80
dan 44 menjawab tidak. Pertanyaan ke tiga “Selalu menyapu minimal 2x sehari” yang menjawab ya sebesar 55 dan menjawab tidak sebesar 45. Pertanyaan
keempat “Menggantimencuci gorden dalam jarak 1 bulan” 62 menjawab ya dan 38 menjawab tidak. Pertanyaan kelima “Membersihkan bak mandi” 79 menjawab
ya dan 21 menjawab tidak. Pertanyaan keenam “Membuka jendela setiap hari” 67 menjawab ya dan 33 menjawab tidak. Pertanyaan ketujuh “Membiarkan cahaya
masuk ke dalam rumah ” 63 menjawab ya dan 37 menjawab tidak. Pertanyaan
kedelapan ”Membuang sampah minimal 1x sehari” 84 menjawab ya dan 16
menjawab tidak. Pertanyaan terakhir “Selalu menjaga kebersihan sekitar rumah” 76 menjawab ya dan 24 menjawab tidak.
Berdasarkan hasil jawaban pertanyaan tersebut dapat kita simpulkan bahwa rata-rata penghuni memperhatikan kebersihan lingkungan. Hal ini sebenarnya dapat
mencegah terjadinya kejadian skabies di rumah susun sederhana sewa.
4.3 Analisa Bivariat
4.3.1 Pengaruh Komponen Fisik Rumah terhadap Kejadian Skabies
Analisa bivariat merupakan alat yang digunakan uuntuk mengetahui hubunganpengaruh antara dua varaiabel yaitu antara variabel independen terhadap
variabel independen. Pada penelitian ini akan dilihat pengaruh antara variabel komponen fisik rumah dinding, jendela, ventilasi, pencahayaan, kepadatan hunian
dan kelembaban tehadap kejadian skabies. Selain itu juga akan dianalisa antara variabel sanitasi lingkungan ketersediaan air dan saluran pembuangan air limbah
Universitas Sumatera Utara
81
dan perilaku penghuni kebersihan diri dan lingkungan terhadap kejadian skabies. Adapun hasil analisa bivariat sebagai berikut:
Tabel 4.4 Pengaruh Komponen Fisik Rumah terhadap Kejadian Skabies pada Pengaruh Komponen Fisik Rumah, Sanitasi Lingkungan, dan Perilaku terhadap
Kejadian Skabies di Rumah Susun Sederhana Sewa di Kota Medan Tahun 2015 No
Variabel Kejadian Skabies
Jumlah
P
OR CI 95 Kasus
Kontrol N
n N
1 Dinding
TM 20
40 21 42
41 41
0,839 0,921
0,415 – 2,043
MS 30
60 29 58
59 59
Jumlah 50 100 50 100 100 100
2 Jendela
TM 19
38 26 52
45 45
0,159 0,566
0,255 – 1,254
MS 31
62 24 48
55 55
Jumlah 50 100 50 100 100 100
3
Ventilasi TM
24 48 29
58 53
53 0.316 0.668
0.304 – 1.472
MS 26
52 21 42
47 47
Jumlah 50 100 50 100 100 100
4 Pencahayaan TM
28 56 15
30 43
43 0,009 2,970
1,304 – 6,764
MS 22
44 35 70
57 57
Jumlah 50 100 50 100 100 100
5 Kepadatan
Hunian TM
28 56 15
30 43
43 0,009 2,970
1.304 – 6,764
MS 22
44 35 70
57 57
Jumlah 50 100 50 100 100 100
6 Kelembaban TM
35 70 11
22 46
46 0,000
8,273 3,357
– 20,388
MS 15
30 39 78
54 54
Jumlah 50 100 50 100 100 100
7 Suhu
TM 29
58 22 44
51 51 0,161
1,758 0,796
– 3,880 MS
21 42 28
56 49
49
Jumlah 50 100 50 100 100 100
Tabel 4.4 menunjukkan nilai signifikan
p
antara variabel bebas komponen fisik rumah terhadap variabel terikat skabies. Berdasarkan data diketahui bahwa
ada pengaruh yang paling kuat antara variabel bebas dan variabel terikat diurutkan berdasarkan nilai OR dari analisis bivariat adalah kelembaban. Jika diperhatikan isi
dari setiap sel diketahui bahwa pada kelompok kasus 3 rumah hunian kelembabannya memenuhi syarat dan pada kelompok kontrol 78 rumah hunian
Universitas Sumatera Utara
82
memenuhi syarat. Tabel di atas menunjukkan ada pengaruh antara kelembaban dengan kejadian skabies dengan nilai signifikan 0,000 dan merupakan faktor resiko
terjadinya skabies dengan nilai OR 1 yaitu 8,273 dengan CI
Confident Interval
95 berada antara 3,357 sampai 20,388. Diurutan kedua berdasarkan nilai OR tertinggi yang paling beresiko adalah
vaktor pencahayaan dan kepadatan hunian. Tabel 4.7 menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara pencahayaan dan kepadatan hunian dengan kejadian
skabies dengan nilai signifikan 0,009dan variabel pencahayaan merupak faktor resiko terjadinya skabies dengan nilai OR 1 yaitu 2,970. Secara terperinci diketahui pada
kelompok kasus 44 rumah hunian memenuhi syarat pencahayaan 60 lux dan pada kelompok kontrol 70 rumah hunian memenuhi syarat.
Berdasarkan data di atas diketahui ada pengaruh antara kepadatan dengan kejadian skabies dengan nilai signifikan sebesar 0,009 dan merupakan faktor resiko
dengan nilai OR 1 yaitu 2,970 dengan CI 95 sebesar 1,304 sampai 6,764. Lebih rinci diketahui pada kelompok kasus 44 rumah hunian memenuhi syarat dan pada
kelompok kontrol 70 rumah hunian memenuhi syarat. Suhu merupakan komponen fisik rumah yang tidak berpengaruh dengan
kejadian skabies ditandai dengan nilai p= 0,161 dan nilai OR 1 yaitu sebsar 1,758 sehingga suhu merupakan salah satu faktor resiko terjadinya skabies. Berdasarkan
data di atas di ketahui pada kelompok kasus 42 hunian memiliki suhu ruang yang memenuhi syarat dan pada kelompok kontrol 56 hunian yang suhu ruangnya
memenuhi syarat.
Universitas Sumatera Utara
83
Komponen fisik rumah berikutnya adalah jendela. Data hasil penetilian menunjukkan pada kelompok kasus 62 jendela memenuhi syarat dan pada
kelompok kontrol 48 jendela yang memenuhi syarat. Berdasarkan analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi-square diketahui bahwa jendela tidak berpengaruh dan
bukan merupakan faktor resiko terhadap penyakit skabies. Hal ini ditandai dengan nilai signifikan 0,159 dengan nilai OR 1 yaitu sebesar 0,566 dengan nilai dan CI
95 berada diantara 0,255 sampai 1,254. Komponen fisik rumah yang berikutnya adalah ventilasi. Berdasarkan analisis
bivariat dengan menggunakan uji Chi-square diketahui bahwa tidak ada pengaruh anatara kondisi ventilasi dengan kejadian skabies dengan nilai p=0,316 dan bukan
merupakan faktor resiko dengan nilai OR 1 yaitu 0,668 dan CI 95 berada diantara 0,304 sampai 1,472. Data di atas menunjukkan pada kelompok kasus 52 memenuhi
syarat dan pada kelompok kontrol 42 ventilasi memenuhi syarat. Dinding merupakan faktor fisik rumah yang tidak berpengaruh terhadap
kejadian skabies dan bukan merupakan faktor resiko terjadinya skabies. Hal ini ditandai dengan nilai signifikan 0,839 dan bukan merupakan faktor resiko terjadinya
skabies karena nilai OR 1 yaitu 0,0921 dengan interval CI 0,415 sampai 2,043. Secara terperinci pada kelompok kasus 60 dinding memenuhi syarat dan pada
kelompok kontrol 58 dinding yang memenuhi syarat.
Universitas Sumatera Utara
84
4.3.2 Pengaruh Sanitasi Lingkungan terhadap Kejadian Skabies