B. Meneliti Susunan Lafal Matan yang Semakna
Susunan matan hadis yang pertama berkaitan dengan penanggulangan amarah perspektif Nabi Muhammad SAW. Setelah diperhatikan serta
dikomparasikan oleh penulis, antara matan hadis yang diriwayatkan Abu Daud dan Ahmad bin Hanbal nampaknaya tidak ada perbedaan sedikit pun. Maka untuk
memperjelas persamaan matan hadis tersebut berikut ini:
- اَذِإ
َﺐِﻀَﻏ ْﻢُﻛُﺪَﺣَأ
َﻮُھَو ٌﻢِﺋﺎَﻗ
ْﺲِﻠْﺠَﯿْﻠَﻓ ْنِﺈَﻓ
َﺐَھَذ ُﮫْﻨَﻋ
ُﺐَﻀَﻐْﻟا ﱠﻻِإَو
ْﻊِﺠَﻄْﻀَﯿْﻠَﻓ هاور
ﻮﺑأ دواد
- اَذِإ
َﺐِﻀَﻏ ْﻢُﻛُﺪَﺣَأ
َﻮُھَو ٌﻢِﺋﺎَﻗ
ْﺲِﻠْﺠَﯿْﻠَﻓ ْنِﺈَﻓ
َﺐَھَذ ُﮫْﻨَﻋ
ُﺐَﻀَﻐْﻟا ﱠﻻِإَو
ْﻊِﺠَﻄْﻀَﯿْﻠَﻓ هاور
ﺪﻤﺣأ ﻦﺑ
ﻞﺒﻨﺣ
Dengan demikian, jika ditempuh metode muq ranah perbandingan
ternayata pada kedua matan hadis di atas memiliki persamaan baik dalam lafa
maupun makna.
C. Meneliti Kandungan Matan Hadis
Sebagai acuan dalam meneliti kandungan matan hadis penulis menggunakan metode komparatif teks hadis dan al-Qur’an yang berkaitan dengan topik hadis
yang tengah diteliti. Metode itu dilakukan dengan langkah membandingkan kandungan matan hadis dengan hadis-hadis shahih, kandungan hadis dengan
pesan al-Qur’an. Sehingga dengan metode ini dapat diketahui, apakah hadis tersebut bertentangan atau tidak dengan hadis-hadis shahih lainnya, bertentangan
atau tidak dengan al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam pertama, atau dengan
akal sahat.
Setelah diteliti, penulis berkesimpulan bahwa hadis Nabi tentang penanggulangan amarah dengan cara duduk atau berbaring ini dapat
dipertanggung jawabkan. Sebagai tolok ukur dalam penelitian matan dengan melihat kandungan hadis-hadis dan al-Qur’an yang sejalan dapat dinyatakan hadis
Ahmad bin Hanbal tersebut maqbul dapat diterima karena berkualitas shaihh dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Tidak bertentangan dengan hadis shahih Hadis yang diteliti tidak bertentangan dengan hadis Nabi saw yang shahih
lainnya. Karena Penulis menemukan satu matan lain riwayat al-Bukhari dan Muslim meskipun terdapat perbedaan lafaz matan hadis, namun hadis ini memiliki
topik dan kandungan yang sama dengan hadis Ahmad bin Hanbal. untuk membandingkan kandungan matan yang sejalan tersebut idealnya dilakukan
kritik sanad hadis yang dimaksud. Tetapi penulis tidak melakukannya mengingat atas kesepakatan ulama hadis bahwa hadis al-Bukhari bernilai shahih, tidak perlu
diteliti atau dibahas kembali.
7
Matan hadis yang dimaksud adalah sebagai berikut:
ْﯾَﺮُھ ﻰِﺑَأ ْﻦَﻋ ِﺐﱠﯿَﺴُﻤْﻟا ِﻦْﺑ ِﺪﯿِﻌَﺳ ْﻦَﻋ ٍبﺎَﮭِﺷ ِﻦْﺑا ِﻦَﻋ ٌﻚِﻟﺎَﻣ ﺎَﻧَﺮَﺒْﺧَأ َﻒُﺳﻮُﯾ ُﻦْﺑ ِﮫﱠﻠﻟا ُﺪْﺒَﻋ ﺎَﻨَﺛﱠﺪَﺣ َةَﺮ
- ﮫﻨﻋ ﷲا ﻰﺿر
- ِﮫﱠﻠﻟا َلﻮُﺳَر ﱠنَأ
- ﻢﻠﺳو ﮫﯿﻠﻋ ﷲا ﻰﻠﺻ
- َلﺎَﻗ
» ، ِﺔَﻋَﺮﱡﺼﻟﺎِﺑ ُﺪﯾِﺪﱠﺸﻟا َﺲْﯿَﻟ
ا ُﺪﯾِﺪﱠﺸﻟا ﺎَﻤﱠﻧِإ ِﺐَﻀَﻐْﻟا َﺪْﻨِﻋ ُﮫَﺴْﻔَﻧ ُﻚِﻠْﻤَﯾ ىِﺬﱠﻟ
«
Artinya : “Diriwayatkan pula oleh Abu Hurairah “Bahwa Rasulallah saw. suatu saat bersabda “Bukanlah disebut orang kuat, orang yang kuat pukulannya.
Orang yang kuat adalah orang yang dapat mengendalikan dirinya dikala marah,”
8
Kandungan hadis al-Bukhari ini dengan tegas menyatakan bahwa kekuatan seseorang bukan dilihat dari fisik untuk melakukan sesuatu pukulan. Namun
7
Mahmud Tahhan, Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis. Penerjemah Ridlwan Nasir Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995, Cet. I. h. 139
8
Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari Syarah Shahih Al-Bukhari. Penerjemah Amiruddin Jakarta : Pustaka Azzam, 2008, Jilid 29. h. 396
bagaimana upaya seorang mengendalikan diri dalam rangka meredakan gejolak amarah yang muncul dari dalam dirinya sendiri. Menurut Ibnu Baththal,
“melawan jiwa lebih sulit dari pada melawan musuh, karena Nabi SAW menjadikan orang yang menguasai dirinya ketika marah sebagai orang yang
paling kuat.”
9
2. Tidak bertentangan dengan al-Qur’an Meskipun di dalam al-Quran tidak membahas secara khusus tentang isi
pokok kandungan hadis di atas, tetapi di dalam Al-Qur’an menyinggung permasalahan yang sama dengan hadis tersebut. yaitu motivasi untuk
mengendalikan amarah. Oleh karena itu, dinyatakan tidak bertentangan dengan pesan-pesan Al-Qur’an, seperti pada ayat:
ﷲﺍﻭ
ُ
“yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan
kesalahan orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” QS. Ali-Imran : 134.
Menurut Quraish Shihab, di antara beberapa sifat-sifat orang muttaqin dalam redaksi ayat Al-Qur’an di atas menunjukan bahwa sifat orang yang
bertakwa adalah yang mampu menahan amarah. “… Kata
ﻦﯿﻤﻇﺎﻜﻟا
mengandung makna penuh dan menutupnya dengan rapat, seperti wadah yang penuh air lalu
ditutup rapat agar tidak tumpah. Ini mengisyaratkan bahwa perasaan tidak bersahabat masih memenuhi hati yang bersangkutan, pikiran masih menuntut
9
Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani. Fathul Bari Syarah Shahih Al-Bukhari. Penerjemah Amiruddin. Jakarta : Pustaka Azzam, 2008. Jilid 29. H. 401
balas, tetapi dia tidak memperturutkan ajakan hati dan pikiran itu, dia menahan amarah …”
10
Dengan demikian jelas bahwa marah harus bisa dikendalikan, meski hal itu sangat menjengkelkan. Orang yang menuruti emosi marah bukanlah
tergolong orang-orang yang bertakwa seperti yang telah digambarkan oleh Allah SWT. bahkan sifat muttaqin tersebut dapat meningkat lebih terpuji, jika seorang
dapat memaafkan kesalahan musuh walaupun ia memiliki kemampuan membalasnya. Seperti dalam firman Allah SWT.
“dan bagi orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan- perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf.” QS. Asy-
Syura : 37
“Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, Sesungguhnya perbuatan yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” QS. Asy-Syura : 43
3. Tidak bertentangan dengan akal sehat dan ilmu pengetahuan seperti yang akan dijelaskan pada sub selanjutnya.
Dengan demikian, setelah dilakukan penelitian matan hadis dengan metode muq
ranah baik dengan hadis-hadis Nabi lainnya maupun dengan al-Qur’an, maka dapat disimpulkan bahwa kandungan hadis yang diteliti tidak bertentangan
dengan kedua sumber tersebut. sehingga dapat dikatakan kualitas keshaihan matan dapat dipertanggung jawabkan.
10
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Jakarta : Lentera Hati, 2002, vol 2. h. 221
D. Memahami Kandungan Matan Hadis dengan Pendekatan Ilmu Psikologi