Kualitas hadis nabi tentang penanggulangan marah dengan cara duduk atau berbaring (kajian sanad dan matan hadits)

(1)

DUDUK ATAU BERBARING

(Kajian Sanad dan Matan Hadis)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud)

Oleh

Ruslan Abdul Ghoni

NIM : 207034000504

PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

DUDUK ATAU BERBARING

(Kajian Sanad dan Matan Hadis)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud)

Oleh

Ruslan Abdul Ghoni NIM : 207034000504

Di Bawah Bimbingan

Drs. H. Harun Rasyid, MA.

NIP : 19600902 198703 1001

PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

Skripsi berjudul KUALITAS HADIS NABI TENTANG PENANGGULANGAN MARAH DENGAN CARA DUDUK ATAU BERBARING (Kajian Sanad dan Matan Hadis) telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 06 Oktober 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) pada Program Studi Tafsir-Hadis.

Jakarta, 06 Oktober 2011

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Ahmad Rifqi Mukhtar, MA Devi Afritasari, Lc. NIP : 19690822 199703 1 002 NIP : 19720320 200003 2 001

Anggota

Drs. Maulana, M.Ag Drs. H. Harun Rasyid, MA NIP :19650207 199903 1 001 NIP : 19600902 198703 1 001


(4)

i

Kualitas Hadis Nabi Tentang Penanggulangan Marah dengan Cara Duduk atau Berbaring; Kajian Sanad dan Matan Hadis. Yang terdapat dalam kitab Musnad A฀mad bin ฀anbal.

Hadis adalah semua perkataan, perbuatan dan taqrir Nabi Muhammad SAW. Kedudukannya sangat penting dalam kehidupan karena ia merupakan sentral figur umat manusia. Maka hadis sebagai pedoman hidup seyogianya terjamin keotentikannya. Sementara dalam perjalanan sejarah telah terjadi pergeseran, baik secara internal maupun eksternal, akibatnya status hadis bisa berkualitas shahih, hasan, dha’if dan bahkan maudu’. Dalam hal ini penulis mencoba mengungkap kualitas hadis tentang mengatasi marah, karena hampir setiap hari dapat dilihat dan didengar pada media masa kekerasan yang disebabkan seseorang tidak bisa mengendalikan diri ketika marah.

Penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui dan menjaga keotentikan sumber, dengan mengkaji bagaimana kualitas hadis dari segi sanad dan matan hadis. Juga guna mengungkap korelasi marah dan duduk atau berbaring, sehingga Rasulullah memerintahkan seorang yang marah dalam keadaan berdiri dengan cara duduk atau berbaring. Dengan demikian, ajaran atau hujjah yang disandarkan atas Nabi SAW tersebut dapat dipertanggung jawabkan.

Pada penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan library Reseach sepenuhnya. Yaitu Dengan menelaah beberapa literatur yang relevan dengan pokok pembahasan skripsi.

Dari hasi penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa kualitas hadis Ahmad bin Hanbal tentang Penanggulangan Amarah dengan Cara Duduk atau Berbaring adalah Shahih. Baik sanad maupun matan. Di samping itu, marah dan duduk atau berbaring ini memiliki korelasi sikologis cukup dekat. Karena marah merupakan ketegangan akal akibatnya perasaan semakin jengkel, maka dengan melakukan aktivitas duduk atau berbaring secara sikologis sedikitnya dapat menenangkan ketegangan akal sehingga membuka kesempatan berpikir positif dan secara berlahan kemarahan menjadi reda. Di samping itu, dengan duduk dan berbaring dapat membatasi keluasan untuk bertindak agresi.


(5)

ii

Alhamdulilahirabbil’alamin, tiada yang patut terucap di lisan melainkan pujian terhadap sang Maha pemberi nikmat dan rahmat, Allah SWT. Dialah yang telah mengukir jalan hidup yang beragam semata untuk kebaikan hamba. Kasih-Nya yang tiada tara banding, sehingga seluruh makhluk-Kasih-Nya dapat melaksanakan aktivitas sehari-hari.

Shalawat teriring salam semoga Allah sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Ia adalah Rasul pemangku akhlak budi yang agung. Ungkapan katanya laksana mutiara yang berharga, sehingga umat yang mengikutinya akan selamat di dunia dan di akhirat. juga kepada keluarga, sahabat dan orang-orang yang selalu taat menjalankan risalahnya.

Penulis menyadari akan keberhasilan skripsi ini tidak luput dari dukungan berbagai pihak baik dalam segi moril maupun materil. Oleh sebab itu, penulis hendak menyampaikan ucapaan terima kasih serta apresisasi setinggi-tingginya kepada :

1. Prof. Dr. Zainun Kamaluddin Faqih, MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Bapak Dr. Bustamin, M.Si selaku Ketua Jurusan Tafsir Hadis. Bapak Ahmad Rifqi Mukhtar, MA selaku Pengelola Program Non Reguler Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Dan seluruh staf akademik Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Yang telah memimpin, membina serta memotivasi penulis selama melakukan studi di lembaga pendidikan Universitas Islam Negeri ini.


(6)

iii

memberi motivasi, nasehat serta arahan yang berharga kepada penulis. 3. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Jurusan Tafsri Hadis yang

telah mentransfer serta mendidik penulis dengan khazanah ilmu pengetahuan umum mapun agama selama berada di lembaga pendidikan Universitas Islam Negeri ini.

4. Seluruh staf perpustakaan utama dan perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Perpusatakaan Pusat Studi Ilmu Al-Qur’an Jakarta yang telah memfasilitaori serta membantu penulis dalam penggunaan buku-buku selama proses penulisan skripsi ini.

5. Tak lupa pula pernulis persembahkan ucapan terima kasih tak terhingga kepada orang yang sangat penulis cintai, mereka adalah orang tua penulis yang tak pernah lelah serta bosan memberikan nasehat, motivasi dan memberikan dukungan materil hingga terwujudnya skripsi ini. semoga senantiasa dilimpahkan rahmat oleh Allah SWT.

6. Sahabat-sahabt di kampus UIN Syarif Hidayatullah dan seluruh sahabat selainnya. Terutama mereka yang satu generasi dengan penulis yang telah bersama-sama merasakan manis dan getirnya proses pendidikan di universitas ini. serta seluruh pihak yang ikut terlibat dalam proses penulisan skripsi ini. sekali lagi penulis mengucapkan terima kasih.

Kesadaran atas segala kelemahan sebagai manusia biasa menumbuhkan suatu keyakinan bahwa di balik ini semua ada kekuatan Yang Maha Sempurna lagi kuasa di atas ciptaan-Nya. Kesadaran atas kelemahan ini terbukti bahawa


(7)

iv

skripsi ini tentunya memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengaharap serta menerima dengan kedua belah tangan akan kritik dan saran yang membangun kepada seluruh pihak atas karya ilmiyah ini.

Jakarta, 08 September 2011


(8)

v Konsonan

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

ا tidak dilambangkan

ب b be

ت t te

ث ts te dan es

ج j je

ح h h dengan garis bawah

خ kh ka dan ha

د d de

ذ dz de dan zet

ر r er

ز z zet

س s es

ش sy es dan ye

ص s es dengan garis bawah

ض d de dengan garis bawah

ط t te dengan garis bawah

ظ z zet dengan garis bawah

ع ‘ koma terbalik keatas, menghadap ke kanan

غ gh ge dan ha

1

Pedoman ini disesuaikan dengan pedoman akademik-Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)- yang di susun oleh Hamid Nasuhi, dkk. Terbitan CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007, hal. 47-51.


(9)

vi

ق q ki

ك k ka

ل l el

م m em

ن n en

و w we

ـھ h ha

ء ‘ apostrof

ي y ye

Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih aksaranya adalah sebai beeriku:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

___َ___ a fathah

___ِ___ i kasrah

___ُ___ u dammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan


(10)

vii Vokal Panjang (Madd)

Ketentuan alih aksara vokal panjang (Madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ﺎَــ â a dengan topi di atas

ﻲــ î i dengan topi di atas

ﻮـــ û u dengan topi di atas

Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/ , baik diikuti oleh huruf syamsyiah maupun qamariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad-dîwân.

Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya yang secaraa lisan berbunyi ad-daruurah, tidak ditulis “ad-darûrah”, melainkan “al-darûrah”, demikian seterusnya.


(11)

viii

yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan manjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Akan tetapi, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata benda (isim), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).

Contoh:

no Kata Arab Alih aksara

1 ﺔﻘﯾﺮﻃ tarîqah

2 ﺔﯿﻣﻼﺳﻹا ﺔﻌﻣﺎﺠﻟا al-jâm’ah al-islâmiyyah

3 دﻮﺟﻮﻟا ةﺪﺣو wahdat al-wujûd

Huruf Kapital

Meskipun dalam tulisan Arab huruf capital tidak dikenal, dalam alih aksara ini huruf capital tersebut juga digunakan, dengan memiliki ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain yang menuliskan kalimat, huruf awal nama tempat nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâli bukan Abû Hamid Al-Ghazâli, al-Kindi bukan Al-Kindi.


(12)

ix

KATA PENGANTAR……… i

PEDOMAN TRANSLITERASI……….. iv

DAFTAR ISI……….. viii

BAB I. PENDAHULUAN ………. 1

A. Latar Belakang Masalah ……….. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……….. 7

C. Tinjauan Pustaka ……….. 8

D. Tujuan Penulisan ……….. 8

E. Metodologi Penelitian ……….. 9

1. Pengumpulan Data ………. 9

2. Metode Pembahasan ……….. 9

3. Teknik Penulisan ……… 9

F. Sistematikan Penulisan ……….. 10

BAB II. TINJAUAN UMUM TENTANG MARAH ……….. 11

A. Pengertian Marah ………... 11

B. Pemicu Kemarhan ……….. 15

C. Ekspresi Marah ……….. 19

D. Penanggulangan Gejolak Amarah dalam Ilmu Psikologi ….. 21

BAB III. KEGIATAN PENELITIAN SANAD HADIS ……….. 27

A. Kegiatan Takhrij Hadis ……….. 27


(13)

x

A. Meneliti Matan dengan Melihat Kualitas Sanad ……… 46

B. Meneliti Susunan Lafal Matan yang Semakna ………... 47

C. Meneliti Kandungan Matan ……… 47

D. Memahami Kandungan Matan Hadis dengan Pendekatan Ilmu Psikologi ……… 50

BAB V. PENUTUP ………... 54

A. Kesimpulan ………. 54

B. Saran-saran ………. 55


(14)

v

PEDOMAN TRANSLITERASI1

Konsonan

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

tidak dilambangkan

b be

t te

ts te dan es

j je

h h dengan garis bawah

kh ka dan ha

d de

dz de dan zet

r er

z zet

s es

sy es dan ye

s es dengan garis bawah

d de dengan garis bawah

t te dengan garis bawah

z zet dengan garis bawah

‘ koma terbalik keatas, menghadap ke kanan

gh ge dan ha

1

Pedoman ini disesuaikan dengan pedoman akademik -Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)- yang di susun oleh Hamid Nasuhi, dkk. Terbitan CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007, h. 47-51


(15)

vi

f ef

q ki

k ka

l el

m em

n en

w we

ـﻫ h ha

‘ apostrof

y ye

Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih aksaranya adalah sebai beeriku:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

___َ___ a fathah

___ِ___ i kasrah

___ُ___ u dammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ي__َ__ ai a dan i


(16)

vii

Vokal Panjang (Madd)

Ketentuan alih aksara vokal panjang (Madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ﺎَــ â a dengan topi di atas

ﻲــ î i dengan topi di atas

ﻮـــ û u dengan topi di atas

Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/ , baik diikuti oleh huruf syamsyiah maupun qamariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad-dîwân.

Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya kata ةَرْوُﺮﱠﻀﻟا, tidak ditulis “ad-darûrah”, melainkan “al-darûrah”, demikian seterusnya.

Ta Marbûtah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf tamarbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan manjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Akan tetapi, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata benda (isim), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).


(17)

viii

Contoh:

no Kata Arab Alih aksara

1 ﺔﻘﻳﺮﻃ tarîqah

2 ﺔﻴﻣﻼﺳﻹﺍ ﺔﻌﻣﺎﳉﺍ al-jâmî’ah al-islâmiyyah

3 ﺩﻮﺟﻮﻟﺍ ﺓﺪﺣﻭ wahdat al-wujûd

Huruf Kapital

Meskipun dalam tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan memiliki ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain yang menuliskan kalimat, huruf awal nama tempat nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâli bukan Abû Hamid Al-Ghazâli, al-Kindi bukan Al-Kindi.


(18)

ix

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR……… ii

PEDOMAN TRANSLITERASI……… v

DAFTAR ISI………... ix

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

A. Latar Belakang Masalah ……….. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……….. 8

C. Tinjauan Pustaka ……….. 9

D. Tujuan Penulisan ……… 10

E. Metodologi Penelitian ……… 10

F. Sistematikan Penulisan ……….. 11

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MARAH ……….. 12

A. Pengertian Marah ……….. 12

B. Pemicu Kemarhan ……….. 16

C. Ekspresi Marah ………... 20

D. Penanggulangan Gejolak Marah dalam Ilmu Psikologi …… 23

BAB III KEGIATAN PENELITIAN SANAD HADIS ……….. 28

A. Kriteria Keshahihan Hadis ……… 28

B. Kegiatan Takhrij Hadis ……….. 29

C. Kegiatan I’tibar ……….. 33


(19)

x

B. Meneliti Matan yang Semakna ……….. 51

C. Meneliti Kandungan Matan ……… 51

D. Memahami Kandungan Matan Hadis dengan Pendekatan Ilmu Psikologi ……… 55

BAB V PENUTUP ………... 59

A. Kesimpulan ………. 59

B. Saran-saran ………. 60


(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

al-Sunnah dalam Islam merupakan penafsir atas al-Qur’an dalam praktik atau penerapan ajaran Islam secara faktual dan ideal. Hal ini mengingat bahwa pribadi Nabi SAW merupakan perwujudan dari al-Qur’an yang ditafsirkan untuk manusia, serta ajaran Islam yang dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari.1

Hadis merupakan pedoman yang utama setelah al-Qur’an. Orang yang menolak hadis sebagai sumber kedua dalam ajaran Islam berarti ia menolak petunjuk al-Qur’an.2 Ia pun merupakan salah satu peninggalan Rasulullah kepada umatnya untuk dipatuhi serta diamalkan. bila berpegang teguh kepada petunjuk-petunjuk tersebut seorang tidak akan tersesat selama-lamanya. Pernyataan ini semakin tidak meragukan setelah cukup banyak ayat al-Qur’an yang memerintahkan orang-orang beriman untuk patuh dan mengikuti petunjuk Nabi Muhammad, sebagian dari ayat-ayat tersebut adalah sebagai berikut, surat al-฀asyr, 59: 7



















َﷲا

َﷲا







“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya”.

Menurut Quraisy Shihab dalam tafsirnya tentang kalimat “Apa yang

1

Yusuf Qardhawi. Bagaimana Memahami Hadis Nabi SAW. Penerjemah Muhammad Al-Baqir. (Bandung : Karisma, 1993). Cet. I. h. 17

2

M.Syuhudi Ismail. Metodologi Penelitian Hadis Nabi. (Jakarta: Bulan Bintang, 1992). Cet. I. h. 9


(21)

diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah” memberi petunjuk secara umum. Yakni semua perkara yang diperintah dan yang dilarang oleh Nabi Muhammad SAW.3 Dengan demikian mentaati petunjuk Nabi Muhammad merupakan suatu keniscayaan bagi orang yang beriman. Mentaatinya berarti mentaati Allah SWT, sebagaimana yang diutarakan dalam al-Qur’an surat al-Nis฀’, 4: 80 berikut:







َﷲا







“Barang siapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.”

Disamping itu, hadis memiliki fungsi yang sangat penting dalam ruang lingkup kajian al-Qur’an yaitu untuk membuka maksud-maksud al-Qur’an adalah dengan Hadis Rasulullah SAW. Fungsi hadis secara spesifik terhadap al-Qur’an tidak lepas dari salah satu tiga hal : pertama, menetapkan dan memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh al-Qur’an. Kedua, memberikan perincian dan penafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang masih mujmal, memberikan taqyid (pensyaratan) ayat-ayat al-Qur’an yang masih mutlaq dan mentakhsis ayat al-Qur’an yang masih ‘Aam. Ketiga, menetapkan hukum yang tidak terdapat dalam al-Qur’an.4 Fungsi hadis inipun diungkapkan dalam firman Allah SWT. Surat al-Na฀l, 16: 44



















3

M.Quraisy Shihab. Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. (Jakarta : Lentera Hati, 2002). Cet. I. h. 113

4

Fatehur Rahman. Ikhtishar Mushthalahul Hadis. (Bandung : PT. Al-Ma’arif, 1981). Cet. III. h. 47-49


(22)

“keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu al-Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”

Fungsi hadis selainnya adalah sebagai sentral figur umat manusia dalam menjaga keharmonisan seluruh alam. Sebagaimana tertera dalam al-Qur’an surat Al-Anbiya : 107











Artinya : “dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”

Upaya menjaga keharmonisan masyarakat ini terlihat jelas ketika Rasulullah memberikan wasiat kepada salah seorang sahabat untuk menjauhi hal-hal yang dapat memicu kemarahan,5 dan bahkan ia memberi solusi dalam mengatasinya ketika kemarahan terjadi. Hal ini sangat penting disampaikan karena hampir setiap kerusakan, permusuhan dan bahkan pembunuhan disebabkan seseorang tidak bisa mengendalikan diri ketika marah. Salah satu solusi tersebut beliau sampaikan kepada Abu Dzar al-Ghifari

ﺎَﻨَﺛﱠﺪَﺣ

ُﺪَﻤْﺣَأ

ُﻦْﺑ

ٍﻞَﺒْﻨَﺣ

ﺎَﻨَﺛﱠﺪَﺣ

ﻮُﺑَأ

َﺔَﯾِوﺎَﻌُﻣ

ﺎَﻨَﺛﱠﺪَﺣ

ُدُواَد

ُﻦْﺑ

ﻰِﺑَأ

ٍﺪْﻨِھ

ْﻦَﻋ

ﻰِﺑَأ

ِبْﺮَﺣ

ِﻦْﺑ

ِدَﻮْﺳَﻷا

ْﻦَﻋ

ﻰِﺑَأ

ﱟرَذ

َلﺎَﻗ

ﱠنِإ

َلﻮُﺳَر

ِﮫﱠﻠﻟا

ﻰﻠﺻ

ﷲا

ﮫﯿﻠﻋ

ﻢﻠﺳو

َلﺎَﻗ

ﺎَﻨَﻟ

اَذِإ

َﺐِﻀَﻏ

ْﻢُﻛُﺪَﺣَأ

َﻮُھَو

ٌﻢِﺋﺎَﻗ

ْﺲِﻠْﺠَﯿْﻠَﻓ

ْنِﺈَﻓ

َﺐَھَذ

ُﮫْﻨَﻋ

ُﺐَﻀَﻐْﻟا

ﱠﻻِإَو

ْﻊِﺠَﻄْﻀَﯿْﻠَﻓ

“Menceritakan pada kami Ahmad bin Hanbal, menceritakan pada kami Abu Muawiyah, menceritakan pada kami Daud bin Abi Hind, dari Abi Harb bin Abi Al-Aswad, dari Abi Dzar. Ia berkata sesungguhnya Rasulullah bersabda pada kami, “Apabila salah satu dari kalian marah dan dalam keadaan berdiri maka duduklah jika itu dapat menghilangkan marah, jika tidak maka berbaringlah.”6

5

Al-H฀fi฀ Ibnu Hajar al-Asqal฀n฀. Fathul Bari Syarah Shahih Al-Bukhari.

Penerjemah Amiruddin (Jakarta : Pustaka Azzam, 2008), Jilid 29. h. 397

6

Ab฀ D฀ud Sulaim฀n ibn Asy’asy al-Sijistani. Sunan Ab฀ D฀ud. (T.tp.: Dar Al-Fikr, t.t). Juz IV, hadis ke-1874. h. 250


(23)

Marah merupakan tabi’at manusia. Jadi memiliki rasa marah bukan suatu yang dilarang tetapi hendaknya seorang dapat mengendalikannya. Salah satu solusi pengendalian marah ini adalah dengan cara duduk atau berbaring.

Bicara tentang pengendalian marah, al-Qur’an juga memerintahkan agar seorang dapat menguasai emosi marah. Sebab pada saat seorang sedang marah, maka pemikirannya tidak berfungsi dan ia kehilangan kemampuan untuk mengambil keputusan yang benar.7 Ketika seorang marah cendrung mengarah kepada berlaku agresif dan emosi yang tak terkontrol. Akal pikiran dan hatinya terkalahkan oleh motivasi marah yang memuncak. Akibatnya dapat merugikan dirinya seperti lelah fisik dan mental, maupun orang lain seperti tindakan agresif yang bisa mencederai atau mengancam nyawa orang lain.8

Kendati hadis sebagai penjelas al-Qur’an dan sebagai sentral figur manusia dalam mengatasi marah, hadis tersebut perlu diteliti kembali kemurniannya agar ajaran yang disandarkan kepada Nabi SAW dapat dipertanggung jawabkan.9 Sebab di dalam tubuh hadis tak terlepas dari permasalahan-permasalahan yang mengakibatkan kualitas hadis menjadi shahih, hasan, dhaif, dan bahkan maudu’. Pokok permasalahan hadis secara umum adalah menyangkut kualitas hadis, pemahaman hadis sampai pada aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Sentralnya adalah sanad dan matan hadis, keduanya merupakan unsur penting yang saling berkaitan erat menentukan keberadaan dan kualitas suatu hadis.

7

Muhammad Usman Najati. Al-Qur’an dan Psikologi. Penerjemah M.Zaka Al-Farisi (Jakarta: Aras Pustaka, 2003). Cet. III. h. 83

8

M. Darwis Hude. Emosi Penjelajahan Religio Psikologis tentang Emosi Manusia di dalam Alquran. (T.tp.: Erlangga. 2006). H. 162

9

Maksudnya agar terhindar dari pernyataan Nabi SAW. “Barang siapa yang secara sengaja berbohong atas namaku maka hendaknya ia bersiap-siap menempati tempat duduknya di neraka”. Lihat. Shahih Bukhari Kitab ‘Ilm Bab dosa seorang yang berbohong atas Nabi SAW. Juz I. h. 31


(24)

Sehingga kekosongan salah satunya akan berpegaruh, dan bahkan merusak eksistensi dan kualitas suatu hadis.

Pergeseran keotentikan hadis tersebut secara umum diakibatkan oleh dua faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. faktor eksternal di antara yakni adanya perbedaan pencatatan dan penghimpunan hadis Nabi SAW dengan sejarah pencatatan dan penghimpunan al-Qur’an.10 Untuk al-Qur'an, semua periwayatanya berlangsung secara mutawatir. Sedang untuk hadits, sebagian periwatannya berlangsung secara mutawatir dan sebagian lagi berlangsung ahad. Dengan demikian ada kemungkinan-kemungkinan terjadi pemalsuan hadis di dalamnya.

Selain itu, dalam perjalanan sejarah telah terjadi pemalsuan hadis pada peristiwa pergolakan politik antara kubu Muawiyah bin Abi Sufyan (w. 60 H/680 M) dan kubu Ali bin Abi Thalib (memerintah 35-40 H/656-661 M). Masing-masing ingin meligitimasi pendapatnya dengan al-Qur’an dan As-Sunnah sampai melakukan pemalsuan hadis.11 Sesunggguhnya Pemalsuan ini bukan saja dilakukan oleh umat muslim tetapi juga oleh non muslim. Motivasi orang-orang melakukan pemalsuan hadis ialah untuk : Pertama, membela kepentingan politik ; Kedua, menyesatkan umat Islam ; ketiga, membela ras, suku, negara dan imam ; keempat, memikat hati orang yang mendengarkan kisah yang dikemukakannya ; kelima, menjadikan orang lain lebih zahid ; keenam, perbedaan Mazhab dan Teologi ; ketujuh, memperoleh perhatian dari penguasa.12 Dalam pemalsuan hadis

10

M.Syuhudi Ismail. Kaidah Kesahihan Sanad Hadis. (Jakarta : Bulan Bintang, 2005). Cet. 3. h. xiii

11

Muhammad ‘Ajaj Al-Khathib. Ushul Al-Hadis. Penerjemah Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq. (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007). Cet. IV. h. 353

12

Muhammad ‘Ajaj Al-Khathib. Ushul Al-Hadis. Penerjemah Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq. (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007). Cet. IV. h. 354-362


(25)

tersebut ada yang bersifat sengaja dan ada yang bersifat tidak sengaja, meski demikian, pemalsuan tetap merupakan perbuatan tercela.13 Berdasarkan fenomena di atas, dalam rangka menetapkan hujjah yang benar-benar murni bersumber dari Nabi Muhammad SAW. maka melakukan penelitian kemurnian hadis adalah suatu keniscayaan.

Adapun faktor yang mengemukakan dari sisi internal, adalah faktor yang bersangkutan dari figur Nabi SAW sebagai figur sentral. Keberadaan Nabi dalam berbagai posisi dan fungsinya menjadi acuan untuk memahami hadis. Karena masyarakat manusia pada setiap generasi dan tempat, selain memiliki berbagai kesamaan, juga memiliki berbagai perbedaan.14 Menurut petunjuk al-Qur’an, Nabi Muhammad selain dinyatakan sebagai Rasulullah juga dinyatakan sebagai manusia biasa.15 Dengan kata lain, Nabi SAW hidup tidak di ruang yang hampa. Oleh karena itu, dalam memahami hadis tidak boleh mengabaikan kondisi Nabi Muhammad SAW dan kondisi suatu masyarakat tertentu ketika kontak komunikasi itu berlangsung. Patut diingat bahwa pengaruh sosial merupakan hal yang sentral dalam interaksi manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, untuk memahami hadis Nabi perlu mempertimbangkan beberapa hal : pertama, bentuk matan dan cakupan petunjuknya ; kedua, fungsi Nabi Muhammad saw ; dan ketiga, latar belakang terjadinya hadis.16

13

M.Syuhudi Ismail. Kaidah Kesahihan Sanad Hadis. (Jakarta: Bulan Bintang, 2005). Cet. 3. h. 111

14

M.Syuhudi Ismail. Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi. (Jakarta: Intimedia dan Insan Cemerlang, Tanpa tahun). Cet. I. h. 189

15

M.Syuhudi Ismail. Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual .(Jakarta: Bulan Bintang, 1994). Cet. I. h. 4

16

M.Syuhudi Ismail. Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi. (Jakarta: Intimedia dan Insan Cemerlang, Tanpa tahun). Cet. I. h. 190


(26)

Berdasarkan paradigma di atas, melakukan penelitian ulang hadis merupakan suatu keniscayaan sebagai usaha menemukan kekeliruan dalam rangka menemukan kebenaran. Penelitian ini bukan meragukan keseluruhan hadis Nabi SAW tetapi lebih kepada kehati-hatian dalam pengambilan dasar hukum dalam agama.

Berdasarkan uraian di atas menunjukan betapa pentingnya melakukan penelitian hadis baik sanad maupun matan. Dari sini akan nampak mana yang benar-benar hadis dan mana yang bukan hadis, atau mana hadis yang kuat sebagai hujjah dan mana hadis yang lemah. Setelah itu, bagaimana memahami pesannya untuk diaplikasikan. Oleh karena itu, penulis termotivasi untuk membahas kualitas hadis melalui kritik sanad dan matan juga bagiaman memahami kandungannya. Maka penulis menetapkan judul KUALITAS HADIS NABI TENTANG PENANGGULANAGAN MARAH DENGAN CARA DUDUK ATAU BERBARING ; Kajian Sanad dan Matan Hadis.


(27)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Agar lebih fokus kepada satu kosentrasi dalam penulisan skripsi ini, penulis merasa perlu membatasi permasalahan sebagai berikut:

1. Dalam melakukan penelitian ini, penulis akan meneliti hadis dari dua segi, yaitu sanad dan matan hadis.

2. Berdasarkan informasi yang penulis dapat dari kitab-kitab hadis, bahwa hadis yang berbicara tentang penanggulan marah ini di antaranya terdapat pada kitab Sunan Abu Daud dan Musnad Ahmad bin Hanbal. Dalam hadis tersebut berisikan upaya dalam meredakan marah ketika berdiri dengan cara duduk atau berbaring, dan di dalam dua kitab hadis tersebut pula berisikan upaya meredakan marah dengan cara berwudu, dengan cara shalat, dan dengan cara diam. Dari data ini, yang menjadi objek penelitian penulis adalah hadis riwayat Ahmad bin Hanbal yang berisikan tentang upaya penanggulangan marah ketika berdiri dengan cara duduk atau berbaring. Alasannya, Ahmad bin Hanbal adalah muhadis yang kitabnya termasuk dalam kutub al-Kutub al-Tis’ah, di dalamnya terdapat pula hadis-hadis dha’if. Selain itu pembahasan penanggulangan marah dengan cara duduk atau berbaring ini belum ada yang meneliti secara khusus baik sanad maupun matan.

Setelah pembatasan masalah tersebut, maka penulis merumuskan dengan pertanyaan :

1. Bagaimana kualitas sanad dan matan hadis tentang penanggulangan marah dengan cara duduk atau berbaring dalam kitab Musnad Ahmad bin Hanbal ? 2. Apa korelasi marah dengan duduk sehingga Rasulullah saw memilih metode


(28)

mengatasi kemarahan di saat beridir dengan cara duduk atau berbaring serta bagaiamana pemahamannya ketika dikaitkan dengan ilmu psikologi ?

C. Tinjauan Pustaka

Untuk menghindari terjadinya kesamaan pembahasan pada skripsi ini dengan skripsi yang lain, penulis menelusuri kajian-kajian yang pernah dilakukan orang atau memiliki unsur kesamaan. Selanjutnya hasil penelusuran ini akan menjadi acuan penulis untuk tidak mengangkat judul yang sama, sehingga diharapkan kajian ini tidak terkesan plagiat dari kajian yang telah ada.

Berdasarkan hasil penelusuran, penulis menemukan ada satu karya yang membahas permasalahan ini, yaitu Skripsi oleh Warsito dengan judul “Cara Mengatasi Marah Perspektif Hadis” tahun 2006, no.1900. Skripsi ini membahas tentang bagaimana cara-cara mengatasi kemarahan berdasarkan petunjuk Nabi, yang dilakukan dengan cara mengumpulkan hadis-hadis yang berkaitan tanpa memaparkan kualitas hadis, kamudian dipahami dengan ilmu psikologi.

Dari tinjauan di atas, dapat penulis katakan bahwa pembahasan skripsi ini berbeda dengan karya tersebut, karena penulis membahas lebih khusus pada 1 hadis tentang penanggulangan marah ketika berdiri dengan cara duduk atau berbaring dalam kitab Musnad Ahmad bin Hanbal, lalu dilakukan kritik sanad dan matan hadis untuk mengungkap kualitas hadis. Kemudian memahamainya dengan pendekatan ilmu psikologi.


(29)

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui kualitas sanad dan matan hadis

2. Untuk mengethuai korelasinya antara marah dengan duduk dan bagaimana pemahaman kandungan hadis ketika dikaitkan dengan ilmu psikologi. 3. Untuk menambah khazanah keilmuan bagi penulis dan kaum muslimin pada

umumnya.

4. Untuk memenuhi tugas dan syarat dalam menyelesaikan gelar sarjana setrata satu (S1) pada Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

E. Metodologi Penelitian 1. Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan dan meneliti data dalam skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan (library Reseach) sepenuhnya. Yaitu Dengan menelaah beberapa literatur yang relevan dengan pokok pemabahsan skripsi.

2. Metode Pembahsan

Dalam pembahasan ini, penulis menggunakan metode deskriptif analitis, yaitu sebuah metode dengan terlebih dahulu data yang diperoleh dikumpulkan lalu digambarkan permasalahan yang dibahas lalu dianalisis lebih lanjut, kemudian ditarik kesimpulan.

3. Teknik Penulisan


(30)

berjudul Pedoman penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi)- yang disusun oleh Hamid Nasuhi, dkk. Terbitan CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2007.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis mengklasifikasi menjadi lima bab dan setiap bab dibagi menjadi beberapa sub-sub yang setiap sub saling berkaitan. Sistematika penulisan tersebut berikut ini :

Bab pertama pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi, pembatasan dan perumusan masalah, tinjauan pustaka, tujuan penelitian, metodologi penelitian, dan sistematikan penulisan.

Bab kedua berisikan tinjauan umum tentang Marah. Meliputi pengertian Marah, Pemicu Kemarahan, Ekspresi Marah, dan Penanggulangan Gejolak Marah dalam Ilmu Psikologi

Bab ketiga berisi kegiatan penelitian sanad hadis. Yang terdiri dari, Kriteria Keshahihan Sanad Hadis, Kegiatan Takhrij Hadis, Kegiatan I’tibar, dan Penelitian Sanad

Bab keempat berisikan kegiatan penelitian matan hadis. Yang terdiri dari, Meneliti Matan dengan Melihat Kualitas Sanad, Meneliti Matan yang Semakna, Meneliti Kandungan Matan Hadis, dan Memahami Matan Hadis dengan Pendekatan Ilmu Psikologi


(31)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG MARAH

A. Pengertian Marah

Marah dalam bahasa Arab yaitu Gha฀ab. Kata Gha฀ab berasal dari akar kata Gha฀iba – Yagh฀abu – Gha฀aban berarti marah.1 Marah berarti gusar, jengkel, muak dan sangat tidak senang karena diri diperlakukan tidak sepantasnya. Marah-marah sebagai kata kerja yang berarti berkali-kali marah ; mengeluarkan kata-kata atau menunjukan sikap sebagai pelampiasan marah.2

Menurut istilah, marah berarti perubahan internal atau emosional yang menimbulkan penyerangan dan penyiksaan guna mengobati apa yang ada di dalam hati.3 Jadi, marah setiap orang adalah keadaan jiwanya, yang tampak secara nyata pada perubahan jasmaninya.

Beberapa perspektif lain tentang definisi marah diantaranya: Menurut DR. Sarlito Wirawan Sarwono, “Marah adalah emosi yang timbul terhadap suatu yang menjengkelkan.”4 Imam Ghazali menerangkan bahwa marah bagaikan nyala api yang menyala berkobar-kobar, menyerang bergerak dan bergejolak dalam hati manusia.5

Rochelle Semmel Albin, menjelaskan bahwa “Rasa marah menunjukkan bahwa perasaan kita sudah tersinggung oleh seseorang, atau sesuatu sudah tidak

1

Ahmad Warson Munawir. Al-Munawwar Kamus Arab – Indonesia (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 1008

2

EM Zul Fajri dan Ratu Aprilia Sanjaya. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (T.tp.: Difa Publisher, t.t.), h. 550

3

Yadi Purwanto, dan Rachmat Mulyono. Psikologi Marah Perspektif Psikologi Islami

(PT. Refika Aditama : Bandung, 2006), h. 7

4

Sarlito Wirawan Sarwono. Pengantar Umum Psikologi (Jakarta: Bulan Bintang, 2000), Cet. VIII. h. 53

5

Im฀m Ab฀ H฀mid Mu฀ammad bin Mu฀ammad al-Ghaz฀li. I฀ya’ ‘Ul฀muddin


(32)

baik. Misalnya, seorang akan marah apabila tidak jadi dipromosikan ke jabatan lebih tinggi karena jabatan itu diberikan kepada orang lain.”6 Dalam hal ini marah sebagai suatu emosi yang disebabkan karena seseorang menghadapi suatu keadaan yang tidak disukainya, atau bertentangan dengan kemauannya.

Abdul Rahman Shaleh, menyatakan bahwa “Sumber utama dari kemarahan adalah hal-hal yang mengganggu aktivitas untuk mencapai tujuannya.”7

Tristiadi Ardi Ardani sedikit menambahkan atas perspektif sebelumnya bahwa “Marah merupakan suatu emosi yang membantu manusia dalam menjaga dirinya. Pada waktu seseorang sedang marah, energinya guna melakukan upaya fisik yang keras semakin meningkat. Hal ini memungkinkannya untuk mempertahankan diri atau menaklukan segala hambatan yang menghadang dalam upaya mencapai tujuannya. Terkadang penyaluran emosi marah ini bisa berupa memusuhi hal-hal yang menghambat pencapaian tujuannya. Namun ada kalanya dengan pengalihan atau meluapkan pada hal lain yang tidak berhubungan dengan tujuannya atau penyebab marahnya. Emosi marah ini bisa membuat macetnya kemampuan berpikir yang sehat.”8

Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa marah adalah bentuk ekspresi manusia untuk melampiaskan ketidakpuasan, kekecewaan atau kesalahannya ketika terjadi gejolak emosional yang tidak terkendalikan. Dalam hal ini terdapat dua kategori marah, yaitu marah yang bersifat positif dan marah yang bersifat negatif. Marah yang bersifat positif ialah marah yang terkendalikan

6

Rochelle Semmel Albin. Emosi Bagaimana mengenal, menerima dan mengarahkannya.

Penerjemah Sr. M. Brigid, OSF (Yogyakarta: Kanisius, 1986), h. 50

7

Abdul Rahman Shaleh. Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam (Jakarta: Kencana, 2008), Cet. III. h. 176

8

Tristriadi Ardi Ardani. Psikiatri Islam (Yogyakarta: UIN Malang Press, 2008), Cet. I. h. 124


(33)

akal sehat dan marah yang bersifat negatif ialah marah yang tidak terkendalikan akal sehat.

Marah merupakan bagian dari emosi dasar manusia. Term emosi dalam pemakaian sehari-hari sangat berbeda dengan pengertian emosi dalam psikologi. Emosi dalam pemakaian sehari-hari mengacu kepada ketegangan yang terjadi pada individu akibat dari tingkat kemarahan yang tinggi. Seorang yang membanting gelas karena merasa harga dirinya dilecehkan orang lain, dengan mudah dikategorikan sedang dalam keadaan emosi. Dengan kata lain, orang yang berubah nada suara, raut muka, atau tingkah lakkunya karena marah, biasanya diperingatkan agar jangan bertindak emosional. Ungkapan semacam itu jarang muncul pada peristiwa-peristiwa seperti kaget, ketakutan, senang, atau karena suatu yang menjijikan, kendati semua peristiwa tersebut masuk dalam kategori emosi. Karena emosi lazim dipahami oleh masyarakat sebagai ekspresi marah.9

Dari segi etimologi, emosi berasal dari akar kata bahasa Latin ‘movere’ yang berarti ‘menggerakan, bergerak.’ Kemudian ditambahkan dengan awalan ‘e-‘ untuk memberi arti ‘e-‘bergerak menjauh.’10 Emosi adalah suatu perasaan dan pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak.11

Oleh karena itu yang dimaksud dengan emosi di sini bukan terbatas pada emosi atau perasaan marah saja, tetapi meliputi setiap keadaan pada diri seseorang

9

M.Darwis Hude. Emosi Penjelajahan Religio Psikologis tentang Emosi Manusia di dalam Alquran (T.tp.: Erlangga. 2006), h. 15

10

M.Darwis Hude. Emosi Penjelajahan Religio Psikologis tentang Emosi Manusia di dalam Alquran (T.tp.: Erlangga. 2006), h. 16

11

Agus Efendi. Revolusi Kecerdasan Abad 21 Kritik MI, EI, SQ, AQ & Successful intelligence atas IQ (Bandung: Alfabeta, 2005), Cet. I. h. 176


(34)

yang disertai dengan perasaan senang atau tidak senang, baik pada tingkatan yang lemah atau dangkal maupun pada tingkatan kuat atau mendalam.

Agar lebih jelas, di bawah ini merupakan jenis-jenis emosi. Seperti ditunjukan oleh Daniel Goleman yang mempunyai daftar emosi telatif lengkap, daftar emosi tersebut sebagai berikut :

Amarah (Anger) : beringas (fury), mengamuk (ourage), benci (resentment), marah besar (wrath), jengkel (exasperation), kesal hati (indigination), terganggu (vexation), rasa pahit (acrimony), berang (animosity), tersinggung (annoyance), bermusuhan (irritability), kekerasan (hostility), kebencian patologis (violence).

Kesedihan (Sadness) : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihani diri, kesepian, ditolak, putus asa, depresi berat.

Rasa takut (Fear) : cemas, takut, gugup, kawatir, waswas, perasaan takut sekali, waspada, sedih, tidak tenang, ngeri, takut sekali, sampai dengan paling parah, fobia, dan panic.

Kenikmatan (Enjoyment) : bahagia, gembira, ringan, puas, riang, senang, terhibur, bangga, kenikmatan indrawi, takjub rasa terpesona, rasa puas, rasa terpenuhi, kegirangan luar biasa, senang, sengan sekali, hingga yang paling ekstrem, mania.

Cinta (love) : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran, kasih.

Terkejut (Surprise) : terkejut, terpana. Dan Jengkel (Disgust) : hina, jijik, muak, benci, tidak suka, mau muntah, tidak enak perasaan.


(35)

Malu (Shame) : rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal, aib, hati hancur lebur, perasaan sedih atau dosa yang mendalam.12

B. Pemicu Kemarahan

Kemarahan merupakan suatu gejolak kehidupan. Jika seorang naik darah atau berbuat kekeliruan, pekerkjaan dan kegiatan mungkin terganggu, suasana kerja yang menyebalkan. Demikianlah kehidupan. Namun, jika episode-episode kemarahan ini mulai sering terjadi dan memakan waktu lebih lama, hal itu tak bisa lagi dipandang sekedar gejolak hidup biasa. Kemarahan sebagai pengganggu rutin dapat sangat melelahkan dan merampas kenyamanan hingga perlu mengadakan perubahan.13 Untuk menghindari gangguan itu, Rasulullah SAW berwasiat kepada seorang sahabat agar dapat menghindari hal-hal yang dapat memicu kemarahan.

َﻋ

ْﻦ

َاِﺑ

ْﻲ

ُھ

َﺮ

ْﯾ

َﺮ

َة

َر

ِﺿ

َﻲ

ُﷲا

َﻋ

ْﻨ

ُﮫ

َا

ﱠن

َر

ُﺟ

َﻗ َﻼ

َلﺎ

ِﻟ

ﱠﻨﻠ

ِﺒ

َﺻ ﱢﻲ

ﱠﻠ

ُﷲا ﻰ

َﻋ

َﻠْﯿ

ِﮫ

َو

َﺳ

ﱠﻠَﻢ

ﻰِﻨِﺻْوَأ :

َﻗ ،

َلﺎ

َﻟ :

َﺗْﻐ

َﻀ

ْﺐ

َﻓ .

َﺮ

ﱠد

ِﻣ

َﺮ

َﻗ ،اًرا

َلﺎ

َﻟ :

َﺗ ﺎ

ْﻐ

َﻀ

ْﺐ

Dari Abu Hurairah RA. “Seseorang berkata kepada Nabi SAW, ‘Berwasiatlah kepadaku’. Beliau bersabda. ‘Jangan marah’ orang itu mengulanginya beberapa kali dan beliau bersabda, ‘Jangan marah’.”14

Emosi marah bukan hal yang dilarang, karena ia merupakan naluri yang tidak hilang dari tabi’at seseorang. maksud kata larangan di atas adalah sesuatu usaha untuk mengendalikannhya dengan latihan. Seperti pendapat Al-Khaththabi, “makna sabda Nabi SAW ‘Jangan marah’ adalah jauhi sebab-sebab yang

12

Agus Efendi. Revolusi Kecerdasan Abad 21 Kritik MI, EI, SQ, AQ & Successful intelligence atas IQ (Bandung: Alfabeta, 2005), Cet. I. h. 177

13

W. Robert Nay, Ph.D. Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h. 43

14

Al-H฀fi฀ Ibnu Hajar al-Asqal฀n฀. Fathul Bari Syarah Shahih Al-Bukhari.


(36)

menimbulkan kemarahan dan jangan mendekati hal-hal yang mengarah kepadanya.”15

Oleh karena itu, seorang perlu terlebih dahulu mengenali hal-hal yang dapat menyebabkan kemarahan. Secara garis besar sebab yang menimbulkan marah itu terdiri dari faktor fisik dan faktor psikis.16

A. Faktor Fisik

Faktor fisik antara lain: kelelahan yang berlebihan, zat-zat tertentu yang menyebabkan marah, hormon kelamin pun dapat mempengaruhi kemarahan seperti pada saat wanita sedang menstruasi. Berikut ini dampak-dampak lain yang dapat ditimbulkan oleh lima faktor terhadap ketahanan emosi.17

1. Tidur

Tidur yang cukup memulihkan kemampuan seorang untuk berfikir jernih dan bersikap tenang. Kurang tidur cenderung membuat orang lebih mudah jengkel dan labil emosinya. Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa orang dewasa rata-rata butuh tidur minimal delapan jam sehari. Sementara remaja butuh lebih banyak lagi. Kurang olah raga, jadwal tidur yang tidak teratur, stress yang tidak tertangani, obat-obatan tertentu, penggunaan alkohol yang berlebihan, masalah-masalah kesehatan seperti kelainan tidur (sleep apnea), dan kebiasaan tidur yang buruk termasuk di antara faktor yang mengganggu tercapainya tidur yang nyenyak di malam hari.

15

Al-H฀fi฀ Ibnu Hajar al-Asqal฀n฀. Fathul Bari Syarah Shahih Al-Bukhari.

Penerjemah Amiruddin (Jakarta : Pustaka Azzam, 2008), Jilid 29. h.400

16

Yadi Purwanto, dan Rachmat Mulyono. Psikologi Marah Perspektif Psikologi Islami

(Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), h. 18

17

W. Robert Nay, Ph.D. Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h. 134


(37)

2. Stres

Dengan tingkatan stress yang tinggi, seorang akan cenderung menjadi lebih mudah jengkel dan memiliki daya tahan emosi yang lebih rendah. Tugas yang terlalu banyak, tenggang waktu yang tidak realistis, perubahan hidup yang signifikan, ketidakpastian, kecemesan, dan daya kendali yang rendah akan meningkatkan ketegangan, mendorong seorang semakin dekat ke zona berbahaya ketika pemicu amarah yang tak terduga muncul.

3. Bahan-Bahan Kimia

Alkohol, kafein, dan bahan-bahan kimia lain yang masuk ke tubuh, bisa memperhebat emosi secara dramatis. Tidak seperti slogan yang umum diketahui, alkohol tidak serta-merta membuat konsumen merasa gembira dan rileks. Jika seorang dari awal sudah merasa kesal, sedih atau gelisah, alkohol cendrung akan memperhebat perasaan tersebut, karena bahan ini menekan pusat dalam otak yang sedianya memungkinkan seorang mengendalikan emosi. Kafein memperbesar tingkat ketegangan dan dapat memperhebat rasa jengkel dan stress. Banyak pula obat-obatan terlarang yang melemahkan kemampuan seorang untuk berfikir jernih, meningkatkan emosi, dan secara khusus terkait dengan sikap-sikap agresif. Jadi adalah penting untuk meneliti efek samping sebelum mengonsumsi bahan makanan dan obat-obatan yang mengandung bahan kimia.

4. Makanan

Nutrisi yang cukup dan memadai adalah keharusan untuk mempertahankan fleksibilitas dan memperkecil intensitas emosi. Ketika seorang lupa sarapan atau makan siang misalnya, maka level gula darah akan menurun tajam. Begitupun sebaliknya, mengonsumsi gula yang terlalu tinggi atau junk food dapat


(38)

meningkatkan kecenderungan naik-turunnya suasana hati yang bisa mempengaruhi kemampuan menghadapi pemicu amarah berikutnya secara konsisten. Akibatnya seorang menjadi lebih mudah marah dan letih, dan kemampuan untuk berpikir jernih menurun. Menyantap makanan yang seimbang dan memastikan memperoleh vitamin dan mineral yang penting, akan meningkatkan daya tahan emosi dalam mengahapi apa pun yang muncul.

5. Penyakit

Ketika seorang terserang penyakit atau merasakan sakit, daya fleksibilitas menurun. Saat sakit kepala, sakit perut, atau penderitaan kala terserang pilek atau flu berat, sumber daya dalam diri kita terfokus kepada penyembuhan. Sebagai akibatnya energi yang tersisa untuk menghadapi kejadian-kejadian yang menyesakan dada menjadi kecil. Kondisi tersebut dapat mengacaukan kosentrasi seorang untuk dapat sepenuhnya terfokus pada aspek-aspek penting dari suatu situasi yang bisa menyulut kemarahan.

B. Faktor Psikis

Faktor psikis yang menimbulkan marah adalah erat kaitannya dengan kepribadian seseorang. terutama sekali menyangkut apa yang disebut “self concept yang salah” yaitu anggapan seseorang terhadap dirinya yang salah. Self concept yang salah manghasilkan pribadi yang tidak seimbang. Karena seseorang akan menilai dirinya sangat berlainan sekali dengan kenyataan yang ada. Self concept yang salah terdapat tiga bagian yaitu:18

1. Rasa rendah diri, yaitu menilai dirinya sendiri lebih rendah dari yang sebenarnya. Orang semacam ini mudah sekali tersinggung karena segala

18

Yadi Purwanto dan Rachmat Mulyono. Psikologi Marah Perspektif Psikologi Islami


(39)

sesuatu dinilai sebagai yang merendahkannya, akibatnya wajar. Ia mudah sekali marah.

2. Sombong, yaitu menilai dirinya sendiri lebih dari kenyataan yang sebenarnya. Jadi merupakan sifat kebalikan sifat dari rasa rendah diri. Orang yang sombong terlalu menuntut banyak pujian bagi dirinya. Jika yang diharapkan tidak terpenuhi, ia wajar sekali marahnya.

3. Egoistis atau terlalu mementingkan diri sendiri, yang menilai dirinya sangat penting melebihi kenyataan. Orang yang bersifat demikian akan mudah marah karena selalu terbentur pada pergaulan sosial yang bersifat apatis (masa bodoh), sehingga orang yang egoistis tersebut merasa tidak diperlakukan dengan semestinya dalam pergaulan sosial.

C. Ekspresi Marah

Sebenarnya marah adalah suatu emosi penting yang memberi tahu bahwa seorang perlu menyelesaikan suatu masalah. Menurut Triantoro Safari dan Nofrans Eka Saputra dengan mengutip Greenberg dan Watson, 2002, bahwa “Emosi marah bisa bersifat protektif, konstruktif, tetapi dapat juga bisa menjadi destruktif.”19

Sayangnya emosi marah pada perakteknya tidak dimanfaatkan sebagai resolusi masalah. Hal ini dikarenakan ketidak sadaran untuk melihat bahwa marah atau cara seorang mengekspresikan kemarahan itu sendiri telah menjadi sebuah masalah. Sesungguhnya kemarahan menjadi masalah jika memiliki dampak

19

Triantoro Safari dan Nofrans Eka Saputra. Manajemen Emosi Sebuah Panduan Cerdas Bagaimana Mengelola Emosi Positif dalam Hidup Anda (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2009), Cet. I. h.73


(40)

tertentu bagi diri yang bersangkutan dan kehidupannya.20 Dampak marah tersebut dapat dilihat jika kemarahan berdampak buruk terhadap orang lain, mempengaruhi efisiensi dan performa peribadi, dan memperngaruhi kualitas kesehatan21.

Para ilmuan sepakat bahwa budaya menentukan penyebab munculnya emosi pada seseorang. Seperti pada perasaan marah merupakan emosi universal, namun cara pengekspresian rasa marah pada satu budaya akan berbeda dengan cara pengekspresian rasa marah pada budaya lainnya, entah itu terasa baik atau buruk, mengerikan atau menakjubkan, berguna atau destruktif.22 Begitupun kemampuan untuk merasa jijik berlaku universal, namun penyebab timbulnya rasa jijik akan mengalami perubahan sejalan dengan tahapan perkembangan, dan penyebab rasa jijik juga berbeda-beda pada tiap budaya. Pada beberapa budaya, orang merasa jijik terhadap ulat (yang dianggap ahli botani sebagai hewan yang cantik, dan dianggap sebagai santapan yang lezat oleh suku Dani di Papua).23

Beberapa karakteristik dalam ekspresi kemarahan atau dikenal dengan istilah wajah-wajah kemarahan oleh W.Robert Nay, PH.D, di antaranya berikut ini:24

20

W. Robert Nay, Ph.D. Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h. 38-39

21

W. Robert Nay, Ph.D. Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h.39-42

22

Carole Wade dan Carol Tavis. Psychology, 9th Edition. Penerjema Padang Mursalin dan Dinastuti (Jakarta: Erlangga, 2007), Jilid 2. h. 129

23

Carole Wade dan Carol Tavis. Psychology, 9th Edition. Penerjemah Padang Mursalin dan Dinastuti(Jakarta: Erlangga, 2007), Jilid 2. h. 130

24

W. Robert Nay, Ph.D. Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h. 69s


(41)

1. Pasif-Agresif

Pasif-Agresif yaitu menahan pujian, perhatian, atau kepedulian. Mungkin, “melupakan” atau tidak menaati komitmen. Menjaga jarak ketika marah. Atau melakukan sesuatu yang diketahui dapat membuat kesal orang lain.

2. Sarkasme

Sarkasme yaitu melontarkan “banyolan” atau sindirian yang menyakitkan orang lain. Membuka aib seseorang dihadapan orang lain atau mempermalukannya di depan umum. Mengeraskan suara dan sikap yang dapat membuat orang muak atau tidak senang.

3. Kemarahan dingin

Kemarahan dingin yaitu menjauhkan diri dari orang lain selama beberapa waktu. Menjaga jarak. Menolak menunjukan apa yang menjadi masalah. Cenderung menghindari pembicaraan emosional ketika marah.

4. Permusuhan

Permusuhan yaitu menunjukan suatu gejolak perasaan, meninggikan volume suara, seperti lebih tertekan. Berlaku seolah-olah diburu waktu. Secara jelas menunjukan tanda-tanda frustasi dan kekesalan terhadap orang lain yang lamban atau tidak memenuhi ekspektasi kompetensi dan kinerja yang tinggi.

5. Agresif

Agresif yaitu suara yang meninggi, melontarkan kata-kata keras dan atau menghina. Kutukan, sumpah serapah, dan tuduhan. Memiliki pikiran atau gambaran mental untuk menyakiti orang lain. Menumpahkan kemarahan dengan menyentuh, mendorong atau menendang, atau memukul.


(42)

D. Penanggulangan Gejolak Marah dalam Ilmu Psikologi

Jika seorang pernah diminta untuk santai, tenang, atau sabar ketika gejolak amarah sedang memuncak. Permintaan-permintaan seperti di atas hanya sedikit ucapan menimbulkan efek yang jauh berbeda dari yang diharapkan, bahkan sering kali justru memperburuk keadaan. Setidaknya, ucapan semacam itu tidak memiliki pengaruh apa pun terhadap gejolak yang tengah dirasakan. Berpindah ke posisi tenang begitu gejolak muncul bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan, karena itu akan menentang seluruh respons fisiologi yang mempersenjatai seorang sejak lahir.

Marah merupakan emosi dasar manusia yang tak terelakan. Ketika emosi marah menguasai manusia, kamampuan untuk berpikir jernih tidak dapat bekerja dengan baik. Terkadang muncul darinya beberapa tindakan atau perkataan permusuhan yang kemudian akan disesalinya manakala marahnya mereda.25 Pada saat emosi marah meluap, pentinglah bagi seseorang untuk menahan serta mengendalikan diri guna mengindari hal tersebut. Oleh karena itu, perlu metode-metode untuk meredakan amarah dan kembali pada kondisi tenang dan rasional ketika menemukan tanda-tanda mulai merasa marah dan kemarahan itu memuncak melampaui kendali. Menurut W.Robert Nay. Ph.D ada beberapa langkah dalam meredakan gejolak amarah yaitu:26

25

Muhammad Utsman Najati. Psikologi Dalam Al-Quran Terapi Qurani dalam Penyembuhan Gangguan Kejiwaan. Penerjemah M. Zaka Al-Farisi (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2005), Cet. I. h. 119

26

W. Robert Nay, Ph.D. Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h. 156-174


(43)

1. Napas Kehidupan: Pernapasan Diafragmatis untuk Mengelola Gejolak

Perubahan cara bernafas ini, yang disebut oleh Robert Nay sebagai “pernapasan sinyal”, tidak hanya segera meredakan gejolak hingga ke skala kemarahan yang lebih rendah, akan tetapi juga berguna untuk mengelola stres sehari-hari, faktor yang memperhebat kemarahan. Ketika seorang tengah marah jantung cenderung berdetak lebih cepat dari pada biasanya, maka dengan melambatkan tingkat pernapasan akan membawa pada kondisi detak jantung jauh lebih rileks dari sebelumnya.

2. Menegangkan Otot Tubuh Agar Menjadi Rileks

Relaksasi adalah salah satu teknik terapi perilaku. Kebanyakan masyarakat, relaksasi diartikan sebagai pertisipasi dalam aktivitas olah raga, melihat TV, dan rekreasi. Dipilihnya terapi relaksasi sebagai salah satu terapi mengendalikan amarah, karena terapi ini efektif.27 Ketika seorang stres atau marah, otot-otot bersiap untuk “bertarung atau mundur” dengan menegang, berancang-ancang untuk beraksi. Dr. Edmund Jacobson, seorang psikolog di tahun 1920-an yang dikutip oleh Robert Nay dalam bukunya menemukan bahwa respon relaksasi yang mendalam bisa dicapai dengan mengajarkan pasien membedakan antara ketegangan dengan relaksasi. Pendekatannya sangat sederhana. pasien diperintahkan untuk menegangkan serangkaian kelompok otot, masing-masing kurang lebih selama sepuluh sampai dua belas detik. Biasanya di mulai dengan tangan dan jari-jari tangan dengan berkosentrasi pada apa yang dirasakan otot-otot itu. Kemudian penegangan itu dikendurkan dan pasien memfokuskan perhatian pada sensasi internal yang berhubungan dengan relaksasi. Pelemasan ini

27

Yadi Purwanto dan Rachmat Mulyono, Psikologi Marah Perspektif Psikologi Islami


(44)

membantu meredakan gejolak kemarahan. Keadaan ini akan diperoleh setelah melakukan langkah-langkah berikut sebanyak tiga atau empat kali:

a. Mengepalkan tangan sambil mengangkat dan mengencangkan bahu sekuat mungkin

b. Menekankan bagian atas lengannya ke kedua sisi dadanya sambil mengencangkan hingga pektoralnya (otot-otot dadanya) kaku.

c. Memasukan otot-otot perutnya

d. Mengernyitkan atau mengkerutkan wajah dan mencoba mengencangkan otot-otot wajah sebanyak mungkin

3. Ucapan Otogenik: Menyatakan Niat

Relaksasi otogenik memanfaatkan kekuatan sugesti. Jika seorang mulai memfokuskan kewaspadaan pada salah satu bagian tubuh anda, nyatakanlah dalam benak berulang kali bagaimana yang dirasakan bagian tubuh itu ketika telah sepenuhnya rileks. Relaksasi otogenik, “oto” berarti sendiri dan “genik” berarti berubah, dari bahasa latin sangat mudah dipelajari dan terdiri dari dua hal:

a. Fokuskan perhatian sepenuhnya pada tiap bagian tubuh ketika menyatakan suatu ucapan dalam kepala yang menggambarkan apa yang dirasakan bagian tubuh berdasarkan pengalaman rileks sebelumnya. Misalnya, kata “lancar dan sejuk” atau “hangat dan lemas”.

b. Ulangi ucapan itu empat kali, nyatakan dengan lembut dan perlahan serta hubungkan dengan menarik napas penuh secara perlahan-lahan hembuskan sambil menyatakan kalimat tersebut.


(45)

4. Khayalan: Membuka Jendela Mental Menuju Realitas yang Lebih Damai Betapa imajinasi bisa sangat jelas. Mimpi terasa sangat nyata ketika seorang baru saja terbangun, dengan mengulang peristiwa dalam pikiran membangkitkan indra pengelihatan, penciuman, dan pendengaran seperti ketika pertama kali merasakannya.

Memanfaatkan kemampuan untuk membuat bayangan itu nyata agar gejolak kemarahan bisa diredakan. Membayangkan sebuah situasi secara jelas dapat merangsang emosi-emosi yang serupa dengan apa yang benar-benar dialami. Itulah sebabnya mengapa dengan hanya membayang-bayangkan pengalaman yang memancing bisa memperpanjang rasa marah hingga berjam-jam atau bahkan berhari-hari setelah kejadian sesungguhnya. Hendaknya sebaliknya, membangkitkan bayangan yang positif bisa menjadi fondasi untuk bereaksi terhadap sesuatu yang memicu kemarahan dengan sikap baru yang tenang.

5. Pengalihan yang Dapat Membantu

Hampir semua strategi yang manjur untuk mengalihkan fokus perhatian pada sesuatu yang lebih netral, menonton atau menyibukan pikiran bisa bermanfaat untuk melemahkan gejolak kemarahan. Pertimbangkanlah sejumlah kemungkinan-kemungkinan yang mungkin bermanfaat ketika strategi-strategi perbedaan kemarahan lainnya kurang berhasil menyejukan hati.

a. Berlahan lakukanlah hitungan mundur dari sepuluh hingga satu seraya melepaskan ketegangan dan menghembuskan napas relaksasi yang dalam.


(46)

b. Bacalah sebuah puisi, dengarkan bagian refain lagu kesukaan, atau bacalah suatu kalimat yang memiliki makna spiritual misalnya sebuah ayat Quran, Injil, atau Taurat.

c. Berkosentrasilah pada sesuatu yang menyibukan pikiran, misalnya mencoba mengingat daftar belanjaan, perencanaan pesta.

Oleh sebab itu, ketika sensasi-sensasi tubuh akibat kemarahan yang meningkat memberi sinyal bahwa seorang perlu meredakan gejolak tersebut. seorang bisa berhenti beraksi secara lisan belajar berpaling dengan duduk atau berbaring sejenak untuk meraih kendali. Seperti yang dilakukan Todd, misalnya, tidak bisa begitu saja meninggalkan tempat karena dia adalah orang penting di rapat bisnis. Saat lainnya berbicara, dia bisa mencoba duduk, bersandar, mengendurkan otot-ototnya, dan melakukan pernapasan relaksasi, sambil mengulang pikiran yang menenangkan setiap kali menarik napas seperti yang digambarkan sebelumnya.28 Sebab sensor-sensor proprioseptif dalam tubuh mengirimkan sinyal posisi yang lebih rileks ini ke otak, dan tak lama kemudian ketegangan menyurut. Selain itu, duduk akan memperkecil kemungkinan berkembangnya amarah menjadi agresi, dan orang lain akan merasa tidak terlalu terancam. Sebaliknya, berdiri dan bergerak kesana kemari memberi sinyal ke otak untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan level gejolak amarah.29

28

W. Robert Nay, Ph.D. Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h.151

29

W. Robert Nay, Ph.D. Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h. 175-176


(47)

BAB III

KEGIATAN PENELITIAN SANAD HADIS

A. Kriteria Keshahihan Sanad Hadis

Sanad1 hadis dapat dikatakan shahih jika telah sepenuhnya memenuhi standar kriteria keshahihan sanad hadis yang telah ditetapkan. Dalam hal ini Ibn Shalah telah menetapkan 4 standar keshahihan sanad hadis,2 yatiu:

1. Sanad hadis bersambung, yang dimaksud sanad bersambung ialah tiap-tiap periwayat dalam sanad hadis menerima riwayat hadis dari periwayat terdekat sebelumnya, keadaan itu berlangsung demikian sampai akhir sanad dari hadis tertentu. Jadi, seluruh rangkaian sanad mulai dari periwayat yang disandari oleh mukharij3 sampai pada Raulullah SAW bersambung periwayatannya.4

2. Diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqat5 (‘฀dil lagi ฀฀bi฀)

3. Tidak mengandung Sy฀dz, yang dimaksud sy฀dz adalah penyimpanagan oleh perawi tsiqat terhadap orang yang lebih kuat darinya.

1

Sanad menurut bahasa adalah sesuatu yang dipengangi (al-Mu’tamad). Disebut demikian, karena matan bersandar dan berpegang kepada sanad. Sendangkan menurut istilah,

sanad adalah rangkaian para perawi yang menghubungkan pada matan. Lihat. Mahmud Tahhan,

Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis, Penerjemah Ridlwan Nasir (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995), Cet. I. h. 98

2

Muhammad ‘Ajaj Al-Khatib, Ushul Al-Hadits Pokok-Pokok Ilmu Hadis. Penerjemah Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq(Jakarta: Gaya Media Pertama, 1998), Cet. I. h. 276-277

3

Mukharij maksudnya ialah seorang yang menghimpun riwayat hadis dalam karya tulisnya.

4

M.Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis Telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), Cet. 3. h. 131

5

Yang dimaksud Tsiqat adalah perawi hadis yang berstatus ‘฀dil dan ฀฀bi฀. ฀dil

adalah orang yang lurus agamanya, baik pekertinya dan bebas dari kefasikan dan hal-hal yang menjatuhkan keperwiraannya. Adapun ฀฀bi฀ adalah orang yang benar-benar sadar ketika menerima hadis, paham ketika mendengar dan menghafalnya sejak menerima hingga menyampaikannya. Lihat. Muhammad ‘Ajaj Al-Khatib, Ushul Al-Hadits Pokok-Pokok Ilmu Hadis.

Penerjemah Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq(Jakarta: Gaya Media Pertama, 1998), Cet. I. h. 276


(48)

4. Tidak mengandung ‘Illat, yang dimaksud ‘illat yakniseperti memursalkan yang maushul, memutasilkan yang munqati’ ataupun memarfu’kan yang mauquf.

B. Kegiatan Takhrij Hadis

Mengetahui masalah takhrij6 kaidah, dan metodenya adalah suatu yang sangat penting bagi orang yang memperlajari ilmu-ilmu syar’i, agar mampu melacak suatu hadis sampai pada sumber aslinya.7 Maka untuk mengetahui hal tersebut, dalam kegiatan takhrij hadis ini penulis mencoba menelusuri dengan dua metode. Pertama, metode penelusuran lafaz dengan merujuk kepada kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alf฀฀ al-Had฀ts al-Nabawiy. Kedua, metode awal matan dengan merujuk kepada kitab Maus฀’ah Al-A฀r฀f Had฀ts Nabawiy al-Syar฀f

Adapun informasi yang dihasilkan dari kamus al-Mu’jam al-Mufahras li Alf฀฀ al-Had฀ts al-Nabawiy8 malalui penelusuran kata "ﺐﻀﻏ"9 menunjukkan matan hadis yang dimaksud penulis terdapat di dalam kitab berikut ini:

6

Kata takhrij menurut arti bahasa ialah:

ﺪﺣاو ءﻲﺷ ﻲﻓ ﻦﯾدﺎﻀﺘﻣ ﻦﯾﺮﻣأ عﺎﻤﺘﺟا

Artinya: “Kumpulan dua perkara yang saling berlawanan dalam satu masalah” Sedangkan takhrij menurut istilah ialah:

ﺧأ ﻲﺘّﻟا ﺔّﯿﻠﺻﻻا هردﺎﺼﻣ ﻰﻓ ﺚﯾﺪﺤﻟا ﻊﺿﻮﻣ ﻰﻠﻋ ﺔﻟﻻّﺪﻟا ﺔﺟﺎﺤﻟا ﺪﻨﻋ ﮫﺘﺒﺗﺮﻣ ِنﺎﯿﺑ ﻢﺛ هﺪﻨﺴﺑ ﮫْﺘﺟﺮ

Artinya: “menunjukan tempat hadis pada sumber-sumber aslinya, di mana hadis tersebut telah diriwayatkan lengkap dengan sanadnya, kemudian menjelaskan derajatnya jika diperlukan. Menunjukan tempat hadis, berati menyebutkan kitab-kitab tempat hadis tersebut. misalnya, perkataan ﮫﺤﯿﺤﺻ ﻰﻓ ﱡيرﺎﺨﺒﻟا جﺮﺧأ maksudnya al-Bukhari telah mentakhrij dalam kitab Shahihnya. lebih lanjut, lihat. Mahmud Tahhan, Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis, Penerjemah Ridlwan Nasir (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995), Cet. I. h. 1-5

7

Mahmud Tahhan, Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis, Penerjemah Ridlwan Nasir (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995), Cet. I. h. 7

8

Wingsing, Al-Mu’jam Al-Mufahras li Alf฀฀ Al-Had฀ts Al-Nabawiy (Madinah Laidn: Maktabah Biril, 1936), Juz 4. h. 520

9

Hasil penelusuran dari kata ﺐﻀﻏ dalam kamus Al-Mu’jam Al-Mufahras li Alf฀฀ Al-Had฀ts menginformasikan bahwa hadis yang berbicara tentang penanggulangan marah cukup banyak. Diantaranya penanggulangan marah dengan cara duduk atau berbaring (Musnad Ahmad bin Hanbal, Juz 5. h. 152), dengan cara diam (Musnad Ahmad bin Hanbal, Juz 1. h. 239), dengan cara berwudu (Musnad Ahmad bin Hanbal, Juz 4. h. 236), perintah ‘janganlah marah’ (Shahih


(49)

ﻢﺣ : 5 / 152

Berdasarkan data dari kitab al-Mu’jam al-Mufahras, menunjukan bahwa hadis yang tengah dicari hanya ada satu riwayat hadis, yakni terletak dalam Musnad A฀mad bin Hanbal, Juz V, halaman 152.

Sedangkan data yang dihasilkan kamus Maus฀’ah Al-A฀r฀f10 yaitu malalui penelusuran awal matan "ﺲﻠﺠﯿﻠﻓ ﻢﺋﺎﻗ ﻮھو ﻢﻛﺪﺣأ ﺐﻀﻏ اذإ" menunjukan hasil sebagai berikut: -د : 4781 – ﻢﺣ : 5 / 152 – ﺔﻨﺳ 3/162 – ةﺎﻜﺸﻣ 5114 – قﺎﺤﺗا 8/23 – ﺐﺣ 1973 – ﺰﯿﺌﻛ 2/101 – ﺮﻋ 3/170 – ﻊﻤﺠﻣ 8/70

Berdasarkan data dari kitab Maus฀’ah Al-A฀r฀f ternyatamenunjukan ada sembilan kitab yang memuat riwayat hadis tersebut. Agar lebih jelas, penulis sertakan makna dari lambang-lambang11 tersebut di bawah ini:

Keterangan Lambang

Kitab SunanAb฀ D฀ud : hadis ke-4781 4781 :د

-Kitab Musnad A฀mad bin Hanbal, Juz V / halaman 152. 152 /5:ﻢﺣ

-kitab Syarh Al-Sunnah Lilbagaw฀, Juz 3 / halaman 162 3/162ﺔﻨﺳ

-Kitab Misyk฀h Al-Masab฀฀ Littabr฀z฀, hadis ke-5114 5114ةﺎﻜﺸﻣ

-Kitab Itti฀฀f Al-S฀dah Al-Muttaq฀n lizzab฀d฀, Juz 8 / h. 23

-ﺎﺤﺗا ف 8/23

Kitab Maw฀rid Al-Zam฀n Lilhaitsam฀, hadis ke-1973 1973ﺐﺣ

-Kitab Kanzu Al-‘Umm฀l Lilmuttaq฀ Al-Hind฀, Juz 2 / h. 2/101ﺰﯿﺌﻛ

Bukhari, kitab ฀dab hadis ke-76, Sunan Tirmizi, kitab Birr hadis ke-73, Muatha Malik, kitab

Husnual-Khuluqi hadis ke-11, Musnad Ahmad bin Hanbal, Juz 2 h. 175)

10

Ab฀ H฀jir Muhammad al-Sa’฀d bin Basy฀n฀ Zaglul. Mausu’ah A฀r฀f al- Had฀ts al-Nabawi al-Syar฀f (Beirut: D฀r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t), Juz 1. h. 356

11

Lihat. Ab฀ H฀jir Muhammad al-Sa’฀d bin Basy฀n฀ Zaglul. Mausu’ah A฀r฀f al- Had฀ts al-Nabawi al-Syar฀f (Beirut: D฀r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t), Juz 1. h. 16-21


(1)

berbaring, berwudu, diam, dan mandi. Dengan melakukan pilihan metode dari satu, dua atau lebih, seperti yang diperintahkan oleh Rasulullah saw, apabila seorang marah ketika berdiri maka hendaknya duduk, jika duduk tidak berhasil meredakan amarah maka hendaknya seorang memilih alternatif lain yaitu dengan cara berbaring. Hal ini merupakan pengalihan kosentrasi yang menjengkelkan pada kosentrasi atau aktivitas lain yang lebih rileks, sebab ‘duduk’ dan ‘berbaring; merupakan kegiatan yang dapat mengistirahatkan ketegangan-ketegangan otot serta meminimalisir gerakan yang dapat mencederai orang lain di saat gejolak kemarahan terjadi. Metode pengalihan ini telah diungkpakan pula oleh W.Robert Nay. Ph.D yaitu

“…Hampir semua strategi yang manjur untuk mengalihkan fokus perhatian pada sesuatu yang lebih netral, menonton atau menyibukan pikiran bisa bermanfaat untuk melemahkan gejolak kemarahan. Pertimbangkanlah sejumlah kemungkinan-kemungkinan yang mungkin bermanfaat ketika strategi-strategi peredaan kemarahan lainnya kurang berhasil menyejukan hati…”16

16

W. Robert Nay, Ph.D, Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali. Penerjemah Leinovar Bahfein (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), Cet. I. h. 156-174


(2)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melewati seperangkat metode dalam kritik sanad dan matan, dalam mengkaji hadis tentang “Penanggulangan Amarah Ketika Berdiri dengan Cara Duduk atau Berbaring” yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal. Penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:

1. Setelah dilakukan penelitian sanad hadis tentang “Penanggulangan Amarah Ketika Berdiri dengan Cara Duduk atau Berbaring” yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal melalui jalur Abu Mu’awiyah (w.195 H). Sanad hadis tersebut berkualitas Shahih.

2. Adapun dari segai matan dalam hadis tersebut telah memenuhi kriteria ke-shahih-an matan. Di sana tidak terdapat pertentangan dengan hadis-hadis Nabi lainnya atau dengan al-Qur’an. Sehingga matan hadis-hadis ini terhindar dari syudzudz (kejanggalan) dan ‘illat (cacat).

3. Sedangkan hasil kesimpulan terhadap analisis kandungan matan hadis adalah sebagai berikut :

Ketika pemahaman Hadis riwayat Ahmad bin Hanbal tentang “penanggulangan marah disaat berdiri dengan cara duduk” ini dikaitkan dengan ilmu psikologi tidaklah terdapat pertentangan. Bahkan berdiri dengan duduk memiliki korelasi sikologis cukup dekat. yaitu pada dasarnya emosi terlahir akibat beban yang berlebihan baik berasal dari luar maupun dalam diri sehingga terjadi ketegangan akal, akibatnya


(3)

dapat mengacaukan pikiran yang normal, hingga tercipta tindakan-tindakan negatif. Oleh karena itu, seorang harus bisa meredakan ketegangan akal. Salah satu cara efektif menghilangakan beban fisik atau ketegangan adalah dengan mengalihkan kepada aktivitas lain yang lebih rileks. Seperti duduk atau berbaring. Dengan demikian ketegangan otot akan teristirahatkan serta membuka kesempatan bekerjanya pikiran yang normal, sehingga kemarahan menajdi reda.

B. Saran-saran

Kedudukan hadis Nabi SAW sebagai sumber ajaran Islam kedua setelah al-Qur’an mempunyai peranan penting dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk itu penulis menghimbau sebagai berikut :

1. Diharapkan semua pihak di antaranya lembaga akademis, pemerintahan dan ulama setempat ikut berpartisipasi memberikan perhatian yang penuh terhadap pembinaan masyarakat untuk membekali pengetahuan tentang hadis. agar pengetahuan, pemahaman dan pengamalan hadis dimasyarakat dapat tersebar dengan baik,

2. Agar pembaca dapat menindak lanjuti penelitian kualitas sanad dan matan terhadap hadis-hadis tentang cara mengatasi marah lainnya. 3. Agar pembaca dapat mengkaji lebih dalam tentang pengaruh duduk atau

berbaring terhadap peredaan emosi marah

Akhirnya kepada Allah SWT. penulis berharap agar skripsi ini menjadi titik sumber pengetahuan dan inspirasi yang bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ab฀ D฀ud Sulaim฀n ibn Asy’asy Al-Sijist฀ni. Sunan Ab฀ D฀ud. T.tp.: Dar Al-Fikr, t.t.

Ab฀ H฀jir Mu฀ammad Al-Sa’฀d bin Basy฀ni Zaglul. Mausu’ah A฀r฀f Al

-H฀d฀ts Al-Nabawiy Al-Syar฀f. Beirut: D฀r Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, t.t.

al-‘Asqal฀n฀, A฀mad bin ‘Al฀ bin Hajar. Taqr฀b Al-Tahdz฀b. T.tp.: Penerbit D฀r Al-Asimah, t.t.

________, Fathul Bari Syarah Shahih Al-Bukhari. Penerjemah Amiruddin. Jakarta: Pustaka Azzam, 2008. Cet II.

A฀mad bin Hanbal. Musnad Al-Im฀m A฀mad bin Hanbal. Beirut: D฀r Al-Fikr, t.t.

Albin, Rochelle Semmel. Emosi Bagaimana mengenal, menerima dan mengarahkannya. Penerjemah M. Brigid. Yogyakarta: Kanisius, 1986. Ardani, Tristriadi Ardi. Psikiatri Islam. Yogyakarta: UIN Malang Press, 2008.

Cet. I.

Efendi, Agus. Revolusi Kecerdasan Abad 21 Kritik MI, EI, SQ, AQ & Successful intelligence atas IQ. Bandung: Alfabeta, 2005. Cet. I.

Fajri, EM Zul dan Sanjaya, Ratu Aprilia. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia.

T.tp.:Penerbit Difa Publisher, t.t.

al-Ghaz฀li, Ab฀ H฀mid Mu฀ammad bin Mu฀ammad. Ihy฀’ ‘Ul฀mudd฀n.

T.tp.: D฀r

Al-Diy฀ni Littir฀tsi, 1407 H/1987 M. Cet. I.

Hude, M. Darwis. Emosi Penjelajahan Religio Psikologis tentang Emosi Manusia di dalam Alquran. T.tp.:Erlangga, 2006.

Ibnu Hamzah Al-Husaini Al-Hanafi Ad-damsyiqi. Asbab Al-Wurud. Penerjemah Suwarta Wijaya dan Zafrullah Salim. Jakarta: Kalam Mulia, 2002. Cet. I. Imam Muslim bin Hajjaj. Kuna wa Al-Asma. T.tp.: T.pn., 1404 H/1984. Cet. I.

Jilid II.

Ismail, M. Syuhudi. Kaidah Kesahihan Sanad Hadis Telaah Kritis dan Tinjauan Dengan Pendekatan Ilmu Sejarah. Jakarta: Bulan Bintang, 2005. Cet. III. _______, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis. Jakarta: Bulan Bintang, 2005). Cet. III. _______, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual. Jakarta: Bulan Bintang,


(5)

_______, Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi. Jakarta: Intimedia dan Insan Cemerlang, t.t. Cet. I.

_______, Metodologi Penelitian Hadis Nabi. Jakarta: Bulan Bintang, 1992. Cet. I. al-Khatib, Muhammad Ajaj. Ushul Al-Hadits. Penerjemah Qodirun Nur dan

Ahmad Musyafiq, Jakarta: Gaya Media Pertama. 1998.

Maulana Muhammad Zakariya Al-Kanadi Halawi. Muatha M฀lik. Beirut: Dar Al-Fikr, 1394 H/1974 M. Cet. III.

Munawir, Ahmad Warson. Al-Munawwar Kamus Arab – Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.

al-Maraji, Jamaluddin Abi Al-Hajjaj Yusuf. Tahdz฀bu Al-Kam฀l f฀ Asm฀ Al -Rij฀l. T.tp.: Penerbit Muassasah Ar-Risalah, t.t.

Najati, Muhammad Usman. Al-Qur’an dan Psikologi. Jakarta: Aras Pustaka, 2003. Cet. III.

________, Psikologi Dalam Al-Quran Terapi Qurani dalam Penyembuhan Gangguan Kejiwaan. Penerjemah M.Zaka Al-Farisi. Bandung: CV. Pustaka Setia, 2005. Cet. I.

Nasuhi, Hamid. dkk. Pedoman penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi). Ciputat:CeQDA, 2007. Cet. II.

Nay, W.Robert, Mengelola Kemarahan Trampil Menangani Konflik, Melegakan Hubungan, dan Mengekspresikan Diri Tanpa Lepas Kendali.

Diterjemahkan oleh Leinovar Bahfein. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007. Cet. I.

Purwanto, Yadi dan Mulyono, Rachmat. Psikologi Marah Perspektif Psikologi Islami. Bandung: PT. Refika Aditama, 2006.

Qardhawi, Yusuf. Bagaimana Memahami Hadis Nabi SAW. penerjemah Muhammad Al-Baqir. Bandung: Karisma, 1993. Cet. I.

Rahman, Fatehur. Ikhtishar Mushthalahul Hadis. Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1981. Cet. III.

Safari, Triantoro dan Saputra, Nofrans Eka. Manajemen Emosi Sebuah Panduan Cerdas Bagaimana Mengelola Emosi Positif dalam Hidup Anda. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009. Cet. I.

Sarwono, Sarlito Wirawan. Pengantar Umum Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang, 2000. Cet. VIII.

Shihab, M.Quraisy. Tafsir Al-Mishbah (Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an).

Jakarta: Lentera Hati, 2002. Cet. I.

Shaleh, Abdul Rahman. Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam.


(6)

Tahhan, Mahmud. Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis. Penerjemah Ridlwan Nasir, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995. Cet. I.

Thalbah, Hisham. Kemukjizatan psikoterapi Islam Ensiklopedi Mukjizat Al-Quran dan Hadis. Bekasi: PT. Saptasentosa, 2008. Cet. I.

Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Jambatan, 1992.

Wade, Carole dan Tavis, Carol. Psychology, 9th Edition, Jilid 2. Penerjemah Padang Mursalin dan Dinastuti.Jakarta: Erlangga, 2007.

Wingsing, Al- Mu’jam al-Mufahras li Alf฀฀ al-Had฀ts al-Nabawiy. Madinah Laidn: Maktabah Biril, 1936.