yang harus ada untuk mencetuskan suatu proses karsinogenik Garcia, 2009. Terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi terjadinya proses keganasan
serviks uteri akibat infeksi HPV. Termasuk dalam hal ini adalah durasi dan tipe HPV yang menginfeksi, kondisi imunitas host dan faktor-faktor lingkungan.
Sebagai tambahan, berbagai variasi ginekologik seperti usia menarke, usia pertama kali melakukan koitus dan jumlah pasangan seksual, secara signifikan
meningkatkan risiko kejadian kanker serviks Garcia, 2009. Lebih dari 80 tipe HPV telah ditemukan, dan sekitar 40 tipe dapat
menginfeksi saluran genitalia Munoz, 2003. Tipe HPV yang menginfeksi saluran genital dapat dibedakan menjadi tipe resiko-rendah, yang banyak
ditemukan pada penyakit kulit genitalis, dan tipe resiko-tinggi yang biasanya berasosiasi dengan kejadian kanker serviks. Adapun HPV genitalis yang
merupakan tipe resiko-tinggi adalah HPV tipe 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68, 73 dan 82. Sedangkan HPV tipe 26, 53 dan 66 diduga karsinogenik
Munoz, 2003. HPV adalah anggota family paporidae yaitu sekelompok virus heterogen
yang memiliki untaian ganda DNA tertutup. Gen virus ini mengkode 6 protein pembaca kerangka pembuka awal early open reading fame protein yaitu E1, E2,
E3, E4, E5, E6 dan E7 yang berfungsi sebagai protein pengatur. Selain itu, gen virus ini juga mengkode 2 protein pembaca kerangka pembuka lambat late open
reading frame protein L1 dan L2 yang menyusun kapsid virus Garcia, 2009.
2.4.4 Patogenesis Kanker Serviks
Virus HPV genitalis risiko-tinggi dimulai saat virus masuk ke dalam tubuh melalui epitel skuamosa yang mengalami luka mikro saat koitus atau melalui
epitel skuamosa yang immature di daerah zona transisional T zone Garcia, 2009. Menurut Mardjikoen 2005 T zone atau Squamous Collumnar Junction
SCJ adalah daerah peralihan epitel skuamosa yang terdapat di ektoserviks porsio menjadi epitel kolumnar yang terdapat di endoserviks.
Pada awalnya virus menempel di permukaan sel, kemudian virus melakukan penetrasi melalui membran plasma sel. Virus memasukkan DNA-nya
Universitas Sumatera Utara
ke dalam sel dan melakukan uncoating atau pelepasan kapsid. DNA virus yang telah memasuki sel kemudian melakukan penyisipan insertion pada
protoonkogen DNA manusia Garcia, 2009. Protoonkogen yang telah mengalami mutasi tersebut selanjutnya disebut sebagai onkogen Garcia, 2009.
Pada sel normal protoonkogen mengkode pembuatan peptida yang merangsang pertumbuhan dan diferensiasi sel, tetapi tidak menimbulkan kanker.
Sebaliknya, protoonkogen yang telah mengalami transformasi menjadi onkogen mengkode pembuatan peptida yang dapat menimbulkan kanker Sukardja, 2000.
Onkogen tersebut menyebabkan terjadinya mutasi pada gen penekan tumor tumor cupressor gene TP53 sehingga terjadi degradasi protein p53 melalui pengikatan
dengan E6 dan RB melalui pengikatan dan penginktivasian protein Rb oleh E7 sehingga sel mengalami resistensi terhadap apoptosis, menyebabkan pertumbuhan
sel yang tak terkontrol setelah terjadinya kerusakan DNA. Akhirnya, inilah yang menyebabkan terjadinya malignasi Garcia, 2009.
2.4.5. Patologi Kanker Serviks
Sebagian besar kanker serviks terjadi pada epitel skuamosa bertingkat yang menunjukkan perubahan prakanker. Displasia diketahui dengan adanya
kelainan sitologik pada hapusan serviks dan dipastikan melalui biopsi serviks. Perubahan sitologik meliputi peningkatan ukuran inti, peningkatan rasio inti
sitoplasma, hiperkromatisme, penyebaran kromatin abnormal dan kelainan membran inti Chandrasoma, 2005.
Luas perubahan ini memungkinkan klasifikasi dalam urutan peningkatan keparahan sebagai displasia ringan, sedang dan karsinoma in situ. Displasia
merupakan lesi yang dapat pulih kembali, tetapi semakin berat derajat displasianya semakin sedikit kecenderungan pulih. Rentang waktu untuk
perkembangan displasia bervariasi. Median waktu timbulnya karsinoma adalah 7 tahun untuk displasia ringan dan 1 tahun untuk displasia berat Chandrasoma,
2005. Istilah neoplasia intrepitel serviks CIN Cervical Intraephitelial
Neoplasia sering disebut digunakan dan memiliki denotasi yang sama dengan
Universitas Sumatera Utara
displasia. CIN I setara dengan minimal. CIN II dengan displasia sedang, dan CIN III dengan displasia berat dan karsinoma in situ Chandrasoma, 2005. Dalimanta
2004 juga menambahkan bahwa waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma in situ berkisar 1-7 tahun sedangkan dari karsinoma in situ menjadi
kelainan invasif berkisar 3-20 tahun. Displasia serviks adalah pertumbuhan sel abnormal yang mencakup
berbagai lesi epitel yang secara baik sitologi maupun histologi berbeda dibandingkan epitel normal, tidak mengenai epitel basalis dan belum
menunjukkan kriteria karateristik keganasan. Karateristik keganasan tersebut adalah peningkatan selularitas, abnormalitas nukleus dan peningkatan rasio
nukleussitoplasma. Keadaan ini harus dibedakan dengan metaplasia normal yang secara alami terjadi pada serviks normal. Metaplasia pada serviks normal ini
terjadi akibat saling desak kedua jenis epitel yang melapisi serviks. Dengan masuknya mutagen, porsio yang mengalami metaplasia fisiologik dapat berubah
menjadi patologik displastik-diskariotik Mardjikoen, 2005. Secara histopatologi, sebagian besar 90 kanker ini berasal dari sel
skuamosa sedangkan sisanya 10 berasal dari sel kelenjar serviks. Kebanyakan kanker sel skuamosa melibatkan ostium uteri eksternum sehingga dapat terlihat
pada pemeriksaan dengan menggunakan spekulum. Lesi dapat berupa eksofitik maupun endofitik. Kanker sel skuamosa invasif berbeda-beda berdasarkan derajat
diferensiasi selular mereka, tetapi umumnya terlihat sebagai jaringan berkeratin Pitkin, 2003.
Tumor pada penyakit ini dapat tumbuh secara eksofitik, endofitik maupun ulseratif. Pertumbuhan elsofitik terjadi bila tumor tumbuh mulai dari Squamous
Collumnar Junction SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa poliferatif yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis. Dikatakan sebagai pertumbuhan
endofitik bila pertumbuhan dimulai dari SCJ kemudian tumor tumbuh ke dalam stroma serviks dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan
melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas disebut sebagai pertumbuhan ulseratif Mardjikoen, 2005.
Universitas Sumatera Utara
2.4.6. Faktor Resiko Kanker Serviks