Sumber-sumber Bacaan Konsep Makar Hizbut Tahrir Indonesia

Dalam mengambil dan menetapkan ide-ide dan hukum-hukum Islam, Hizbut Tahrir hanya bersandar kepada wahyu, yakni al- Qur’an dan as-Sunnah, serta yang ditunjukkan oleh keduanya, berupa ijma’ Sahabat dan Qiyas. Karena, hanya keempat rujukan itu saja yang hujjahnya ditetapkan dengan dalil yang qath’i pasti. 9

D. Logika Makar Hizbut Tahrir Indonesia

Orang bughat adalah orang-orang yang melawan Daulah Islamiyyah, dan mereka memiliki kekuasaan dan kekuatan, yakni mereka yang memberontak kepada Daulah, menampakkan perlawanannya dengan persenjataan, dan mengumumkan perang terhadap Daulah Islamiyyah. Tidak ada perbedaan dalam hal ini, bagi orang yang melawan khalifah yang adil atau khalifah yang dzalim. Begitu pula tidak ada perbedaan bagi mereka yang menyimpang dalam menakwilkan agama atau menghendaki harta. Sesungguhnya mereka semua adalah bughat selama menampakkan permusuhan di hadapan penguasa Islam. Mereka, bagi khalifah atau wakil khalifah di wilayah tersebut, harus mengirim utusan kepada mereka, dan menanyakan kepada mereka apa yang mereka tidak setujui dari penguasa, jika mereka menyebutkan kedzaliman dari penguasa, penguasa harus segera menghentikan kedzaliman itu. Jika mereka menjawab tidak jelas alasannya, maka utusan tadi harus menjelaskan bukti-buktinya dengan gamblang, dan jika mereka mengalami kesimpangsiuran pemahaman, maka mereka harus diyakinkan bahwa tindakan mereka bertentangan dengan kebenaran, dan seharusnya tidak demikian. Demikian pula, utusan tersebut harus menjelaskan 9 Hizbut Tahrir, Mengenal Hizbut Tahrir Indonesia, Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2014, h.4. bukti-buktinya, dan mengarahkan mereka kearah kebenaran. Ini disebabkan, bahwa Islam memerintahkan kaum muslimin untuk memerangi penguasa, jika terlihat kekufuran yang nyata dan ada bukti dari Allah, atau jika penguasa tidak menerapkan hukum-hukum Islam. Mereka boleh memerangi penguasa untuk memenuhi kewajiban dan syara’. Dengan demikian utusan tersebut harus menjelaskan kepada mereka hal-hal yang masih samar bagi mereka. Jika mereka kembali dari bughat, diterima, dan mereka tidak boleh ditangkap karena perlawanan mereka, jika mereka tidak mau kembali, mereka wajib diperangi, namun bukan penyerangan militer, namun penyerangan yang mendidik. Oleh karena itu, haram menyerang mereka dengan sesuatu yang dapat menyebabkan kematian massal, kecuali dalam kondisi mendesak. Mereka tidak boleh diserang dengan serbuan kapal terbang, bom, meriam, kecuali jika dalam kondisi darurat. Yakni setelah dengan alat-alat yang mendidik tidak berhasil, namun tidak dengan menggunakan alat-alat militer. Tidak boleh membunuh keluarga mereka, satu orang yang melarikan diri. Barangsiapa melarikan diri dari peperangan, maka mereka dibiarkan, dan jika mereka membunuh seseorang, mereka tidak boleh dibunuh semuanya, jika salah seorang diantara mereka menyerah, maka ia ditahan dan diperlakukan sebagaimana perbuatan orang yang melakukan dosa, bukan diperlakukan sebagaimana tawanan, sebab ia bukanlah tahanan. Tidak boleh satupun harta mereka diambil, sebab mereka adalah rakyat yang mendapatkan perlakuan edukatif dengan cara memerangi mereka. Oleh karena itu penyerangan terhadap mereka tidak diasumsikan sebagai agresi militer ataupun jihad. Asal had bughat adalah firman Allah SWT. Ayat ini menyebut orang-orang bughat sebagai orang-orang yang beriman mukmin. Bughat tidak mengeluarkan mereka dari keimanan. Ayat tersebut juga menunjukkan dengan jelas wajibnya memerangi mereka bughat, dan menghentikan penyerangan terhadap mereka jika mereka kembali kepada perintah Allah. Mereka tergugurkan dari kewajiban- kewajiban pada apa yang mereka rusak ketika memerangi mereka, baik jiwa maupun harta. Dan firman Allah swt, menunjukkan wajibnya mengirim utusan kepada mereka sebelum mereka diperangi. Ayat ini telah menetapkan had bughat serta menjelaskan apa had bughat itu, yakni memeranginya sampai mereka kembali, akan tetapi setelah mengirim utusan kepada mereka dan setelah berusaha menghilangkan hal-hal yang mendorong mereka untuk melakukan perlawanan. Baik kedzaliman, ketidakjelasan, kesalahpahaman, atau yang lain-lain. Jika ahli bughat telah menguasai sebagian dari negeri Islam, kemudian mengangkat qadli untuk mengadili rakyat, menerapkan hukum-hukum untuk mengatur masyarakat, dan menegakkan hukum-hukum Islam, maka hukum ketetapan mereka harus dilaksanakan sebagaimana hukum orang yang adil, pengaturan penguasa mereka sebagaimana pengaturan orang yang adil selama mereka berjalan sesuai dengan hukum syara’. Jika khalifah berhasil mengalahkan mereka, atau mereka kembali ke pangkuan daulah, maka ketetapan-ketetapan mereka harus dilaksanakan, sebab ketetapan-ketetapan itu adalah hukum Islam dari penguasa yang diangkat berdasar kesimpangsiuran peperangan. Dan selama al-Quran masih menganggap mereka sebagai orang-orang mukmin, dan selama tidak boleh menghancurkan mereka, kecuali dengan penyerangan untuk mendidik mereka saja, maka perlakuan terhadap mereka seperti perlakuan terhadap seorang muslim yang taat kepada khalifah dan di bawah kekuasaan suatu negara. Oleh karena itu memerangi mereka merupakan had dari hudud Allah seperti had pencurian, yang tidak dipengaruhi oleh predikat-predikat atas mereka ataupun hukum-hukum bagi mereka, selama mereka tetap sebagai kaum muslimin dan menegakkan hukum.