mengganggu orang sedang tidur, sedang shalat atau sedang membaca al-Qur’an, sebagaimana telah ditetapkan dalam kitab-kitab fikih.
27
5. Pandangan Ulama Tentang Keutamaan Dzikir
a. Dzikir menurut Abu ‘Athaillah As-Sakandari
Dzikir adalah membebas diri dari lalai dan lupa menghadirkan hati secara kontinyu bersama Al-Haq, atau dzikir adalah menyebut-
nyebut nama Allah secara berulanng-ulang dengan hati dan lisan, menyebutkan salah satu sifat Allah swt, hukumnya, perbuatannya
secara berulang-ulang untuk tujuan mendekatkan diri kepada Allah swt.
28
Menurut Al-Ghazali dalam bukunya “Mensucikan Jiwa Intisari Ihya’Ulimuddin” ketahuilah bahwa orang-orang yang memandang
dengan cahaya bashirah mengetahui bahwa tidak ada keselamatan kecuali dalam pertemuan dengan Allah swt, dan tidak ada jalan untuk
bertemu Allah kecuali dengan kematian hamba dalam keadaan mencintai Allah dan mengenal Allah swt.
29
b. Imam Abu Qasim al-Qusyairi Imam Abu Qasim Al-Qusyairi mengatakan, “Dzikir adalah
lembaran kekuasaan, cahaya penghubung, pencapain kehendak, tanda awal perjalanan yang benar dan bukti akhir perjalan menuju Allah swt.
Tidak sesuatu setelah dzikir. Semua perangai yang terpuji merujuk kepada dzikir dan bersumber darinya.”
Dia juga berkata: “Dzikir penting dalam perjalanan menuju Al- Haq, bahkan, dia adalah pemimpin dalam perjalanan tersebut.
27
Abdul Qadir Isa, Hakekat tasawuf,,,. Cet. ke-12, hal 109
28
Abdul Qadir Isa, Hakekat tasawuf,,,. Cet. ke-12, hal 95.
29
Said Bin Muhammad Daib Hawwa. Mensucikan jiwa intisari Ihya Ulumuddin, Jakarta: Robani Press 1998, hal. 100
Seseorang tidak akan sampai kepada Allah kecuali dia tekun dalam berzikir.”
Oleh karena itu keluarlah ayat Al-Qur’an maka Allah berfirman dalam surat Al-Ahzab 3341-42
.ﺎﹰﻠﻴﺻﹶﺍﻭ ﹰﺓﺮﹾﻜﺑ ﻩﻮﺤﺒﺳﻭ .ﺍﺮﻴﺜﹶﻛ ﺍﺮﹾﻛﺫ َﷲﺍ ﺍﻭﺮﹸﻛﹾﺫﺍ ﺍﻮﻨﻣﹶﺃ ﻦﻳﺬﱠﻟﺍ ﺎﻬﻳﹶﺎﻳ
“Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah dengan menyebut nama Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah
kepada-Nya diwaktu pagi dan petang”. Seluruh potensi akal dan hatinya terhubung kepada Allah,
merasakan kehadiran Allah. Ini menjadi point terpenting dari dzikir.
30
Maka oleh karena itu manusia upaya untuk membangun kesadaran agar bisa menuju ridha Allah swt.
c. Fakhruddin Ar-Razi Fakhruddin ar-Razi mengatakan:
“sesungguhnya yang menjadi penyebab masuk neraka adalah kelalaian dari berdzikir kepada Allah swt. Dan dapat yang
membebaskan dari siksa neraka Jahanam adalah dzikir kepada Allah swt. Apabila hati lalai dari kalimat dzikir kepada Allah
swt, lalu dia berpaling kepada kesenangan-kesenangan dunia, maka dia akan terjatuh kedalam pintu ketamakan. Dia akan
berpindah dari satu kesenangan menuju permintaan yang lain. Apabila terbuka bagi hati pintu dzikir dan makrifat kepada Allah
swt, maka dia akan terbebas dari kerugian dan merasakan mekrifat kepada tuhan semesta alam.”
31
30
Agus mustofa, Dzikir Tauhid Padang: PADMA Press 2006, hal. 212
31
Abdul Qadir Isa, Hakekat tasawuf…, hal 96
d. Syaikh Al-Qurthubi Syaikh Al-Qurthubi mengatakan, Dzikir adalah taat kepada Allah
Yang Maha Mulia lagi Maha Agung dalam menuruti perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Janganlah kamu tinggalkan perintah Allah,
nanti kamu menjadi orang-orang yang melalaikan perintah dan mempermainkanmnya. Kata Sa’id bin Jubair mengutif dalam bukunya
Imam Al-Qurthubi, Rahasia Kematian Alam Akhirat dan Kiamat yang mengutip “Dzikir itu berarti taat kepada Allah. Orang yang tidak taat
kepada Allah berarti tidak dzikir atau ingat kepada-Nya, sekalipun ia sering membaca kalimat tasbih, kalimat tahlil dan Al-Qur’an.”
32
e. Dzikir menurut pandangan Imam Al-Qusyairy An-Naisabury Diantara karakter dzikir adalah bahwa dzikir tidak terbatas pada
waktu-waktu tertentu, kecuali si hamba diperintah untuk berdzikir kepada Allah di setiap waktu, entah sebagai kewajiban ataupun sunah
saja. Akan tetapi, shalat sehari-hari, meskipun merupakan amal ibadah yang termulia, dilarang pada waktu-waktu tertentu. Dzikir dalam hati
bersifat terus-menerus dalam kondisi apapun.
33
Dengan dzikir ini akan tercapailah jalan hubungan yang indah dengan Allah dan hubungan yang baik sesama umat manusia. Dengan
dzikir kita dilimpahi petunjuk dan kemampuan dalam menghadapi cobaan hidup di dunia ini. Dengan dzikir ini akan tercapai kehidupan
yang indah dan manis serta nikmat di dunia ini dan juga akhirat nanti. Menurut Abd Al-Mun’im Hifni yang dikutip dalam buku “Dzikir
Sufi” mengatakan dzikir sebagai perasaan takut kepada Allah swt dan cinta yang mendalam.
34
Dzikir merupakan upaya mengingat Allah swt, dengan ungkapan tertentu yang dilakukan secara berulang-ulang
berdasarkan kemauan orang yang berdzikir.
32
Imam Al-Qurthubi, Rahasia Kematian Alam Akhirat dan Kiamat, Jakarta: Akbar Media Eka Sarana 2006, hal. 560
33
Abul Qasim al-Qusyairy an-Naisabury, Risalatul Qusyairiyah Induk Imu Tasawuf, Surabaya: Risalah Gusti 1996, Cet. Ke2 hal. 264
34
Qomarudin SF, Dzikir Sufi, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta 2000, hal. 166
B. Akhlak dan Ruang Lingkup
1. Pengertian Akhlak
Akhlak berasal dari kamus bahasa Arab, yaitu
ﺝ ﻕﻼﺧﺍ ﻖﻠﳋﺍ
yang artinya “tabi’at budi perkerti”.
35
tingkah laku, perangai, watak, moral.
36
Dilihat dari segi terminologi “Akhlak ialah keadaan gerak jiwa yang mendorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui
pertimbangan pemikiran terlebih dahulu. Ilmu akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, terpuji dan tercela, tentang
perkataan atau perbuatan manusia, lahir dan batin.
37
Sedangkan Akhlak menurut Prof. Dr. Hj. Zakiyah Daradjat adalah : Kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran,
perasaan, bawaan, dan kebiasaan yang menyatu, membentuk sesuatu kesatuan tindak akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup
keseharian. Dari kelakuan itulah lahirlah perasaan moral yang terdapat di dalam manusia sebagai fitrah, sehingga ia mampu membedakan
mana yang baik dan mana yang jahat, mana yang bermanfaat dan mana yang tidak berguna, mana yang cantik dan mana yang buruk.
38
Jadi pada hakikatnya akhlak sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, yang akan muncul secara spontan bilamana diperlukan, tanpa
memerlukan pemikiran atau pertimbangan terlibih dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar, dan sifat itu dapat lahir berupa baik atau
buruk sesuai dengan pembinaannya.
35
Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawir…, h. 364
36
Zakiah Daradjat, dkk, Metodik khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara , 2004,cet.ke-3, hal 289-307
37
Barmawie Umary . Materia Akhlak… hal : 1
38
Zakiyah Daradjat, Pendidikan Islam Keluarga dan Sekolah, Jakarta: PT Remaja Rosdakarya, 1995,cet II, h.10