Infertilitas Menurut Suku Karo

jarang kekerasan dalam rumah tangga terjadi akibat ketidakadilan memandang masalah terkait infertilitas, sehingga pada akhirnya perempuan yang menjadi korban baik secara fisik, ekonomi, seksual maupun psikososial Greil, 1997 dalam Benyamini, Gozlan Kokia, 2004; Gibson Myer, 2002 dalam Watkins baldo 2004; Old, London Ladewig 2000. Di Kamerun, infertilitas adalah alasan untuk perceraian pada suku Bangangte yang menyebabkan seorang wanita kehilangan aksesnya dan sama sekali tidak dihargai terutama oleh keluarga suaminya. Di Mesir, perempuan harus menjalani ritual yang rumit yang dikenal sebagai Kabsa dalam upaya untuk mengatasi ketidaksuburan. Di Nigeria Barat, perempuan diperlakukan sebagai orang buangan dan setelah mereka mati, mayat mereka dimakamkan di pinggiran kota dengan orang- orang orang yang mengalami sakit gangguan mental Tabong and Adongo, 2013.

2.3.1. Infertilitas Menurut Suku Karo

Karo adalah salah Suku Bangsa yang mendiami Dataran Tinggi Karo, Sumatera Utara, Indonesia. Suku ini merupakan salah satu suku terbesar di Sumatera Utara. Nama suku ini dijadikan salah satu nama Kabupaten di salah satu wilayah yang mereka diami dataran tinggi Karo yaitu Tanah Karo. Suku Karo memiliki sistem kemasyarakatan atau adat yang dikenal dengan nama merga silima, tutur siwaluh, dan rakut sitelu. Merga disebut untuk laki-laki, sedangkan untuk perempuan yang disebut beru. Merga atau beru ini disandang di belakang nama seseorang. Merga dalam masyarakat Karo terdiri dari lima kelompok, yang disebut dengan merga silima. Universitas Sumatera Utara Masyarakat Karo merupakan masyarakat yang menganut budaya patrilineal. Dalam masyarakat patrilineal suami merupakan pengambil keputusan tertinggi dalam keluarga, termasuk keputusan perempuan untuk menentukan hak-hak reproduksinya. Dalam filosofi Karo, tujuan hidup seseorang adalah untuk mendapatkan kesangapen hidup sejahtera, yaitu ertuah mempunyai keturunan dan bayak memiliki kekayaan, yang artinya jika salah satunya tidak terpenuhi maka hidupnya dikatakan tidak sejahtera. Tugas perkawinan dalam suku Karo salah satunya adalah sebagai sarana untuk meneruskan keturunan fungsi reproduksi. Mendapatkan keturunan bagi masyarakat Karo, adalah hal yang amat penting. Walaupun dengan perkembangan pemikiran yang semakin maju masyarakat Karo lebih gembira lagi apabila mempunyai anak laki-laki, karena ini berhubungan dengan penerus keturunan dari klannya. Masyarakat Karo menilai bahwa perempuan yang tidak bisa memiliki anak itu dianggap kurang sempurna, dalam pandangan masyarakat Karo sebagian membaca orang dengan istilah subur dan tidak subur, subur itu bagus, tidak subur itu berarti sulit untuk mempunyai anak. Guyonan yang beredar di masyarakat Karo orang yang mempunyai anak tempat duduknya panas, sehingga kalau kita duduk di tempat bekas perempuan kemudian panas, berarti dia anaknya banyak. Dalam tradisi Karo, belum mengenal terapi medis untuk mendeteksi dan mengobati infertilitas, biasanya hanya terapi pijat dan melakukan acara “Nengget. komunikasi interpersonal dengan Toma, tanggal 18 Februari 2014 Universitas Sumatera Utara Nengget adalah salah satu jenis upacara religi yang sampai saat sekarang ini masih dilaksanakan atau masih diyakini oleh masyarakat etnik Karo. Nengget itu sendiri berarti engadakan kejutan pada keluarga yang sudah lama menikah tetapi belum memiliki keturunan. Nengget secara harafiah berarti membuat kejutan atau membuat orang terkejut. Upacara ini dilakukan dengan harapan jika tendi atau jiwanya dibuat terkejut dan dipermalukan maka akan ada harapan nantinya pasangan ini akan segera mendapatkan keturunan komunikasi interpersonal dengan Toma, tanggal 18 Februari 2014. Menurut suku bangsa Karo keadaan terkejut mempunyai fungsi yang besar sekali hubungannya dengan prokreasi melanjutkan keturunan. Keadaan terkejut sengaja diciptakan untuk menghasilkan sebuah proses yang dipercayai dapat membawa dampak yang baik bagi pasangan suami istri pasutri yang belum memperoleh keturunan, maupun bagi sebuah keluarga yang belum mempunyai anak yang berjenis kelamin laki-laki. Mendapatkan anak bagi masyarakat Karo adalah suatu hal yang amat penting. Walaupun dengan perkembangan pemikiran yang semakin maju masyarakat Karo lebih gembira lagi apabila mempunyai anak laki-laki, karena hal ini berhubungan dengan penerus keturunan dari klannya, dimana masyarakat Karo menganut garis keturunan berdasarkan garis ayahnya paternalistik. Namun akibat faktor-faktor biologis dan non-biologis banyak juga pasangan suami istri yang belum mendapatkan keturunan walaupun telah bertahun-tahun membina hubungan rumah tangga. Universitas Sumatera Utara Nengget secara harafiah berarti membuat orang terkejut. Nengget erat kaitannya dengan konteks adat-istiadat, dimana di dalam adat nggeluh adat orang hidup orang Karo diatur berdasarkan merga silima, rakut si telu dan tutur si waluh”. Wujudnya ada tiga kelompok dalam masyarakat Karo, yaitu kalimbubu pihak pemberi wanita, senina saudara, dan anak beru pihak penerima wanita. Berhubungan dengan nengget tersebut, maka ada beberapa jenis nengget yang ada sesuai dengan fungsinya, yaitu : 1. Nengget, yaitu upacara tradisional yang dilakukan menurut adat karo, berupa melakukan kejutan bagi keluarga dengan harapan agar keluarga itu memperoleh anak laki-laki dan perempuan. Peralatan untuk nengget ini adalah uis arinteneng, uis kapal ndawa, batu simbol anak, tumba beru-beru tempat air, lau simalem-malem, gendang, serta makanan sangkep. Pada malam yang ditentukan keluarga itu disenggeti dikejutkan oleh simehangkenya seperti turangkunya dari keluarga itu sambil berkata: Emaka mupus..... dilakidiberu ningku si Anu, adi lang ngayak mate kita la rebu. Kemudian suami istri itu diosei secara terbalik, yaitu laki-laki berpakaian wanita dan si wanita berpakaian laki-laki. Setelah acara ini biasanya makan atau bisa juga dilanjutkan dengan acara menari. Di Karo Jahe biasanya sebelum disenggeti alat musik gung dan gendang biasanya dipukul terlebih dahulu. Setelah makan kemudian diberikan sen penjujuri gantang tumba dan mereka biasanya didudukkan kembali seperti pengantin baru mukul. Universitas Sumatera Utara 2. Lentarken, yaitu upacara nengget yang dilakukan ketika ada yang meninggal dunia atau pada acara nurun-nurun. Pelaksanaannya dilakukan yakni ketika sedang menari keluarga yang tidak mempunyai keturunan itu tiba-tiba ditangkap oleh turangkunya rebunya masing-masing, kemudian dilentarken ditangkap dan selanjutnya diosei secara terbalik seperti pada acara nengget. Setelah ditangkap kemudian diarak dan acara menari. 3. Jera la mupus, yaitu upacara nengget yang diadakan pada acara memasuki rumah baru mbengket rumah mbaru atau sumalin jabu. Nengget ini dilakukan ketika yang empunya rumah yang belum mempunyai keturunan mau memasuki rumah baru, kemudian di depan pintu masuknya mereka dihalangi oleh rebunya sambil berkata Ma jera kam la mupus? Maka oleh yang empunya rumah dijawab Jera. Hal ini dilakukan sebanyak empat kali. Bilangan empat ini juga tentunya mempunyai makna, yaitu selpat putus hubungan dengan hal-hal yang tidak baik. Setelah empat kali ditanya, maka mereka diperbolehkan memasuki rumah barunya. 4. Sengget, yaitu terkejut. Terkejut ini mempunyai beberapa proses yang mempunyai arti bagi masyarakat Karo. Misalnya seseorang yang terkejut dapat menjadi sakit karena ditinggalkan oleh tendi roh. Tendinya ini bisa jadi kicat terjepit di sebuah batu, di sebuah tempat yang angker dan sebagainya. Untuk melepaskan tendi ini maka biasanya juga dilakukan upacara melepas tendi ini seperti raleng tendi, ngkiap tendi, ngkicik tendi, ngkirep tendi dan sebagainya. Sebagai upah kepada roh yang menahan tendi ini biasanya adalah manuk kahul ayam Universitas Sumatera Utara persembahan yang dilepas. Sebagai tanda apabila kahul tersebut diterima, yaitu ayam tersebut dimakan oleh elang. Menurut tradisi Karo, kalau keluarga tidak mempunyai anak, maka yang disalahkan adalah istrinya, perempuan diasumsikan sebagai tanah, kalau tanah ditanami tidak tumbuh berarti yang salah adalah tanahnya, begitu juga kalau seorang perempuan yang tidak mempunyai anak, maka dialah yang selalu disalahkan. Istilah yang diberikan kepada perempuan yang tidak mempunyai keturunan adalah “la ertuah, diberu sial atau mandul”. Si istri yang selalu disarankan untuk melakukan terapi pijat tradisional atau urut oleh orang yang dipercaya dapat mengembalikan kesuburan atau memperbaiki kesuburan agar dapat segera hamil. Jika ada kegelisahan terhadap diri masing-masing kemudian ada kesepakatan, dalam rangka menutupi aib, maka dapat dilakukan “pinjam jago” yaitu si istri melakukan hubungan dengan saudara laki-laki suami yang dianggap bisa memberi keturunan dan keturunannya memiliki marga yang sama, tetapi hal ini dirahasiakan dari keluarga maupun kerabat lainnya karena ini demi kehormatan berdua, sehingga keluarga itu dianggap sempurna, tapi di jaman sekarang ini, kemungkinan ini sudah sangat jarang komunikasi interpersonal dengan Toma, tanggal 18 Februari 2014. Universitas Sumatera Utara

2.4. Kerangka Pikir