cara untuk menguraikan gejala kompleks perumahan. Menurut teori ini pelaku-pelaku memiliki kemampuan mengambil keputusan sendiri dan mempengaruhi masyarakat.
Akan tetapi keadaan masyarakat itu juga dapat mempengaruhi kelakuan pelaku. Sebagai contoh pelaku dapat dipengaruhi oleh tingkat kejahatan, tetapi pelakulah
yang akan mengambil keputusan untuk bermukim di perumahan.
b. Akibat reorganisasi sosial-ekonomi
Pemisahan secara fisik ini menimbulkan pemisahan sosial atau kerenggangan sosial. Warga kompleks perumahan tidak usah berinteraksi dengan masyarakat
umum. Sebagai akibat dua kelompok diciptakan, yang dalam kita dan yang luar mereka. Keeksklusifan ini dapat mengakibatkan perasaan tak terikat tehadap
masyarakat umum yang dapat menimbulkan frustrasi dan kecemburuan. Perasaan ini dapat menciptakan keadaan yang kurang aman dan menambah kemungkinan
kekerasan Thuillier, 2005: 264. Keterpisahan tersebut bukan sekedar karena hak pemilikan properti, lebih-lebih juga didorong oleh intensi para developer yang
melihat privacy sebagai sebuah nilai jual yang mahal, khususnya bagi kalangan elit orang kaya.
Deregulasi ekonomi memungkinkan peran swasta dalam pembangunan perumahan membuat kebutuhan akan perumahan dipenuhi oleh para pengembang
yang lazim disebut dengan istilah developer. Mereka mengiklankan produk- produknya dengan giat di media massa, lengkap dengan jargon-jargon andalan
masing-masing. Salah satu kekurangan kompleks perumahan yang sering dibahas adalah kemungkinan bermukim di sana akan mengakibatkan pemisahan secara sosial
Universitas Sumatera Utara
dan fisik. Secara fisik, pagar dan satpam yang melindungi perumahan merupakan pemisah antara warga perumahan dan masyarakat umum. Pagar dan batasan ini dapat
menghindari perjalanan orang dan mobil.
c. Preferensi konsumen
Identitas dan Konsumsi Dalam la société de Consommation Jean Baudrillard mengatakan bahwa masyarakat konsumeris merupakan tatanan manipulasi tanda.
Seorang konsumen menyamakan yang riil dari tanda-tanda yang hadir di sekitarnya,dengan demikian arena konsumsi adalah sebuah arena sosial. Media
massa, dalam hal ini iklan perumahan merupakan sebuah mekanisme sosial yang akan merangsang calon konsumen untuk membeli. Artikel dalam media massa juga
dapat merepresentasikan realita dari sudut pandang surat kabar dan kebutuhan konsumen. Keamanan dan keselamatan merupakan salah satu alasan utama mengapa
orang memilih bermukim di kompleks perumahan. Dewasa ini tingkat kriminalitas lebih tinggi daripada sepuluh tahun yang lalu. Melalui proses urbanisasi semakin
banyak orang berpindah ke kota. Akibatnya, tingkat kejahatan meningkat. Menurut Glasner dalam Manzi Smith-Bowers, 2005: 347 terdapat
“budaya ketakutan” culture of fear di mana ketakutan persoalan sosial diperkuat oleh media massa. Karena adanya “budaya ketakutan” ini orang cenderung bereaksi
berdasarkan persepsi bahaya kejahatan yang digambarkan oleh media daripada keadaan sebenarnya. Faktor-faktor tersebut mengakibatkan sebagian masyarakat,
khususnya mereka yang tinggal di kota, merasa gelisah dan kurang aman. Untuk sebagian masyarakat ini kompleks perumahan merupakan tempat untuk mencari
Universitas Sumatera Utara
perlindungan dari persoalan sosial, termasuk kejahatan. Lingkungan perumahan biasanya aman, teratur dan dapat diprediksi Atkinson Blandy, 2005. Karena itu di
kompleks ini semua aspek kehidupan warganya dapat dikuasai dan diatur. Gengsi dan Status Sosial Kompleks perumahan sering diidentikkan dengan kekayaan Roitman,
2005. Walaupun sekarang ada bermacam-macam tipe perumahan, termasuk untuk kelas bawah, persepsi itu tetap ada.
Fasilitas yang disediakan oleh kompleks perumahan merupakan salah satu daya tarik yang lain. Di Medan, hal fasilitas sangat penting dan dibangun
perumahandengan fasilitas lengkap seperti Perumahan Malibu, Taman Setia Budi Indah Tasbih dll. Di dalam komplek perumahan ada super market tempat belanja,
pusat kebugaran, café, dan fasilitas swasta lainnya seperti listrik, air, dan keamanan.
Universitas Sumatera Utara
BAB III PENGUSAHA SAMPAH: LIKA-LIKU KEHIDUPAN PAK SALIM
3.1. Pak Salim: Profil “Pengusaha Sampah” di Medan Sunggal
Pak Salim, begitu beliau biasa dipanggil. Beliau adalah seorang pria setengah baya yang berusia kurang lebih 50 tahun dengan senyum yang selalu menghiasi
wajahnya sehingga ia tampak lebih muda dari usia aslinya, badannya yang tidak terlalu gemuk dan juga tidak terlalu kurus dengan tinggi kurang lebih 165 membuat
ia terlihat masih sehat dan bugar. Namun rambutnya yang sudah semakin menipis dengan sedikit uban yang mulai terlihat di kepalanya memang tidak bisa menutupi
bahwa dia pria yang sudah berumur. Dari kulitnya yang gelap dan jari-jari tangannya yang tegas itu tersirat bahwa ia adalah pria pekerja keras yang selalu melakukan
pekerjaan di luar ruangan. Pria yang lahir dari orang tua asal Banyumas Jawa Timur dengan tujuh bersaudara ini sudah sejak lahir menetap di kota Medan kelurahan
tanjung rejo tepatnya di jalan abadi, gang balai desa No. 28. Ia adalah anak paling kecil alias bungsu dari 7 bersaudara, namun sekarang mereka hanya tinggal berlima
karena dua saudara mereka sudah mendahului mereka dipanggil yang Maha Kuasa. Pak Salim memulai pendidikannya di Sekolah Dasar dan beliau tidak
menyelesaikannya, ia berhenti sekolah di kelas 5 SD dan tidak meneruskannya akibat kondisi ekonomi orang tua. Semenjak itu Pak Salim mulai bekerja serabutan menjadi
buruh lepas dan kuli bangunan.
Universitas Sumatera Utara