Universitas Sumatera Utara
diharapkan dapat menjadi kajian bagi para praktisi hukum internasional terutama bidang hukum hak asasi manusia internasional dan dapat memberikan masukan
terkait pengaturan hak asasi manusia untuk pengembangan dan perlindungan hak asasi manusia yang lebih baik. Selain itu juga untuk melahirkan sifat dan sikap
kritis terhadap setiap pelanggaran hak asasi manusia.
E. Keaslian Penulisan
Berdasarkan penelusuran kepustakaan di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, tidak ditemukan penulisan sebelumnya dengan judul
“Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dalam Program Penahanan Dan Interogasi CIA
Central Intelligence Agency
Terhadap Tahanan Teroris Menurut Hukum Internasional”.
Namun, sebelumnya pernah ada penulisan dari mahasiswai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang memiliki tema penulisan yang sama
dengan tema penulisan ini, yaitu sebagai berikut: 1.
Edy Syahputra Mtd., mahasiswa Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, NIM: 990200042, dengan
judul
“Perlindungan Tawanan Perang Ditinjau Dari Konvensi Jenewa 1949 Sebagai Landasan Hukum Humaniter Internasional Sebagai
Suatu Tinjauan Tentang Perlakuan Tawanan Perang Di Teluk Guantanamo”.
2. Akbar Nugraha, mahasiswa Departemen Hukum Internasional Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, NIM: 010222011, dengan judul
Universitas Sumatera Utara “Pelanggaran HAM Berat Terhadap Tawanan Irak Di Dalam Penjara
Abu Gharib”.
3. Andrew Maulia Sembiring, mahasiswa Departemen Hukum Internasional
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, NIM: 030200131, dengan judul
“Masalah Status Tawanan Perang Taliban Dan Al Qaeda Menurut Hukum Humaniter”.
Akan tetapi, penulisan ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis berdasarkan bukti pengesahan dari pihak administrasi Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
F. Tinjauan Kepustakaan
Dalam tinjauan kepustakaan, dikemukakan beberapa pengertian dan batasan-batasan dalam membuat studi kepustakaan. Hal ini tentunya akan sangat
berguna untuk membantu penulisan sesuai ruang lingkup pembahasan agar tetap berada di dalam koridor topik yang diangkat dalam permasalahan yang telah
disebutkan sebelumnya sehingga memudahkan pembaca untuk dapat lebih memahami apa-apa saja yang dituangkan dalam penulisan ini.
Pertama, HI menurut Mochtar Kusumaatmadja adalah keseluruhan kaedah-kaedah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang
melintasi batas-batas negara-negara antara; negara dengan negara, negara dengan subjek non-negara, dan subjek non-negara satu sama lain.
12
Hukum intemasional dapat didefinisikan sebagai keseluruhan hukum yang sebagian besar terdiri dan
12
Mochtar Kusumaatmadja. 1978. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Bina Cipta, halaman 3-4
Universitas Sumatera Utara
prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku yang terhadapnya negara-negara merasa terikat untuk menaatinya, dan karenanya benar-benar ditaati secara umum
dalam hubungan-hubungan mereka satu sama lain, dan meliputi juga: 1.
Kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan fungsi lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi internasional, hubungan-hubungan mereka satu
sama lain, dan hubungan mereka dengan negara-negara dan individu- individu.
2. Kaidah-kaidah hukum tertentu yang berkaitan dengan individu-individu
dan badan-badan non-negara apabila hak dan kewajiban individu dan badan non-negara tersebut penting bagi masyarakat internasional.
13
Mengenai sumber HI, pasal 381 statuta Mahkamah Internasional memuat bahwa Mahkamah dalam menyelesaikan perselisihan yang diajukan kepadanya
sesuai HI berdasarkan: 1.
Perjanjian-perjanjian internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus.
2. Kebiasaan-kebiasaan internasional, yang merupakan praktek-praktek
umum yang diterima sebagai hukum. 3.
Prinsip-prinsip hukum yang diakui bangsa beradab. 4.
Keputusan-keputusan hakim yurisprudensi dan ajaran-ajaran para ahli hukum yang terpandangdoktrin sebagai bahan pelengkap.
14
Selain itu, yang menjadi subjek dari HI adalah negara, organisasi internasional, Tahta Suci Vatikan, Palang Merah Internasional, pemberontak, dan
individu. Dewasa ini juga berkembang opini yang menyatakan bahwa perusahaan multinasional dan transnasional menjadi subjek HI.
Mengenai status individu sebagai subyek HI menjadi sebuah perdebatan karena perbedaan pendapat terhadap satus individu sebagai subyek HI. Namun,
tidak dapat disangsikan bahwa individu mempunyai kepentingan atas ketentuan- ketentuan HI, dan pada perkembangannya terutama pasca Perang Dunia, terdapat
13
J. G. Starke. 1992. Pengantar Hukum Internasional1: Edisi Kesepuluh. Jakarta: Sinar Grafika, halaman 3
14
Max Sorensen. 1968. Manual of Public International Law. London: Macmillan, halaman 121
Universitas Sumatera Utara
pengakuan terbatas terhadap individu sebagai subjek HI dalam hal pelanggaran HAM dan HI yang dilakukan oleh individu, sehingga individu tersebut dapat
dimintai pertanggungjawaban.
15
Ada tiga unsur penting untuk menjadi subyek dari sistem hukum:
1. Subyek memiliki kewajiban, sehingga menimbulkan tanggung jawab atas
tindakan yang bertentangan dengan apa yang disebutkan oleh sistem. 2.
Subyek mampu mengklaim manfaat dari hak. 3.
Subyek memiliki kemampuan untuk melakukan hubungan hukum dengan subyek hukum lainnya yang diakui oleh sistem hukum tertentu.
16
Menurut Hugo de Groot, HI mengikat karena HI itu tidak lain adalah hukum alam yg diterapkan pada kehidupan masyrakat bangsa-bangsa.
17
Menurut Zorn, kekuatan mengikat HI karena atas kehendak negara itu sendiri untuk tunduk
pada HI sedangkan menurut Triepel, bukan karena kehendak negara melainkan karena kehendak bersama.
18
Menurut mazhab Vienna, kekuatan mengikat suatu kaedah HI didasarkan pada suatu kaedah yang lebih tinggi yang pada puncaknya
ada kaedah dasar
grundnorm
dimana Kelsen mengemukakan asas
pacta sund servanda
sebagai
grundnorm
HI.
19
Sedangkan menurut mazhab Perancis, salah satunya oleh Duguit, kekuatan mengikat HI karena faktor sosial, biologis, dan
sejarah kehidupan manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki hasrat bergabung dengan manusia lain dan kebutuhan akan solidaritas.
20
15
Boer Mauna. Op.Cit., halaman 57-58
16
Max Sorensen. Op.Cit., halaman 249
17
Mochtar Kusumaatmadja. Op.Cit., halaman 43-44
18
Ibid ., halaman 45-47
19
Ibid ., halaman 48
20
Ibid ., halaman 49-50
Universitas Sumatera Utara
Menurut tradisi ada dua doktrin yang berhubungan dengan keharusan negara-negara untuk patuh pada kaedah-kaedah HI. Menurut doktrin hak-hak
asasi bahwa setiap negara mempunyai hak asasi masing-masing salah satunya adalah hak untuk melakukan hubungan internasional, sedangkan menurut doktrin
positivisme bahwa kaedah-kaedah HI tersebut adalah hasil persetujuan negara yang mengikat negara yang menyetujuinya.
21
Tujuan utama HI lebih mengarah kepada upaya untuk menciptakan ketertiban daripada menciptakan sistem
hubungan internasional yang adil, walaupun pada perkembangannya telah terbukti adanya suatu upaya untuk menjamin keadilan bagi negara-negara dan umat
manusia.
22
Kedua, HAM merupakan sistem nilai kontemporer yang diakui secara universal dan secara bertahap telah dikembangkan oleh semua negara dalam
kerangka HI. Konsep HAM pada hakekatnya berusaha mengangkat derajat manusia agar lebih sejahtera, aman, tentram, tenang, adil, dan makmur dan
sehubungan dengan itu, pandangan lama yang menganggap individu bukanlah subyek HI sudah usang.
23
HI yang umum hanya mengatur negara sebagai subyek HI sedangkan hukum HAM internasional, walaupun belum sempurna mengatur
individu sebagai subyek HI, namun sudah mengakui individu sebagai subyek HI.
24
Hak asasi dimiliki sejak lahir oleh semua orang tanpa memandang ras, warna kulit, keyakinan, jenis kelamin, dan sejenisnya. Meskipun tidak ada
konsensus tentang makna yang tepat dari istilah HAM, hampir semua orang setuju
21
J. L. Brierly. 1963. Hukum Bangsa-Bangsa. Jakarta: Bhratara, halaman 5254
22
J. G. Starke. Op.Cit., halaman 6
23
A. Masyhur Effendi. Op.Cit., halaman 112
24
Adnan Buyung Nasution dan A. Patra M. Zen. 2006. Instrumen Internasional Pokok Hak Asasi Manusia
. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, halaman 14-15
Universitas Sumatera Utara
bahwa HAM melibatkan kemampuan untuk menuntut dan menikmati kualitas hidup, keadilan yang sama di depan hukum, dan kesempatan untuk memenuhi
kebutuhan budaya, ekonomi, dan sosial dasar. Selain itu juga mensyaratkan tanggung jawab dimana semua manusia harus saling menghormati hak dalam
setiap kegiatannya.
25
Setiap manusia dilahirkan merdeka mempunyai martabat dan hak yang sama, serta setiap manusia berhak atas kehidupan, kebebasan, dan
keselamatan sebagai individu.
26
Berdasarkan beberapa instrumen HI mengenai HAM, terdapat hak yang penerapannya tidak dapat dikecualikan meskipun dalam
keadaan yang luar biasa, jadi hak-hak yang dianggap sebagai intisari HAM selalu terjamin. Berarti, setiap negara yang mengakui instrumen tersebut, apapun
alasannya, tidak dapat melakukan tindakan yang mengurangi hak-hak yang menjadi intisari HAM tersebut. Adapun intisari
hard-core
HAM yang dimaksud meliputi hak untuk hidup, larangan penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi
lainnya, larangan perbudakan, larangan penerapan hukum pidana dengan efek retroaktif serta hukuman yang dijatuhkan sesuai penerapan tersebut.
27
Di samping hak-hak individu tersebut, terdapat juga hak-hak kolektif yang dimiliki kelompok
masyrakat, tidak hanya kelompok mayoritas tapi kelompok minoritas pun memiliki hak-hak kolektif tersebut.
28
Menimbang bahwa pada perkembangannya terdapat evolusi ancaman dan pelanggaran HAM serta meluasnya definisi perdamaian dan keamanan dunia,
adalah tugas pokok komunitas internasional untuk menjaga perdamaian
25
Michael Haas. Op.Cit., halaman 3
26
Adnan Buyung Nasution dan A. Patra M. Zen. Op.Cit., halaman 8588
27
Fadillah Agus. 1997. Hukum Humaniter: Suatu Perspektif. Jakarta: Pusat Studi Hukum Humaniter FH Universitas Trisakti, halaman 91
28
J. G. Starke. 1992. Pengantar Hukum Internasiona l 2: Edisi Kesepuluh. Jakarta: Sinar Grafika, halaman 490 selanjutnya disebut Starke
Universitas Sumatera Utara
internasional dan melindungi HAM.
29
Sejak Perang Dunia II, komunitas internasional telah mengembangkan kerangka normatif untuk perlindungan HAM
universal dan regional, dimana komunitas internasional yang terdiri dari pemerintah, organisasi antar pemerintah, perusahaan transnasional, dan
masyarakat dunia, bertanggung jawab secara bersama untuk mencegah dan menghentikan pelanggaran HAM.
30
Saat ini tampak jelas bahwa di antara tujuan utama dan mungkin titik penting dari HI adalah untuk melindungi hak-hak asasi,
setidaknya untuk banyak teori dan praktisi, telah dipahami tidak lagi hukum negara namun adalah hukum hak asasi manusia.
31
Walaupun, ada perbedaan pendapat dan ideologi dalam memandang HAM namun tetap ada dorongan untuk
mendirikan tatanan global berdasarkan HAM universal.
32
Ketiga, isu terorisme dalam beberapa tahun terakhir telah menyita perhatian dunia sebagai salah satu bentuk pelanggaran HAM yang telah memakan
banyak korban jiwa. Terorime sudah ada sejak dulu, bahkan pada masa sebelum masehi, dan terus berkembang seiring dengan perkembangan manusia. Istilah
teror berasal dari bahasa latin, yaitu
terrere
, yang artinya kegiatan atau tindakan yang dapat membuat ketakutan.
33
Tidak ada definisi tentang terorisme yang diakui secara universal, namun beberapa pihak mencoba memberi definisi terorisme sebagai berikut:
29
Manfred Nowak. Op.Cit., halaman 42
30
Ibid ., halaman 366
31
Samuel Moyn. 2010. The Last Utopia: Human Rights in History. Cambridge: The Belknap Press of Harvard University Press, halaman 176
32
Roger Normand dan Sarah Zaidi. 2008. Human Rights at The UN: The Political History of Universal Justice
. Bloomington: Indiana University Press, halaman 143
33
Luqman Hakim. 2004. Terorisme di Indonesia. Surakarta: Forum Studi Islam Surakarta, halaman 9
Universitas Sumatera Utara
1. Terorisme internasional adalah terorisme yang dilakukan dengan
dukungan pemerintah atau organisasi asing danatau diarahkan untuk melawan negara, lembaga, atau pemerintah asing.CIA
34
2. Penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk menanamkan rasa
takut, dimaksudkan untuk memaksa atau mengintimidasi pemerintah atau masyarakat untuk mengejar tujuan yang umumnya politik, agama, atau
ideologi.Departemen Pertahanan AS 3.
Penggunaan kekuatan yang melanggar hukum atau kekerasan terhadap orang atau properti untuk mengintimidasi atau memaksa pemerintah,
penduduk sipil, atau lainnya, untuk tujuan politik atau sosial.FBI
35
4. terencana, kekerasan bermotif politik ditujukan terhadap target non-
kombatan oleh kelompok subnasional atau agen rahasia, biasanya ditujukan untuk mempengaruhi masyarakat.Departemen Dalam Negeri
AS 5.
Terorisme adalah semua tindakan kriminal langsung terhadap negara dan berniat dan memperhitungkan untuk menciptakan rasa ngeri dalam pikiran
orang tertentu, kelompok, atau masyarakat umum.LBB
36
6. Tindakan teror dirumuskan sebagai tindak pidana politik yang memuat
motif politik.
European Convention on the Suppression of Terrorism
7. Terorisme berarti penggunaan atau ancaman tindakan di mana:
a. melibatkan kekerasan serius terhadap seseorang, melibatkan
kerusakan serius pada properti, membahayakan kehidupan seseorang, menciptakan resiko serius bagi kesehatan atau keselamatan publik
atau bagian dari publik, dirancang untuk mengganggu atau merusak dengan serius sistem elektronik.
34
Abdul Wahid dkk. 2004. Kejahatan Terorisme: Perspektif Agama, HAM, dan Hukum. Bandung: Refika Aditama, halaman 24
35
David J. Whittaker. 2007. The Terrorism Reader: Third Edition. Oxon: Routledge, halaman 3
36
I Wayan Parthiana. Op.Cit., halaman 72
Universitas Sumatera Utara
b. dirancang untuk mempengaruhi pemerintahatau organisasi antar
pemerintah, atau untuk mengintimidasi publik atau bagian dari publik.
c. dibuat dengan tujuan untuk mencapai sebab politik, agama, ras, atau
ideologi. Termasuk di dalamnya yang melibatkan penggunaan senjata api atau
bahan peledak.UK
37
8. Setiap tindakan atau ancaman kekerasan, apapun motif dan tujuannya,
yang terjadi atas agenda individu atau kelompok kriminal dan berusaha untuk menunjukkan kepanikan di tengah masyarakat, menyebabkan rasa
takut dengan merugikan mereka, atau menempatkan hidup, kebebasan, dan perlindungan mereka dalam bahaya, atau berusaha untuk menyebabkan
kerusakan terhadap lingkungan atau untuk instalasi atau properti milik publik atau pribadi, atau untuk menduduki atau menguasainya, atau
berusaha untuk membahayakan sumber daya nasional.
The Arab Convention of the Suppression of Terrorism
Motivasi terorisme adalah karena tujuan politik, agama, atau ideologi. Kurang lebih tujuan terorisme selalu bersifat politik, seperti para ekstremis yang
di dorong karena alasan agama atau keyakinan ideologi biasanya mencari kekuatan politik untuk memaksa masyarakat untuk mengikuti pandangan mereka.
Esensinya, terorisme itu lebih bermaksud untuk menimbulkan rasa takut kepada seseorang daripada kepada korban, untuk membuat pemerintah atau pendengar
lainnya untuk mengubah tindakan politik mereka.
38
Namun, terlepas dari definisi dan motif terorisme, aksi teror jelas telah melecehkan nilai kemanusiaan, martabat bangsa, dan norma agama, serta menjadi
tragedi atas HAM. Bahwa terorisme itu faktanya lebih sebagai pelanggaran atas HAM karena apa yg dilakukan oleh teroris bukan hanya melanggar hukum, tapi
juga merusak dan menghancurkan kedamaian hidup manusia.
39
Pada 2005, Sekjen PBB, Kofi Annan, mengformulasikan 5 strategi terhadap terorisme:
37
Paul Behrens. 2010. Public Law and Human Rights Statutes 2009-2010. Oxon: Routledge, halaman 377
38
David J. Whittaker. Op.Cit., halaman 17
39
Abdul Wahid dkk. Op.Cit., halaman 2-3
Universitas Sumatera Utara
1. Menghalangi kelompok yang diasingkan menggunakan terorisme sebagai
sarana untuk mencapai tujuan mereka. 2.
Memastikan bahwa teroris tidak memiliki sarana untuk melakukan tindak kekerasan.
3. Mencegah negara untuk mendukung kelompok teroris.
4. Mengembangkan kapasitas negara untuk mencegah terorisme.
5. Dukungan terhadap hak asasi manusia.
40
Keempat, mengingat bahwa CIA yang menjadi subyek dalam metode penahanan dan interogasi, seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya,
maka ideal apabila sebelum masuk dalam pembahasan, ada penjelasan mengenai CIA tersebut. Lahir dari serangkaian organisasi federal yang berusaha untuk
membawa semua intelijen AS untuk dikumpulkan di bawah satu atap, CIA telah ada sebagai anggota senior dari komunitas intelijen AS selama lebih dari lima
puluh tahun, yang bermarkas di daerah Langley, Virginia dan memiliki cabang- cabang di berbagai negara lainnya.
Sejarah intelijen AS bermula pada perang revolusi AS, dimana pada saat itu pihak AS membutuhkan relawan yang berfungsi sebagai mata-mata untuk
mengumpulkan informasi terkait pihak Inggris. Nathan Hale melaksanakan tugas tersebut hingga akhirnya memperoleh informasi yang cukup namun ia ketahuan
oleh Inggris dan pada tanggal 22 September 1776, Nathan Hale menjadi orang AS pertama yang ditangkap dan dieksekusi karena memata-matai.
41
AS tidak memiliki badan intelijen penuh sampai Perang Dunia II. Baru pada 26 Juli 1947,
dengan dikeluarkannya UU Keamanan Nasional 1947 oleh Kongres yang salah satunya menetapkan badan intelijen permanen yang baru yaitu CIA. 18 September
1947, UU tersebut mulai berlaku dan CIA mulai untuk bertugas. Pada 22 Maret
40
Michael Haas. Op.Cit., halaman 172
41
Heather Lehr Wagner. 2007. The Central Intelligence Agency. New York: Chelsea House , halaman 8
Universitas Sumatera Utara
1948 Kantor Operasi Khusus CIA didirikan untuk melakukan spionase dan kontraspionase.
42
Dua tahun kemudian, UU tambahan, UU CIA 1949 disahkan berkaitan dengan anggaran yang tersedia untuk CIA. Dalam UU ini, CIA
diberikan kemampuan untuk menggunakan pembukuan dan prosedur administratif rahasia dan tidak diwajibkan untuk mengikuti prosedur pertanggungjawaban
penggunaan anggaran pada umumnya, sehingga UU ini memastikan bahwa bagaimana dan kapan CIA menghabiskan anggaran akan tetap rahasia.
43
Misi utama CIA adalah untuk melayani sebagai mata dan telinga bangsa dan kadang-kadang tangan yang tersembunyi. Menurut CIA, misi ini harus
dilakukan dengan mengumpulkan intelijen yang penting, menyediakan analisi dari semua sumber yang relevan, dan melakukan tindakan rahasia berdasarkan arahan
presiden untuk mencegah ancaman atau mencapai tujuan suatu kebijakan. Intelijen pada dasarnya informasi yang dikumpulkan dari berbagai sumber.
Intelijen ini memberikan informasi tentang apa yang sedang terjadi di seluruh dunia kepada pembuat kebijakan AS sehingga informasi tersebut akan membantu
mereka dalam memahami peristiwa-peristiwa global dan memprediksi tentang cara untuk merespon peristiwa tersebut dan kemungkinan hasil dari respon yang
diambil.
44
Semua sumber intelijen yang dimaksud adalah istilah tentang intelijen yang dikumpulkan CIA dari semua sumber, termasuk:
1. HUMINT, sumber daya intelijen utama CIA, adalah informasi yang
dikumpulkan oleh sumber daya manusia melalui metode rahasia dan lainnya.
2. COMINT berasal dari penyadapan komunikasi.
3. IMINT, sebelumnya PHOTINT, berasal dari fotografi satelit atau
pencitraan lain yang kemudian dianalisis dan diproses.
42
Scott C. Monje. 2008. The Central Intelligence Agency: A Documentary History. Westport: Greenwood Press, halaman 3
43
Heather Lehr Wagner. Op.Cit., halaman 46
44
Ibid ., halaman 69-70
Universitas Sumatera Utara
4. ELINT adalah informasi teknis dan intelijen yang diambil dari penyadapan
transmisi elektromagnetik. 5.
MASINT secara teknis intelijen yang diambil dari data nuklir, optik, frekuensi radio, akustik, seismik, dan bahan sains, bisa berupa bentuk
TELINT maupun RADINT 6.
SIGINT yang berasal dari sinyal yang disadap dan termasuk COMINT, ELINT, dan MASINT.
7. TECHINT dasarnya merupakan penggabungan dari IMINT dan SIGINT.
8. OSINT adalah intelijen publik dan tersedia untuk semua orang, seperti
informasi dari surat kabar, majalah, jurnal, televisi, radio, dan internet.
45
Hanya presiden yang dapat mengarahkan CIA untuk melakukan aksi rahasia dimana biasanya tindakan tersebut biasanya direkomendasikan oleh NSC.
Baik Kongres dan cabang eksekutif mengawasi kegiatan CIA. Selain itu, CIA bertanggung jawab kepada rakyat Amerika melalui wakil-wakil di legislatif.
46
Bukti operasi CIA yang terkenal adalah dalam kasus
Argo
, yang pernah difilmkan
di Hollywood, dimana operasi CIA yang berkedok syuting film berjudul “Argo”
untuk menyelamatkan warga AS yang terperangkap di Iran akibat serangan
terhadap Kedutaan Besar AS di Teheran pada tanggal 4 November 1979.
Serangan tersebut merupakan buntut dari campur tangan AS dalam menggulingkan PM Iran, Mohammad Mossadegh.
47
Selain itu, jejak operasi CIA di Indonesia juga ada yaitu pada saat peralihan kekuasaan dari orde lama ke orde
baru, dimana CIA melakukan campur tangan dalam menciptakan konspirasi untuk menggulingkan Presiden Soekarno.
48
Kelima, untuk menambah pembahasan maka dianggap perlu untuk memberi sedikit penjelasan mengenai penahanan dan interogasi. Menurut Kamus
45
W. Thomas Smith. Jr. 2003. Encyclopedia of The Central Intelligence Agency. New York: Facts On File, halaman 9
46
Ibid ., halaman 257258
47
Antonio Mendez dan Matt Baglio. 2012. Argo: How The CIA and Hollywood Pulled Off The Most Audacious Rescue in History
. New York: Viking Penguin, halaman 711
48
Joesoef Isak. 2002. Dokumen CIA: Melacak Penggulingan Sukarno dan Konspirasi G30S- 1965
. Jakarta: Hasta Mitra
Universitas Sumatera Utara
Besar Bahasa Indonesia, penahanan adalah proses, cara, perbuatan menahan penghambatan sedangkan interogasi adalah pertanyaan, pemeriksaan terhadap
seseorang melalui pertanyaan lisan yang bersistem.
49
Sedangkan menurut Black’s
Law Dictionary
, penahanan adalah tindakan menjaga untuk waktu lama atau menahan, baik sengaja atau dengan rencana, atas seseorang atau sesuatu
sedangkan interogasi adalah istilah yang diterapkan ketika saksi atau tersangka pidana ditanyakan.
50
Baik penahanan maupun interogasi, pada prakteknya, adalah bagian dari sistem hukuman dimana menghukum adalah menyebabkan seseorang untuk
menjalani rasa sakit, kehilangan, atau penderitaan atas sebuah kejahatan atau kesalahan yang dibuatnya. Hukuman hanya dapat eksis dalam kaitannya dengan
kejahatan atau kerusakan di masa lalu.
51
Satu yang pasti, untuk melakukan penahanan atau interogasi, mutlak diperlukan penangkapan dimana pada
umumnya otoritas pemerintah hanya dapat menangkap seseorang apabila ada bukti yang cukup untuk meyakinkan bahwa orang tersebut melanggar hukum
pidana. Orang yang ditangkap dapat meminta
Miranda Right
untuk tetap diam dan meminta seorang pengacara, termasuk bagi teroris yang ditangkap.
52
Namun, terdapat perdebatan mengenai status tahanan teroris dalam perang melawan teror
yang dilancarkan AS, dimana para tahanan teroris tersebut dianggap sebagai kombatan ilegal sehingga tidak mendapa status tawanan perang.
53
49
Kamus Besar Bahasa Indonesia
50
Black’s Law Dictionary
51
Paul H. Robinson. Loc.Cit., halaman 62
52
John C. Yoo dan James C. Ho. Op.Cit., halaman 2
53
Ibid ., halaman 1
Universitas Sumatera Utara G. Metode Penulisan
Untuk membuat pembahasan dalam penulisan ini serta agar dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penelitian yang dipakai
adalah: 1.
Jenis Pendekatan Dikenal dua jenis pendekatan yaitu pendekatan yuridis sosiologis dan
pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis sosiologis merupakan pendekatan dengan mengambil data primer atau data yang diambil langsung
dari lapangan sedangkan pendekatan yuridis normatif merupakan pendekatan yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma
yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin. Penulisan ini
menggunakan pendekatan yuridis normatif dimana hukum-hukum yang berhubungan dengan substansi penulisan dijadikan sebagai pusat kajian.
Penulisan ini memakai metode deskriptif yang dimaksudkan untuk memberikan data-data sebagai sarana memperkuat teori-teori lama atau
menyusun teori-teori baru.
54
Metode deskriptif dimaksudkan untuk memaparkan segala data-data yang berkaitan dengan substansi penulisan.
2. Jenis Data
Lazimnya dibedakan data yang diperoleh langsung dari masyarakat dan dari bahan pustaka. Data yang diperoleh langsung dari masyarakat adalah data
primer sedangkan data yang diperoleh dari bahan pustaka meliputi instrumen-
54
Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, halaman 10
Universitas Sumatera Utara
instrumen hukum, buku-buku, dokumen-dokumen, dan lain sejenisnya adalah data sekunder. Data sekunder terdiri dari:
a. bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, terdiri
dari semua instrumen hukum terkait. b.
bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, terdiri dari dokumen,
buku, dan artikel. c.
bahan hukum tertier, yaitu bahan-bahan yang memberikan pentunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,
terdiri dari kamus dan lain sejenisnya.
55
Data penulisan ini adalah data sekunder.
3. Jenis Alat Pengumpulan Data
Pada umumnya, ada tiga jenis alat pengumpulan data yaitu bahan pustaka, pengamatan, dan wawancara. Ketiga alat tersebut dapat digunakan masing-masing
atau bersama-sama.
56
Penulisan ini memakai alat pengumpulan data berupa bahan pustaka dengan cara mengumpulkan bahan-bahan terkait dari berbagai sumber
library research
.
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan bertujuan untuk mempermudah penyusunan penulisan ini agar hasil penulisan tersusun secara sistematis. Adapun sistematika
penulisannya adalah sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
Bab ini menguraikan Latar belakang penulisan, rumusan masalah yang menjadi pokok pembahasan, tujuan dari penulisan berdasarkan rumusan
masalah, manfaat penulisan yang dapat diperoleh, keaslian penulisan sebagai keabsahan hasil penulisan, tinjauan kepustakaan yang menjadi ruang lingkup
55
Ibid ., halaman 52
56
Ibid ., halaman 21
Universitas Sumatera Utara
penulisan, metode penelitian yang dimiliki dalam rangka pencarian data-data terkait, serta sistematika penulisan ini.
BAB II Tinjauan Tentang Hak Asasi Manusia Menurut Hukum Internasional
Bab ini menguraikan pembahasan terkait rumusan masalah yang pertama yakni hak asasi manusia menurut hukum internasional. Bab ini terbagi
atas tiga subbab yaitu, subbab tentang sejarah hak asasi manusia, subbab tentang instrumen hukum perlindungan hak asasi manusia, dan subbab tentang pengaturan
terkait hak asasi manusia terhadap tahanan.
BAB III Program Penahanan Dan Interogasi CIA
Central Intelligence Agency
Terhadap Tahanan Teroris
Bab ini menguraikan pembahasan terkait rumusan masalah yang kedua yakni program penahanan dan interogasi CIA
Central Intelligence Agency
terhadap tahanan teroris. Bab ini terbagi atas tiga subbab yaitu, subbab tentang Latar belakang program penahanan dan interogasi CIA
Central Intelligence Agency
terhadap tahanan teroris, subbab tentang pengaruh program penahanan dan interogasi CIA
Central Intelligence Agency
terhadap isu terorisme, dan subbab tentang pembentukan komite penyelidikan atas program penahanan dan
interogasi CIA
Central Intelligence Agency
terhadap tahanan teroris.
BAB IV Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dalam Program Penahanan Dan Interogasi CIA
Central Intelligence Agency
Terhadap Tahanan Teroris.
Bab ini menguraikan pembahasan terkait rumusan masalah yang ketiga yakni pelanggaran hak asasi manusia dalam program penahanan dan
Universitas Sumatera Utara
interogasi CIA
Central Intelligence Agency
terhadap tahanan teroris. Bab ini terbagi atas tiga subbab yaitu, subbab tentang bentuk-bentuk pelanggaran hak
asasi manusia menurut hukum internasional, subbab tentang pelanggaran hak asasi manusia terhadap tahanan teroris CIA
Central Intelligence Agency
, dan subbab tentang pandangan-pandangan terkait pelanggaran hak asasi manusia
terhadap tahanan teroris CIA
Central Intelligence Agency
. BAB V
PENUTUP
Bab ini memberikan kesimpulan berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya dan juga memberikan saran yang ditujukan kepada pihak-pihak
terkait.
Universitas Sumatera Utara BAB II
TINJAUAN TENTANG HAK ASASI MANUSIA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL
A. Sejarah Hak Asasi Manusia