BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Akibat  tekanan  ekonomi  global  yang  tidak  menentu  membuat  keadaan perekonomian  nasional  juga  turut  melesu.  Kondisi  yang  justru  berkebalikan
dengan  perkembangan  ekonomi  syariah  di  Indonesia.  Perkembangan  ekonomi syariah  baik  di  bidang  pemikiran  maupun  dalam  praktek  bisnis  dan  keuangan
syariah sangat menggembirakan dalam dua dekade ini. Hal itulah salah satu yang menginisiasi semakin berkembangnya lembaga-lembaga keuangan mikro syariah.
Lembaga  keuangan  adalah  setiap  perusahaan  yang  kegiatan  usahanya berkaitan  dengan  bidang  keuangan.  Kegiatan  usaha  lembaga  keuangan  dapat
berupa  menghimpun  dana  dengan  menawarkan  berbagai  skema,  menyalurkan dana  dengan  berbagai  skema  atau  melakukan  kegiatan  menghimpun  dana  dan
menyalurkan  dana  sekaligus,  dimana  kegiatan  usaha  lembaga  keuangan diperuntukkan  bagi  investasi  perusahaan,  kegiatan  konsumsi,  dan  kegiatan
distribusi barang dan jasa.
1
Salah  satu  lembaga  perekonomian  syariah  adalah Baitul  Māl  wat  Tamwîl
BMT. Baitul Māl wat Tamwîl adalah balai usaha mandiri terpadu  yang isinya
berintikan  bayt  al-mal  wa  al-tamwil  dengan  kegiatan  mengembangkan  usaha- usaha  produktif  dan  investasi  dalam  meningkatkan  kualitas  kegiatan  ekonomi
pengusaha  kecil  bawah  dan  kecil  dengan  antara  lain  mendorong  kegiatan
1
Andri Soemitra, Bank   Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Kencana, 2009 h. 29
1
menabung  dan  menunjang  pembiayaan  kegiatan  ekonominya.  Selain  itu,  Baitul Māl  wat  Tamwîl  juga  bisa  menerima  titipan  zakat,  infak  dan  sedekah,  serta
menyalurkan sesuai dengan peraturan dan amanatnya.
2
Pada  zaman  Nabi,  ketika  Rasulullah  menjadi  kepala  Negara,  beliau  yang memperkenalkan  konsep  baru  di  bidang  keuangan  Negara  di  abad  ke-7,  yaitu
semua  hasil  penghimpunan  kekayaan  Negara  harus  dikumpulkan  terlebih  dahulu dan  kemudian  dikeluarkan  sesuai  dengan  kebutuhan  Negara.  Tempat  pusat
pengumpulan  dana  itu  disebut  bait  al  mal.  Yang  masa  Nabi  Muhammad  SAW terletak  di  masjid  Nabawi.  Pemasukan  negara  yang  sangat  sedikit  disimpan
dilembaga ini dalam jangka waktu yang pendek untuk selanjutnya didistribusikan kepada masyarakat. Pada masa pemerintahan Rasul ini sumber negara berasal dari
kharaj,  zakat,  khums,  jizyah  dan  penerimaan  lainnya.  Seperti  kaffarat  dan  harta waris dari orang yang tidak memiliki ahli waris.
3
Sebagaimana  yang  telah  diterangkan  sebelumnya,  kegiatan  BMT  sudah dimulai sejak masa Nabi Muhammad. Hanya saja pada masa itu belum berbentuk
suatu  lembaga  yang  berdiri  sendiri.  Pada  masa  Nabi  semua  uang  dan  kekayaan lain  yang  etrkumpul  dari  berbagai  sumber  langsung  dibawah  kendali  Nabi,
sehingga beliaulah sendiri yang langsung membagi-bagikan kepada pos-pos yang ditetapkan.
2
A. Djazuli dan Yadi Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000 h.183
3
Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari masa klasik hingga kontemporer, Jakarta: Pustaka Asatruss, Cet. 1, 2005 h. 16-17
Baitul  Māl  wat  Tamwîl  baru  benar-benar  berdiri    sebagai  suatu  lembaga ketika  pada  masa  Umar  bin  Khattab,  yaitu  ketika  telah  muncul  kebutuhan-
kebutuhan yang besar dari masyarakat Islam yang telah menguasai daerah-daerah baru.
4
BMT  adalah  sebuah  lembaga  keuangan  syariah  non  bank  dan  merupakan institusi yang dianggap sebagai tempat dimana yang memiliki surplus dana dapat
menyimpannya dengan
aman dan
yang memerlukan
dana dapat
mempergunakannya  sesuai  dengan  persyaratan  yang  diberlakukan  oleh  BMT tersebut.  Sungguhpun  demikian,  dewasa  ini  masih  banyak  kalangan  masyarakat
muslim  yang  belum  memanfaatkan  jasa-jasa  lembaga  keuangan  mikro  syariah BMT manakala mereka memiliki kelebihan dana.
BMT Baitul Māl wat Tamwîl merupakan lembaga keuangan syariah yang
direkayasa menjadi  lembaga solidaritas sekaligus  lembaga ekonomi rakyat untuk bersaing  di  pasar  bebas  yang  berupaya  keras  mengkombinasikan  unsur-unsur
iman, taqwa, materi, secara optimum.  Sehingga diperoleh efisiensi dan produktif serta  membantu  para  anggotanya  untuk  bersaing  secara  efektif.  Semakin  besar
nilai  tambah  baru  yang  diciptakan  semakin  besar  dana  yang  dapat  disalurkan kepada sayap solidaritas dan semakin cepat teratasi kemiskinan di sekitar BMT.
5
Dengan  lahirnya  lembaga  keuangan  mikro  syariah  BMT  yang  beroperasi berdasarkan  sistem  bagi  hasil  sebagai  alternatif  pengganti  bunga,  merupakan
4
Zaidi Abdad, Lembaga Perekonomian Ummat di Dunia Islam, h. 82
5
Muhammad, Kebijakan Fiskal dan Moneter Dalam Ekonomi Islam, Jakarta: Salemba Empat, 2009 h. 129
peluang bagi umat Islam untuk memanfaatkan jasa BMT seoptimal mungkin dan tanpa adanya kerugian.
6
Diantara BMT yang terdapat di provinsi Banten salah satunya adalah BMT Al-Fath  yang  berkedudukan  di  Desa  Kedaung,  Kecamatan  Pamulang,  Kota
Tangerang  Selatan.  BMT  Al-Fath  merupakan  lembaga  keuangan  mikro  syariah yang  notabenenya  adalah  lembaga  keuangan  asset  umat  dengan  prinsip
operasionalnya  mengacu  pada  prinsip-prinsip  syariah.  Dibentuk  dalam  upaya memberdayakan  umat  secara  berjamaah  melalui  simpanan  dan  pembiayaan  serta
kegiatan-kegiatan  lain  yang  berdampak  pada  peningkatan  ekonomi  anggota  dan mitra binaan kearah yang lebih baik, lebih aman serta lebih adil.
Beberapa  lembaga  keuangan  mungkin  mempunyai  tujuan  yang  sama,  akan tetapi  strategi  yang  digunakan  untuk  mencapai  tujuan  tersebut  sudah  tentu
berbeda. Pada umumnya semua jajaran manajemen suatu lembaga keuangan akan selalu  membuat  rencana-rencana  yang  baik  dan  tepat.  Akan  tetapi  penentuan
berhasil  atau  tidaknya  rencana  tersebut  sangat  tegantung  pada  pelaksanaan  dari semua strategi yang telah dibuat. Maka jelaslah bahwa masalah strategi bagi suatu
lembaga  keuangan  sangatlah  penting,  sebab  strategi  tersebut  merupakan penentuan tercapainya tujuan yang telah direncanakan.
Dari uraian diatas penulis tertarik unuk mencoba mengadakan penelitian dan menganalisis bagaimana strategi yang dilakukan BMT dalam penghimpunan dana
pihak  ketiga  serta  bagaimana  perkembangannya  setelah  melakukan  strategi
6
Warkum Sumitro, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait BMI dan Takaful di Indonesia, Jakarta: PT  Raja Grafindo Persada, 2002, Cet. Ke-3, h.49
tersebut.  Oleh  karena  itu,  penulis  berinisiatif  membuat  penelitian  yang  berjudul
“Strategi  Penghimpunan  Dana  Pihak  Ketiga  pada  BMT  Al-Fath  IKMI Pamulang periode tahun 2006-2010
”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah