suami kehidupannya justru lebih nyaman, tidak tertekan, lebih bebas dan menjadi lebih pemberani Komunikasi interpersonal BS, tanggal 8 Februari 2013.
Dengan melihat uraian diatas, penelitian ini akan mempelajari secara mendalam tentang mekanisme koping perempuan yang mengalami infertilitas yang
dipengaruhi faktor sosial budaya Karo di Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo serta mendapatkan informasi secara detail dan jelas tentang bermacam upaya untuk
menanggulangi permasalahannya. Terlebih lagi, adanya perspektif baru dalam memandang masalah kesehatan dan penyakit yang tidak hanya melibatkan aspek
biologis, melainkan juga aspek psikologis dan sosial, maka sangat terasa kebutuhan untuk menggali informasi yang lebih kaya tentang sumbangan aspek psikologis
terhadap kesehatan.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana mekanisme koping pada perempuan suku Karo yang mengalami
infertilitas?”
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk mengidentifikasi konsep tentang mekanisme koping pada perempuan yang mengalami infertilitas yang dipengaruhi faktor sosial budaya Karo di
Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo.
Universitas Sumatera Utara
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah kepustakaan khususnya yang berkaitan dengan teori dan konsep mekanisme koping pada perempuan yang
mengalami infertilitas yang dipengaruhi sosial budaya Karo
1.4.2. Bagi Perempuan yang Mengalami Infertilitas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan masukan yang berharga bagi ibu yang mengalami infertilitas dalam melihat dan belajar
melalui pengalaman serupa dalam menjalani infertilitas dan mengatasi permasalah yang ada serta mendapat gambaran untuk menggunakan
mekanisme koping dan beradaptasi dengan masalah infertilitas
1.4.3. Bagi Instansi Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai mekanisme koping perempuan yang mengalami infertilitas yang dipengaruhi
oleh sosial budaya Karo. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan dalam pembuatan program kesehatan bagi perempuan yang
mengalami masalah infertilitas berbasis sosial budaya
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Infertilitas
Ketidaksuburan infertil adalah suatu kondisi dimana pasangan suami istri belum mampu memiliki anak walaupun telah melakukan hubungan seksual sebanyak
2 – 3 kali seminggu dalam kurun waktu 1 tahun tanpa menggunakan alat kontrasepsi jenis apapun Djuwantoro, 2008.
Menurut Kasdu 2001, infertilitas adalah bila pasangan suami istri, setelah bersanggama secara teratur 2-3 kali seminggu, tanpa memakai metode pencegahan
belum mengalami kehamilan selama satu tahun. Pasangan suami istri dianggap infertil apabila memenuhi syarat-syarat berikut:
a. Pasangan tersebut berkeinginan untuk memiliki anak.
b. Selama satu tahun atau lebih berhubungan seksual, istri sebelum mendapatkan
kehamilan. c.
Frekuensi hubungan seksual minimal 1– 3 kali dalam setiap minggunya. d.
Istri maupun suami tidak pernah menggunakan alat ataupun metode kontrasepsi, baik kondom, obat-obatan dan alat lain yang berfungsi untuk mencegah
kehamilan. Djuwantono, 2008.
Secara medis infertilitas dibagi menjadi dua jenis, yaitu infertilitas primer yang berarti pasangan suami istri belum mampu dan belum pernah memiliki anak
11
Universitas Sumatera Utara
setelah satu tahun berhubungan seksual sebanyak 2 – 3 kali perminggu tanpa menggunakan alat kontrasepsi dalam bentuk apapun dan infertilitas sekunder yang
berarti pasangan suami istri telah atau pernah memiliki anak sebelumnya tetapi saat ini belum mampu memiliki anak lagi setelah satu tahun berhubungan seksual
sebanyak 2 – 3 kali perminggu tanpa menggunakan alat atau metode kontrasepsi jenis apapun Kasdu, 2001.
2.1.1. Faktor Penyebab Infertilitas
Sebanyak 60 – 70 pasangan yang telah menikah akan memiliki anak pada tahun pertama pernikahan mereka. Sebanyak 20 akan memiliki anak pada tahun ke-
2 dari usia pernikahannya. Sebanyak 10 - 20 sisanya akan memiliki anak pada tahun ke-3 atau lebih atau tidak pernah memiliki anak.
Walaupun pasangan suami istri dianggap infertil bukan tidak mungkin kondisi infertil sesungguhnya hanya dialami oleh sang suami atau sang istri. Hal tersebut
dapat dipahami karena proses pembuahan yang berujung pada kehamilan dan lahirnya seorang manusia baru merupakan kerjasama antara suami dan istri.
Kerjasama tersebut mengandung arti bahwa dua faktor yang harus dipenuhi adalah: a.
Suami memiliki sistem dan fungsi reproduksi yang sehat sehingga mampu menghasilkan dan menyalurkan sel kelamin pria spermatozoa ke dalam organ
reproduksi istri b.
Istri memiliki sistem dan fungsi reproduksi yang sehat sehingga mampu menghasilkan sel kelamin wanita sel telur atau ovum
Kasdu, 2001.
Universitas Sumatera Utara
Infertilitas tidak semata-mata terjadi kelainan pada wanita saja. Hasil penelitian membuktikan bahwa suami menyumbang 25-40 dari angka kejadian infertil, istri
40-55, keduanya 10, dan idiopatik 10. Hal ini dapat menghapus anggapan bahwa infertilitas terjadi murni karena kesalahan dari pihak wanitaistri.
2.1.1.1. Berbagai Gangguan yang Memicu terjadinya Infertilitas pada Wanita
a. Gangguan Organ Reproduksi
1. Infeksi vagina sehingga meningkatkan keasaman vagina akan membunuh
sperma dan pengkerutan vagina yang akan menghambat transportasi sperma ke vagina.
2. Kelainan pada serviks akibat defesiensi hormon esterogen yang mengganggu
pengeluaran mukus serviks. Apabila mukus sedikit di serviks, perjalanan sperma ke dalam rahim terganggu. Selain itu, bekas operasi pada serviks yang
menyisakan jaringan parut juga dapat menutup serviks sehingga sperma tidak dapat masuk ke rahim
3. Tuba falopii akibat infeksi yang mengakibatkan adhesi tuba falopii dan terjadi
obstruksi sehingga ovum dan sperma tidak dapat bertemu. b.
Gangguan Ovulasi Gangguan ovulasi ini dapat terjadi karena ketidakseimbangan hormonal seperti
adanya hambatan pada sekresi hormon FSH dan LH yang memiliki pengaruh besar terhadap ovulasi. Hambatan ini dapat terjadi karena adanya tumor cranial,
stress, dan penggunaan obat-obatan yang menyebabkan terjadinya disfungsi
Universitas Sumatera Utara
hipotalamus dan hipofise. Bila terjadi gangguan sekresi kedua hormon ini, maka folikel mengalami hambatan untuk matang dan berakhir pada gangguan ovulasi.
c. Kegagalan Implantasi
Wanita dengan kadar progesteron yang rendah mengalami kegagalan dalam mempersiapkan endometrium untuk nidasi. Setelah terjadi pembuahan, proses
nidasi pada endometrium tidak berlangsung baik. Akibatnya fetus tidak dapat berkembang dan terjadilah abortus.
e. Endometriosis
f. Faktor Immunologis
Apabila embrio memiliki antigen yang berbeda dari ibu, maka tubuh ibu memberikan reaksi sebagai respon terhadap benda asing. Reaksi ini dapat
menyebabkan abortus spontan pada wanita hamil. g.
Lingkungan Paparan radiasi dalam dosis tinggi, asap rokok, gas anastesi, zat kimia, dan
pestisida dapat menyebabkan toksik pada seluruh bagian tubuh termasuk organ reproduksi yang akan mempengaruhi kesuburan.
2.1.1.2. Penyebab Infertilitas pada Pria
a. Kelainan pada Alat Kelamin
1. Hipospadia yaitu muara saluran kencing letaknya abnormal, antara lain pada
permukaan testis 2.
Ejakulasi retrograd yaitu ejakulasi dimana air mani masuk kedalam kandung kemih
Universitas Sumatera Utara
3. Varikokel yaitu suatu keadaan dimana pembuluh darah menuju buah zakar
terlalu besar, sehingga jumlah dan kemampuan gerak spermatozoa berkurang yang berarti mengurangi kemampuannya untuk menimbulkan kehamilan
4. Testis tidak turun dapat terjadi karena testis atrofi sehingga tidak turun
b. Kegagalan Fungsional
1. Kemampuan ereksi kurang
2. Kelainan pembentukan spermatozoa
3. Gangguan pada sperma
c. Gangguan di Daerah Sebelum Testis Pre Testicular
Gangguan biasanya terjadi pada bagian otak, yaitu hipofisis yang bertugas mengeluarkan hormon FSH dan LH. Kedua hormon tersebut mempengaruhi testis
dalam menghasilkan hormon testosteron, akibatnya produksi sperma dapat terganggu serta mempengaruhi spermatogenesis dan keabnormalan semen. Terapi
yang bisa dilakukan untuk peningkatan testosteron adalah dengan terapi hormon. d.
Gangguan di Daerah Testis Testicular Kerja testis dapat terganggu bila terkena trauma pukulan, gangguan fisik, atau
infeksi. Bisa juga terjadi, selama pubertas testis tidak berkembang dengan baik, sehingga produksi sperma menjadi terganggu. Dalam proses produksi, testis
sebagai pabrik sperma membutuhkan suhu yang lebih dingin daripada suhu tubuh, yaitu 34–35 °C, sedangkan suhu tubuh normal 36,5–37,5 °C. Bila suhu tubuh
terus-menerus naik 2–3 °C saja, proses pembentukan sperma dapat terganggu.
Universitas Sumatera Utara
e. Gangguan di Daerah Setelah Testis Post Testicular
Gangguan terjadi di saluran sperma sehingga sperma tidak dapat disalurkan dengan lancar, biasanya karena salurannya buntu. Penyebabnya bisa jadi bawaan
sejak lahir, terkena infeksi penyakit seperti tuberkulosis, serta vasektomi yang memang disengaja.
f. Tidak Adanya Semen
Semen adalah cairan yang mengantarkan sperma dari penis menuju vagina. Bila tidak ada semen maka sperma tidak terangkut tidak ada ejakulasi. Kondisi ini
biasanya disebabkan penyakit atau kecelakaan yang memengaruhi tulang belakang.
g. Kurangnya Hormon Testosteron
Kekurangan hormon ini dapat mempengaruhi kemampuan testis dalam memproduksi sperma.
2.1.1.3. Penyebab pada Suami dan Istri
a. Gangguan pada Hubungan Seksual
Kesalahan teknik sanggama dapat menyebabkan penetrasi tak sempurna ke vagina, impotensi, ejakulasi prekoks, vaginismus, kegagalan ejakulasi, dan kelainan
anatomik seperti hipospadia, epispadia. b.
Faktor Psikologis antara Kedua Pasangan suami dan istri -
Masalah tertekan karena sosial ekonomi belum stabil -
Masalah dalam pendidikan
Universitas Sumatera Utara
c. Emosi karena Didahului Orang Lain Hamil
Selain faktor-faktor yang telah disebutkan diatas, masih ada faktor di luar organ yang mempengaruhi ketidaksuburan, yaitu :
1. Faktor Usia
Usia berpengaruh terhadap masa reproduksi, artinya selama masih mengalami haid yang teratur kemungkinan ia masih bisa hamil. Kejadian infertilitas
berbanding lurus dengan pertambahan usia perempuan. Perempuan dengan rentang 19-26 tahun memiliki kemungkinan untuk hamil dua kali lebih besar
daripada perempuan dengan rentang usia antara 35-39 tahun Hestiantoro, 2008.
Penelitian menunjukkan hanya sepertiga pria berumur diatas 40 tahun yang mampu menghamili istrinya dalam waktu 6 bulan dibanding dengan pria yang
berumur dibawah 25 tahun. Selain itu, usia yang semakin tua juga mempengaruhi kualitas sel sperma Kasdu, 2001
2. Berat Badan
Jika seseorang memiliki berat badan yang berlebih over weight atau mengalami kegemukan obesitas, atau yang memiliki lemak tubuh 10-15
diatas lemak tubuh normal, maka perempuan tersebut akan menderita gangguan pertumbuhan folikel di ovarium yang terkait dengan sebuah sindrom
ovarium poli kistik. Di samping berat badan yang berlebih maka berat badan yang rendah juga dapat mengganggu fungsi fertilitas seorang perempuan. Zat
gizi yang cukup seperti karbohidrat, lemak dan protein sangat diperlukan untuk
Universitas Sumatera Utara
pembentukan hormon reproduksi, sehingga pada perempuan kurus akibat asupan gizi yang sangat kurang akan mengalami defesiensi hormon reproduksi
yang berakibat terhadap peningkatan kejadian infertilitas pada perempuan tersebut Kasdu, 2001.
3. Gaya Hidup
Gaya hidup yang dimaksud adalah pola makan dan kebiasaan sehari-hari. Merokok dapat menjadi salah satu penyebab infertilitas. Di samping itu
penyalahgunaan obat narkotika juga dapat menurunkan produksi hormon reproduksi. Alkohol telah pula terbukti menjadi penyebab gagalnya preses
implantasi Kasdu, 2001. 4.
Lingkungan Beberapa zat polutan seperti saat ini dicurigai memiliki kaitan yang erat dengan
tingginya kejadian infertilitas akibat endometriosis terutama bagi perempuan yang tinggal di daerah perkotaan Kasdu, 2001.
2.1.1.4. Faktor Penyebab Infertilitas dari Segi Psikologis
Kesuburan wanita secara mutlak dipengaruhi oleh proses-proses fisiologis dan anatomis, di mana proses fisiologis tersebut berasal dari sekresi internal yang
mempengaruhi kesuburan. Dalam hal ini kesuburan wanita itu merupakan satu unit psikosomatis yang selalu dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor psikis dan faktor
organis atau fisis. Kesulitan-kesulitan psikologis ini berkaitan dengan koitus dan kehamilan, yang biasanya mengakibatkan ketidakmampuan wanita menjadi hamil.
Pengalaman-pengalaman membuktikan, bahwa unsur ketakutan serta kecemasan
Universitas Sumatera Utara
berkaitan dengan fungsi reproduksi yang menimbulkan dampak yang merintangi tercapainya orgasme pada koitus. Pada umumnya dinyatakan bahwa sebab yang
paling banyak dari kemandulan adalah ketakutan-ketakutan yang tidak disadari atau yang ada dibawah sadar, yang infantile atau kekanak-kanakan sifatnya.
Penelitian kedokteran juga menemukan bahwa peningkatan kadar prolaktin dan kadar Lutheinizing Hormon LH berhubungan erat dengan masalah psikis.
Kecemasan dan ketegangan cenderung mengacaukan kadar LH, serta kesedihan dan murung cenderung meningkatkan prolaktin. Kadar prolaktin yang tinggi dapat
mengganggu pengeluaran LH dan menekan hormon gonadotropin yang mempengaruhi terjadinya ovulasi Kasdu, 2001.
Perasaan tertekan atau tegang yang dialami wanita berpengaruh terhadap fungsi hipotalamus yang merupakan kelenjar otak yang mengirimkan sejumlah sinyal
untuk mengeluarkan hormon stres keseluruh tubuh. Hormon stress yang terlalu banyak keluar dan lama akan mengakibatkan rangsangan yang berlebihan pada
jantung dan melemahkan sistem kekebalan tubuh. Kelebihan hormon stres juga dapat mengganggu keseimbangan hormon, sistem reproduksi ataupun kesuburan.
Pernyataan ini seperti dikemukakan oleh Mark Saver pada penelitiannya tahun 1995, mengenai Psychomatic Medicine yang menjelaskan bahwa wanita dengan riwayat
tekanan jiwa kecil kemungkinan untuk hamil dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalaminya. Hal ini terjadi karena wanita tersebut mengalami ketidakseimbangan
hormon hormon estrogen. Kelebihan hormon estrogen akan memberikan sinyal kepada hormon progesteron untuk tidak berproduksi lagi karena kebutuhannya sudah
Universitas Sumatera Utara
mencukupi. Akibatnya akan terjadi kekurangan hormon progesteron yang berpengaruh terhadap proses terjadinya ovulasi Kasdu, 2001.
2.1.2. Penatalaksanaan Infertilitas 2.1.2.1. Penatalaksanaan pada wanita
Langkah pertama adalah anamnesis, ini merupakan cara yang terbaik untuk mencari penyebab infertilitas pada wanita. Banyak faktor penting yang berkaitan
dengan infertilitas dapat ditanyakan pada pasien. Anamnesis meliputi hal-hal berikut, misalnya lama fertilitas, riwayat haid, ovulasi, dan dismenorea, riwayat sanggama,
frekuensi sanggama, dispareunia, riwayat komplikasi pascapartum, abortus, kehamilan ektopik, kehamilan terakhir, kontrasepsi yang pernah digunakan,
pemeriksaan infertilitas dan pengobatan sebelumnya, riwayat penyakit sistematik tuberkulosis, diabetes melitus, tiroid, pengobatan radiasi, sitostatika, alkoholisme,
riwayat bedah peruthipofisisginekologi, riwayat PID, PHS, leukorea, riwayat keluar ASI dan pengetahuan kesuburan.
Langkah kedua adalah analisis hormonal, dilakukan jika dari hasil anamnesis ditemukan riwayat, atau sedang mengalami gangguan haid, atau dari pemeriksaan
dengan suhu basal badan ditemukan anovulasi. Hiperprolaktinemia menyebabkan gangguan sekresi GnRH yang akibatnya terjadi anovulasi. Kadar normal prolaktin
adalah 5-25 ngml. Pemeriksaan dilakukan antara pukul 7 sampai 10. Jika ditemukan kadar prolaktin 50 ngml disertai gangguan haid, perlu dipikirkan ada tumor di
hipofisis. Pemeriksaan gonadotropin dapat memberi informasi tentang penyebab tidak terjadinya haid.
Universitas Sumatera Utara
Langkah III adalah uji pasca-sanggama. Tes ini dapat memberi informasi tentang interaksi antara sperma dan getah serviks. Jika hasil uji pasca senggama
negatif, perlu dilakukan evaluasi kembali terhadap sperma. Hasil uji pasca senggama yang normal dapat menyimpulkan penyebab infertilitas suami.
Langkah IV adalah penilaian ovulasi. Penilaian ovulasi dapat diukur dengan pengukuran suhu basal badan SBB. SBB dikerjakan setiap hari pada saat bangun
pagi hari, sebelum bangkit dari tempat tidur, atau sebelum makan atau minum. Jika wanita memiliki siklus haid berovulasi, grafik akan memperlihatkan gambaran
bifasik, sedangkan yang tidak berovulasi gambaran grafiknya monofasik. Pada gangguan ovulasi idiopatik yang penyebabnya tidak diketahui, induksi
ovulasi dapat dicoba dengan pemberian estrogen umpan balik positif atau antiestrogen umpan balik negatif. Untuk umpan balik negatif, diberikan klomifen
sitrat dosis 50-100 mg, mulai hari ke-5 sampai ke-9 siklus haid. Jika dengan pemberian estrogen dan klomifen sitrat tidak juga terjadi sekresi gonadotropin, untuk
pematangan folikel terpaksa diberikan gonadotropin dari luar. Cara lain untuk menilai ovulasi adalah dengan USG. Jika diameter folikel mencapai 18-25 mm, berarti
menunjukkan folikel yang matang dan tidak lama lagi akan terjadi ovulasi. Langkah V yaitu pemeriksaan bakteriologi. Perlu dilakukan pemeriksaan
bakteriologi dari vagina dan porsio. Infeksi akibat Clamydia trachomatis dan gonokokus sering menyebabkan sumbatan tuba. Jika ditemukan riwayat abortus
berulang atau kelainan bawaan pada kehamilan sebelumnya perlu dilakukan pemeriksaan terhadap TORCH.
Universitas Sumatera Utara
Langkah VI adalah analisis fase luteal. Kadar estradiol yang tinggi pada fase luteal dapat menghambat implantasi dan keadaan seperti ini sering ditemukan pada
unexplained infertility. Pengobatan insufisiensi korpus luteum dengan pemberian sediaan progesteron alamiah. Lebih diutamakan progesteron intravagina dengan dosis
50- 200 mg daripada pemberian oral. Langkah VII yaitu diagnosis tuba falopii. Karena makin meningkatnya
penyakit akibat hubungan seksual, pemeriksaan tuba menjadi sangat penting. Tuba yang tersumbat, gangguan hormon, dan anovulasi merupakan penyebab tersering
infertilitas. Untuk mengetahui kelainan pada tuba tersedia berbagai cara, yaitu uji insuflasi, histerosalpingografi, gambaran tuba falopii secara sonografi, hidrotubasi,
dan laparoskopi. Penanganan pada tiap predisposisi infertilitas bergantung pada penyebabnya, termasuk pemberian antibiotik untuk infertilitas yang disebabkan oleh
infeksi. Timang, 2011
2.1.2.2. Penatalaksanaan pada Pria
Umumnya adalah dengan analisis sperma. Dari hasil analisis sperma dapat terlihat kualitas dan kuantitas dari spermatozoa. Jika ditemukan fruktosa di dalam
semen, harus dilakukan tindakan biopsi testis. Jika tidak ditemukan fruktosa di dalam semen, menunjukkan tidak adanya kelainan vesikula dan vasa seminalis yang bersifat
congenital Timang, 2011. Perubahan gaya hidup yang sederhana dan yang terkoreksi, seperti perbaikan
nutrisi, tidak membiasakan penggunaan celana yang panas dan ketat, serta harus
Universitas Sumatera Utara
memperhatikan penggunaan lubrikans saat coital, jangan yang mengandung spermatisida Ferrystoner, 2013
2.1.3. Pencegahan Infertilitas
a. Berbagai macam infeksi diketahui menyebabkan infertilitas terutama infeksi
prostate, buah zakar, maupun saluran sperma. Karena itu, setiap infeksi di daerah tersebut harus ditangani serius.
b. Beberapa zat dapat meracuni sperma. Banyak penelitian menunjukkan pengaruh
buruk rokok terhadap jumlah dan kualitas sperma. c.
Alkohol dalam jumlah banyak dihubungkan dengan rendahnya kadar hormon testosteron yang tentunya akan menganggu pertumbuhan sperma.
d. Seringkali sebabkan oleh penyakit menular seksual, karena itu dianjurkan untuk
menjalani perilaku seksual yang aman guna meminimalkan risiko kemandulan dimasa yang akan datang.
e. Imunisasi gondonganmumps telah terbukti mampu mencegah gondongan dan
komplikasinya pada pria orkitis. Kemandulan akibat gondongan bisa dicegah dengan menjalani imunisasi gondongan.
f. Beberapa jenis alat kontrasepsi memiliki risiko kemandulan lebih tinggi misalnya
IUD. IUD tidak dianjurkan untuk dipakai pada wanita yang belum pernah memiliki anak. Ferrystoner, 2013.
2.1.4. Respon Psikologis Pasangan yang Mengalami Infertilitas
Beberapa budaya menganggap suatu ketidaksuburan merupakan tanggungjawab perempuan. Ketidakmampuan perempuan untuk mengandung
Universitas Sumatera Utara
dihubungkan dengan dosa-dosanya, perbuatan yang tidak senonoh dimasa lalu, dan menunjukkan bahwa perempuan adalah individu yang tidak adekuat Anwar, 1997;
Olds, London, Ladewig, 2000. Perempuan pada awalnya merasa bahwa dirinya adalah penyebab ketidaksuburan, dan seringkali perempuan yang pertama divonis
oleh masyarakat sebagai individu penyebab masalah tanpa melihat terlebih dahulu penyebabnya perempuan atau laki-laki. Masalah infertilitas juga menyebabkan stres
pada laki-laki, namun stres lebih banyak dan lebih cepat dialami oleh perempuan Watkins Baldo, 2005. Tidak jarang kekerasan dalam rumah tangga terjadi akibat
ketidakadilan memandang masalah terkait infertilitas, sehingga pada akhirnya perempuan yang menjadi korban baik secara fisik, ekonomi, seksual maupun
psikososial Greil, 1997 dalam Benyamini, Gozlan Kokia, 2004; Gibson Myer, 2002 dalam Watkins Baldo, 2004; Old, London Ladewig, 2000.
Isu ketidaksuburan secara fisik memang tidak mengancam kehidupan dan bukan merupakan suatu penyakit, namun dampak psikologis yang terjadi mungkin
dapat sebanding dengan penyakit kronis Anwar, 1997; Benyamini, Gozlan Kokia, 2004. Adanya konflik-konflik emosional dan penghayatan perasaan akan dirinya
berbeda dengan wanita yang memiliki anak akan mengurangi kegembiraan dan kebahagiaanya. Disisi lain, kebahagiaan dan kegembiraan dalam kehidupan seseorang
merupakan indikator yang penting bagi kesehatan mental. Masalah kehamilan, melahirkan anak dan menjadi seorang ibu merupakan isu
yang sangat kompleks dalam masyarakat. Perempuan yang mengalami infertilitas sering mendapat stigma yang berat. Hal tersebut disebabkan, secara tradisional ibu
Universitas Sumatera Utara
didefenisikan secara biologis yaitu perempuan yang hamil, melahirkan kemudian mengasuh sedangkan bapak lebih didefenisikan secara sosial,laki-laki membutuhkan
anak sebagai ahli waris, penerus garis keluarga dan untuk menunjukkan maskulinitas mereka Hardy Makach, 2001; Widge, 2001.
Pada umumnya perempuan akan menginternalisasi perannya sebagai ibu yang harus melahirkan anak, sehingga ketika pasutri menghadapi masalah infertilitas, maka
perempuan akan merasa tidak mempunyai nilai, dan ditandai dengan timbulnya perasaan takut, cemas dan lain-lain. Masalah utama infertilitas secara sosial adalah
berhubungan dengan kekeluargaan, warisan, pola perkawinan dan perceraian. Hal ini akan mengancam identitas kewanitaan, legalitas wanita sebagai istri, stabilitas
perkawinan mereka, ikatan dan perannya dalam keluarga dan masyarakat, harga diripun menurun sehingga timbul frustasi dan perasaan tidak berdaya Lee, Sun
Chao; Widge, 2001. Masalah psikologis yang terjadi pada wanita yang menghadapi infertilitas juga
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Lee 2001 terhadap yang mengalami infertilitas di Thailand memperoleh hasil terjadinya peningkatan kecemasan dan
ketegangan pada perempuan yang mengalami infertilitas. Kecemasan dan ketegangan ini mengganggu dalam berhubungan dengan orang lain karena adanya sikap curiga
yang berlebihan ketika berbicara dengan orang lain dan mudah terpicunya emosi jika ada pernyataan orang lain yang dianggap menyinggung harga dirinya sebagai
perempuan Anggraeni, 2009
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian Tabong and Adongo, 2013 di Ghana Utara, yang meneliti pengalaman pasangan infertil menunjukkan bahwa mereka merasa tertekan, frustrasi,
menarik diri dari pergaulan, merasa terhina dan dianggap terkutuk bukan hanya di dunia tetapi juga di akhirat. Perempuan dilaporkan lebih khawatir tentang
ketidakmampuan mereka untuk melahirkan anak daripada laki-laki. Perempuan tanpa anak-anak di usia tua mereka sering dicap sebagai penyihir dan ditinggalkan oleh
keluarga mereka. Perempuan tersebut tidak diperbolehkan untuk berinteraksi dengan anak-anak
orang lain karena mereka dianggap bisa menyihir dan menyebabkan kematian anak- anak orang lain. Wanita infertil berbahaya bagi masyarakat di usia tua mereka karena
mereka menjadi iri terhadap anak orang lain dan dapat menyebabkan kematian anak- anak orang lain. Ketidakbahagiaan mereka juga memiliki dampak langsung pada
kehidupan seksual mereka yakni berkurangnya minat dalam aktivitas seksual dengan pasangan mereka.
Beberapa reaksi psikologis pada pasangan yang mengalami infertilitas : 1.
Shock Shock dan terkejut merupakan reaksi awal yang sering ditemui pada pasangan
infertilitas, biasanya pada pasangan yang sehat berharap tidak ada masalah untuk bisa mempunyai keturunan. Reaksi mereka berbeda-beda tergantung dari
kepribadian, citra diri dan kekuatan hubungan diantara pasangan.
Universitas Sumatera Utara
2. Guilt
Salah satu pasangan yang di diagnosa mengalami masalah infertilitas mungkin merasa bersalah karena dia yang menyebabkan tidak bisa mempunyai anak.
Menyesali perilaku masa lalu yang ternyata mempengaruhi kesuburan mereka, seperti praktek seksual yang tidak sehat yang mengakibatkan infeksi pada organ
reproduksi. 3.
Isolation Pasangan yang mengalami masalah infertilitas seringkali merasa berbeda dari
pasangan lain yang subur, mereka mungkin mengisolasi diri dari orang-orang, untuk menghindari rasa sakit emosional, dengan melakukan itu mereka juga
mengisolasi diri dari sumber-sumber dukungan. 4.
Depression Salah satu atau kedua pasangan yang mengalami infertilitas mungkin mengalami
depresi, terutama jika terapi tidak berhasil dengan cepat. Harapan dan keputusasaan untuk hamil datang silih berganti di setiap siklus menstruasi, tetapi
dalam jangka waktu panjang utuk mengurangi kekecewaan mereka mencoba untuk tidak terlalu berharap banyak. Dalam hal ini mungkin pasangan pun bisa
marah dan menghakimi orang lain. Infertilitas memberikan dampak yang besar pada kesejahteraan fisik dan
psikologis seseorang. Proses pengobatan infertilitas merupakan metode invasif yang membutuhkan waktu yang lama dan merupakan prosedur yang membuat
tidak nyaman.
Universitas Sumatera Utara
Banyak pasangan yang merasa ternoda dan malu karena mereka mengalami infertilitas. Pengalaman infertilitas membuat mereka terisolasi
sehingga menimbulkan stres dan cemas dalam berbagai aspek kehidupan sehari- hari mereka. Tingkat keberhasilan pengobatan rendah, sehingga banyak pasangan
yang mengalami kesedihan dan kehilangan yang berulang sehingga membuat depresi. Biaya pengobatan yang harus dikeluarkan juga dapat membuat stres
pasangan yang sedang menjalani pengobatan. Masalah emosi yang muncul pada pasangan yang infertil yaitu, kehilangan harga diri, berkabung, ancaman, rasa
bersalah, masalah perkawinan dan juga masalah kesehatan.
2.2. Mekanisme Koping 2.2.1. Pengertian Koping
Koping berasal dari kata coping yang bermakna harafiah pengatasan atau penanggulangan to cope with artinya mengatasimenanggulangi.
Koping adalah bagaimana reaksi orang ketika menghadapi stres atau tekanan. Koping sering dimaknai sebagai cara memecahkan masalah problem solving.
Pemecahan masalah lebih mengarah pada proses kognitif dan persoalan yang juga bersifat kognitif.
Koping diartikan sebagai apa yang dilakukan oleh individu untuk menguasai situasi yang dinilai sebagai suatu tantanganlukakehilangan atau ancaman. Jadi
koping lebih mengarah pada apa yang orang lakukan untuk mengatasi tuntutan- tuntutan yang penuh tekanan atau yang membangkitkan emosi Siswanto, 2007.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Pengertian Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang ditujukan untuk penatalaksanaan stres, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan
mekanisme pertahanan ego yang digunakan untuk melindungi diri Stuart, 2007 Mekanisme koping terbentuk melalui proses belajar dan mengingat, yang
dimulai sejak awal timbulnya stressor dan saat mulai disadari dampak stressor tersebut. Kemampuan belajar ini tergantung pada kondisi eksternal dan internal,
sehingga yang berperan bukan hanya bagaimana lingkungan membentuk stressor tetapi juga kondisi temperamen individu, persepsi, serta kognisi terhadap stressor
tersebut. Mekanisme koping bersumber dari ego, sering di sebut sebagai mekanisme
pertahanan mental, yaitu yang terdiri dari; denial menyangkal menghindarkan realitas ketidak setujuan dengan mengabaikan atau menolak untuk mengenalinya,
projeksi yaitu mekanisme perilaku dengan menempatkan sifat-sifat batin sendiri pada objek di luar diri atau melemparkan kekurangan diri sendiri pada orang lain, regresi
yaitu menghindarkan stres terhadap karakteristik perilaku dari tahap perkembangan yang lebih awal, displacement mengisar yaitu mengalihkan emosi yang seharusnya
diarahkan pada orang atau benda tertentu ke benda atau orang yang netral atau tidak membahayakan, mencari dukungan sosial seperti keluarga mencari dukungan atau
bantuan dari keluarga, tetangga, teman atau keluarga jauh, reframing yaitu mengkaji ulang kejadian stres agar lebih dapat menanganinya dan menerimanya, mencari
dukungan spiritual seperti mencari dan berusaha secara spiritual, berdoa, menemui
Universitas Sumatera Utara
pemuka agama atau aktif pada pertemuan ibadah, dan yang terakhir adalah menggerakkan keluarga untuk dapat menerima bantuan, keluarga berusaha mencari
sumber-sumber komunitas dan menerima bantuan orang lain. Mekanisme koping yang berorientasi pada tugas digunakan untuk
menyelesaikan masalah, menyelesaikan konflik dan memenuhi kebutuhan dasar. Terdapat 3 macam reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu; prilaku menyerang
Fight, prilaku menarik diri withdrawl, dan kompromi Rasmun, 2004. Pada prilaku menyerang, individu menggunakan energinya untuk melakukan
perlawanan dalam rangka mempertahankan integritas pribadinya. Prilaku yang ditampilkan dapat merupakan tindakan konstruktif maupun destruktif yaitu tindakan
agresif menyerang terhadap obyek, dapat berupa benda, barang, orang lain atau bahkan terhadap diri sendiri. Sedangkan tindakan konstruktif adalah upaya individu
dalam menyelesaikan masalah secara asertif, yaitu dengan kata-kata terhadap rasa ketidak senangannya. Seperti kompromi juga merupakan tindakan konstruktif yang
dilakukan oleh individu untuk menyelesaikan masalah. Lazimnya kompromi dilakukan dengan cara bermusyawarah atau negosiasi untuk menyelesaikan masalah
yang sedang dihadapi. Secara umum kompromi dapat mengurangi ketegangan dan masalah dapat diselesaikan.
Prilaku menarik diri adalah perilaku yang menunjukkan pengasingan diri dari lingkungan dan orang lain, jadi secara fisik dan psikologis individu secara sadar pergi
meninggalkan lingkungan yang menjadi sumber stressor misalnya; individu melarikan diri dari sumber stres, menjauhi sumber beracun, polusi dan sumber
Universitas Sumatera Utara
infeksi. Sedangkan reaksi psikologis individu menampilkan diri seperti apatis, pendiam dan munculnya perasaan tidak berminat yang menetap pada individu
Rasmun, 2004. Menurut Stuart dan Sundeen 2005, mekanisme koping juga dapat di
golongkan menjadi 2 dua yaitu : mekanisme koping adaptif dan mekanisme koping maladaptif. Mekanisme koping adaptif merupakan mekanisme yang mendukung
fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi,
latihan seimbang dan aktivitas konstruktif kecemasan yang dianggap sebagai sinyal peringatan dan individu menerima peringatan dan individu menerima kecemasan itu
sebagai tantangan untuk di selesaikan. Sedangkan mekanisme koping maladaptif adalah mekanisme yang menghambat fungsi integrasi, menurunkan otonomi dan
cenderung menguasai lingkungan. Kategorinya adalah makan berlebihantidak makan, bekerja berlebihan, menghindar dan aktivitas destruktif mencegah suatu
konflik dengan melakukan pengelakan terhadap solusi.
2.2.3. Mekanisme Koping Perempuan yang Mengalami Infertilitas
Penelitian yang dilakukan oleh Tirtaonggana 2005 menunjukkan meskipun infertilitas merupakan stressor yang berat namun tidak semua pasangan memiliki
sikap yang negatif, terdapat pasangan yang semakin menguatkan komitmen pernikahan, mendekatkan diri kepada Tuhan, saling menguatkan agar sabar, mencari
alternatif sebagai solusi terhadap masalah ketidakhadiran seorang anak dengan cara bertanya terhadap tenaga kesehatan yang menangani masalahnya dan berbagi dengan
Universitas Sumatera Utara
pasangan lain yang memiliki masalah yang sama. Hasil penelitian ini juga menunjukkan adanya pengaruh positif dukungan yang diberikan kepada perempuan
dengan masalah infertilitas. Jika individu berada pada posisi stress manusia akan menggunakan berbagai
cara untuk mengatasinya, individu dapat menggunakan satu atau lebih sumber koping yang tersedia. Seseorang yang mengalami masalah serius dan dianggap sebagai
penyakit akan menunjukkan kesadaran yang tinggi terhadap kepercayaannya yang tampak pada perilakunya sehari-hari. Individu memerlukan segala usaha untuk
mengatasi stress akibat kondisi yang dialaminya. Memiliki strategi koping sangat penting untuk melanjutkan hidup tanpa anak-
anak . Mekanisme koping tergantung pada sumber daya internal seperti kekuatan batin, rasa percaya diri, dan penerimaan yang benar tentang nasib mereka, mampu
bergantung pada struktur dukungan atau mencoba untuk melanjutkan dengan berfokus pada masa depan.
Mekanisme koping dapat digunakan individu untuk memecahkan masalah, koping yang efektif akan membantu individu terbebas dari stress yang
berkepanjangan Tabong and Adongo, 2013.
Studi tentang mekanisme koping pada penderita infertilitas menunjukkan bahwa mekanisme koping memiliki keterkaitan dengan respon individu dalam
menghadapi masalah, hasil studi menunjukkan bahwa perempuan penderita infertilitas mengalami respon kesedihan, cemas, cemburuiri, isolasi dan marah.
Dalam mengatasi masalah berkaitan dengan infertilitas pasangan menggunakan
Universitas Sumatera Utara
mekanisme koping dengan cara melakukan pengobatan secara medis maupun non medis, mencari informasi, pasrah dan berdoa, berusaha sabar, mengambil hikmah dari
kondisi dan mencari dukungan keluarga, teman serta menceritakan masalah kepada orang lain.
Penelitian yang dilakukan oleh Ernestine S Donker and Jane Sandall tentang strategi koping perempuan dalam mencari pengobatan infertilitas di Ghana Utara
menunjukkan bahwa mekanisme koping yang dilakukan oleh para perempuan adalah 95 mempunyai harapan situasinya akan berubah, menceritakan masalah kepada
orang lain untuk mendapatkan solusi, 41 mencari pengobatan dari profesional, 85 menyimpan perasaannya sendiri dan 95 percaya bahwa Tuhan akan memberikan
yang terbaik. Hasil studi Davis Dearman di Amerika menunjukkan banyak perempuan
yang mengalami kesedihan mendalam dan frustasi, dengan melampiaskan emosi dan menangis biasanya mereka akan merasa lebih baik. Woolet, dalam sebuah studi di
Amerika Serikat menemukan bahwa koping yang dilakukan perempuan yang infertil adalah mencari bantuan medis dan menambah pengetahuan mengenai infertilitas.
Hasil penelitian Parry di Amerika Serikat, Unisa di India dan Davis Dearman di Amerika Serikat menunjukkan bahwa mekanisme koping yang dilakukan perempuan
adalah dengan banyak membaca dan belajar mengenai keadaan mereka, berdoa dan percaya bahwa Tuhan akan memberikan yang terbaik.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Infertilitas Dilihat dari Faktor Budaya
Berbagai budaya di belahan dunia masih menggunakan simbol dan upacara adat untuk merayakan fertilitas ataupun keberhasilan pasangan dalam memperoleh
keturunan. Salah satu upacara yang masih bertahan sampai saat ini ialah adat istiadat melempar beras ke arah pengantin pria dan wanita. Ada juga yang memberikan
rokok, permen ataupun pensil sebagai ucapan selamat kepada pria yang baru menjadi ayah sebagai antisipasi kelahiran anak. Banyak budaya yang masih menjamur
terutama ditengah-tengah masyarakat kita yang menyatakan bahwa suatu ketidaksuburan itu merupakan tanggung jawab wanita Ferrystoner, 2013.
Beberapa budaya menganggap suatu ketidaksuburan merupakan tanggungjawab perempuan. Terlepas dari penyebab medis infertilitas, perempuan
menerima kesalahan utama atas kemunduran reproduksi dan mereka menderita kesedihan pribadi dan frustrasi, stigma sosial, pengucilan dan kesulitan ekonomi yang
serius Tabong and Adongo, 2013. Ketidakmampuan perempuan untuk mengandung dihubungkan dengan dosa-dosanya, perbuatan yang tidak senonoh dimasa lalu, dan
menunjukkan bahwa perempuan adalah individu yang tidak adekuat Anwar, 1997; Olds, London, Ladewig, 2000. Perempuan pada awalnya merasa bahwa dirinya
adalah penyebab ketidaksuburan, dan seringkali perempuan yang pertama divonis oleh masyarakat sebagai individu penyebab masalah tanpa melihat terlebih dahulu
penyebabnya perempuan atau laki-laki. Masalah infertilitas juga menyebabkan stres pada laki-laki, namun stres lebih
banyak dan lebih cepat dialami oleh perempuan Watkins Baldo, 2005. Tidak
Universitas Sumatera Utara
jarang kekerasan dalam rumah tangga terjadi akibat ketidakadilan memandang masalah terkait infertilitas, sehingga pada akhirnya perempuan yang menjadi korban
baik secara fisik, ekonomi, seksual maupun psikososial Greil, 1997 dalam Benyamini, Gozlan Kokia, 2004; Gibson Myer, 2002 dalam Watkins baldo
2004; Old, London Ladewig 2000. Di Kamerun, infertilitas adalah alasan untuk perceraian pada suku Bangangte
yang menyebabkan seorang wanita kehilangan aksesnya dan sama sekali tidak dihargai terutama oleh keluarga suaminya. Di Mesir, perempuan harus menjalani
ritual yang rumit yang dikenal sebagai Kabsa dalam upaya untuk mengatasi ketidaksuburan. Di Nigeria Barat, perempuan diperlakukan sebagai orang buangan
dan setelah mereka mati, mayat mereka dimakamkan di pinggiran kota dengan orang- orang orang yang mengalami sakit gangguan mental Tabong and Adongo, 2013.
2.3.1. Infertilitas Menurut Suku Karo
Karo adalah salah Suku Bangsa yang mendiami Dataran Tinggi Karo, Sumatera Utara, Indonesia. Suku ini merupakan salah satu suku terbesar di Sumatera
Utara. Nama suku ini dijadikan salah satu nama Kabupaten di salah satu wilayah yang mereka diami dataran tinggi Karo yaitu Tanah Karo.
Suku Karo memiliki sistem kemasyarakatan atau adat yang dikenal dengan nama merga silima, tutur siwaluh, dan rakut sitelu. Merga disebut untuk laki-laki,
sedangkan untuk perempuan yang disebut beru. Merga atau beru ini disandang di belakang nama seseorang. Merga dalam masyarakat Karo terdiri dari lima kelompok,
yang disebut dengan merga silima.
Universitas Sumatera Utara
Masyarakat Karo merupakan masyarakat yang menganut budaya patrilineal. Dalam masyarakat patrilineal suami merupakan pengambil keputusan tertinggi dalam
keluarga, termasuk keputusan perempuan untuk menentukan hak-hak reproduksinya. Dalam filosofi Karo, tujuan hidup seseorang adalah untuk mendapatkan
kesangapen hidup sejahtera, yaitu ertuah mempunyai keturunan dan bayak memiliki kekayaan, yang artinya jika salah satunya tidak terpenuhi maka hidupnya
dikatakan tidak sejahtera. Tugas perkawinan dalam suku Karo salah satunya adalah sebagai sarana untuk meneruskan keturunan fungsi reproduksi. Mendapatkan
keturunan bagi masyarakat Karo, adalah hal yang amat penting. Walaupun dengan perkembangan pemikiran yang semakin maju masyarakat Karo lebih gembira lagi
apabila mempunyai anak laki-laki, karena ini berhubungan dengan penerus keturunan dari klannya.
Masyarakat Karo menilai bahwa perempuan yang tidak bisa memiliki anak itu dianggap kurang sempurna, dalam pandangan masyarakat Karo sebagian membaca
orang dengan istilah subur dan tidak subur, subur itu bagus, tidak subur itu berarti sulit untuk mempunyai anak. Guyonan yang beredar di masyarakat Karo orang yang
mempunyai anak tempat duduknya panas, sehingga kalau kita duduk di tempat bekas perempuan kemudian panas, berarti dia anaknya banyak.
Dalam tradisi Karo, belum mengenal terapi medis untuk mendeteksi dan mengobati infertilitas, biasanya hanya terapi pijat dan melakukan acara “Nengget.
komunikasi interpersonal dengan Toma, tanggal 18 Februari 2014
Universitas Sumatera Utara
Nengget adalah salah satu jenis upacara religi yang sampai saat sekarang ini masih dilaksanakan atau masih diyakini oleh masyarakat etnik Karo. Nengget itu
sendiri berarti engadakan kejutan pada keluarga yang sudah lama menikah tetapi belum memiliki keturunan. Nengget secara harafiah berarti membuat kejutan atau
membuat orang terkejut. Upacara ini dilakukan dengan harapan jika tendi atau jiwanya dibuat terkejut dan dipermalukan maka akan ada harapan nantinya pasangan
ini akan segera mendapatkan keturunan komunikasi interpersonal dengan Toma, tanggal 18 Februari 2014.
Menurut suku bangsa Karo keadaan terkejut mempunyai fungsi yang besar sekali hubungannya dengan prokreasi melanjutkan keturunan. Keadaan terkejut
sengaja diciptakan untuk menghasilkan sebuah proses yang dipercayai dapat membawa dampak yang baik bagi pasangan suami istri pasutri yang belum
memperoleh keturunan, maupun bagi sebuah keluarga yang belum mempunyai anak yang berjenis kelamin laki-laki.
Mendapatkan anak bagi masyarakat Karo adalah suatu hal yang amat penting. Walaupun dengan perkembangan pemikiran yang semakin maju masyarakat
Karo lebih gembira lagi apabila mempunyai anak laki-laki, karena hal ini berhubungan dengan penerus keturunan dari klannya, dimana masyarakat Karo
menganut garis keturunan berdasarkan garis ayahnya paternalistik. Namun akibat faktor-faktor biologis dan non-biologis banyak juga pasangan suami istri yang belum
mendapatkan keturunan walaupun telah bertahun-tahun membina hubungan rumah tangga.
Universitas Sumatera Utara
Nengget secara harafiah berarti membuat orang terkejut. Nengget erat kaitannya dengan konteks adat-istiadat, dimana di dalam adat nggeluh adat orang
hidup orang Karo diatur berdasarkan merga silima, rakut si telu dan tutur si waluh”. Wujudnya ada tiga kelompok dalam masyarakat Karo, yaitu kalimbubu pihak
pemberi wanita, senina saudara, dan anak beru pihak penerima wanita. Berhubungan dengan nengget tersebut, maka ada beberapa jenis nengget yang ada
sesuai dengan fungsinya, yaitu : 1.
Nengget, yaitu upacara tradisional yang dilakukan menurut adat karo, berupa melakukan kejutan bagi keluarga dengan harapan agar keluarga itu memperoleh
anak laki-laki dan perempuan. Peralatan untuk nengget ini adalah uis arinteneng, uis kapal ndawa, batu simbol anak, tumba beru-beru tempat air,
lau simalem-malem, gendang, serta makanan sangkep. Pada malam yang ditentukan keluarga itu disenggeti dikejutkan oleh simehangkenya seperti
turangkunya dari keluarga itu sambil berkata: Emaka mupus..... dilakidiberu ningku si Anu, adi lang ngayak mate kita la rebu. Kemudian suami istri itu
diosei secara terbalik, yaitu laki-laki berpakaian wanita dan si wanita berpakaian laki-laki. Setelah acara ini biasanya makan atau bisa juga dilanjutkan dengan
acara menari. Di Karo Jahe biasanya sebelum disenggeti alat musik gung dan gendang biasanya dipukul terlebih dahulu. Setelah makan kemudian diberikan sen
penjujuri gantang tumba dan mereka biasanya didudukkan kembali seperti pengantin baru mukul.
Universitas Sumatera Utara
2. Lentarken, yaitu upacara nengget yang dilakukan ketika ada yang meninggal
dunia atau pada acara nurun-nurun. Pelaksanaannya dilakukan yakni ketika sedang menari keluarga yang tidak mempunyai keturunan itu tiba-tiba ditangkap
oleh turangkunya rebunya masing-masing, kemudian dilentarken ditangkap dan selanjutnya diosei secara terbalik seperti pada acara nengget. Setelah
ditangkap kemudian diarak dan acara menari. 3.
Jera la mupus, yaitu upacara nengget yang diadakan pada acara memasuki rumah baru mbengket rumah mbaru atau sumalin jabu. Nengget ini dilakukan ketika
yang empunya rumah yang belum mempunyai keturunan mau memasuki rumah baru, kemudian di depan pintu masuknya mereka dihalangi oleh rebunya sambil
berkata Ma jera kam la mupus? Maka oleh yang empunya rumah dijawab Jera. Hal ini dilakukan sebanyak empat kali. Bilangan empat ini juga tentunya
mempunyai makna, yaitu selpat putus hubungan dengan hal-hal yang tidak baik. Setelah empat kali ditanya, maka mereka diperbolehkan memasuki rumah
barunya. 4.
Sengget, yaitu terkejut. Terkejut ini mempunyai beberapa proses yang mempunyai arti bagi masyarakat Karo. Misalnya seseorang yang terkejut dapat menjadi sakit
karena ditinggalkan oleh tendi roh. Tendinya ini bisa jadi kicat terjepit di sebuah batu, di sebuah tempat yang angker dan sebagainya. Untuk melepaskan
tendi ini maka biasanya juga dilakukan upacara melepas tendi ini seperti raleng tendi, ngkiap tendi, ngkicik tendi, ngkirep tendi dan sebagainya. Sebagai upah
kepada roh yang menahan tendi ini biasanya adalah manuk kahul ayam
Universitas Sumatera Utara
persembahan yang dilepas. Sebagai tanda apabila kahul tersebut diterima, yaitu ayam tersebut dimakan oleh elang.
Menurut tradisi Karo, kalau keluarga tidak mempunyai anak, maka yang disalahkan adalah istrinya, perempuan diasumsikan sebagai tanah, kalau tanah
ditanami tidak tumbuh berarti yang salah adalah tanahnya, begitu juga kalau seorang perempuan yang tidak mempunyai anak, maka dialah yang selalu disalahkan. Istilah
yang diberikan kepada perempuan yang tidak mempunyai keturunan adalah “la ertuah, diberu sial atau mandul”.
Si istri yang selalu disarankan untuk melakukan terapi pijat tradisional atau urut oleh orang yang dipercaya dapat mengembalikan kesuburan atau memperbaiki
kesuburan agar dapat segera hamil. Jika ada kegelisahan terhadap diri masing-masing kemudian ada kesepakatan, dalam rangka menutupi aib, maka dapat dilakukan
“pinjam jago” yaitu si istri melakukan hubungan dengan saudara laki-laki suami yang dianggap bisa memberi keturunan dan keturunannya memiliki marga yang
sama, tetapi hal ini dirahasiakan dari keluarga maupun kerabat lainnya karena ini demi kehormatan berdua, sehingga keluarga itu dianggap sempurna, tapi di jaman
sekarang ini, kemungkinan ini sudah sangat jarang komunikasi interpersonal dengan Toma, tanggal 18 Februari 2014.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Kerangka Pikir
Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian
Mekanisme Koping Infertilitas pada
Suku Karo
Sosial Budaya
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 METODE PENELITIAN
Bab ini membahas mengenai metode yang dipakai dalam penelitian yaitu metode penelitian kualitatif. Bab ini terdiri atas lima bagian. Bagian pertama akan
membahas mengenai alasan peneliti memakai metode penelitian kualitatif. Bagian kedua membahas mengenai subjek penelitian yang mencakup karakteristik dan
jumlah subjek penelitian, teknik pengambilan sampel, dan lokasi penelitian. Bagian ketiga berisikan metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian. Bagian
keempat membahas mengenai alat bantu pengambilan data yaitu pedoman wawancara dan tape recorder. Bagian terakhir membahas mengenai prosedur analisis data.
3.1. Desain Penelitian
Bogdan dan Taylor dalam Moelong, 2013 mendefenisikan metode penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-
kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini juga digunakan untuk menggambarkan dan menjawab pertanyaan seputar subjek
penelitian beserta konteksnya. Pemilihan metode kualitatif menjadi metode dalam penelitian ini dilakukan
untuk mengeksplorasi suatu proses yang muncul dari perempuan yang mengalami infertilitas sehingga dapat mengembangkan suatu teori atau konsep yang dapat
menjadi dasar dari mekanisme koping pada perempuan suku Karo yang mengalami infertilitas berdasarkan pengalaman subjektif mereka.
42
Universitas Sumatera Utara
Karakteristik mekanisme koping yang unik dan berbeda antara satu individu dengan individu yang lain juga merupakan alasan peneliti memilih metode penelitian
kualitatif, hal ini sesuai dengan fungsi dan pemanfaatan kualitatif yaitu dapat melihat sesuatu secara mendalam, memahami isu-isu yang sensitif, dan isu-isu yang rumit dan
meneliti sesuatu dari segi prosesnya.
3.2. Informan Penelitian 3.2.1. Karakteristik Subjek Penelitian