Kriteria Keshahihan Sanad Hadis

BAB III KEGIATAN PENELITIAN SANAD HADIS

A. Kriteria Keshahihan Sanad Hadis

Sanad 1 hadis dapat dikatakan shahih jika telah sepenuhnya memenuhi standar kriteria keshahihan sanad hadis yang telah ditetapkan. Dalam hal ini Ibn Shalah telah menetapkan 4 standar keshahihan sanad hadis, 2 yatiu: 1. Sanad hadis bersambung, yang dimaksud sanad bersambung ialah tiap-tiap periwayat dalam sanad hadis menerima riwayat hadis dari periwayat terdekat sebelumnya, keadaan itu berlangsung demikian sampai akhir sanad dari hadis tertentu. Jadi, seluruh rangkaian sanad mulai dari periwayat yang disandari oleh mukharij 3 sampai pada Raulullah SAW bersambung periwayatannya. 4 2. Diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqat 5 ‘ ฀dil lagi ฀฀bi฀ 3. Tidak mengandung Sy ฀dz, yang dimaksud sy฀dz adalah penyimpanagan oleh perawi tsiqat terhadap orang yang lebih kuat darinya. 1 Sanad menurut bahasa adalah sesuatu yang dipengangi al-Mu’tamad. Disebut demikian, karena matan bersandar dan berpegang kepada sanad. Sendangkan menurut istilah, sanad adalah rangkaian para perawi yang menghubungkan pada matan. Lihat. Mahmud Tahhan, Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis, Penerjemah Ridlwan Nasir Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995, Cet. I. h. 98 2 Muhammad ‘Ajaj Al-Khatib, Ushul Al-Hadits Pokok-Pokok Ilmu Hadis. Penerjemah Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq Jakarta: Gaya Media Pertama, 1998, Cet. I. h. 276-277 3 Mukharij maksudnya ialah seorang yang menghimpun riwayat hadis dalam karya tulisnya. 4 M.Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis Telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah Jakarta: Bulan Bintang, 2005, Cet. 3. h. 131 5 Yang dimaksud Tsiqat adalah perawi hadis yang berstatus ‘ ฀dil dan ฀฀bi฀. ฀dil adalah orang yang lurus agamanya, baik pekertinya dan bebas dari kefasikan dan hal-hal yang menjatuhkan keperwiraannya. Adapun ฀฀bi฀ adalah orang yang benar-benar sadar ketika menerima hadis, paham ketika mendengar dan menghafalnya sejak menerima hingga menyampaikannya. Lihat. Muhammad ‘Ajaj Al-Khatib, Ushul Al-Hadits Pokok-Pokok Ilmu Hadis. Penerjemah Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq Jakarta: Gaya Media Pertama, 1998, Cet. I. h. 276 4. Tidak mengandung ‘Illat, yang dimaksud ‘illat yakni seperti memursalkan yang maushul, memutasilkan yang munqati’ ataupun memarfu’kan yang mauquf.

B. Kegiatan Takhrij Hadis