Penelitian Sanad Hadis Ahmad bin Hanbal

C. Penelitian Sanad Hadis Ahmad bin Hanbal

Meneliti Sanad berarti mempelajari rangkaian para perawi dalam sanad dengan cara mengetahui biografi masing-masing perawi, kuat dan lemahnya dengan gambaran umum, dan sebab-bebab kuat dan lemah perawi secara terinci. 20 Seperti yang akan dijelaskan berikut ini. Setelah memperhatikan skema seluruh sanad di atas, terdapat dua mukharij yang mencantumkan hadis tersebut di dalam kitab karyanya, dua jalur sanad tersebut berakhir pada Abu Dzar Al-Ghifari. Dengan demikian, tampak jelas mulai dari periwayatan pertama sampai terakhir dapat diketahui bahwa periwayatan yang berstaus syahid 21 tidak ada, karena ternyata Abu Dzar merupakan satu-satunya sahabat yang meriwayatkan hadis yang tengah diteliti tersebut. maka sanad hadis tersebut termasuk Gharib 22 bagian dari hadis Ahad yang perlu diteliti keorsinilannya. 20 Mahmud Tahhan, Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis, penerjemah Ridlwan Nasir Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995, Cet. I. h. 97 21 Syahid ialah hadis yang periwayat di tingkat sahabat Nabi SAW terdiri dari lebih seorang. Lihat. M.Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis Telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah Jakarta: Bulan Bintang, 2005, Cet. III. h. 145 22 Hadis Gharib merupakan salah satu bagian hadis Ahad hadis yang diriwayatkan oleh satu orang. Gharib secara bahasa berarti yang jauh dari kekerabatan. Sedangkan hadis Gharib secara istilah ialah hadis yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi secara sendiri. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2005, Hal. 113 dan 115. ﲏﺛﺪﺣ ﺎﻨﺛﺪﺣ 213 H-290 H ﷲا ﺪﺒﻋ د ﻮﺑأ ا دو 164 H-241 H 213 H-290 H 202 H-275 H Kemudian lambang-lambang metode periwayatan yang terdapat dalam hadis tersebut di antaranya adalah ฀addatsana, ‘an, dan q฀la. itu menunjukan, terdapat perbedaan metode yang digunakan para periwayat dalam sanad hadis tersebut. Selanjutnya sanad yang akan diteliti adalah hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dengan alasan seperti yang telah diutarakan sebelumnya. Adapun Urutan nama periwayat hadis Ahmad bin Hanbal di atas adalah sebagai berikut: 1. Periwayat I : Ab ฀ Dzar al-Ghif฀ri 2. Periwayat II : Ab ฀ Aswad Al-฀i฀ly 3. Periwayat III : Ab ฀ Harb bin Ab฀ Al-Aswad 4. Periwayat IV : D ฀ud bin Ab฀ Hind 5. Periwayat V : Ab ฀ Mu’฀wiyah Mu฀ammad bin Khaz฀m 6. Periwayat VI : A ฀mad bin Hanbal Dalam kegiatan kritik sanad berikut ini akan diuraikan para perawi hadis dalam skema sanad hadis tersebut dari mukharij Abdullah bin Hanbal dan Ahmad bin Hanbal. 23 seterusnya hingga periwayat pertama :

1. Abdullah

Bernama lengkap ‘Abdullah bin A ฀mad bin Mu฀ammad bin Hanbal bin Hilali bin Asad al-Syaib ฀ni, Ab฀ ‘Abdirrahm฀n al-Baghd฀di. 24 Lahir pada tahun 213 H dan wafat pada hari Minggu pada akhir siang bulan Jumadil Akhir 23 Ahmad bin Hanbal selain sebagai periwayat hadis juga sebagai mukharij. Namun penghimpunan hadis-hadisnya tidak dilakukan sendiri, tetapi dengan cara memerintahkan putranya Abdullah bin Ahmad bin Hanbal untuk menulis kitabnya. Oleh sebab itulah penulis menetapkan Abdullah sebagai mukharij dalam jalur Ahmad bin Hanbal. 24 Jam ฀luddin Ab฀ Al-Hajjaj Y฀suf Al-Maraz฀, Tahdz฀b Al-Kam฀l f฀ Asm฀ Al- Rij ฀l T.tp.: Muassasah Al-Ris฀lah, t.t., Jilid 14. h. 285 tahun 290 H kemudian dimakamkan di makam “B ฀bu al-Tibani.” Sebagai penghormatan terakhir sebelum dimakamkan, anak saudaranya bernama Juhair bin Shaleh ikut menshalatkan zenajahnya. 25 Guru dan Murid : ‘Abdullah bin Hanbal menerima hadis kepada 94 guru. di antaranya : Ibr ฀h฀m Bin Ism฀’il bin Yahya bin Salamah bin Kuhail, Ibr฀h฀m bin Al-Hajj ฀j Al-Sy฀m฀, Ibr฀h฀m bin Al-Hasan Al-B฀hil฀ Al-Maqrai, A ฀mad bin Ibr฀h฀m Al-Dauraq฀, A฀mad bin Ibr฀h฀m Al-Mausl฀, A฀mad bin Mu ฀ammad bin Ayub Sh฀hib Al-Magh฀z฀, Ab฀hi A฀mad bin Mu ฀ammad bin Hanbal dan lain sebagainya. Adapun Murid-muridnya berjumlah 27 orang di antaranya : Al-Nas ฀’i, Ab฀ Bakar A฀mad bin Ja’far bin Hamdan bin M ฀lik Al-Qathi’i Ab฀ Husain A฀mad bin Ja’far bin Mu฀ammad bin ‘Ubaidillah Ibnu Al-Mun ฀di, A฀mad bin Salman dan seterusnya. 26 Komentar ulama kritikus hadis terhadapnya 27 sebagai berikut: 1. Ibr ฀h฀m bin Mu฀ammad bin Basyar berkata: qad wa’฀ ‘ilman kats ฀ran 28 2. Al-Q ฀d฀ Ab฀ Ya’la bin Farra’i berkata: ‘Abdullah ma฀฀฀฀ min Ilmi al- ฀adits aw min hif฀ al-had฀ts 29 25 Jam ฀luddin Ab฀ Al-Hajjaj Y฀suf Al-Maraz฀, Tahdz฀b Al-Kam฀l f฀ Asm฀ Al- Rij ฀l T.tp.: Muassasah Al-Ris฀lah, t.t., Jilid 14. h. 291 26 Jam ฀luddin Ab฀ Al-Hajjaj Y฀suf Al-Maraz฀, Tahdz฀b Al-Kam฀l f฀ Asm฀ Al- Rij ฀l T.tp.: Muassasah Al-Ris฀lah, t.t., Jilid 14. h. 286-289 27 Jam ฀luddin Ab฀ Al-Hajjaj Y฀suf Al-Maraz฀, Tahdz฀b Al-Kam฀l f฀ Asm฀ Al- Rij ฀l T.tp.: Muassasah Al-Ris฀lah, t.t., Jilid 14. 289-290 28 Artinya, “Abdullah telah menerima dan memberi ilmu yang banyak” ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-4 karena penta’dilan menunjukan adanya kedabitan tanpa adanya isyarat akan keadilan. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005, h. 88 29 Artinya, “Abdullah adalah seorang yang diberi nasib baik dari ilmu hadis atau dari penghafal hadis” ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-2 karena penta’dilan menunjukan adanya sifat yang menguatkan ketsiqahannya, keadilan dan ketetapan periwayatannya. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005, h. 88 3. Ab ฀ Bakr Al-Kh฀tib berkata: Abdullah adalah seorang yang tsiqatan tsabatan f ฀himan. 30 Berdasarkan analisis penilaian ulama hadis terhadapnya, dapat disimpulkan Abdullah sebagai seorang yang tsiqat. 31 Tidak ada seorang ulama pun yang melontarkan celaan terhadapnya. Selanjutnya, hadis yang diriwayatkan Abdullah ini bersambung kepada Ahmad bin Hanbal. Hal ini dapat dilihat melalui metode periwayatannya secara al-sama’, 32 selain itu mereka berhubungan anak dan ayah yang memiiki kesamaan tempat tinggal dan hidup semasa, bahwa Abdullah hidup selama 28 tahun sebelum wafatnya Ahmad.

2. Abi Ahmad bin Hanbal

Bernama lengkap, A ฀mad bin Mu฀ammad bin Hanbal bin Hilali bin Asad Al-Syaib ฀n฀, Ab฀ ‘Abdillah Al-Marwazi, kemudian Baghd฀d฀. Ab฀ dilahirkan di Baghdad pada bulan Rabi’ul Awal tahun 164 H-241 H. dan wafat di sana. 33 Ayah Mu ฀ammad bin Hanbal wafat saat ia masih kecil, sepeninggal ayahnya kemudian ia diasuh oleh ibnunya dengan kehidupan yang sangat 30 Ta’dil yang dilontarkan kepada Abdullah ini berkualitas ke-2 dalam tingkatan ta’dil. Artinya, secara hukum periwayatan Abdullah tersebut bisa diterima dan dijadikan hujjah. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005, h. 88-89 31 Setelah melihat tingkatan-tingkatan penta’dilan yang dilontarkan ulama hadis terhadapnya, menunjukan penta’dilan lebih banyak berada pada tingkatan ke-2 dengan menyebutkan sifat yang menguatkan ketsiqahannya. Artinya, secara hukum ketsiqahan Abdullah tersebut bisa diterima dan dijadikan hujjah. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005, h. 88-89 32 as-Sama’ ialah penerimaan hadis dengan cara mendengar langsung lafal hadis dari guru hadis baik secara didiktekan atau disampaikan dalam pengajian. Mayoritas ulama menempatkan cara menerimaan riwayat as-Sama’ berstatus tertinggi dalam periwayatan hadis. Lebih lanjut, lihat. M.Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis Jakarta: Bulan Bintang, 2005, Cet. III. h. 60 33 Jam ฀luddin Ab฀ Al-Hajjaj Y฀suf Al-Maraz฀, Tahdz฀b Al-Kam฀l f฀ Asm฀ Al- Rij ฀l T.tp.: Muassasah Al-Ris฀lah, t.t., Jilid 1 h. 445 sederhana. 34 Ahmad pernah melakukan perjalanan pendidikannya ke berbagai daerah di antaranya Kufah, Bashrah, Mekah, Madinah, Yaman, Syam, dan Jazirah. 35 Ia pun merupakan seorang yang tekun beribadah, mengerjakan shalat setiap hari dan setiap malam sebanyak 103 raka’at dan terkadang mendekati 180 raka’at, pada saat sakit ia shalat setengah dari 103 raka’at. Saat kecil sudah hafal Al-Qur’an 36 dan selalu menghatamkan bacaan Al-Qur’an setiap satu pekan sekali. 37 Guru dan Murid : A ฀mad bin Mu฀ammad bin Hanbal menerima hadis kepada 129 guru, di antaranya, Ibr ฀h฀m bin Kh฀lid Al-Shan’฀n฀, Ibr฀h฀m bin Sa’d Al-Zuhr ฀, Ibr฀h฀m bin syam฀s Al-Samarqand฀ Ibr฀h฀m bin Ab฀ Al-‘Abbas Al-Baghd ฀d฀, Ish฀q bin Y฀suf Al-Azraq, Ab฀ Mu’฀wiyyah bin Kh ฀zim Al-฀ar฀ri, dan seterusnya. 38 Adapun murid yang menerima hadis darinya sebanyak 85 orang di antaranya, Al-Bukh ฀ri, Muslim, Ab฀ D฀ud, Ibr ฀h฀m bin Ish฀k, A฀mad bin Hasan bin Junaidib Al-Tirmiz฀, ‘Abdullah bin A ฀mad bin Mu฀ammad bin Hanbal. Dan seterusnya. 39 Komentar ulama kritikus hadis terhadapnya sebgai berikut: 34 Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia Jakarta: Jambatan, 1992, h. 80 35 Jam ฀luddin Ab฀ Al-Hajjaj Y฀suf Al-Maraz฀, Tahdz฀b Al-Kam฀l f฀ Asm฀ Al- Rij ฀l T.tp.: Muassasah Al-Ris฀lah, t.t., Jilid 1. h. 437 36 Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia Jakarta: Jambatan, 1992, h. 80 37 Jam ฀luddin Ab฀ Al-Hajjaj Y฀suf Al-Maraz฀, Tahdz฀b Al-Kam฀l f฀ Asm฀ Al- Rij ฀l T.tp.: Muassasah Al-Ris฀lah, t.t., Jilid 1. h. 458-459 38 Jam ฀luddin Ab฀ Al-Hajjaj Y฀suf Al-Maraz฀, Tahdz฀b Al-Kam฀l f฀ Asm฀ Al- Rij ฀l T.tp.: Muassasah Al-Ris฀lah, t.t., Jilid 1. h. 437-440 39 Jam ฀luddin Ab฀ Al-Hajjaj Y฀suf Al-Maraz฀, Tahdz฀b Al-Kam฀l f฀ Asm฀ Al- Rij ฀l T.tp.: Muassasah Al-Ris฀lah, t.t., Jilid 1 h. 440-442 1. A ฀mad bin Salamah al-Nais฀b฀riy berkata: 40 Aku tidak melihat Aswad al-Ra’si lebih hafal hadis Rasulullah dan tidak ada yang lebih mengetahui fiqih serta maknanya dari ayahnya ‘Abdullah bin Hanbal 41 2. Sh ฀leh bin A฀mad bin Abdillah bin Sh฀leh berkata: Ahmad itu Tsiqatun, Tsabtun f ฀ al-฀ad฀ts. 42 Ia orang yang mulia, orang yang mengerti dalam hadis, Ia mengikuti ฀ts฀r, Sh฀hibu al-Sunnah wa khairin. 3. Ab ฀ Bakr al-Marr฀dzi berkata: 43 Aku hadir pada saat Aba Tsauri ditanya suatu hal, lalu ia berkata, ‘berkata Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal Guru kami, Imam kami, masalah tersbut begini dan begini. 44 4. ‘Abdullah bin D ฀ud Al-Khuraibi berkata: Ahmad adalah paling Utama di Masanya 45 . Dengan pandangan yang sama berkata pula Ab ฀ Ish฀k Al-Fazari, dan Nasr bin ‘Al ฀. Berdasarkan analisis penilaian ulama hadis terhadapnya, dapat disimpulkan Ahmad sebagai seorang yang tsiqat. 46 Tidak ada seorang ulama pun yang 40 Jam ฀luddin Ab฀ Al-Hajjaj Y฀suf Al-Maraz฀, Tahdz฀b Al-Kam฀l f฀ Asm฀ Al- Rij ฀l T.tp.: Muassasah Al-Ris฀lah, t.t., Jilid 1 h. 456 41 ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan pertama, dengan menggunakan bentuk superlatif dalam penta’dilan atau dengan menggunakan wajan af’ala. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005, h. 88 42 Artinya, “Ahmad adalah seorang yang adil dan dabit, tetap di dalam hadis” ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-2 karena penta’dilan menunjukan adanya sifat yang menguatkan ketsiqahannya, keadilan dan ketetapan periwayatannya. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005, h. 88 43 Jam ฀luddin Ab฀ Al-Hajjaj Y฀suf Al-Maraz฀, Tahdz฀b Al-Kam฀l f฀ Asm฀ Al- Rij ฀l T.tp.: Muassasah Al-Ris฀lah, t.t., Jilid 1. h. 453 44 ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-5, dengan tidak menunjukan adanya pentsiqatan atau celaan. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005, h. 88 45 ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-5, dengan tidak menunjukan adanya pentsiqatan atau celaan. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005, h. 88 46 Setelah melihat tingkatan-tingkatan penta’dilan yang dilontarkan ulama hadis terhadapnya, menunjukan penta’dilan memiliki kualitas tertinggi dalam tingkatan penta’dilan karena di antara ta’dil ada yang menggunakan bentuk superlatif dalam penta’dilan atau dengan menggunakan wajan af’ala Artinya, secara hukum ketsiqahan Ahmad bin Hanbal tersebut bisa melontarkan celaan terhadapnya. Selanjutnya, hadis yang diriwayatkan Ahmad ini bersambung kepada Abu Muawiyah. Hal ini dapat dilihat melalui metode periwayatannya secara al-sama’. Selain itu, hubungan sebagai murid Abu Muawiyah dan jarak kelahiran serta wafat di antara keduanya menunjukan merekapun hidup semasa. Bahwa Ahmad hidup selama 31 tahun sebelum wafatnya Abu Muawiyah.

3. Abu Muawiyah

Bernama lengkap, Ab ฀ Mu’฀wiyah Mu฀ammad bin Khaz฀m Al-฀ar฀ri, Al-K ฀f฀. 47 Ia menetap di Kufah, Ab ฀ Mu’฀wiyah wafat di usia ke-82 tahun, tepatnya 195 H. 48 Guru dan Murid : guru Ab ฀ Mu’฀wiyah cukup banyak. Di antarnaya Al- A’masy, D ฀ud bin Ab฀ Hind dan lain sebagainya. Demikian pula murid yang menerima hadis darinya cukup banyak. Diantaranya adalah Ab ฀ Bakar bin Ab฀ Syaibah, A ฀mad bin Mu฀ammad bin Hanbal, dan lain sebagainya. 49 Komentar ulama terhadapnya antara lain : Ahmad bin Ali bin Hajr Al-Asqalani berkata: 50 Abu Muawiyah adalah tsiqatun, A ฀f฀฀ al-N฀s li฀ad฀ts al-A’masy 51 diterima dan dijadikan hujjah. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005, h. 88-89 47 H ฀fi฀ A฀mad bin ‘Al฀ bin Hajar Al-‘Asqal฀n฀, Taqr฀b Al-Tahdz฀b T.tp.: D฀r Al-‘ ฀simah, t.t., Huruf م h. 840 48 H ฀fi฀ A฀mad bin ‘Al฀ bin Hajar Al-‘Asqal฀n฀, Taqr฀b Al-Tahdz฀b T.tp.: D฀r Al-‘ ฀simah, t.t., Huruf م h. 840 ; Footnote. Im฀m Muslim bin Hajjaj, Kun฀ wa Al-Asm฀’ T.tp.: Tanpa penerbit, 1404 H1984, Cet. I. Jilid II. h. 759 49 Jam ฀luddin Ab฀ Al-Hajjaj Y฀suf Al-Maraz฀, Tahdz฀b Al-Kam฀l f฀ Asm฀ Al- Rij ฀l T.tp.: Muassasah Al-Ris฀lah, t.t., Jilid 34. h. 304 50 H ฀fi฀ A฀mad bin ‘Al฀ bin Hajar Al-‘Asqal฀n฀, Taqr฀b Al-Tahdz฀b T.tp.: D฀r Al-‘ ฀simah, t.t., Huruf م h. 840 ; Im฀m Muslim bin Hajjaj, Kun฀ wa Al-Asm฀’ T.tp.: Tanpa penerbit, 1404 H1984, Cet. I. Jilid II. h. 759 Berdasarkan analisis penilaian ulama hadis terhadapnya, dapat disimpulkan Abu Muawiyah sebagai seorang yang tsiqat. 52 Tidak ada seorang ulama pun yang melontarkan celaan terhadapnya. Selanjutnya, hadis yang diriwayatkan Abu Muawiyah ini bersambung kepada Daud bin Abi Hindi. Hal ini dapat dilihat melalui metode periwayatannya secara al-sama’. Selain itu, hubungan sebagai murid Daud dan jarak kelahiran serta wafat di antara keduanya menunjukan merekapun hidup semasa. Bahwa Abu Muawiyah hidup selama 24 tahun sebelum wafatnya Daud bin Abi Hindi.

4. Daud bin Abi Hindi

Bernama lengkap, D ฀ud bin Ab฀ Hind dan namanya D฀n฀r bin ‘Udz ฀fir, dikatakan ฀ahm฀n Al-Qusyair฀ Ab฀ Bakr, dan Ab฀ Mu฀ammad Al-Basr ฀. 53 D ฀ud bin Ab฀ Hind wafat di Bashrah pada 137 H. Guru dan Murid : D ฀ud bin Ab฀ Hind Cukup Banyak. Di antaranya adalah Bisyr bin Numair, Bakr bin Abdillah Al-Muzan ฀, Al-Hasan Al-Basriy, Ab฀ Harb bin Ab ฀ Al-Aswad. Dan lain sebagainya. Demikian pula murid yang menerima hadis darinya cukup banyak. Di antaranya adalah Ibr ฀h฀m bin 51 ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan pertama, dengan menggunakan bentuk superlatif dalam penta’dilan atau dengan menggunakan wajan af’ala. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005, h. 88 52 Setelah melihat tingkatan-tingkatan penta’dilan yang dilontarkan ulama hadis terhadapnya, menunjukan penta’dilan memiliki kualitas tertinggi dalam tingkatan penta’dilan. Artinya, secara hukum ketsiqahan Abu Muawiyah tersebut bisa diterima dan dijadikan hujjah. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005, h. 88-89 53 Jam ฀luddin Ab฀ Al-Hajjaj Y฀suf Al-Maraz฀, Tahdz฀b Al-Kam฀l f฀ Asm฀ Al- Rij ฀l T.tp.: Muassasah Al-Ris฀lah, t.t., Jilid 8. h. 461 ฀ahm฀n, Ism฀’฀l bin ‘Ulaiyah, Asy’ats bin ‘Abdi Al-Malik, Ab฀ Mu’฀wiyah Al- ฀ar฀ri. Dan lain sebagainya. 54 Komentar ulama kritikus hadis terhadapnya 55 sebagai berikut. 1. Ibnu Mub ฀rak berkata: dia itu “฀uf฀฀ al-Basriyy฀n” 56 2. ‘Abdullah bin A ฀mad bin ฀anbal berkata: tsiqatun tsiqatun 57 3. Ish ฀q bin Mans฀r berkata: tsiqatun 58 4. A ฀mad bin ‘Abdullah Al-‘Ijlyy berakta: Tsiqatun Jayyid al-Isn฀di dan dia adalah laki-laki yang shaleh 59 5. Ab ฀ ฀atim dan Al-Nas฀’฀ berkata: tsiqatun 60 6. Ya’q ฀b bin Syaibah berkata : tsiqatun tsabtun 61 Berdasarkan analisis penilaian ulama hadis terhadapnya, dapat di simpulkan Daud sebagai seorang yang tsiqat. 62 Tidak ada seorang ulama pun yang 54 Jam ฀luddin Ab฀ Al-Hajjaj Y฀suf Al-Maraz฀, Tahdz฀b Al-Kam฀l f฀ Asm฀ Al- Rij ฀l T.tp.: Muassasah Al-Ris฀lah, t.t., Jilid 8. h. 462-464 55 Jam ฀luddin Ab฀ Al-Hajjaj Y฀suf Al-Maraz฀, Tahdz฀b Al-Kam฀l f฀ Asm฀ Al- Rij ฀l T.tp.: Muassasah Al-Ris฀lah, t.t., Jilid 8. h. 465 56 Artinya, “orang yang paling hafal di negeri Bashrah” ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan pertama, dengan menggunakan bentuk superlatif dalam penta’dilan atau dengan menggunakan wajan fu’ ฀lu. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005, h. 88 57 ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-2, dengan menyebutkan sifat yang menguatkan ketsiqahannya, keadilan dan ketetapan periwayatannya. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005, h. 88 58 ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-3, dengan pentsiqahan tanpa adanya penguatan atas hal itu. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005, h. 88 59 ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-2, dengan menyebutkan sifat yang menguatkan ketsiqahannya, keadilan dan ketetapan periwayatannya. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005, h. 88 60 ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-3, dengan pentsiqahan tanpa adanya penguatan atas hal itu. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005, h. 88 61 ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-2, dengan menyebutkan sifat yang menguatkan ketsiqahannya, keadilan dan ketetapan periwayatannya. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005, h. 88 62 Setelah melihat tingkatan-tingkatan penta’dilan yang dilontarkan ulama hadis terhadapnya, menunjukan penta’dilan memiliki kualitas tertinggi dalam tingkatan penta’dilan. Karena Abu Hatim dan Nasa’i tergolong kelompok ulama jarh mutasyadid . Artinya secara hukum ketsiqahan Daud bin Abi Hind tersebut sangat kuat dijadikan hujjah. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005, h. 88-89 melontarkan celaan terhadapnya. Selanjutnya, Daud menerima hadis dari Abi Harb dengan metode periwayatannya ‘an’anah. 63 Meskipun Daud memakai metode tersebut, tetapi sanad dari Daud kepada Abi Harb bersambung juga, karena Daud seorang periwayat tsiqat yang tidak pernah terbukti melakukan tadlis. 64 Selain itu, hubungan sebagai murid Abi Harb dan jarak kelahiran serta wafat di antara keduanya menunjukan merekapun hidup semasa. Bahwa Daud bin Abi Hind hidup selama 28 tahun setelah wafatnya Abi Harb. Dengan demikian hadis yang diriwayatkan Daud bin Abi Hind ini bersambung kepada Abi Harb.

5. Abi Harb

Bernama lengkap, Ab ฀ Harb bin Ab฀ Al-Aswad Al-Dialy. 65 Ab ฀ Harb wafat 109 H. Ia menetap di Bashrah dan hadisnya sangat dikenal di sana. 66 Guru dan Murid : guru Ab ฀ Harb cukup banyak, di antaranya adalah ‘Abdullah bin ‘Amar bin Al-‘ ฀s, ‘Abdullah ibnu Fa฀฀lah Al-Laitsy, ‘Abdullah bin Qais Al-Basriy, Ab ฀ Al-Aswad Al-Dialy. Dan lain sebagainya. Demikian pula murid yang menerima hadis darinya cukup banyak, di antaranya adalah 63 Harf ﻦﻋ yang disebut di atas dinamakan sebagai hadis mu’an’an. Sebgaian ulama menyatakan, sanad hadis yang menggandung harf ﻦﻋ adalah sanad yang terputus. Tetapi metode tersebut bisa diterima jika memenuhi syaratnya. Yaitu dalam sanad tersebut tidak menyembunyikan tadlis yang dilakukan oleh perawi, periwayatannya bersambung, periwayat yang menggunakan ﻦﻋdapat dipercaya. Lebih lanjut, lihat. M.Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis Jakarta: Bulan Bintang, 2005, Cet. 3. h. 72-73 64 Tadlis menurut bahasa berarti penyembunyian aib barang dagangan dari pemberli. Diambil dari kata “ad-dalsu” yaitu kegelapan atau percampuran kegelapan. Sementara Tadlis menurut istilah adalah penyembunyian aib dalam hadis dan menampakan kebaikan pada zhahirnya. Lihat. Manna’ Al-Qaththan. Pengantar Studi Ilmu Hadis. Penerjemah Mifdhol Abdurrahman Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2005, Cet. I. h. 139 65 Jam ฀luddin Ab฀ Al-Hajjaj Y฀suf Al-Maraz฀, Tahdz฀b Al-Kam฀l f฀ Asm฀ Al- Rij ฀l T.tp.: Muassasah Al-Ris฀lah, t.t., Jilid 33. h. 231 66 Jam ฀luddin Ab฀ Al-Hajjaj Y฀suf Al-Maraz฀, Tahdz฀b Al-Kam฀l f฀ Asm฀ Al- Rij ฀l T.tp.: Muassasah Al-Ris฀lah, t.t., Jilid 33. h. 232 ฀umr฀n bin A’yun, D฀ud bin Ab฀ Hind, Ab฀ Wahb Saif bin Wahb. Dan lain sebagainya. 67 Komentar ulama terhadapnya 68 sebagai berikut: 1. Ibnu ฀ibb฀฀n menceritakannya di dalam kitab al-tsiq฀t 69 2. Ibn Hajar menambahkan: bahwa Ibnu ‘Abdul Bar Watsaqahu 70 3. Al-Dzahabi: Watsaqahu 71 Berdasarkan analisis penilaian ulama hadis terhadapnya, dapat disimpulkan Abi Harb sebagai seorang yang tsiqat. 72 Tidak ada seorang ulama pun yang melontarkan celaan terhadapnya. Selanjutnya, Abi Harb menerima hadis dari Abi al-Aswad dengan metode ‘an’anah. Meskipun Abi Harb memakai metode tersebut, tetapi sanad dari Abi Harb kepada Abi al-Aswad bersambung juga, karena Abi Harb seorang periwayat tsiqat yang tidak pernah terbukti melakukan tadlis. Selain itu, hubungan sebagai murid Abi al-Aswad dan jarak kelahiran serta wafat di antara keduanya menunjukan merekapun hidup semasa. bahwa Abi Harb hidup selama 40 tahun setelah wafatnya Abi Al-Aswad. Dengan demikian hadis yang diriwayatkan Abi Harb ini bersambung kepada Abi Al-Aswad. 67 Jam ฀luddin Ab฀ Al-Hajjaj Y฀suf Al-Maraz฀, Tahdz฀b Al-Kam฀l f฀ Asm฀ Al- Rij ฀l T.tp.: Muassasah Al-Ris฀lah, t.t., Jillid 33. h. 231 68 Jam ฀luddin Ab฀ Al-Hajjaj Y฀suf Al-Maraz฀, Tahdz฀b Al-Kam฀l f฀ Asm฀ Al- Rij ฀l T.tp.: Muassasah Al-Ris฀lah, t.t., Jilid 33. h. 232 69 ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-3, dengan pentsiqahan tanpa adanya penguatan atas hal itu. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005, h. 88 70 Artinya “Ibnu Hajar menilainya sebagai seorang yang tsiqat”. ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-3, dengan pentsiqahan tanpa adanya penguatan atas hal itu. Lihat. Manna’ Al- Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005, h. 88 71 Artinya “Al-Dzahabi menilainya sebagai seorang yang tsiqat”. ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-3, dengan pentsiqahan tanpa adanya penguatan atas hal itu. Lihat. Manna’ Al- Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005, h. 88 72 Setelah melihat tingkatan-tingkatan penta’dilan yang dilontarkan ulama hadis terhadapnya, menunjukan penta’dilan memiliki kualitas ketiga dalam tingkatan penta’dilan.. Artinya, secara hukum ketsiqahan Abi Harb tersebut bisa diterima dan dijadikan hujjah. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005, h. 88-89

6. Abi al-Aswad

Bernama Ab ฀ Al-Aswad Al-Dialy. Pendapat lain mengatakan Al-Dualy Al-Basriy ia seorang Qadi di Bashrah. Ia bernama lengkap Z ฀lim bin ‘Amar bin Sufy ฀n 73 bin Jandal bin Ya’mar bin ฀ils bin Nuf฀tsah bin ‘Ad฀ bin Al-Dialy, Ab ฀ Al-Aswad wafat pada tahun 69 H. semasa hidupnya ia pernah ikut peperangan Jamal bersama Ali sampai memporak-porandakan wilayah Ubaidillah bin Ziyad. 74 Guru dan Murid : Ab ฀ Al-Aswad menerima hadis dari 10 Guru, di antaranya adalah Ubai bin Ka’ab, Al-Zubair bin ‘Aww ฀m, ‘Abdullah bin ‘Abb ฀s, ‘Abdullah bin Mas’฀d, ‘Al฀ bin Ab฀ ฀฀lib, ‘Umar bin Khat฀b, Mu’ ฀dz bin Jabal, Ab฀ Dzar Al-Ghif฀ri dan seterusnya. Adapun jumlah muridnya sebanyak lima orang di antarnaya : Sa’ ฀d bin ‘Abdirrahman bin Ruqaisy, ‘Abdullah bin Buraidah, ‘Umar bin ‘Abdullah maula Gufrah, Yahya bin Ya’mar, Anaknya Ab ฀ Harb bin Ab฀ Al-Aswad. 75 Komentar ulama kritikus hadis antara lain : Ab ฀ Bakr bin Ab฀ Khaitsamah berkata: Abi Al-Aswad adalah Tsiqatun, dan dia orang yang pertama berbicara dalam Nahwu. 76 Berdasarkan analisis penilaian ulama hadis terhadapnya, dapat di simpulkan Abi al-Aswad sebagai seorang yang tsiqat. 77 Tidak ada seorang ulama pun yang 73 Jam ฀luddin Ab฀ Al-Hajjaj Y฀suf Al-Maraz฀, Tahdz฀b Al-Kam฀l f฀ Asm฀ Al- Rij ฀l T.tp.: Muassasah Al-Ris฀lah, t.t., Jilid 33 h. 38 74 Jam ฀luddin Ab฀ Al-Hajjaj Y฀suf Al-Maraz฀, Tahdz฀b Al-Kam฀l f฀ Asm฀ Al- Rij ฀l T.tp.: Muassasah Al-Ris฀lah, t.t., Jilid 33. h. 38 75 Jam ฀luddin Ab฀ Al-Hajjaj Y฀suf Al-Maraz฀, Tahdz฀b Al-Kam฀l f฀ Asm฀ Al- Rij ฀l T.tp.: Muassasah Al-Ris฀lah, t.t., Jilid 33. h. 37 76 ta’dil tersebut termasuk dalam tingkatan ke-2, dengan menyebutkan sifat yang menguatkan ketsiqahannya, keadilan dan ketetapan periwayatannya. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005, h. 88 77 Setelah melihat tingkatan penta’dilan yang dilontarkan ulama hadis terhadapnya, menunjukan penta’dilan memiliki kualitas kedua dalam tingkatannya. Artinya, secara hukum melontarkan celaan terhadapnya. Selanjutnya, Abi al-Aswad menerima hadis dari Abu Dzar dengan metode ‘an’anah. Meskipun Abi al-Aswad memakai metode tersebut, tetapi sanad dari Abi al-Aswad kepada Abu Dzar bersambung juga, karena Abi al-Aswad seorang periwayat tsiqat yang tidak pernah terbukti melakukan tadlis. Selain itu, hubungan sebagai murid Abu Dzar dan jarak kelahiran serta wafat di antara keduanya menunjukan merekapun hidup semasa. Bahwa Abi Al-Aswad hidup selama 37 tahun setelah wafatnya Abu Dzar. Dengan demikian hadis yang diriwayatkan Abi Al-Aswad ini bersambung kepada Abu Dzar.

7. Abu Dzar

Bernama lengkap Ab ฀ Dzar Al-Ghif฀ri 78 Sahabat Rasulallah saw. Bernama lengkap, Jundub bin Jun ฀dah bin Sufy฀n bin ‘Ubaid bin Waq฀’ah bin Har ฀m bin Ghif฀r. Dikatakan dalam riwayat lain Jundub bin Jun฀dah bin Qais bin ‘Amar bin Mulail bin Su’air bin Har ฀m bin Ghif฀r bin Mulail bin ฀amrah ibnu Bakr bin ‘Abdi Man ฀h bin Kin฀nah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ily ฀s bin Mu฀ar. Dan Ibunya bernama Ramlah binti Waq฀’ah bin Bani Ghif฀r bin Mulail. Abu Dzar wafat di Rabdzah pada tahun 32 H 652 M. saat itu ibnu Mas’ ฀d pun ikut menyolatkan. Kemudian Ibnu Mas’ud wafat sepuluh hari setelah ketsiqahan Abu Aswad tersebut bisa diterima dan dijadikan hujjah. Lihat. Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadis Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005, h. 88-89 78 Nama lengkap Abu Dzar dan ayahnya terdapat kontroversi di kalangan ulama hadis, Namun yang masyhur ialah Jundub bin Junadah bin Sufyan bin ‘Ubaid bin Waqi’ah bin Haram bin Ghifar. Dikatakan dalam riwayat lain Jundub bin Junadah bin Qais bin ‘Amar bin Mulail bin Shu’air bin Haram bin Ghifar bin Mulail bin Dhamrah ibnu Bakar bin Abdi Manah bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar. Lihat. Jam ฀luddin Ab฀ Al-Hajjaj Y฀suf Al- Maraz ฀, Tahdz฀b Al-Kam฀l f฀ Asm฀ Al-Rij฀l T.tp.: Muassasah Al-Ris฀lah, t.t., Jilid 33. h. 294 wafatnya Abu Dzar. 79 Abu Dzar berkata : “Aku adalah orang Islam yang keempat”. Ia masuk Islam saat berada di Mekah kemudian ia kembali ke kota kaumnya sampai akhirnya ia menetap di Madinah. 80 Guru dan Murid, Abu Dzar berguru langsung kepada Nabi saw. Dan ia pun meriwayatkan hadis dari Mu’ ฀wiyah bin Ab Sufy฀n. Adapun muridnya sebanyak 77 orang, di antaranya adalah Ahnaf bin Qais, Usamah bin Salman, Anas bin M ฀lik, Ahban ia adalah anak perempuan Abi Dzar, namun ada yang mengatakan “Ahban” adalah anak saudaranya, Jubair bin Nufair Al-Hadram ฀, Abu Al-Aswad Al-Diali, Ab ฀ Salam Al-Aswad. Dan seterusnya. 81 Komentar ulama terhadapnya, Abdullah bin Buraidah dari Ayahnya bahwa Rasulallah saw bersabda “Aku diperintahkan mencintai empat orang dari sahabatku, dan Allah telah mengabarkan kepada ku bahwa ia mencintai mereka. Ayahnya berkata, siapakah mereka ya Rasulallah ? Nabi saw menjawab mereka adalah Ali, Abu Dzar, Sulaiman, dan Miqdad”. Berdasarkan metode periwayatan as-sama’ yang digunakan Abu Dzar, kesamaan tempat tinggal, hubungan guru dan murid, dan pernyataan kecintaan Nabi SAW terhadapnya, Maka hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dzar bersambung kepada Nabi Muhammad SAW. Kesimpulan Hasil Penelitian Sanad 79 Jam ฀luddin Ab฀ Al-Hajjaj Y฀suf Al-Maraz฀, Tahdz฀b Al-Kam฀l f฀ Asm฀ Al- Rij ฀l T.tp.: Muassasah Al-Ris฀lah, t.t., Jilid 33. h. 298 ; Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia Jakarta: Jambatan, 1992, h. 51 80 Jam ฀luddin Ab฀ Al-Hajjaj Y฀suf Al-Maraz฀, Tahdz฀b Al-Kam฀l f฀ Asm฀ Al- Rij ฀l T.tp.: Muassasah Al-Ris฀lah, t.t., Jilid 33. h. 294 81 Jam ฀luddin Ab฀ Al-Hajjaj Y฀suf Al-Maraz฀, Tahdz฀b Al-Kam฀l f฀ Asm฀ Al- Rij ฀l T.tp.: Muassasah Al-Ris฀lah, t.t., Jilid 33. h. 295-296 Dari penelitian sanad di atas dapat disimpulkan bahwa sanad Ahmad bin Hanbal melalui Abu Mu’awiyah ini berkualitas shahih. Karena setelah penulis melakukan penelitian, berdasarkan metode periwayatan yang mereka gunakan di antaranya al-sama’, ‘an’anah dan q ฀la, kemudian berdasarkan data historis di antara mereka adanya hubungan murid dan guru secara estafet, tahun lahir dan wafat dan beberapa tempat yang pernah mereka singgahi, mata rantai sanad hadis Ahmad bin Hanbal dinyatakan bersambung. Adapun hasil mencermati beberapa penilaian para kritikus hadis terhadap para periwayat hadis telah menunjukan bahwa mereka dinyatakan bereputasi baik atau Tsiqat terhindar dari syadz dan ‘illat. Jadi hadis yang diteliti ini telah memenuhi syarat kesahihan sanad hadis menurut Ibn Al-Shalah. 82 Dengan demikian, hadis riwayat Ahmad bin Hanbal ini berkualitas Sah ฀฀ lidz฀tihi. 83 82 Muhammad ‘Ajaj Al-Khatib, Ushul Al-Hadits Pokok-Pokok Ilmu Hadis. Penerjemah Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq Jakarta: Gaya Media Pertama, 1998, Cet. I. h. 276 83 Shahih lidzatihi adalah hadis shahih yang memenuhi syarat-syaratny secara maksimal, yaitu sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang tsiqat, terhindar Syadz, dan terhindar dari illat. Muhammad ‘Ajaj Al-Khatib, Ushul Al-Hadits Pokok-Pokok Ilmu Hadis. Penerjemah Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq Jakarta: Gaya Media Pertama, 1998, Cet. I. h. 277

BAB IV KEGIATAN PENELITIAN MATAN HADIS

Bicara tentang hubungannya dengan status kehujahan hadis, maka penelitian sanad dan matan memiliki kedudukan yang sama pentingnya. Karena suatu hadis barulah dinyatakan shahih, apabila sanad dan matan hadis itu sama-sama berkualitas shahih. 1 Pernyataan yang dikemukakan ulama bahwa unsur-unsur yang harus dipenuhi oleh suatu matan yang berkualitas shahih ada dua macam, yakni terhindar dari syudzudz kejanggalan dan terhindar dari ‘illah cacat. Oleh karena itu, kedua unsur tersebut harus menjadi acuan utama dalam meneliti matan hadis. 2 Dalam penelitian matan ini tidaklah mudah. Seperti yang telah diungkapkan oleh M.Syuhudi Ismail misalnya, apabila dinyatakan bahwa kaidah kesahihan sanad hadis mempunyai tingkat akurasi yang tinggi, maka suatu hadis yang sanad-nya shahih mestinya matan-nya juga shahih. Namun, pada kenyataannya, ada hadis yang sanad-nya shahih tetapi matan-nya ฀a’฀f. Hal ini terjadi sesungguhnya bukanlah disebabkan oleh kaidah keshahihan sanad yang kurang akurat, melainkan karena faktor-faktor lain. Seperti pertama, karena telah terjadi kesalahan dalam melaksanakan penelitian matan. Kedua, karena terjadinya kesalahan dalam melaksanakan penelitian sanad. Ketiga, karena matan hadis yang bersangkutan telah mengalami periwayatan secara makna yang ternyata 1 M.Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi Jakarta: Bulan Bintang, 1992, Cet. I. h. 122-123 2 M.Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi Jakarta: Bulan Bintang, 1992, Cet. I. h. 124