad, terdapat dua pendapat: pendapat pertama sama dengan pendapat Abu
Hanifah, sedangkan pendapat kedua menyatakan bahwa keikutsertaan mereka merusak akad dzimmah mereka.
13
13
H.A.Djazuli, Fiqih Jinayah Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997, h. 111
26
BAB III KONSEP MAKAR MENURUT HIZBUT TAHRIR INDONESIA
A. Latar Belakang Terbentuknya Hizbut Tahrir Indonesia
Alasan berdirinya Hizbut Tahrir bisa dikembalikan kepada tiga perkara, Pertama, memenuhi seruan Allah SWT, kedua, realitas umat Islam dan ketiga,
aktivitas mendirikan negara khilafah. 1.
Memenuhi Seruan Allah SWT. Memenuhi seruan Allah SWT. Ini merupakan alasan utama yang
melatarbelakangi berdirinya Hizbut Tahrir. Sebab, Allah SWT. Dalam firman-Nya menyatakan:
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah
dari yang munkar. Merekalah orang- orang yang beruntung.” QS Ali Imran:
104 Ayat ini memerintahkan kaum Muslim agar di antara mereka terdapat
jama’ah kelompok yang melakukan dua perkara: a.
Menyeru kepada kebajikan, yakni menyeru kepada Islam. b.
Menyeru kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar. Perintah mendirikan jama’ah kelompok yang akan menjalankan dua
perkara ini masih sekedar thalab tuntutan. Namun ada qarinah indikasi yang menunjukkan, bahwa tuntutan ini bukan sekedar tuntutan biasa, tetapi tuntutan
keharusan thalab jazim. Dimana aktivitas yang telah ditetapkan ayat di atas, dan harus dijalankan oleh jama’ah ini menyeru kepada kebajikan, dan menyuruh
kepada yang makruf serta mencegah dari yang munkar merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh kaum Muslim. Ini dikuatkan oleh banyak ayat dan
hadits yang menunjukkan wajibnya perkara ini. Rasulullah SAW. bersabda:
َو ِّا ِذ
َ ن ي ْف
ِس ِي ي
َن ِى ِ
َّ َت ْص ُم ُى
ِن ِي ْا َّ
َا ْع ُى ْو
ِف َو َّ
َ ت ْ ن َم ُْ
ِن َل ِن
ّْا ُا ْن
َك ِى
ْوَأ َّ ُ ن ْْ
ِش َك
ِن ُها
َا ْن
َ ي ْ ب َع
َث َل َو
ْن ُك ْم
ِل َى يا ا
ِم ْن
ِل ْن ِى ِ
ُِث َّ َت
ْى ُل ِن ُه
ََ َل َي
ْس َت ِج
ْن ُب
َّ ُك
ْم
Artinya: “Demi dzat yang jiwaku ada dalam kekuasaan-Nya, hendaklah kamu
benar-benar menyeru kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar. Atau jika tidak kamu lakukan Allah pasti akan segera mengirim kepada kalian adzab
dari sisi-Nya. Kemudian, kamu sungguh-sung guh berdo’a kepada-Nya, namun
Allah tidak menerima lagi do’a kalian.”HR.Ahmad
1
Hadits ini menjadi salah satu qarinah indikasi, bahwa thalab tuntutan di atas
merupakan keharusan thalab jazim, dimana perintah yang ada status hukumnya wajib.
2
2. Realitas Umat Islam
Adapun alasan kedua yang melatarbelakangi berdirinya Hizbut Tahrir adalah kemerosotan dan kemunduran yang begitu parah, yang menimpa kaum
Muslim. Adanya dominasi pemikiran, sistem dan hukum kufur, serta cengkraman dan pengaruh negara-negara kafir. Hizbut Tahrir melihat, bahwa
sejak pertengahan abad ke-12 Hijriyah umat Islam mengalami kemunduran yang mengerikan dan menyedihkan, yang tidak pantas dialami oleh umat,
1
Imam Ahmad Bin Hambal as-Syaibaniy, Musnad Imam Ahmad bin Hambal, editor Syu’aib al-Arnouth, Kairo: Muassasah Qordobah, t.t, juz V, hal. 388.
2
Hizbut Tahrir, hal.2-4 Pamflet dengan judul Ahkamul Ammah, dikeluarkan Hizbut Tahrir, 19121966 M.
yang oleh Allah sendiri dititahkan sebagai umat terbaik. Sebagaimana firman- Nya:
Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia.” Q
S.Ali’Imran:110 Hizbut Tahrir yakin, bahwa sebab terjadinya semua itu bisa dikembalikan
pada lemahnya kaum Muslim dalam memahami dan menyampaikan Islam. Kondisi ini terjadi dan menimpa kaum Muslim akibat mereka telah
memisahkan kekuatan bahasa Arab dari kekuatan Islam. Ketika peran bahasa Arab mulai diremehkan sejak awal abad ke-7 Hijriyah. Serta adanya unsur-
unsur terselubung mulai masuk sejak abad ke-2 Hijriyah hingga sekarang. Yang paling menonjol dan terasa adalah:
a. Terjadinya transfer filsafat India, Persia dan Yunani, serta usaha sebagai
kaum Muslim untuk mengkompromikan filsafat tersebut dengan Islam. Padahal di antara keduanya ada perbedaan yang mustahil bisa
dikompromikan. b.
Terjadinya infiltrasi pemikiran dan hukum yang tidak bersumber dari Islam terhadap ajaran Islam oleh orang-orang yang membenci Islam,
dengan tujuan merusak citra Islam dan menjauhkan kaum Muslim dari Islam.
c. Diabaikannya bahasa Arab dalam memahami dalam menyampaikan
Islam. Di susul kemudian dengan dipisahkannya bahasa Arab dari Islam pada abad ke-7 Hijriyah. Padahal agama Islam tidak mungkin dipahami
tanpa bahasa Arab. Misalnya dalam pengambilan hukum-hukum baru pada berbagai peristiwa yang berkembang, yang dilakukan melalui
metode ijtihad, sementara ijtihad mustahil dilakukan tanpa menggunakan bahasa Arab.
d. Pada akhir abad ke-11 Hijriyah abad ke -17 Masehi kaum Muslim
dihadapkan pada serangan misionaris, budaya dan politik oleh negara- negara Kafir Barat, dengan tujuan menjauhkan kaum Muslim dari Islam.
3
Setelah itu, pada awal abad ke-10, kaum Muslim dihadapkan pada goncangan keras, yang berdampak pada goncangnya institusi mereka,
hancurnya negeri-negeri mereka, tercerai berainya persatuan mereka, lenyapnya negara mereka yaitu negara khilafah, terkuburnya semangat
mereka, dan puncaknya adalah dijauhkannya Islam dari penerapan dalam kehidupan, negara dan masyarakat. Dampak buruk yang pertama akibat
hancurnya negara khilafah menjadi beberapa negeri dan institusi itu adalah ketundukan umat secara langsung pada kekuasaan negara kafir,
kemudian tunduk pada kekuasaan antek-antek mereka dari kalangan kaum Muslim sendiri, serta menerapkan dan melaksanakan sistem-sistem
kufur dan hukum-hukum kufur di seluruh negeri-negeri kaum Muslim. Goncangan itu kemudian diikuti oleh goncangan yang lain, yaitu
konspirasi antara negara-negara kafir dengan antek-antek mereka, yaitu
3
Mafahim Hizb at-Tahrir, hal.3-5 Naskah Pembelaan pledoi yang disampaikan oleh salah satu anggota Hizbut Tahrir pada Pengadilan tingkat Pertama Keamanan Negara di Damaskus tertanggal
6 Desember 1960 Penjelasan Hizbut Tahrir yang ditujukan kepada Pemerintahan Yordania setelah adanya pelarangan terhadap Hizbut Tahrir Pamflet Hizbut Tahrir tanggal 19 Ramadhan 1372 H.1
Juni 1953 M.;Hizbut Tahrir, hal 2.6.7.